Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masalah pendidikan. Petunjuk kitab suci maupun Sunah Nabi dengan jelas menganjurkan para pemeluk Islam untuk meningkatkan kecakapan dan akhlak generasi muda. Sebab, pendidikan adalah sebuah penanaman modal manusia untuk masa depan dengan membekali generasi muda dengan budi pekerti yang luhur dan kecakapan yang tinggi. Tentang pendidikan budi pekerti luhur, Al- Qur’an mengingatkan agar semua orang memelihara diri sendiri dan keluarga dari azab neraka, yakni dengan menanamkan takwa kepada Allah SWT dan budi pekerti luhur. Sebab, menurut sabda Nabi, tidak ada sesuatu yang lebih banyak memasukan manusia kedalam surga daripada takwa kepada Allah dan budi pekerti luhur. Kitab suci Al- Qur’an juga mengingatkan kaum muslimin agar waspada untuk tidak meninggalkan keturunan yang lemah, yang akan menimbulkan kekhawatiran. Usaha mencegah jangan sampai kita mewariskan keturunan yang lemah, tidak hanya dengan mewariskan harta kekayaan saja, tetapi usaha tersebut dilakukan dengan membekali generasi muda dengan kecakapan-kecakapan yang diperlukan, sehingga mereka mampu tampil sebagai sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. 1 Pembahasan tentang persoalan pendidikan sama halnya membicarakan tentang kehidupan, sebab pendidikan merupakan proses yang dilakukan oleh setiap individu menuju kearah yang lebih baik sesuai dengan potensi kemanusiaannya. Proses ini hanya berhenti ketika nyawa sudah tidak ada dalam raga manusia. Dalam Islam pendidikan diperlukan untuk membantu meneguhkan eksistensi dalam mengemban fungsi abid dan khalifah. Eksistensi manusia sangat ditentukan oleh sejauh mana ia mampu menjalankan kedua fungsi tersebut. Selain itu, pendidikan pada hakikatnya merupakan proses memanusiakan manusia humanizing human being. Karena itu, semua treatment yang ada dalam praktik pendidikan mestinya selalu memperhatikan hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan dengan fitrah yang dimiliki, sebagai makhluk individu yang khas, dan sebagai makhluk sosial yang hidup dalam realitas sosial majemuk. Untuk itu, pemahaman yang utuh tentang karakter manusia wajib dilakukan sebelum proses pendidikan dilaksanakan. 2 Salah satu dasar pandangan pendidikan adalah akhlak. Allah SWT berfirman:     “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berada di atas budi pekerti yang agung ”Q.S al-Qalam, 68:4. 3 Ayat diatas menerangkan bahwa pahala yang tidak putus-putusnya diperoleh oleh Rasulullah saw sebagai hasil akhlak yang agung, yang merupakan akhlak beliau dan merupakan pujian dari Allah SWT kepada beliau, yang jarang diberikannya kepada hamba-hambanya yang lain. 4 Ayat tersebut menjelaskan 1 A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta Timur: Yayasan Pendidikan Islam FAJAR DUNIA, Cipayung, 1999, Cet.1, hal 5-6. 2 Moh. Shofan, Pendidikan Berparadigma Profetik, Upaya Konstruktif Membongkar Dikotomi Sistem Pendidikan Islam, Jogjakarta: IRCiSoD, 2004, Cet.1, hal 15-16. 3 Universitas Islam Indonesia , Al Qur’an dan Tafsirny: PT Dana Bhakti Wakaf, h. 284. 4 Universitas Islam Indonesia , Al Qur’an dan Tafsirny...., h. 290 bahwa Nabi Muhammad SAW yang menjadi mitra bicara ayat tersebut berada diatas tingkat budi pekerti yang luhur, bukan sekedar berbudi pekerti luhur. Allah menegur beliau jika bersikap dengan sikap yang hanya baik dan telah biasa dilakukan orang-orang yang dinilai sebagai brakhlak mulia. Keluhuran budi pekerti Nabi Muhammad SAW telah mencapai puncaknya. Allah telah memberkati Nabi Muhammad SAW dengan sifat pemalu, memuliakan orang, pemberani, pemaaf, penyantun, dan setiap akhlak mulia lainnya. Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa tugas utama yang diamanatkan kepada dirinya adalah menyempurnakan akhlak manusia, sebagaimana hadits beliau: قاْخأْا مراكم ممتأ تْثعب امَّإ “Sesungguhnya saya ini diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” 5 Hadis tersebut mengisyaratkan bahwa sebelum Rasulullah hadir dimuka bumi, keadaan masyarakat sudah memiliki akhlak yang telah mendarah daging. Akhlak yang telah dimiliki masyarakat pada waktu itu ada yang sudah baik, dan banyak pula bahkan sebagian besar keadaannya tidak baik. Hal ini diisyaratkan oleh informasi sejarah yang menyebutkan bangsa Arab pada masa itu sebagai masyarakat jahiliyah, yaitu bukan masyarakat yang bodoh dalam arti tidak memiliki pengetahuan dan kebudayaan, melainkan masyarakat yang lebih memperturunkan hawa nafsunya yang buruk, seperti kebiasaan berperang antara suku, merampok, mengurangi timbangan, berjudi, berzina, meminum minuman yang memabukan dan sebagainya. Akhlak yang demikian itulah yang perlu diperbaiki dan disempurnakan sehingga seluruhnya menjadi baik. Para ahli pendidikan Islam telah sepakat bahwa maksud dari pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi maksudnya ialah mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa keutamaan, membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya, ikhlas dan jujur. Semua mata pelajaran haruslah mengandung pelajaran-pelajaran 5 Al-Darami, Mu’jam Mufahras Li Alfazil Hadis Nabawi…., h. 75. akhlak, setiap guru haruslah memikirkan akhlak keagamaan sebelum yang lain- lainnya, karena akhlak keagamaan adalah akhlak yang tertinggi, sedangkan akhlak yang mulia adalah tiang dari pendidikan Islam. 