Kedudukan Undang-undang Keluarga Islam dalam Mahkamah Syariah di Malaysia

6 Enakmen Kawalan dan Sekatan Pengembangan Agama-Agama Bukan Islam. 7 Enakmen Peraturan Hukum Syari’ah. 8 Enakmen Acara Mal Syari’ah. 9 Enakmen Acara Pidana Syari’ah. 8 Enakmen Keterangan Peradilan Agama. 9 Enakmen Peraturan Perkara Ehwal Agama Islam. 10 Enakmen Zakat dan Fitrah. 11 Enakmen Pengawalan Sekolah-sekolah Agama Islam. 12 Ordinan Majlis Islam pengesahan. 13 Enakmen Acara Sivil Syari’ah. 14 Enakmen Kanun Pidana Syari’ah. 15 Enakmen Kanun Prosuder Mal Syari’ah.

B. Kedudukan Undang-undang Keluarga Islam dalam Mahkamah Syariah di Malaysia

Mahkamah Syariah di Malaysia mempunyai scope yang sempit dan terbatas, bukan saja berbeda dengan konsep pengadilan Islam tetapi juga dengan pengadilan sipil di Malaysia. Pengesahan Departemen Agama adalah berdasarkan wewenang Propinsi yang diberikan oleh Lembaga Perserikatan, yang terkandung dalam sistem kelembagaan di Malaysia. Ini berarti, masalah Deperteman Agama adalah masalah Propinsi semata dan bisa ditentukan kedudukannya dalam batas wewenang yang diberikan oleh Lembaga Perserikatan dari bagian-bagian yang bersangkutan tanpa terikat oleh bagian lain seperti Wilayah Perserikatan sendiri. Undang-undang Keluarga Islam yang mengatur posisi peradilan ini mempunyai undang-undang tersendiri dalam satu Propinsi. Meskipun dari segi realitas, undang-undang tersebut hampir sama antara satu dengan yang lain. Hanya saja jika dilihat dari unsur politik, ketentuan yang ada dalam undang- undang bukanlah merupakan kepentingan perundang-undangan. Oleh karena itu setiap Propinsi di Malaysia mempunyai sejarah perkembangan undang-undang Islam dan Peradilan Agama sendiri. Pada masa sekarang, terdapat tiga jenis perundang-undangan yang berbeda antara Propinsi yang satu dengan Propinsi yang lain, yakni; bagian-bagian Peradilan Agama yang dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu; departemen kehakiman dan peradilan kasasi. Disamping itu di setiap Propinsi, peradilan tersebut dipisahkan menjadi tiga bagian, yaitu Departemen Hakim atau Wakil Hakim, Jaksa Agung, dan Pengacara. Di sebagian Propinsi, peradilan yang bersangkutan dibagi menjadi Mahkamah Rendah Syariah, Mahkamah Tinggi Syariah dan Mahkamah Syariah Tingkat Banding. Departemen Agama hanya mempunyai wewenang terhadap penduduk di setiap Propinsi, baik penduduk asli maupun pendatang. Ketentuan ini menempatkan Mahkamah Syariah pada posisi yang bersifat khusus dan mempunyai scope yang terbatas dengan hak penempatan semata. Ia tidak bisa menjadi bagian yang mendorong kesatuan undang-undang tingkat nasional unifikasi hukum. Enakmen Undang-undang Keluarga Islam di Malaysia tidak mempunyai dampak terhadap orang-orang non muslim walaupun merupakan satu bagian dalam masalah harta atau dalam kasus-kasus pidana menurut undang-undang peradilan. Misalnya dalam kasus hadhanah yang melibatkan salah seorang ibu atau bapak non muslim, maka Mahhkamah Syariah yang menggunakan Enakmen Undang-undang Keluarga Islam tidak bisa membuat suatu keputusan. Begitu juga jika pasangan lelaki dan perempuan yang ditangkap karena berduaan dengan non muslim, maka yang non muslim itu bebas dari tuduhan. Enakmen undang-undang Keluarga Islam adalah undang-undang tertulis written law di Malaysia yang harus digunakan di seluruh Departeman Agama Islam dan Mahkamah Syariah di setiap Propinsi di Malaysia. Tetapi kewenangan Mahkamah Syariah dan Departeman Agama Islam terbatas pada masalah kondisi kekeluargaan, diri, harta benda yang bekaitan dengan keagamaan, seperti zakat harta, zakat fitrah, wakaf, baitulmal dan beberapa kasus pidana yang secara langsung berkaitan dengan prinsip keagamaan, seperti tidak berpuasa di bulan Ramadhan, tidak melakukan shalat Jum’at dan sebagainya yang berkaitan. Dapat disimpulkan bahwa Enakmen Undang-undang Keluarga Islam mendapatkan tempat di setiap departeman Agama Islam dan dipraktekkan di setiap Mahkamah syariah di Malaysia, yang aturannya disusun berdasarkan perundangan Islam yang terdapat di dalam Al-Quran dan Hadis.

C. Pemberlakuan Undang-Undang Keluarga Islam Di Malaysia