BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan dalam bab-bab sebelumnya oleh penulis dalam tulisan ini, maka penulis membuat beberapa
kesimpulan, yaitu:
1. Adapun kedudukan dan pengaturan hukum di wilayah udara dan ruang
angkasa nasional Indonesia terhadap berbagai aktifitas adalah sebagai berikut:
Keberadaan Hukum Angkasa Internasional yang merupakan bagian dari
Hukum Internasional terbagi atas dua bagian, yaitu: Hukum Udara Internasional dan Hukum Ruang Angkasa Internasional. Namun,
dirasakan bahwa masih adanya suatu masalah pokok yang hingga saat ini belum mendapat penyelesaian, yakni mengenai penentuan batas
antara ruang udara dan ruang angkasa itu sendiri. Selain itu adanya suatu perbedaan mengenai prinsip kedaulatan antara ruang udara dan ruang
angkasa, dimana pada ruang udara setiap negara memiliki kedaulatan yang mutlak dan penuh complete and exclusive sovereignity rights.
Sedangkan pada ruang angkasa, prinsip kedaulatan lebih kepada suatu kepemilikan bersama bagi seluruh umat manusia common heritage of
mankind.
Universitas Sumatera Utara
Hukum Angkasa mengatur segala kegiatan negara-negara dalam
eksplorasi dan eksploitasi ruang angkasa dan benda-benda di langit lainnya, agar dilakukan demi perdamaian dan kemanusiaan, hal ini
sesuai dengan apa yang terdapat di dalam Space Treaty 1967.
Maksud dan tujuan dari penggunaan prinsip-prinsip dasar Hukum
Internasional dalam Hukum Ruang Angkasa itu adalah untuk menciptakan hubungan-hubungan damai antar negara. Hal ini telah
diatur secara khusus di dalam Piagam PBB.
Space Treaty 1967 menetapkan bahwa ruang angkasa termasuk bulan
dan benda-benda di langit lainnya tidak boleh dijadikan objek pemilikan.
Hukum Angkasa telah menetapkan status ruang angkasa dan benda-
benda di langit lainnya serta menuangkannya dalam sejumlah prinsip dan peraturan Hukum Internasional.
2. Adapun pemanfaatan wilayah udara dan ruang angkasa nasional Indonesia
dalam berbagai aktifitas sebagai negara khatulistiwa dan negara GSO negara kolong adalah sebagai berikut:
Kawasan orbit geostasioner GSO adalah merupakan sumber daya alam
yang terbatas limited natural resources, karena hanya dapat ditempati oleh benda-benda angkasa buatan manusia dalam jumlah yang terbatas.
Oleh karena itu, bila pemanfaatan kawasan orbit geostasioner ini tidak diatur sedemikian rupa, sehingga mlebihi daya dukung jalurnya akan
dapat menimbulkan kejenuhan saturation. Bagi Indonesia sendiri yang
Universitas Sumatera Utara
telah memanfaatkan kawasan orbit geostasioner ini, setiap upaya pengaturan bagi pemanfaatannya dalam forum internasional akan secara
langsung menyangkut pula pada kepentingan Indonesia. Kepentingan tersebut yaitu menyangkut mengenai adanya suatu jaminan terhadap
kelangsungan penempatan satelit telekomunikasinya di kemudian hari, juga mengenai kepastian bagi pemenuhan tuntutan ganti kerugian yang
mungkin timbul dalam segala aktifitas pemanfaatan orbit geostasioner itu oleh negara-negara di dunia.
Bagi negara Republik Indonesia, pemanfaatan ruang angkasa telah
dimulai sejak tahun 1969, yakni dengan masuknya Indonesia menjadi anggota International Telecommunication Satellite Organization
INTELSAT dan dibangunnya Stasiun Bumi Jatiluhur. Pemanfaatan ruang angkasa oleh Indonesia adalah untuk tujuan komunikasi, hal ini
didasarkan pada kepentingan nasional dengan kondisi geografis sebagai negara kepulauan. Dengan adanya ramalan kebutuhan jasa
telekomunikasi yang pertumbuhan tiap tahunnya rata-rata 7 persen, maka pada tahun 19731974 secara resmi pemerintah Indonesia
mempelajari kemungkinan pemanfaatan Sistem Komunikasi Satelit Domestik SKSD.
Pada akhirnya Indonesia meluncurkan SKSD Palapa I pada tanggal 4
Juli 1976, dimana pada saat itulah Indonesia telah menempatkan diri dalam kegiatan ruang angkasa. Perkembangan selanjutnya dari
penempatan SKSD Palapa yaitu dengan ditenderkannya SKSD Palapa
Universitas Sumatera Utara
generasi II yang mengorbit sejak tahun 1982 dan 1983, dimana diketahui Satelit Palapa generasi II memuat 24 transponder untuk melayani
hubungan telekomunikasi dn televisi nasional serta negara-negara di Asia Tenggara ASEAN.
Kemajuan yang akan nampak semakin spektakuler adalah dengan
direncanakannya Dr. Pratiwi Soedarmono yang akan melakukan eksperimen di bidang biotik dengan meneliti bagaimana perkembangan
genetika dari biji jagung, tempe kedelai dan penelitian terhadap kodok. Dipilihnya bidang bioteknologi oleh Indonesia dalam program ulang alik
adalah karena bidang bioteknologi akan memainkan peranan penting dalam mewujudkan dunia modern pada abad mendatang. Dengan
sumber alam yang melimpah, Indonesia dapat memetik manfaat yang besar, karena itu Indonesia memberi prioritas tinggi di bidang biotik. Di
samping itu, gagasan proyek bangunan TERS Tropical Earth Resources Satellite, bermula dari gagasan Belanda yang ingin mengembangkan
lebih lanjut kemampuan teknologinya dengan Indonesia adalah merupakan suatu kemajuan.
Dengan berbagai aktifitas yang telah dilakukan oleh Indonesia tersebut
maka jelaslah bahwa Indonesia kini telah dapat dikategorikan sebagai salah satu negara peluncur. Dengan demikian, secara Hukum
Internasional memiliki responsibility untuk tidak merugikan negara lain dalam aktifitas ruang angkasanya itu, dan jika hal itu terjadi maka
Universitas Sumatera Utara
Indonesia wajib bertanggungjawab untuk membayar kerugian-kerugian yang diderita negara lain akibat aktifitas ruang angkasanya.
B. Saran