6 Krisis akhlak yang menimpa pada masyarakat umum terlihat pada sebagian sikap mereka yang mudah merampas hak orang lain menjarah, main hakim sendiri, melanggar peraturan tanpa merasa bersalah, mudah terpancing emosinya dan sebagainya. Sedangkan krisis akhlak yang menimpa pelajar terlihat dari banyaknya keluhan orang tua, ahli didik dan orang-orang yang berkecimpung dalam bidang agama dan sosial berkenaan dengan ulah sebagian pelajar yang sukar dikendalikan, nakal, keras kepala, sering membuat keonaran, tawuran, mabuk-mabukan, pesta obat-obat terlarang, bergaya hudup seperti hippies, bahkan sudah melakukan pembajakan, pemerkosaan, pembunuhan dan perilaku kriminal lainnya. Seperti kasus empat siswa SMUN di kepulauan Riau terpaksa dikeluarkan oleh pihak sekolah lantaran mencaci guru mereka di jejaring sosial Face book. Keempat pelajar yang dikeluarkan tersebut adalah siswa kelas dua jurusan IPA. Kenakalan siswa yang dianggap telah menghina guru terjadi saat keempatnya tidak mengerjakan pekerjaan rumah PR yang diberikan oleh guru keterampilan. 7 Dan kasus siswa SMK5, Ed 17, di Banjarmasin Barat yang diduga memperkosa balita anak tetangganya, sebut saja Melati 4 terancam akan diberhentikan. Hal tersebut diungkapkan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMK5 Banjarmasin, “ Dengan adanya kasus ini Ed nantinya akan diberhentikan karena melanggar peraturan sekolah, “paparnya. 8 Begitu pula seperti tiga remaja drop out SMP Magelang harus meringkuk di tahanan Polsek Secang. Ketiganya dituduh telah memperkosa Bunga nama samaran, 12, pelajar SD kelas V. Pemerkosaan itu dilakukan bersama-sama pada awal November, dan sampai kasus tersebut terbongkar, sudah berlangsung empat kali. MF mengaku melakukan perbuatan itu setelah menonton VCD porno. Selain itu dia dendam, dia dendam terhadap korban karena sering diejek mukanya kayak 6 UIN Jakarta, Pendidikan Dalam Perspektif Al- Qur’an, DarasAjar DIPA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005, h.179-180. 7 http:ruuapri.blogsome.com. 27 Februari 2010, 04:08:52. 8 http:www.Kompas.combusinessnews kamis, 01 Desember 2005. monyet. Setelah nonton film biru, dia mengajak dua temannya untuk mengerjai bunga. Caranya, memaksa korban disertai ancaman, kemudian dibawa kekebun kosong. Tiga tersangka dikenai pasal berlapis, yakni Pasal 81 Ayat 1 Undang- Undang UU Perlindungan Anak, serta Pasal 287, 289, Dan 290 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun. 9 Menghadapi fenomena tersebut, tuduhan sering kali diarahkan kepada dunia pendidikan sebagai penyebabnya. Dunia pendidikan benar-benar tercoreng wajahnya dan tampak tidak berdaya untuk mengatasi krisis tersebut. Hal ini bisa dimengerti, karena pendidikan berada pada barisan terdepan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, dan secara moral memang harus berbuat demikian. Masalah perilaku yang serius tidak terbagi dengan rata dikalangan para siswa atau sekolah. kebanyakan siswa yang diidentifikasi mempunyai masalah perilaku yang parah adalah pria. Sebanyak 3 hingga 8 kali lebih banyak anak laki- laki daripada anak perempuan diperkirakan mempunyai masalah perilaku yang serius. Kenakalan yang serius jauh lebih lazim ditemukan di kalangan siswa dengan latar belakang miskin, khususnya di lokasi perkotaan. Siswa yang mempunyai hubungan keluarga yang buruk juga mempunyai kemungkinan yang jauh lebih besar daripada siswa lain terlibat dalam perilaku buruk atau kenakalan serius, sebagaimana juga dengan siswa yang mempunyai pencapaian rendah dan siswa yang mempunyai masalah kehadiran. Sekolah mempunyai peran penting untuk dimainkan dalam mencegah atau mengelola perilaku buruk dan kenakalan yang serius terutama dengan menanamkan pendidikan akhlak. 10 Pendidikan akhlak dapat dilakukan dengan menetapkan pelaksanaan pendidikan agama baik di rumah, sekolah maupun masyarakat. Hal yang demikian diyakini, karena inti ajaran agama adalah akhlak yang mulia yang bertumpu pada keimanan kepada Tuhan dan keadilan sosial. Pendidikan akhlak bukan hanya menjadi tanggung jawab guru agama saja, melainkan juga menjadi tanggung jawab seluruh guru bidang studi. Guru bahasa, 9 http:suaramerdeka.comharian051201ked09.htm 10 Marianto Samosir, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik, Jakarta: Permata Puri Media, 2009, Cet.1, h. 191-192 matematika, fisika, biologi, sejarah dan seterusnya dapat ikut serta membina akhlak para siswa melalui nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada seluruh bidang studi yang diajarkannya. 11 Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk membahas dan meneliti mengenai hal tersebut dengan judul penelitian “PERAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM PEMBENTUKAN SIKAP DAN PERILAKU KEBERAGAMAAN ANAK DIDIK DI MTsN PARUNG B OGOR”. 11 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, Jakarta Timur: Prenada Media, 2003, Cet.1, h. 218-219.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah