Tata cara talak menurut enakmen Undang-undang keluarga islam Negeri Perak dalam persepsi hukum islam

(1)

TATACARA TALAK MENURUT ENAKMEN

UNDANG-UNDANG KELUARGA ISLAM NEGERI PERAK DALAM

PERSEPSI HUKUM ISLAM

Skripsi

Skripsi Ini Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

HABIBAH BINTI HAJI ABDULLAH NIM: 107044103850

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1430 H/ 2009 M


(2)

KATA PENGANTAR

Sudah sepantasnya penulis mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah S.W.T atas limpah nikmat Islam, iman, ilmu, kesehatan dan segala kenikmatan yang senantiasa selalu dianugerahkanNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, walau skripsi yang berjudul “TATACARA TALAK MENURUT UNDANG-UNDANG KELUARGA ISLAM NEGERI PERAK DALAM PERSEPSI HUKUM ISLAM” ini masih jauh dari kesempurnaan.

Dalam menyusun skripsi ini penulis menyadari apa yang dicapai ini tidaklah diperoleh begitu saja, tapi banyak pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini

Karena itu dalam kesempatan ini saya ucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Ayahanda Haji Abdullah bin Othman serta Ibunda Rafidah binti Ahmad yang telah mendidik dan membesarkan penulis, serta tidak henti-hentinya memberikan doa restu serta limpahan kasih sayangnya.

Selain itu penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang kepada:

1) Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, , M.A, S.H, M.M, berserta para pembantu Dekan.

2) Bapak Drs. Basiq Djalil S.H, M.A dan Bapak Kamarusdiana S.Ag, M.A , selaku Ketua Jurusan dan Sekertaris Ahwal Al-Syakhshiyyah yang memberikan dorongan moral dalam menyiapkan skripsi ini.


(3)

3) Bapak Dr. H.Ahmad Mukri Aji M.A, selaku dosen pembimbing skripsi ini, yang telah mengarahkan dan memberikan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

4) Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Syariah dan Hukum yang dengan bakti dan pengabdiannya telah melancarkan proses studi di Fakultas Syariah dan Hukum tempat penulis menimba ilmu secara formal.

5) Seluruh tenaga kerja, para dosen Akademi Pengajian Islam dan Dakwah, terutama Bapak Rektor Al-Fadhil Ustaz Edeey Ameen bin Ibrahim, yang telah banyak memberikan sokongan dan dukungan kepada penulis hingga dapat meneruskan study di Indonesia.

6) Ucapan terima kasih juga kepada Mahkamah Syariah Taiping Perak, yang telah mengizinkan penulis dalam mengumpul maklumat dan data yang bersangkutan dengan judul penulis.

7) Khas buat Mohamad Akram bin Mohd Syariff yang telah banyak memberi semangat, dan dukungan hingga penulis mencapai sebuah kejayaan yang di impikan. Terima kasih atas segala curahan kasih sayang yang tidak terhingga.

8) Serta dorongan dari keluarga tercinta di Malaysia, yang tidak putus-putus memberi semangat sehingga ke tahap yang sekarang ini terutama dalam menyelesaikan skripsi ini.

9) Terima kasih juga penulis ucapkan kepada sahabat-sahabat seperjuangan yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yaitu Surina, Khairul Neza, Norhayati, Nur Aishah, Khatijah, Nasuha, Marina,


(4)

Hafizah dan teman-teman dari Apid, kudqi, Kidu serta yang lain, dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis hanya dapat memohon kepada Allah S.W.T semoga berkenan menerima segala kebaikan dan ketulusan mereka, serta memberikan balasan yang sebaik-baiknya atas amal baik mereka selama ini yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat meningkatkan wacana dan menambahkan khazanah keilmuan bagi kita semua. Amiin yaa Rabbal A’lamiin.

Jakarta, 11 Februari 2009 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...iv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah...5

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian...5

D. Metode Penelitian...6

E. Studi Pustaka...8

F. Sistematika Penulisan...8

BAB II : TALAK MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian Talak...10

a) Pengertian Hukum Islam b) Pengertian Talak dari Segi Etimologi c) Pengertian Talak dari Segi Terminologi B. Dasar Hukum Talak...12

C. Macam-macam Talak...17

D. Rukun dan Syarat Talak...19

E. Prosedur Talak Dalam Islam...22


(6)

BAB III : ENAKMEN UNDANG-UNDANG KELUARGA ISLAM PERAK

A. Sejarah munculnya Enakmen Undang-Undang

Keluarga Islam di Malaysia...33 B. Kedudukan Undang-Undang Keluarga Islam dan

Mahkamah Syariah Di Malaysia...47 C. Pemberlakuan Undang-Undang Keluarga Islam

di Malaysia...49 D. Talak Menurut Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Perak dan Dasar Hukumnya... 55 E. Tatacara Dan Pensyaratan Talak Di Hadapan

Mahkamah... 56

BAB IV : GAMBARAN UMUM MENGENAI KASUS TALAK DI NEGERI

PERAK.

A. Faktor-Faktor Terjadinya Talak Di Negeri Perak...64 B. Statistik Kasus Talak Di Mahkamah Syariah Taiping

Negeri Perak...67 C. Kasus Talak...73 D. Analisis Penulis...74 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan...76 B. Saran-saran...77


(7)

DAFTAR PUSTAKA...79 LAMPIRAN


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada zaman sekarang, permasalahan dalam keluarga Islam memerlukan satu penelitian yang mendalam. Hal ini karena kondisi kehancuran rumah tangga umat Islam di Negara ini yang semakin bertambah dari masa ke masa. Talak merupakan salah satu perkara yang terkandung dalam sistem perkawinan. Ia berlaku apabila terjadinya pergolakkan dalam rumah tangga yang tidak ada jalan penyelesaian baginya atau apabila terdapat pihak-pihak yang mengakhiri perkawinan. Allah S.W.T telah memerintahkan melalui beberapa firmanNya di dalam kitab suci Al-Quran agar suatu penceraian itu tidak membawa kemudaratan pada pihak yang lain terutama terhadap kebaikan anak-anak hasil perkawinan yang dibina sebelumnya. Sebagaimana Firman Allah S.W.T:

 !"#$

%

&'(

)*+

)

,

*-

.

Artinya : “talak (yang boleh dirujuk kembali itu hanya) dua kali. sesudah itu bolehlah ia (rujuk dan) memegang terus (isterinya itu) dengan cara yang sepatutnya atau melepaskan (menceraikannya) dengan cara yang baik.”

(Al-Baqarah: 229)


(9)

Maksud menceraikan dengan baik (ma’ruf) adalah tidak dicerca dan tidak dilakukan kekerasan terhadap istri. Suami hendaklah menunaikan tanggungjawab apabila terjadi perceraian seperti memberi nafkah iddah dan nafkah anak, terutama menyangkut tentang hadhonah, pembagian harta dan sebagainya yang diselesaikan dengan cara bijaksana. Jika seorang suami tidak ada keperluan untuk menceraikan isterinya yaitu melafazkan talak tanpa alasan, ia boleh dianggap sebagai mengingkari nikmat Allah karena perkawinan dalam Islam adalah sebagian daripada nikmat Allah S.W.T.1

Di samping itu, untuk memastikan roh dan semangat, talak dilakukan secara ma’ruf seperti yang diajarkan dalam Islam, maka Undang-Undang Keluarga Islam telah menentukan bahwa semua pemohonan talak hendaklah diajukan ke Mahkamah Syariah. Aturan tersebut dibuat berdasarkan kemaslahatan umum atas dasar siyasah syar’iyyah yang membenarkan suatu kerajaan membuat Undang-Undang, ini memberi gambaran bahwa undang-undang hanya mengakui perceraian yang berlaku di hadapan mahkamah syariah.

Persoalan talak di hadapan mahkamah di Negeri Perak diatur dalam Enakmen 6 Undang-Undang Keluarga Islam Perak 2004.2 Talak sebagai bagian daripada sistem perkawinan Islam yang telah diterima melalui hukum pembubaran Perkawinan Islam dalam Undang-Undang Keluarga Islam Perak dan diakui oleh

1

Mohd Naim Hj. Mokhtar, Talak: Konsep dan Perlaksanaan Di Mahkamah Syariah, Jabatan Undang-Undang Islam, Kuliah Undang-Undang Ahmad Ibrahim, Universiti Islam Antarabangsa (Kuala Lumpur: Dewan Pustaka, 2003), h. 136.

2


(10)

sistem perundangan negara. Pengaturan talak di Mahkamah Syariah ini dapat dilihat pada pasal 47. Dalam pasal 49 (1), Enakmen ini menjelaskan tentang permohonan untuk perceraian kepada mahkamah, bagi suami atau istri yang ingin bercerai harus lebih dahulu mengajukan permohonan untuk bercerai kepada mahkamah dengan syarat yang ditetapkan, disertai dengan suatu pengakuan mengenai perceraian. Sementara pada pasal 125 mengenai perceraian di luar mahkamah dan tanpa persetujuan mahkamah Syariah. Jika seseorang laki-laki (suami) menceraikan istrinya dengan melafazkan talak dengan bentuk apa saja di luar mahkamah tanpa pengakuan mahkamah maka laki-laki itu adalah melakukan satu kesalahan (perbuatan itu) kepada Mahkamah. Perbuatan itu merupakan kesalahan, dan akan dijatuhi sangsi tidak melebihi tiga ribu ringgit atau penjara tidak melebihi dua tahun atau kedua-duanya dan penjara jika terbukti melakukan kesalahan.3

Walaupun aturan undang-undang telah ditentukan namun, kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, talak di luar mahkamah sering terjadi. Pada umumnya, ia dimulai apabila terjadinya perselisihan dan di luar batas, suami akan melafazkan talak terhadap istri. Kebanyakkan yang diceraikan di luar mahkamah akan di tinggal oleh suami. Apabila keadaan sedemikian terjadi pihak istri susah untuk membuktikan perceraian yang terjadi ke mahkamah, ditambah lagi pihak suami tidak memberi kerjasama.4

3

Enakmen Undang-Undang Negeri Perak, (Negeri Perak: 2004) Perak.

4


(11)

Menurut Enakmen 6 Undang-Undang Keluarga Islam Perak 2004, Pasal 125 Mengenai Perceraian Di luar Mahkamah. Pernyataan kedua-dua lafaz cerai shorih (jelas) atau kinayah (sindiran) sekiranya di luar mahkamah perlu kepada keputusan dan pengesahan hakim syar’ie. Oleh sebab itu, dibuat aturan dibawah Pasal 125 ini untuk memberi waktu pada si suami dalam masa tujuh hari talak dilafazkan dan melaporkan lafaz itu kepada mahkamah. Mahkamah hendaklah mengadakan pembicaraan dari laporan yang diterima itu dan hakim syar’ie berkewajiban memastikan talak itu dilafazkan dengan sah berdasarkan hukum syara’.5

Seandainya bila dilihat dari perspektif Islam, tujuan sebuah perkawinan adalah atas dasar mawaddah wa rahmah (kasih sayang dan berkah). Oleh karena itu, terhadap pasangan yang akan menuju ke gerbang perkawinan harus memahami konsep ini. Namun begitu, Islam tetap memberikan kelonggaran kepada manusia untuk menjamin kebahagiaan dan kelangsungan hidup dan Islam membenarkan perceraian sekiranya itu adalah jalan yang terbaik bagi pasangan tersebut.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis bermaksud menyusun sebuah tulisan dalam bentuk skripsi dengan judul “ TATACARA TALAK MENURUT

5


(12)

ENAKMEN UNDANG-UNDANG KELUARGA ISLAM NEGERI PERAK

DALAM PERSEPSI HUKUM ISLAM”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Jabatan Kehakiman Syariah Negeri Perak, Malaysia adalah lembaga yang berfungsi dalam menetapkan dan menyediakan tatacara permohonan talak yang berlaku di kalangan masyarakat Negeri Perak dan harus menjalankan dengan penuh tanggungjawab dan jujur.

Fokus penelitian ini adalah mengenai angka tingginya berlaku talak dan cara penyelesaiannya di Negeri Perak terutama yang berlaku sejak akhir-akhir ini. a. Apakah yang dimaksudkan dengan talak?

b. Apakah faktor terjadinya talak dalam masyarakat perak?

c. Bagaimanakah tatacara penjatuhan talak di hadapan mahkamah seperti yang telah ditentukan oleh pihak yang berwenang ?

d. Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan talak seperti yang telah ditetapkan?

C. Tujuan dan manfaat penelitian

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui realitas tata cara talak yang dilaksanakan di Mahkamah Syariah Negeri Perak, berdasarkan Enakmen Undang-undang Keluarga Islam Perak. Dan juga menjelaskan hal-hal yang umum dan khusus bagi yang telah berumah tangga berkenaan penceraian (talak) yang telah terjadi di hadapan mahkamah dan tatacaranya yang ditinjau menurut hukum


(13)

Islam. Ia juga menjelaskan kepada masyarakat umum khususnya yang sudah berumah tangga yang berhubungan dengan masalah talak yang terjadi di lingkungan masyarakat Perak. Ia juga turut memenuhi dan sesuai dengan kebutuhan umat Islam pada zaman zekarang seperti yang terdapat pada Akta Undang-undang Keluarga Islam Wilayah Persekutuan Malaysia 1984 untuk memberi keadilan kepada kedua-dua belah pihak.

Adapun manfaat dari penelitian ini diantaranya:

1. Untuk menambah khazanah wacana keilmuan Islam bagi seluruh umat Islam khususnya dalam menyelesaikan perkara talak ini.

2. Dapat dijadikan pedoman atau rujukan bagi penegak hukum dan para calon hakim sebagai tolak ukur pembangunan dan pembinaan hukum Islam dalam masalah keluarga.

3. Untuk menambah ilmu dan wawasan bagi siapa saja yang membaca hasil penelitian ini, khususnya bagi penulis.

D. Metode Penelitian Dan Teknik Penulisan

Adapun metode yang digunakan peneliti adalah deskriptif analitis, yaitu bahan-bahan penulisan yang ada di analisa dan dikembangkan di dalam bab-bab pembahasan.

1. Sumber Data

a) Data Primer diperoleh dari data petugas atau sumber utamanya, di mana data primer tersebut penulis dapatkan dari Mahkamah Syariah Negeri


(14)

Perak. Data sekunder yaitu data-data yang penulis peroleh dalam bentuk dokumen-dokumen.

b) Teknik analisa dan pengumpulan data

Dalam teknik pengumpulan data, penulis menggunakan metode deskriptif analisa yaitu membahas masalah yang terjadi pada masa sekarang dalam masyarakat yang perlu dianalisis secara saksama. Mengenai teknik pengumpulan data dan bahan yang diperlukan, penulis memperolehi melalui beberapa metode.

Diantaranya adalah seperti berikut:

1. Penelitian ke Perpustakaan (Library Research):

Bahan yang diperoleh peneliti sebagai data utama dengan mengumpulkan data dengan menelaah kitab-kitab, artikel-artikel, buku yang berhubungan dengan materi skripsi.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Langsung ke lapangan dengan cara mewawancara (Interview), dan studi dokumentasi, yaitu dengan mempelajari dokumen tentang kasus dan putusan di mahkamah.

Terdapat beberapa langkah yang dilakukan oleh penulis dalam perbahasan ini. Langkah pertama, penulis membahas secara mendalam tentang teori atau konsep Hukum Islam mengenai talak dalam Islam. Langkah kedua, penulis mengkaji Undang-Undang Keluarga Islam. Seterusnya langkah ketiga, penulis akan menjawab permasalahan dengan menggunakan landasan teori yang diperolehi dari langkah pertama. Penulis berpedoman sepenuhnya pada petunjuk Buku


(15)

Panduan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.

Sedangkan untuk menterjemahkan ayat-ayat Al-Quran yang dijadikan dalil dalam skripsi ini, digunakan Al-Quran dan terjemahannya yang dikeluarkan oleh yayasan Penyelenggaraan dan Penterjemahan Al-Quran Departemen Agama Republik Indonesia yang diterbitkan pada tahun 2002.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan para pembaca dalam memahami isi penulisan ini, maka penulis akan mengemukakan sistematika pembahasan tentang judul yang dibahas. Pembahasan skripsi dibagi kepada lima bab. Setiap bab akan membahas tentang sub-sub tersebut dan di antara sub-sub tersebut ada kaitannya antara satu sama lain.

BAB I: Dalam bab ini penulis menyajikan gambaran pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tehnik penulisan, studi pustaka serta sistematika penulisan.

BAB II: Dalam bab ini pula membicarakan tentang pengertian talak dari segi bahasa dan istilah, dasar hukum talak, syarat dan rukun talak, prosedur talak dalam Islam, jenis-jenis talak dan hikmah talak.

BAB III: Pada bab ini pula akan dibahas secara ringkas tentang sejarah munculnya Undang-undang Keluarga Islam, kedudukan undang-undang dan mahkamah syariah di malaysia, pemberlakuan Undang-undang


(16)

Keluarga Islam di Malaysia dan talak menurut Enakmen Undang-undang Keluarga Islam Perak dan Dasar hukumnya. Di dalamnya juga akan di bahas tentang tata cara pelaksanaan talak di hadapan Mahkamah. BAB IV: Bab ini pula membahaskan tentang gambaran umum tentang kasus talak

di Negeri Perak. Akan dibahas pula tentang faktor-faktor terjadinya talak di Negeri Perak, statistik kasus talak Mahkamah Syariah Taiping Negeri Perak dan contoh kasus serta analisa penulis.

BAB V: Merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan. Dicantumkan saran-saran yang diharapkan dapat mendatangkan manfaat. Demikian uraian sistematika pembahasan ini. Semoga para pembaca mudah untuk memahaminya.


(17)

BAB II

KONSEP TALAK DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Talak Dari Segi Etimologi, Terminologi dan Hukum Islam

Perceraian dalam Hukum Islam sering disebut dengan istilah talak. Kata talak itu diambil dari kata ithlaq yang berarti melepaskan atau membiarkan.6

Sedangkan menurut istilah, talak adalah melepaskan ikatan perkawinan atau putusnya hubungan suami istri dengan mengucapkan secara sukarela ucapan talak kepada istrinya, dengan kata-kata yang jelas atau dengan sindiran.7

Adapun talak dalam Hukum Islam adalah suatu terapi atau suatu obat hingga harus dipandang talak sebagai bagian dari solusi dan tidak dipandang sebagai sebagian problema.8

Terdapat pelbagai pengertian mengenai talaq yang telah diberikan oleh fuqaha, diantaranya:

1. Fuqaha Syafi’e mengartikan : Talak pada syara’adalah melepaskan ikatan pernikahan dengan menggunakan lafaz talak dan seumpamanya.9

6

Abu Bakar Muhammad, Terjemahan Subusalam Jilid, (Surabaya:Al-Ikhlas, 1995) Cet.1, h. 609

7

Ahmad Shidik, Hukum Talaq Dalam Agama Islam, (Surabaya: Putera Pelajar, 2001),Cet.1, h.9

8

Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam,(Bandung : CV Pustaka Setia, 2000), Cet.1, h.95 9

Syeikh Muhammad Al-Khatib Al-Syarbani, Mughni Al-Muhtaj, (Mesir: Matba’ah Mustafa al-Babi al-Halabi Wa Awladuh, 1958), juzuk 3 , h.279.


(18)

2. Fuqaha Hanafi mengartikan: Talak pada syara’ adalah memutuskan ikatan pernikahan serta merta (dengan talak ba’in) atau dalam satu waktu (dengan talak raj’i) dengan meggunakan lafaz tertentu. 10

3. Fuqaha Maliki mengartikan : Talak pada syara’ adalah menggungkaikan ikatan yang sah melalui pernikahan.11

4. Fuqaha Hanbali mengartikan : Talak pada syara’ adalah melepaskan ikatan perkawinan.12

Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia, talak diartikan sebagai pemutusan ikatan perkawinan yang dilakukan oleh suami secara sepihak dengan menggunakan lafaz “talak” atau sejenisnya.13

Menurut KHI pasal 117, talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya ikatan perkawinan, dengan cara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 129, 130 dan 131.14

Menurut H.A. Fuad Said dalam bukunya “Perceraian Menurut Hukum Islam”, perceraian adalah putus hubungan perkawinan antara suami dan istri.15

10

Muhamad Amin Ibn Abidin, Hasyiyah Radd Al-Mukhtar A’la al-Durr al-Mukhtar. (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi Wa Awladuh, 1966) juzuk 3, h. 226-227.

11

Sidi Muhammad Al-Zarqani, Syarh Muwatta’ al-Imam Malik, (Kaherah Al-Matba’ah al-Khairiyyah), Juz 3.

12

Abi Muhammad A’bdillah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, Al-Mughni, (Mesir: Maktabah al-Jumhurriyyah al-Arabiyah) juzuk 7, h.96.

13

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam.(ed), Ensiklopedi Islam, (Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), Cet.4, Jilid 5, h.53

14

Depertemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: 2002), h.57 15


(19)

Prof. Subekti dalam bukunya “Pokok-pokok Hukum Perdata mendefinisikan bahwa perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.16

Menurut Dr. Hasbi Indra, MA dalam bukunya “Potret Wanita Shalehah” mendefinisikan talak adalah melepaskan tali atau ikatan pernikahan baik oleh suami atau permintaan sang istri.17

B. Dasar Hukum Talak

Agama Islam telah menetapkan kebolehan talak atau perceraian. Banyak sekali ayat-ayat yang membahas dan menyebut tentang masalah perceraian. Di antara ayat-ayat tersebut adalah:

1. Q.S. An-Nisa’ ayat 19

/01( 23 4(

5,(#6 7

89:4

;<

=>

?@#4 A

BC<$

%

8 DEF

;<7

#G:

HIBF'J

=>;

+, I8 KL

8&/IO4P#

QR 4&

.

7

4

+, I8 ST

;<

U>

V

%

4WX#

24(

&Y4Z[

'" .

&Y!:\G 4]1

^

+, I )[_

49;

[

9F /S

.

^

+, I8 STIEF'J

` a/

%

8 I4F$

Hb O'

=@/ 0 A;

c7

#-d#

e)BF/5

e)F#f=g

)

/

:

(

Artinya: 16

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta:Intermasa, 1995), Cet. 27, h.42 17


(20)

“Wahai orang-orang Yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan-perempuan dengan jalan paksa, dan janganlah kamu menyusahkani mereka kerana hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang kamu telah berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah Dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka (maka bersabalah), karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuat, padahal Allah menjadikankebaikan yang banyak padanya..” (Al-Baqarah: 19)

2. Q.S. Al-Baqarah ayat 229

 !"#$

%

&'(

)*+

,

*-

.

$

=>;

?@#4 A

BCK]

%

<O h 2

7

+S#

+, I8 ST

;<

ib O'

U>

V

%

7

( A

j> %

/Sd\V9(

/d

k9-b7

l<m "[5

j> %

;nO\V9(

/d

k9

b7

='

//

!:9o

/SqB)

49

;nO#

*C/k4P

r#- .

$

/&

#

d

k9

b7

='

/I

k4P

^

,4 ;

+k/ 4P4(

/d

k9

b7

/&s3

2 t2

9C I

4 89n

K

)

/

:

(

Artinya:

“Talak ( yang dapat dirujuk)itu dua kali. (setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) Khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberkan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim.” (Al-Baqarah:229)


(21)

/0 V3

='

?@#4

v9% 7

J,#

k 4.

^`wl/-/'[$:

6x, /y

v ;)BF'z

$

/0 V3

='

//

;e9o

7

/SqB)

4{

%

7

/ /o

;)4|4(

V

7

}e

%

/Sd\V9(

/d

k9

b7

$

/&

# ;

d

k9

b7

Yq ~•d;€9(

•‚B8 V#

4 8 S

* 4(

)

/

:

( Artinya:

kemudian jika dia menceraikannya (setelah kali kedua ) maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas istri untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.” (Al-Baqarah: 230)

4. Q.S. Al-Baqarah ayat 231

ƒ

V;

9l<m V3

;<7

#G:

5, 

4]

+, 0

/o %

…† I8<$[

2

 !"#$

%

+, I89-

•) …

&

9F !"#$

^

=>;

+, I8<$[ |<

:?

;)[

k4T 4P#‰

^

,4 ;

B@/ "4(

/&#

i ƒ

*k V

5D

v-

"4Š

^

=>;

" <O#‹ŒT

#• 4(

;<

b7

: Ž• I

^

9F<J ƒ

;

•/S #Š

b7

BC<$ O

4{

7

4 ;

4•4•Š %

C<$ O

4{

5,#G

\

4P[$

#Y/S$[

;

.<$‘K# 4(

r#- .

^

8KV}

;

7

’89n

*9

;

}

%

7

“@<$

.

<`'b

l•

4{

)

/

:

(

Artinya:

“ ..Dan apabila kamu menceraikan istri-istri (kamu), lalu sampai (akhir) iddahnya, maka tahanlah mereka dengan cara yang baik (pula) dan janganlah kamu tahan mereka dengan maksud jahat untuk menzalimi mereka.


(22)

Barang siapa melakukan demikian, maka dia telah menzalimi dirinya sendiri. Dan janganlah kamu jadikan ayat-ayat Allah sebagai bahan ejekan. Ingatlah nikmat Allah kepada kamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepada kamu yaitu kitab (Al-Quran) dan hikmah (Sunnah), untuk memberi pengajaran kepadamu. Dan bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(Al-Baqarah: 231)

5. Q.S. Al-Baqarah ayat 232

ƒ

V;

9l<m V3

;<7

#G:

5, 

4]

+, 0

/o %

='

+, I8 KL

%

5, [$e4(

+, 0/oi;

y %

ƒ

V

B8 –i4F

C{•;e 4.

[

9F YŠ ‚

.

$

/&#

i ƒ

K 4989(

r#-

.

,4

4 6'J

BC<$e#

,#  9(

b7

.

#‚B8;O

;

EF[5T/

$

B.<$#

i ƒ

^— ˜ y %

B.<$

9F/0* %;

$

c7

;

9C

 4(

l<mŠ %;

=>

4 8 S

)

/

:

(

Artinya:

dan apabila kamu menceraikan istri-istri (kamu), lalu sampai iddahnya, maka jangan kamu halangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya, apabila telah terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang baik . Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang yang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Itu lebih suci bagimu dan lebih bersih. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. ”

(Al-Baqarah: 232)

Q.S. At-Thalaaq ayat 1

Yq™k 23 4(

`\š}e

ƒ

V

›DT V3

;<7

#G:

+, I8KV#q

…†qE+k# #


(23)

8‘•*- %;

!+k#

8KV}

;

7

BCK]Œ.;?

=>

…† I89oEF (t

J,#

+,

0# 89O.

=>;

™†*o9F ( A

U>

V

%

4WX#

24(

&Y4Z[

'" .

&Y;e\G 4&1

^

/&

# ;

d

k9

b7

^

,4 ;

+k/ 4P4(

/d

k9

b7

*k V

5C

v-

"4Š

^

=>

•?*k

}@/

7

ž#k 4<A

/k 4.

/&#

i ƒ

HF

%

)

/

:

(

Artinya:

“ Wahai Nabi....Apabila kamu menceraikan istri-istri kamu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (tidak wajar), dan hitunglah waktu idah itu, serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali jika mereka mengerjakan perbuatan yang keji yang jelas. Itulah hukum-hukum Allah, dan darang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sungguh, dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barabgkali setelah itu Allah

mengadakan suatu ketentuan yang baru.

(At-Thalaaq:1)

Dalam hadith juga banyak riwayat-riwayat yang menyinggung masalah Talak ini. Diantaranya:

! " #$ % &'()

! *'ﺏ *!

,-.ﺱ0 '1 2.! % ".3 '% 4ﺱ)

- " #$ '% " '''''5 ' 6 78

9 :

1; ﻡ *ﺏ 0 =0 =4ﺏ > 0)

Artinya:

“Dari Ibnu Umar Rasulullah SAW bersabda: Perbuatan yang halal yang sangat dibenci Allah adalah talak.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).18

Hadith yang lain antaranya:

18

Abu Bakar Muhamad, Terjemahan Subulussalam, (Surabaya, Al-Ikhlas, 1995), Jilid 3, Cet.1, h 609


(24)

! % &'3) ?@ ! '*ﺏ '*!

'% ".3 '% 4ﺱ) 'A ! ".!

B C D

ﺱ0 ? Eﺏ &'ﺏF0 ,.ﺱ0 '1 2.!

B

! 'GH 'I *'ﻡ '* 2J

K

A'ﺡ 0 'M

*'ﺏ

!

H N

'O P

'1 2'H , Qﻥ D A ? ﻡF "'H ST #J ﺱ'5 A @ - -C5

,''''' 2.! > 2U ﻡF 4.H V ﻥF

> U ﻡWHN

,' 2.!

9

,. ﻡ > 0)

Artinya:

“diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, “ Talak pada masa Rasulullah s.a.w dan masa Abu Bakar serta dua tahun pada masa pemerintahan Umar r.a adalah talaq tiga yang diucapkan sekaligus dihitung satu. Lalu Umar berkata. “ Orang-orang ini ingin menyegerakan urusan yang semestinya mereka berhak untuk memperlambatkannya, sebaiknya kami putuskan saja kepada mereka. “ Lalu Umar membuat keputusan bahwa talaq tiga yang ucapkan sekaligus benar-benar berlaku talaq tiga.” (HR Muslim)19

C. Macam-macam Talak

Secara umum perceraian itu ada dua macam, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Cerai talak diajukan oleh suami dan cerai gugat diajukan oleh istri20. Sedangkan dalam Hukum Islam cerai itu sama dengan talak, adapun macam-macamnya talak yaitu:

1) Talak Raj’i

Merupakan talak yang dijatuhkan oleh suami terhadap istrinya yang telah pernah digauli, bukan karena memperoleh ganti harta dari istri, talak yang pertama atau yang kedua.

2) Talak Ba’in

19

Muhammad Nashiruddin Al-Bani, Mukhtasar Shahih Muslim, Buku 1, (Jakarta: Pustaka Azam, 2003), Cet 1, h. 595

20

Dr. Musthofa Al-Khin, Kitab Fiqih Mazhab Syafi’e, (Kuala Lumpur,Pustaka Salam Sdn Bhd: 2005), Jilid 4, h.870.


(25)

Yaitu talak yang tidak memberi hak ruju’ bagi bekas suami terhadap bekas istri ke dalam ikatan perkawinan dengan bekas suami, jika ingin kembali bersama harus dengan akad nikah yang baru.

a) Talak Ba’in Sughro adalah talak ba’in yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap istri tetapi tidak menghilangkan kehalalan bekas suami untuk nikah kembali dengan bekas istri, artinya bekas suami boleh mengadakan akad nikah yang baru dengan bekas istri baik dalam masa iddahnya maupun sudah berakhir masa iddahnya.

b) Talak Ba’in Kubro adalah talak yang menghilangkan pemilikan bekas suami untuk menikah lagi dengan bekas istrinya, kecuali setelah bekas istrinya itu menikah dengan laki-laki lain, telah berkumpul dengan suami kedua itu serta telah bercerai secara wajar dan telah selesai menjalankan masa iddahnya. Talak Ba’in kubro terjadi pada talak yang ketiga.21

3) Talak Sunni

Talak yang dijatuhkan ketika istri telah suci dari haidnya, dan belum dicampuri. Sejak saat berhentinya dari haid ini, maka ia telah masuk ke dalam iddahnya.pada saat ini suaminya telah menjatuhkan talak bila hendak menceraikannya

4) Talak bid’iy

Adalah talak yang dijatuhkan ketika istrinya sedang haid atau nifas atau dalam keadaan suci tetapi sudah dicampuri.22

21

Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat , (Jakarta:Prenada Media, 2003), Cet.1, h.196-199 22

Slamet Abidin dan Aminudin, Fiqh Munakahat 2, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet.1, h.41


(26)

5) Talak Hakamain

Adalah talak yang diputuskan oleh juru damai (hakam) dari pihak suami maupun pihak istri.23

6) Talak Battah

Yaitu Talak yang dijatuhkan untuk selama-lamanya, dan tidak akan dirujuk kembali. Misalnya suami berkata, “Engkau Ku ceraikan selama-lamanya.”24

7) Talak Sharih

Adalah talak yang mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas dapat dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai seketika diucapkan.

8) Talak Kinayah

Yaitu talak yang menggunakan kata-kata sindiran atau samar-samar. Talak dengan kata-kata kinayah bergantung pada niat suaminya artinya jika suami dengan kata-kata kinayah tersebut bermaksud menjatuhkan talak, maka jatuhlah talak yang dimaksudkan.25

D. Rukun Dan Syarat Talak

23Ibid

, h.43

24Ibid , h. 47 25

Slamet Abidin dan Aminudin, Fiqh Munakahat 2, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet.1, h.43


(27)

Syariat Islam telah mengadakan beberapa rukun talak sewaktu menjatuhkan talak terhadap sang istri. Diantara rukunnya adalah:26

1) Kata-kata talak

a) Kata-kata talak mutlak

Fuqaha mensyaratkan niat dan kata-kata yang tegas dalam talak, itu berdasarkan lahir syarak. Begitu juga fuqaha menyamakan kata-kata lahir dengan kata-kata yang tegas. Jumhur fuqaha sependapat bahwa kata-kata tegas dan kata-kata sindiran.27

b) Kata-kata “talak terbatas” itu tidak lebih dari dua macam, yaitu kadang berupa pembatasan dengan kata-kata syarat dan kadang dengan kata-kata pengecualian.

2) Orang yang menjatuhkan talak

Fuqaha sependapat bahwa orang yang boleh menjatuhkan talak adalah suami yang berakal, dewasa, merdeka yakni tidak dipaksa.28 Kemudian mereka berselisih pendapat tentang penjatuhan talak oleh orang yang dipaksa (terpaksa), orang mabuk, orang yang sakit payah dan orang yang menjelang dewasa. Fuqaha juga berpendapat bahwa talak orang yang sakit payah dapat terjadi, jika ia sihat kembali.

3) Istri yang dapat dijatuhi talak

26

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Jakarta, Pustaka Amani: 2007), jilid 2, h.535 27Ibid

., h. 537 28

Dr Mustofa Al-Khin, Kitab Fikah Mazhab Syafie, (Kuala Lumpur, Pustaka As-Salam: 2005), Jilid 4, h. 861.


(28)

Mengenai istri-istri yang dapat dijatuhi talak, fuqaha sependapat bahwa mereka adalah istri-istri yang berada dalam ikatan perkawinan, atau istri-istri yang belum habis masa iddahnya pada talak raj’i. Mereka sependapat bahwa talak tidak terjadi pada orang-orang perempuan lain sama sekali, yakni talak yang dapat menceraikan.

Syarat Sah Talak

Jumhur sepakat mengatakan talak yang dilafazkan oleh suami adalah sah sekiranya ia memenuhi syarat-syarat berikut29:

a) Berakal

Suami yang menceraikan istrinya hendaklah berakal, waras fikirannya dan tidak gila. Suami yang gila tidak sah talaknya karena akalnya tidak berfungsi sepenuhnya dan tidak mampu membedakan antara yang baik atau buruk.

b) Baligh

Suami disyaratkan seorang yang baligh, tidak anak-anak. Talak yang dilafazkan oleh anak-anak tidak sah. Sepertimana sabda Rasulullah S.a.w:

*!0 X'2J ی "-Jﺡ ','Z - *! ?Gﺙ ﺙ *! ,. \'H)

ﺡ ]&'-^

,'.J 6ی "-J

'C 4 T *!0

S' 6ی "-Jﺡ

9

=0 = 4ﺏ > 0)

“ Diangkat qalam daripada tiga golongan : Daripada orang yang tidur sehingga dia sadar kembali, daripada kanak-kanak sehingga dia baligh dan daripada orang-orang yang gila sehingga dia kembali berakal. (Hadist Riwayat Abu Daud)30

29

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Jakarta, Pustaka Amani: 2007), jilid 2, h.538. 30


(29)

c) Kerelaan sendiri

Talak yang dijatuhkan oleh suami terhadap istri adalah atas pilihan, kehendak dan kerelaan sendiri tanpa sebarang paksaan dari pihak manapun Sepertimana sabda Rasulullah s.a.w :

*! \'H)

F

P &'J-ﻡ

'1 2.! 4_ ' EJ ﺱ ﻡ 0 C 2 ' 0

“Ketentuan hukum dicabut dari umatku yang melakukan perbuatannya karena keliru, lupa dan dipaksa.”31

Sekalipun seorang laki-laki itu sempurna syarat-syarat kelayakan diri untuk menceraikan seorang perempuan tetapi akibat cerai yang dijatuhkan itu adalah terikat dengan dua syarat:32

i. Perempuan yang diceraikan itu adalah istrinya yang sah. ii. Ia masih didalam kekuasaanya, sekalipun dalam iddah raj’i.

Menurut Dr. Wahbah Zuhaili dalam kitab Fiqh Islam wa Adillatuhu Terdapat tiga syarat bagi suami yang menjatuhkan talak pada istri:

i. Bahwa talak bagi keperluan yang masuk akal.

ii. Bahwa istri dalam keadaan yang suci, tidak disetubuhi

iii. Bahwa talak yang dijatuhkan berlainan dan tidak lebih dari satu.33

E. Prosedur Talak Dalam Islam

31

Muhammad Jawad Al-Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab terjemahan oleh Masykur A.B. dan Afif Muhammad (Jakarta, Lentera: 2007), Cet. 19, h. 442.

32

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, ( Jakarta, Kalam Mulia: 1990), jilid 8, h.10 33


(30)

Talak menurut hukum Islam adalah satu terapi atau satu obat hingga harus dipandang talak sebagai sebagian dari solusi dan tidak dipandang sebagai sebagian problema. Talak merupakan satu-satunya jalan untuk menyelesaikan masalah rumah tangga apabila terjadi percekokan antara suami dan istri. Bahkan sebagai salah satu syariat dari Allah s.w.t yang mesti diikuti oleh hambanya. Talak diyakini mempunyai tujuan yang luhur disamping rahasia-rahasia yang terkandung di dalamnya. Sabda Rasulullah s.a.w :

! " #$ % &'()

! *'ﺏ *!

,-.ﺱ0 '1 2.! % ".3 '% 4ﺱ)

- " #$ '% " '''''5 ' 6 78 ﺏ

:

9

1; ﻡ *ﺏ 0 =0 =4ﺏ > 0)

Artinya:

“Dari Ibnu Umar Rasulullah SAW bersabda: Perbuatan yang halal yang sangat dibenci Allah adalah talak.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).34

Dari hadist diatas dapatlah diambil intisari dari kata

78ﺏ

(yang paling dibenci), disimpulkan bahwa Islam tidak menyukai talak karena talak itu adalah perkara yang jelek. Namun dari kata “halal” diambil kesimpulan bahwa talak itu boleh. Oleh karena itu ungkapan yang dimaksudkan syarak itu jelek tetapi mengandung maksud satu saat dapat dipergunakan sebagai pintu keluar darurat. 35

Agar tidak termasuk kelompok yang di benci Allah dan RasulNya, kita harus menempatkan talak pada posisi akhir ketika sudah tidak ada pilihan. Itu

34

Abu Bakar Muhamad, Terjemahan Subulussalam, (Surabaya, Al-Ikhlas, 1995), Jilid 3, Cet.1, h 609

35


(31)

berarti harus melewati prosedur yang diajarkan dalam Islam sesuai dengan tahapan-tahapan yang telah digariskan. Di dalam Al-Quran sendiri telah memberi tuntunan secara rinci, suatu idikasi bahwa syariat ini mempunyai komitmen yang tinggi bahwa perkawinan berlangsung sekali untuk selamanya.

Sebagaiman firman Allah s.w.t:

/

O'J;

v-4Š <O h 2

*k 6;

^` `

%

BCK]KL 4.

^— š

V

šR 4.

™ŸO/5 %;

CK]e#

V

¡O#G

eKO

'z

Q¢–

)

/

`

(

Artinya: “...dan Bagaimana kamu mengambilnya kembali padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami istri). Dan (mereka istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu.

(An-Nisa’: 21)

Oleh karena itu, hanya karena hal yang memang sulit dihindari saja maka sebuah rumah tangga ini boleh diakhiri dengan talak. Dalam mengharungi kehidupan di alam perkawinan perlu disadari bahwa tidak semuanya menyenangkan. Namun, terkadang terperangkap dalam kesulitan dan kesusahan. Hidup ini seperti roda di dalam kehidupan, semuanya datang dan pergi silih berganti.36

Karena itu, hendaklah kita hadapi semua dinamika hidup ini dengan menerimanya sebagai filosofi kehidupan bahwa segala suatu itu akan berganti dan segala sesuatu itu tidak kekal. Untuk itu, dibutuhkan kearifan dan kewajaran dalam menerima keadaan. Jadi, jika marah terhadap istri wajar-wajar saja dan

36Ibid., h.150


(32)

jangan berlebihan seperti merusak benda-benda yang payah diusahakan, menyakiti dan melukai istri, bahkan sampai menjatuhkan talak hanya karena hal-hal yang sepele dan hanya karena timbul kebencian pada satu perbuatan si istri, pelayanan yang kurang dan lain-lain. Dan telah disebut di dalam Al-Quran bahwa telah diingatkan untuk bertindak bijaksana dalam menghadapi situasi yang tidak menyenangkan dalam kehidupan rumah tangga, bersabar sambil berharap suatu kebaikan akan timbul sesudahnya.

Sepertimana firman Allah s.w.t:

/01( 23 4(

5,(#6 7

89:4

;<

=>

?@#4 A

BC<$

%

8 DEF

;<7

#G:

HIBF'J

=>;

+, I8 KL

8&/IO4P#

QR 4&

.

7

4

+, I8 ST

;<

U>

V

%

4WX#

24(

&Y4Z[

'" .

&Y!:\G 4]1

^

+, I )[_

49;

[

9F /S

.

^

+, I8 STIEF'J

` a/

%

8 I4F$

Hb O'

=@/ 0 A;

c7

#-d#

e)BF/5

e)F#f=g

Q–L

9

/

`

(

Artinya:“Wahai orang-orang yang beriman..tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata, dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak kepadanya.” (An-Nisa’: 19)

Ayat di atas mengingatkan kepada kita, bagaimana cara menghadapi situasi yang sukar dan untuk tidak berlebihan serta tidak terburu-buru menjatuhkan talak. Setiap peristiwa itu ada hikmah dibaliknya.


(33)

Islam mengajar suami supaya memberi nasihat dan mengadakan penyelesaian yang terlebih baik terlebih dahulu terhadap istri sebelum perceraian dilakukan. Sebagaimana firman Allah s.w.t:

9•6/,E•F

™Ÿ89 i 8 6

49

#<7

#G:

/S

.

=@jL

c7

D 0=L 4.

^—

49

šR 4.

7

/S

.;

8KV'"Š %

*,#

BC 0#

i;8

%

^

K• /

£•

•• 4P#e

6

•

K#"

/-\

O4

#‰

/S

.

'

#"/-c7

^

`\l

;

4 8

(

…† I/y8KZ ¤

…† I8‘K#

+, I 9FK¥I

;

W

†•[o

=L/S

+, I8.

)*

;

BCK];e  %

='

8<B&

+,qB)

49

'O

]/¦

$

}

V

7

™Ÿ6'J

>d

49

e)F

]=g

QE

)

/

`

:

`

(

Artinya: “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi peremouan (istri) karena Allah relah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkan mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan kalau perlu pukullah mereka. Tetapi jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (An-Nisa’: 34)

Dari keterangan dalil diatas dan apa yang di sarankan oleh hukum syarak dapat dibuat penjelasan bahwa prosedur talak dalam Islam adalah seperti berikut:


(34)

Di dalam surat An-Nisa’ ayat 128, Allah s.w.t berfirman:

V;

z! %5 B

*• 6 h

J,#

/0

 4.

y8KZŠ

%

e–

h *9 V

='

//

!:9o

7

/SqB)

4{

%

/

•9(

/S{•;e 4.

¨

x

^

'

;

)BF/5

$

#C;)[©*-t%;

ª¨K"ŠTh

+'—Z

^

V;

89e[ 

8KVŒP

;

…Ÿ

7

™Ÿ6'J

/S

.

