Pemberlakuan Undang-Undang Keluarga Islam Di Malaysia

dalam masalah harta atau dalam kasus-kasus pidana menurut undang-undang peradilan. Misalnya dalam kasus hadhanah yang melibatkan salah seorang ibu atau bapak non muslim, maka Mahhkamah Syariah yang menggunakan Enakmen Undang-undang Keluarga Islam tidak bisa membuat suatu keputusan. Begitu juga jika pasangan lelaki dan perempuan yang ditangkap karena berduaan dengan non muslim, maka yang non muslim itu bebas dari tuduhan. Enakmen undang-undang Keluarga Islam adalah undang-undang tertulis written law di Malaysia yang harus digunakan di seluruh Departeman Agama Islam dan Mahkamah Syariah di setiap Propinsi di Malaysia. Tetapi kewenangan Mahkamah Syariah dan Departeman Agama Islam terbatas pada masalah kondisi kekeluargaan, diri, harta benda yang bekaitan dengan keagamaan, seperti zakat harta, zakat fitrah, wakaf, baitulmal dan beberapa kasus pidana yang secara langsung berkaitan dengan prinsip keagamaan, seperti tidak berpuasa di bulan Ramadhan, tidak melakukan shalat Jum’at dan sebagainya yang berkaitan. Dapat disimpulkan bahwa Enakmen Undang-undang Keluarga Islam mendapatkan tempat di setiap departeman Agama Islam dan dipraktekkan di setiap Mahkamah syariah di Malaysia, yang aturannya disusun berdasarkan perundangan Islam yang terdapat di dalam Al-Quran dan Hadis.

C. Pemberlakuan Undang-Undang Keluarga Islam Di Malaysia

Istilah “Undang-undang Keluarga” di anggap baru dalam tradisi penulisan undang-undang dan hukum Islam. Dalam penulisan hukum Islam klasik 69 istilah al-huquq al-A’liyah, yang berarti undang-undang keluarga Islam tidak pernah digunakan. Namun sebaliknya, penulisan istilah ini justru menggunakan al-Munakahat, yang berarti nikah atau perkawinan. Karena persoalan inilah, undang-undang tersebut, oleh sebagian kalangan yang disebut sebagai “Undang-undang Diri” Personal Law atau dalam bahasa Arab-nya “al-Ahwal al-Syakhshiyah”, 70 dan oleh sebagian kalangan “Undang-undang Kekeluargaan” Family Law, atau dalam bahasa Arab-nya “Qanun al-‘A’ilat”. 71 Berdasarkan pada undang-undang yang berlaku di Malaysia, hal-hal yang menyangkut tentang harta benda tidak dimasukkan dalam bidang wewenang Undang-undang Keluarga Islam, karena dalam undang-undang terdahulu, seperti Undang-undang Selangor 1952, perkara-perkara tentang harta benda dimuat dalam satu bagian tersendiri di luar masalah nikah-cerai. Adapun masalah Wakaf dan Nazar dibentuk dalam bagian mengenai uang amanah. Sedangkan penentuan pembagian harta pusaka, wasiat dan hibah hanya diposisikan di bawah wewenang peradilan saja. Begitu juga perkara dengan Undang-undang Keluarga Islam yang dilaksanakan di Malaysia. Untuk melancarkan proses kemudahan dalam berperkara, Jabatan Kehakiman Syariah Perak mempunyai Mahkamah Rendah 69 Hukum Islam yang klasik adalah hukum Islam yang lama atau yang terdahulu 70 Muhamad Yusuf Musa, al-Ahwal al-Syakhsiah fi al-fiqh al-Islami, Kahirah: Dar al-Fikr, 1969, h. 15 71 Ibid, h. 18 Syariah di semua daerah dalam negeri Perak yang dibagi dalam enam wilayah, yaitu: 72 Wilayah I : Mahkamah Rendah Syariah Ipoh, meliputi Daerah Kinta Wilayah II : Mahkamah Rendah Syariah Taiping, meliputi Daerah Larut Matang Wilayah III : Mahkamah Rendah Syariah Manjung, meliputi Daeraha Manjung Dan Perak Tengah Wilayah IV : Mahkamah Rendah Kuala Kangsar, meliputi Daerah Kuala Kangsar saja. Wilayah V : Mahkamah Rendah Teluk Intan, meliputi Daerah Hilir Perak dan Batang Padang Wilayah VI : Mahkamah Rendah Gerik, meliputi Daerah Hulu Perah saja. Dalam Akta Undang-undang Keluarga Islam Wilayah Persekutuan 1984, misalnya, perkara-perkara tentang wakaf, nazar, wasiat, hibah dan sebagainya tidak diberikan. Sebaliknya ketentuan-ketentuan seperti ini hanya ada dalam Akta Peraturan Undang-undang Islam Wilayah Persekutuan 1986 di bawah wewenang peradilan. 73 Berdasarkan pada posisi tersebut, maka akta Undang-undang Keluarga Islam di Malaysia sekarang mempunyai obyek wewenang seperti berikut 74 : a. Bidang Perkawinan, meliputi; pertunangan, syarat-syarat sah perkawinan, mas kawin, pencatatan perkawinan dan poligami. 72 Wawancara dengan Pegawai Agama Jabatan Agama Islam Perak 73 Akta Undang-undang Keluarga Islam Wilayah Persekutuan 1984. 73 Akta Undang-undang Keluarga Islam Malaysia b. Bidang Pembatalan perkawinan, meliputi; perceraian dengan talak, perceraian dengan paksa, perceraian dengan khuluk, perceraian dengan ta’liq, fasakh, anggapan mati, pencatatan perceraian dan mut’ah. c. Bidang Nafkah, meliputi; nafkah istri, nafkah anak-anak dan nafkah lainnya, wewenang peradilan dalam membuat perintah nafkah, dan nafkah setelah perceraian. d. Bidang Penjagaan, meliputi; orang-orang yang berhak menjaga anak serta kelayakan masing-masing, jangka waktu pengawasan, perintah penjagaan oleh peradilan, pemecatan penjaga, batas wewenang penjaga dan wewenang peradilan dalam membatalkan hak penjagaan. e. Bidang pengakuan satatus perkawinan yang dilakukan di luar Propinsi, penentuan bapak dari anak yang dilahirkan, masalah istri yang ditinggalkan oleh suami dan masalah perkawinan campuran yang harus tunduk terhadap undang-undang negara asing. f. Sanksi-sanksi. Di samping itu, aspek-aspek perundangan yang lain di bawah wewenang Peradilan Agama adalah undang-undang Keluarga Islam yang juga mempunyai kewenangan mengenai orang dan tempat. Sesuai dengan perkembangan negara, Undang-undang Keluarga Islam di Malaysia hanya mempunyai wewenang terhadap orang-orang Islam saja dan yang berdomisili dalam bagian-bagian yang bersangkutan. Dalam Akta Undang-undang Keluarga Islam Wilayah Persekutuan 1984, dinyatakan: “Akta ini diberlakukan bagi semua orang Islam yang berdomisili dalam Wilayah Persekutuan dan yang berdomisili di luar Wilayah Persekutuan, namun masih tercatat sebagai penduduk di Wilayah Persekutuan tersebut.” 75 Bahkan sampai tahun 1988, batas wewenang ini bukan saja berlaku pada undang-undang keluarga itu sendiri, tetapi juga ditimbulkan oleh konflik antara wewenang Peradilan Agama dengan wewenang Peradilan Umum. Pada dasarnya, apabila terdapat paradoksi antara putusan Peradilan Agama dan Peradilan Umum, maka putusan Peradilan Umum akan dipakai. Dalam Enakmen Peraturan Agama Islam dan Adat Resam 76 Melayu Pahang 1982, 77 misalnya ketentuan tersebut telah tertulis: “Kecuali sebagaimana yang diperuntukan dalam enakmen ini, tiada apa-apa pun yang akan melemahkan atau menyentuh perkara dan wewenang Peradilan Umum.” 78 Antara contoh putusan Peradilan Agama yang masuk dalam putusan Peradilan Umum adalah Kisah Mariam dengan Ariff 79 . Masalah yang timbul dalam kasus ini ialah mengenai hak penjagaan terhadap dua orang anak, seorang perempuan yang berumur lima tahun dan seorang lelaki yang berumur dua tahun. 75 Ahmad Ibrahim, Undang-undang Islam di Peradilan Agama, Perak: Pustaka An-Nor, 1995, cet. III, h. 54 76 Adat Resam adalah adat yang kebiasaan yang digunakan oleh masyarakat terdahulu hingga sekarang ini. 78 Ahmad Ibrahim, Undang-undang Islam di Peradilan Agama, Perak: Pustaka An-Nor, 1995, cet. III, h. 57. 79 Myriam Vernus. Arif adalah kasus tentang penjagaan anak antara orang non muslim dengan muslim di mana kasus seperti ini diadili di Peradilan Umum bukan di Peradilan agama di mana putusan ini mengenepikan wewenang Peradilan Agama Sewaktu ibu bapak mereka bercerai, hakim sudah mencatatkan satu perintah yang berdasarkan pada persetujuan kedua belah pihak agar hak menjaga untuk anak-anak tersebut diberikan pada bapak mereka. Kemudian sesudah menikah lagi, ibu kedua anak tersebut sudah membuat tuntutan baru kepada Peradilan Tinggi untuk mendapatkan hak penjaaan atas anak-anak yang bersangkutan. Menurut Guardian of Infants act 1960, 80 yang digunakan waktu itu, putusan mengenai penjagaan anak semestinya dibuat berdasarkan pada kepentingan dan kebajikan anak-anak itu sendiri. Maka dengan berdasarkan undang-undang tersebut, hakim memutuskan bahwa hak penjagaan anak lelaki bersangkutan diberikan kepada ibunya, sementara hak penjagaan anak perempuan diberikan kepada bapaknya. Dengan putusan tersebut, maka putusan hakim sudah tersisihkan. Walau bagaimanapun, posisi yang janggal ini sudah sedikit sebanyak diperbaiki oleh team revisi perkara 121 Lembaga Perserikatan melalui Akta Perlembagaan perubahan 1988 Akta A 704 Perkara 12 81 . Tujuan perubahan tersebut ialah untuk mengelak dari perbedaan bidang wewenang antar Peradilan Agama dengan Peradilan Umum, di samping untuk meningkatkan taraf Peradilan Agama. Dampak dari perubahan ini adalah; Peradilan Tinggi tidak bisa campur tangan dalam perkara yang 80 Imran Abu Bakar, Pengantar Undang-undang di Malaysia, Selangor: Books Store Entprise, 1999, cet. II, h. 35. 81 Laporan Resmi Pendebatan Majlis Perundangan, 1 Mei 1958, Ruang 4631 dan 4671-2. termasuk dalam bidang wewenang Peradilan Agama. Selain itu Peradilan Tinggi juga diberi wewenang penuh untuk memutuskan segala kasus-kasus yang termasuk di bawah bidang wewenangnya dan Peradilan Tinggi Umum tidak mempunyai wewenang untuk menerima permohonan keringanan hukum terhadap putusan yang sudah dibuat oleh Peradilan Agama dalam kasus-kasus bersangkutan.

D. Talak Menurut Enakmen Undang-undang Keluarga Islam Perak dan Dasar Hukumnya