™Ÿ8 /S

e)F

]/5

Q–¢

)

/

`

:

a

(

Artinya: “...dan jika seorang perempuan khawatir suaminya akan nusyuz atau bersikap tidak acuh, maka keduanya dapat mengadakan perdamaian yang sebenarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu memperbaiki (bergaul dengan istrimu) dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap acuh tak acuh), maka sesungguhnya Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan..” (An-Nisa’:128)

Apa yang dapat kita ambil pengajaran dari ayat tersebut adalah bagaimana istri bertindak menghadapi suami yang marah. Dia harus berusaha mencari titik temu dan jalan damai atau bermusyawarah untuk mencari penyelesaian . 37

Di samping itu, istri harus introspeksi diri, mungkin kesalahan itu datangnya daripada istri menyebabkan si suami marah, kurang memperhatikan suami, atau terlalu sibuk dengan kegiatan sosial atau ekonomi. Mungkin juga ada tindakan atau perbuatannya yang tidak berkenan di hati suami atau perlakuan yang kurang baik terhadap mertua dan lain-lain. Untuk itu istri perlu berusaha memperbaiki kesalahannya, melunakkan hatinya suaminya dan menyenangkannya, mendinginkan suasana, bertutur sopan, berhias diri dan cara lainnya. Pertengkaran

37Ibid


(35)

juga dapat terjadi akibat adanya kesalahan pada pihak suami sehingga memancing kemarahan istri

Jadi untuk memperbaiki situasi seperti ini, salah seorang daripada mereka harus mengakui kesalahan atau pura-pura mengaku salah. Kalau salah seorang mengambil inisiatif dengan mengaku kesalahan, situasinya akan lain yaitu menjadi agak dingin. Kalau salah satu tidak melayani yang lain, bersikap mengalah atau diam, yang lain akan berhenti sendiri, dan apalagi kedua-duanya mengaku kekhilafan.

2) Mengisolasikan dan memberi pelajaran fisik

Apabila cara pertama tidak berhasil, dapat menggunakan cara kedua yaitu al-hajru, mengisolasi istri, seperti yang telah disebut dalam firman Allah s.w.t :

9•6/,E•F

™Ÿ89 i 8 6

49

#<7

#G:

/S

.

=@jL

c7

D 0=L 4.

^—

49

šR 4.

7

/S

.;

8KV'"Š %

*,#

BC 0#

i;8

%

^

K• /

£•

•• 4P#e

6

•

K#"

/-\

O4

#‰

/S

.

'

#"/-c7

^

`\l

;

4 8

(

…† I/y8KZ ¤

…† I8‘K#

+, I 9FK¥I

;

W

†•[o

=L/S

+, I8.

)*

;

BCK];e  %

='

8<B&

+,qB)

49

'O

]/¦

$

}

V

7

™Ÿ6'J

>d

49

e)F

]=g

QE

)

/

`

:

`

(

Artinya: “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi peremouan (istri) karena Allah relah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang


(36)

taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkan mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan kalau perlu pukullah mereka. Tetapi jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (An-Nisa’: 34)

Maksudnya adalah menahan diri untuk tidak tidur bersama istri, sampai muncul gejala perbaikan, dengan harapan timbulnya penyesalan dan tentunya timbulnya kerinduan. Kalau memang ada seberkas harapan yang mengarah kepada kebaikan, suami tidak boleh mencari-cari jalan untuk menyusahkan istrinya.

Dalam kebiasaan masyarakat, isolasi dilakukan dengan menyerahkan istri kepada orang tuanya, supaya suasana lebih dingin. Walaupun fungsinya sama, tindakan yang terakhir ini dapat mengundang masalah lain yang mengeruhkan suasana. Dengan isolasi istri pada rumah sendiri, hal itu akan lebih dekat ke arah kemaslahatan.

Bila dengan cara ini tidak berkesan atau belum berhasil, suami dapat memberi pengajaran yang fisik, memukul istri menurut ash-San’any yaitu bukan pukulan seperti memukul hamba atau hewan. Oleh karena itu, kita harus ingat esensi tindakan tersebut. Kalau esensinya mencari kebaikan, pukulannya tidak boleh membahayakan , apalagi menimbulkan luka cacat fisik. Dengan demikian kalau kedua pihak baik kembali, hal itu tidak menjadi beban ekonomis, apalagi kalau marahnya istri tadi karena alasan ekonomi.


(37)

3) Mengangkat hakamain (dua juru rundingan)38

Kalau tingkat keruwetan ini sudah sedemikian tinggi dan kondisi emosi yang sudah berlebihan sehingga sulit bagi mereka mengatasi masalah sendiri, maka undanglah juru runding (hakam) dari kedua belah pihak keluarga. Hakam diperlukan jika tidak dapat lagi berfikir jernih tingkat egoistis sudah memuncak, hati sudah masing-masing panas maka pada hal situasi yang semrawut tersebut hanya mungkin diatasi dengan cara ini.

Al-Quran menyebut juru runding ini sebagai hakamaini (dua hakam) dan pencegahan perselisihan. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam al-Quran:

/

O'J

™Ÿ 9FK"$

b7

.

BCP:Kg;

: i;8

%

BCK] ;d*- 2

C D

BC<$PO#S9(

C D

BC<$OO 4<A

C D

#- d

V

™Ÿ89 /oBF

Q¢

)

/

`

:

(

Artinya: “dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu. Sungguh Allah Maha Mengetahui lagi maha teliti. (An-Nisa’:35)

Menurut imam Malik apabila permasalaham tersebut sudah sampai tingkat hakamain, keputusan digantung padanya. Hal ini karena pada hakikatnya kedua belah pihak telah menyerahkan secara sepenuhnya seluruh perkara tersebut. Imam Syafi’e berpendapat bahwa, namun mensyaratkan bahwa mereka ynag berperkara memang menyerahkan seluruh perkaranya kepada hakamain termasuk untuk memisahkannya. Kalau menurut hakamain tadi, perpisahan adalah jalan terbaik,

38


(38)

biarpun pahit, perpisahan tetap dilakukan karena itu adalah jalan penyelesaian yang sebaiknya untuk kedua belah pihak.

F. Hikmah Talak

Meski Allah dan Rasul-Nya membenci talak namun membolehkannya, karena didalamnya mengandung manfaat atau hikmah yang bisa diambil dari pasangan suami istri yang menggangap perceraian lebih baik bagi mereka dan merupakan jalan terakhir. Maka hikmah disyariatkan talak adalah bahwa kita telah mengetahui matlamat perkawinan ialah kehidupan yang berterusan di antara kedua-dua pasangan suami istri39. Allah s.w.t mensyariatkan banyak hukum hakam dan adab-adab untuk mengekalkan dan menyemarakkan hubungan suami istri. Tetapi terkadang adab-adab dan hukum hakam ini tidak diikuti oleh kedua-duanya atau salah seorang daripada mereka.

Contohnya suami tidak memilih istri yang sesuai, atau kedua-dua pasangan atau salah seorang tidak iltizam dengan adab-adab pergaulan (hidup bersama) yang telah ditentukan oleh Islam40. Ini menyebabkan kerenggangan. Kerenggangan ini semakin melebar dari sehari ke sehari sehingga sukar untuk diperbaiki. Ketika tidak ada cara untuk mewujudkan persefahaman dalam kehidupan berkeluarga, peraturan yang membolehkan kita menangani masalah tersebut diperlukan. Dengan itu ikatan perkawinan dapat dirungkaikan dan hak-hak kedua belah pihak-hak tidak terabai. Allah s.w.t berfirman:

39

Dr Mustofa Al-Khin, Kitab Fikah Mazhab Syafie, (Kuala Lumpur, Pustaka As-Salam: 2005), Jilid 4, h. 865

40Ibid. , h. 867


(39)

V;

6 F'"4P4(

Q, 9(

c7

/'Kg

,#G

r#-#P/ /¦

^

4 6'J;

c7

 [¦i;

¡Sd[$/-9

/

(

Artinya: “dan jika keduanya bercerai, maka Allah akan cukupkan (keperluan) masing-masing dari limpah kurniaNya. dan (ingatlah) Allah Maha Luas

limpah kurniaNya, lagi Maha Bijaksana.” (An-Nisa: 130)

Jika suami menggunakan talak sebagai jalan penyelesaian terakhir dalam menyelesaikan masalah yang timbul, ia adalah jalan penyelesaian yang dharuri (amat dibutuhkan). Beliau terpaksa melakukannya walaupun kebiasaannya perceraian amat memeritkan. Jika talak digunakan untuk kebebalannya dan memenuhi hawa nafsunya ia adalah “perkara halal yang paling di benci Allah s.w.t.

Islam datang untuk mengangkat derajat dan martabat wanita. Wanita mempunyai hak untuk meminta cerai jika itu lebih baik baginya. Jika terjadi konflik anatara suami istri yang tidak dapat didamaikan maka talak itu diperbolehkan. Mudahan dengan jalan itu terjadi ketertiban dan keamanan bagi kedua belah pihak supaya masing-masing dapat mencari pasangan yang cocok dan dapat mencapai apa yang dicita-citakan.


(40)

BAB III

ENAKMEN UNDANG-UNDANG KELUARGA ISLAM PERAK,

MALAYSIA

A. Sejarah Munculnya Undang-Undang Keluarga Islam di Malaysia

a. Sekilas Tentang Latar Belakang Negeri Perak41

Ada berbagai-bagai pendapat mengenai asal usul nama Negeri Perak. Setengah pendapat mengatakan bahawa nama itu diambil bersempena dengan Bendahara Tun Perak dari Melaka dan setengahnya pula mengatakan ia diambil dari 'kilatan ikan dalam air' yang berkilau seperti perak. Justeru dari pengenalan nama negeri ini sendiri telah membayangkan tentang khazanah yang terkandung di buminya.

Negeri Perak sebenarnya telah wujud pada zaman pra sejarah lagi. Kota Tampan di Lenggong merupakan satu-satunya kawasan yang terbukti wujudnya Zaman Batu Lama di Tanah Melayu. Bertolak dari tarikh antara 400,000 hingga 8,000 tahun sebelum masihi, Negeri Perak telah mengalami evolusi dari masa ke masa. Kesan peninggalan sejarah zaman batu ini terbukti dengan jumpaan alat-alat batu dan fosil-fosil manusia dikenali dengan nama Perak Man.

41

Sejarah Negeri Perak. Artikel diakses dari http: //ms.wikipedia.org./wiki/, pada tanggal 8 Maret 2009.


(41)

Negeri Perak merentasi Zaman Hoabinhian seterusnya Zaman Batu Baru dan Zaman Logam, yang dapat dibuktikan dengan jumpaan-jumpaan tertentu. Ini disusuli pula dengan zaman Hindu/Buddha yang dijangkakan berlaku serentak dengan lain-lain kawasan di Tanah Melayu. Selepas zaman ini, alam persejarahan Negeri Perak telah maju setapak lagi dengan wujudnya kerajaan-kerajaan tempatan seperti Manjung di Daerah Dinding dan Beruas (wujud setelah Manjung luput). Begitu juga beberapa kerajaan lagi di Perak Tengah dan Ulu seperti Tun Saban dan Raja Roman. Serentak dengan itu Islam mula bertapak kukuh di negeri ini.

Titik sejarah Negeri Perak sebenarnya bermula dengan penabalan Sultan Muzaffar Syah l yang berketurunan dari Sultan Mahmud Syah Melaka pada tahun l528. Walaupun zaman Kesultanan Negeri Perak telah muncul tetapi kuasa-kuasa tempatan masih diakui berkuasa. Corak pemerintahan yang dijalankan adalah urutan dari sistem feudal di Melaka yang berdemokrasi.

Negeri Perak lebih dikenali setelah kekayaan buminya diketahui iaitu ekoran dari penemuan bijih timah42 di Larut pada tahun l848 oleh Cik Long Jaafar. Dengan kejumpaan ini ekonomi Negeri Perak berkembang dengan pesat dan lebih banyak kawasan perlombongan dibuka. Selain bijih timah, getah juga memainkan peranan yang penting dan ditanam setelah 34 orang Sultan memerintah turun temurun.

42

Bijih Timah adalah biji besi diperbuat dari timah, di mana pada masa dahulu biji timah ini adalah suatu perlombongan yang sangat terkenal.


(42)

Implikasi dari perkembangan ekonomi ini telah mengwujudkan masyarakat majmuk terutama kaum Cina yang bekerja di lombong-lombong di negeri ini. Inggeris yang telah lama menaruh hati terhadap Negeri Perak telah campur tangan melalui Perjanjian Pangkor l874 setelah wujudnya kacau bilau di Larut. Dari campur tangan ini sistem pentadbiran Residen telah diperkenalkan dengan J.W.W.Birch sebagai Residen pertamanya.

Pada mulanya sistem Residen dijangkakan mendatangkan implikasi yang baik, tetapi kerana pelaksanaannya yang menyeleweng dan ditambah dengan sikap masyarakat pribumi yang tidak mahu dijajah, telah berlaku penentangan yang diketuai oleh Datuk Maharaja Lela. Akibatnya J.W.W.Birch dibunuh pada tahun 1875.

Sistem Residen masih juga diteruskan sehinggalah kedatangan Jepun di Tanah Melayu pada tahun 194l. Negeri Perak turut mengalami kepahitan semasa pendudukan Jepun hingga tahun l945.

Babak penjajahan Inggeris selepas Jepun menyerah diri belum berakhir, malah diteruskan sehingga darurat berlaku pada tahun 1948. Keganasan banyak berlaku di Negeri Perak yang mana Parti Komunis Malaya bertanggung jawab mengenainya.

Selepas pendudukan Jepun di Tanah Melayu kedudukan Negeri-negeri Melayu adalah tidak stabil. Ditambah dengan kemunculan semangat kebangsaan untuk menuntut kemerdekaan di kalangan rakyat jelata. Inggeris sedaya upaya


(43)

mengekalkan kedudukannya dengan memperkenalkan beberapa sistem pentadbiran seperti Malayan Union pada tahun l946.

Rakyat jelata mengembeling tenaga bersama-sama dengan pembesar-pembesar negeri telah menentang habis-habisan semua sistem Inggeris. Sehinggalah Inggeris mengisytiharkan kemerdekaan ke atas Tanah Melayu pada tahun l957.

Kemerdekaan Tanah Melayu, bererti kebebasan negeri-negeri gabungannya dan Negeri Perak adalah salah satu dari negeri-negeri tersebut. Perkembangan pesat di semua bidang terus berjalan sehingga sekarang setelah 34 orang Sultan memerintah turun temurun.

Demi mengenang jasa pejuang-pejuang kebangsaan Negeri Perak samada baginda Sultan sendiri mahu pun pengikut-pengikutnya, maka makam-makamnya telah dipulih dan diabadikan serta diisytiharkan sebagai pahlawan tanah air.

b. Sejarah Munculnya Undang-undang Keluarga Islam

Walaupun Islam telah tersebar ke seluruh Nusantara, termasuk Tanah Melayu43 sejak abad ke-13, namun undang-undang Islam baru teraplikasi di

43 Tanah Melayu adalah nama bagi Negara Malaysia sebelum kemerdekaan pada tanggal 31 Ogos 1957. selepas itu Malaysia dibagikan kepada 14 bagian yaitu Kuala Lumpur, Selangor, Perak, Pahang, Terengganu, Kelantan, Perlis, Kedah, Negeri Sembilan, Johor, Pulau Pinang, Malaka, Sabah, dan Sarawak.


(44)

Tanah Melayu pada abad ke-15, yaitu setelah berdirinya kerajaan Islam di Malaka. Dalam realitanya, undang-undang Islam di Tanah Melayu dapat ditemukan pada batu prasasti di Kuala Berang, Terengganu pada tahun 1899 M. Menurut Sayyid Naquib al-Athlas, inskripsi tersebut tertanggal pada 17 Rajab 702 H, bertepatan dengan 22 Februari 1303M.44

Pada batu pratasti tersebut terdapat catatan tentang hukum Islam yang dianggap sebagai undang-undang yang perlu diterapkan. Tulisan pada prasasti itu diantaranya berisi tentang tanggung jawab pemerintah dalam melaksanakan dan mengimplementasikan ajaran Islam, hutang-piutang, hukuman rajam bagi pezina, hukum qadzaf (menuduh zina) dan prinsip egalitarianisme (persamaan derajat baik bagi atasan ataupun bawahan).45

Isi prasasti tersebut merupakan Undang-undang Malaka yang diyakini oleh penulis sebagai hukum-hukum yang sudah lama dilaksanakan dalam bentuk undang-undang yang tidak tertulis (unwritten law). Petunjuk tersebut bersifat undang-undang, terutama pada awal pemerintahan Islam di Malaka. Bahkan para

Fuqaha’ sudah memainkan peranannya dengan aktif memberikan nasehat pemerintah agar melaksanakan undang-undang Islam. Berdasarkan kepercayaan ini, undang-undang Islam dipercaya sudah dilaksanakan dari pemerintahan Islam

44

Syed Naquib al-Attas, The Correct Date of Terengganu Inscription (Kuala Lumpur: Muzium Negara, tt) h. 24

45 Ahmad Ibrahim dan Ahilemah Joned, Sistem Undang-Undang di Malaysia, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1985), h. 46-47


(45)

di Malaka yang mana tidak pernah dikodifikasikan menjadi sebuah undang-undang tertulis sampai undang-undang-undang-undang Malaka yang sekarang diberlakukan.46

Undang-undang Malaka ini terdiri dari 44 pasal yang meliputi tanggung jawab para pejabat, larangan bagi anggota masyarakat, hukuman atas kesalahan pidana dan perdata, persoalan ibadah, muamalah, keluarga, prosedur persidangan dan keterangan lainnya.47 Dalam melaksanakan undang-undang ini, tentunya institusi-institusi tertentu telah dibentuk, termasuk para pegawai dan peradilan. Tanpa institusi-institusi seperti ini, maka akan sulit untuk melaksanakan undang-undang ini.

Ketika kerajaan Islam Melayu Malaka ditaklukkan oleh Portugis pada tahun 1511, Sultan Mahmud dan pengikut-pengikutnya mundur ke Johor. Namun pelaksanaan undang-undang Malaka ini masih diteruskan di sana meski dengan sedikit perubahan.48 Sementara itu, undang-undang tersebut juga telah mempengaruhi pertumbuhan dan penulisan undang-undang di provinsi lain di

Tanah Melayu.

Satu warisan lain yang menunjukkan bahwa Undang-undang Islam sudah dilaksanakan di Tanah Melayu adalah undang-undang Pahang. Undang-undang ini sudah disusun pada masa pemerintahan Sultan Abdulghafur Muhayuddin Shah

46

Ahmad Ibrahim dan Ahilemah Joned, Sistem Undang-undang di Malaysia. (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1995), Cet Pertama, h. 48

47

Zainal Abidin Abdul Wahid, Sejarah Malaysia Sepintas Lalu, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1985), h. 25

48 Zainal Abidin Abdul Wahid, MA, ed. Sejarah Malaysia Sepintas Lalu, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1985), h. 28


(46)

(1592-1614) di bawah pengaruh undang-undang Malaka. Dari segi isinya, undang-undang ini terdiri dari 93 pasal.49 Tentunya isi undang-undang ini lebih banyak dari apa yang terkandung dalam undang-undang Malaka. Di sisi lain, walaupun masih terdapat pengaruh adat Melayu di dalamnya, akan tetapi bila dibedakan dengan undang-undang Malaka, undang-undang Pahang ini lebih banyak dipengaruhi oleh hukum Islam.50

Oleh karena itu, timbulnya undang-undang Islam di Tanah Melayu adalah berasal dari Kerajaan Islam Malaka. Bahkan undang-undang Islam ini sudah dilaksanakan sesuai dengan ajaran Islam sebagai agama, cara hidup dan kebutuhan masyarakat akan peraturan perundang-undangan pada waktu itu.51

c. Masa Penjajahan

Dalam sejarah Malaysia, Malaka pernah ditaklukkan oleh Portugis pada tahun 1511. Namun pada tahun 1641 Belanda datang dan menguasai Malaka setelah berhasil mengusir Portugis. Kemudian Inggris datang dengan melakukan intervensi di Pulau Pinang pada tahun 1786 dan menguasai Singapura pada tahun 1918 serta menerima penyerahan Belanda pada tahun 1824. Setelah itu, Inggris

49

Mohd Taib Osman, Kesusasteraan Melayu Lama, (Kuala Lumpur: Faderal Publication, 1974), h. 71

50

Mohd Taib Osman, Kesusasteraan Melayu Lama, (Kuala Lumpur: Faderal Publication, 1974), h. 72

51 Mohd Taib Osman, Kesusasteraan Melayu Lama, (Kuala Lumpur: Faderal Publication, 1974), h. 73


(47)

masuk ke Perak, Selangor, dan Negeri Sembilan pada tahun 1874-1886, Pahang pada tahun 1888, Kelantan pada tahun 1910, Johor pada tahun 1914, Terengganu pada tahun 1919, Kedah pada Tahun 1923, dan Perlis pada Tahun1930.52

Walaupun Portugis telah menaklukkan Malaka lebih seratus tahun, penjajah Portugis tidak banyak mengubah sistem undang-undang Islam. Mereka hanya memberlakukan undang-undang Portugis hanya untuk kalangan mereka sendiri. Sedangkan untuk orang-orang Islam, mereka serahkan kepada pimpinan Islam. Hal yang sama juga dilakukan oleh Belanda, tetapi apa yang dilakukan oleh Inggris berbeda sama sekali. Setelah menjajah Pulau Pinang yang berazaskan satu perjanjian dengan Sultan Kedah pada tahun 1786, mereka sudah memberlakukan undang-undang mereka dengan alasan bahwa di provinsi itu tidak ada lagi sistem undang-undang karena tidak ada yang menjajahnya lagi. Untuk tujuan tersebut, departemen-departemen telah dibentuk dan hakim-hakim sudah dilantik. Puncak dari usaha ini adalah deklarasi Piagam Keadilan pada tahun 1807.53

Setelah Malaka merdeka dari jajahan Belanda pada tahun 1825 berdasarkan perjanjian 1824, undang-undang Inggris segera diberlakukan. Pada tahun 1826,

Piagam Keadilan yang kedua dilaksanakan dengan pengesahan bagian-bagian Selat yang meliputi; Pulau Pinang, Malaka dan Singapura.54 Berdasarkan piagam

52 Wu Min Aun, Pengenalan Kepada Undang-Undang Malaysia, (Kuala Lumpur: H.E.B, 1985), h.10

53 Wu Min Aun, Pengenalan Kepada Undang-Undang Malaysia, (Kuala Lumpur: H.E.B, 1985), h. 15

54 Wu Min Aun, Pengenalan Kepada Undang-Undang Malaysia, (Kuala Lumpur: H.E.B, 1985), h. 18


(48)

tersebut, sebuah Peradilan Tinggi juga telah disahkan dengan ketetapan bahwa undang-undang yang berlaku adalah undang-undang Inggris.

Pada tahun 1855 satu piagam lain juga diusulkan oleh penjajah Inggris dengan menetapkan kewenangan undang-undang Inggris di Provinsi-provinsi Selat55 yang telah disahkan.56 Piagam ini hanya bertujuan untuk membentuk lembaga peradilan yang sudah ada pada bagian-bagian yang bersangkutan. Adapun undang Inggris tetap diberlakukan dengan syarat bahwa undang-undang ini tidak membawa kezaliman dan penindasan pada penduduk pribumi.

Dengan diberlakukannya undang-undang Inggris ini, undang-undang Islam yang dulunya dilaksanakan sebagai hukum adat telah disisihkan. Namun demikian, undang-undang Islam ini terus dilaksanakan bersama adat daerah masing-masing, hanya saja undang tersebut disesuaikan dengan undang-undang Inggris yang dianggap adil dan bijaksana.

Karena tersisihnya undang-undang Islam ini, maka pada tahun 1880, telah dibentuk satu Ordinan57 Perkawinan Islam sudah diberlakukan di negara bagian tersebut untuk mengatur perkawinan dan perceraian orang Islam.58 Dengan

55

Negeri-negeri Selat adalah Johor, Malaka, dan Pulau Pinang.

56

Wu Min Aun, Pengenalan Kepada Undang-Undang Malaysia, (Kuala Lumpur: H.E.B, 198), h. 19

57

Ordinan adalah undang-undang yang disahkan oleh parlemen yang dibuat setelah Malayan Union pada tahun 1946 hingga kemerdekaan dalam tahun 1957.

58 Rafiah Salim, Undang-Undang Keluarga dan Kebudayaan Malaysia, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1998), ed III, h. 32


(49)

Ordinan tersebut, undang-undang Islam sudah secara resmi dipisahkan dari sistem perundangan dengan pembatasan persoalan nikah dan cerai saja.

Peraturan pertama yang diperkenalkan dalam undang-undang untuk orang Islam ini ialah Mohamedan Marriage Ordinance 1880 di Provinsi-porovinsi Selat. Ini bertujuan untuk mengatur persoalan nikah dan cerai sesuai dengan hukum Islam, termasuk soal pencatatan dan pelantikan hakim serta harta yang diperoleh dalam perkawinan. Dengan undang-undang tertulis ini, maka perhatian terhadap kehakiman menjadi berkurang. Ordinan ini lebih bersifat pada tatacara yang dibagi menjadi tiga bagian.59

Pertama, menjelaskan soal pencatatan nikah cerai dengan sukarela. Untuk tujuan pencatatan ini, pendaftar yang terdiri dari orang Islam dilantik.

Kedua, mengenai hakim, yang didalamnya telah diatur juga tentang prosedur pelantikan hakim yang diangkat oleh Gubernur, yang juga berwewenang mencabut kembali pelantikan itu.

Ketiga, tentang harta gono-gini (harta suami istri yang dikumpulkan selama perkawinan). Pada pasal 27 disebutkan bahwa perempuan yang telah bersuami berhak memiliki hartanya, meskipun harta itu miliknya dari awal atau pendapatan pusaka (warisan). Selain itu, istri juga berhak untuk menuntut dan mempunyai hak yang sama terhadap orang yang melindungi hartanya.60

59

Imran Abu Bakar, Pengantar Undang-undang di Malaysia, (Selangor: Books Store Entrprise, 1999), cet. II, h. 9

60 Rafiah Salim, Undang-undang Keluarga dan Kebudayaan Malaysia, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1998), ed, III, h. 33


(50)

Di Provinsi-provinsi Melayu Bersekutu61, undang-undang yang pada awalnya dibentuk sebagai perintah atau Order in Council pada 28 Februari 1880,62 yang hanya mengatur tentang zakat, namun pada perkembangan berikutnya, dalam undang-undang ini ternyata juga diikuti dengan pelarangan pengibaran bendera di Masjid-masjid. Peristiwa ini terjadi pada 5 Januari 1881. Selanjutnya pada tahun 1884, aturan tentang pencatatan perkawinan, perceraian dan kematian untuk kalangan orang-orang Islam sudah diperkenalkan di Selangor. Berikutnya pada tahun 1894, ternyata juga ditetapkan undang-undang yang mengatur tentang hukuman bagi pezina di Perak dan di Selangor. Semua rangkaian undang-undang tersebut diperuntukkan bagi orang Islam. Di Perak, undang-undang ini disebut sebagai Adultery by Muhammadan yang terkandung dalam Perintah No. 1 1894.63

Pada tahun 1935, semua undang-undang nikah-cerai yang pernah diperkenalkan di Provinsi-provinsi Melayu Bersekutu dengan amandemennya, perlahan disatukan di bawah undang-undang tersendiri yang dinamakan dengan

Muhammadan Marriage and Divorce Registation Enactmen, Chapter 197 of Revised Lawof the Federated Malay States 1935.64

61 Negeri-negeri Melayu Bersekutu adalah negeri-negeri yang mempunyai Sultan

62 Imran Abu Bakar, Pengantar Undang-undang di Malaysia, (Selangor: Books Store Entprise, 1999), cet. II, h. 24

63 Imran Abu Bakar, Pengantar Undang-undang di Malaysia, (Selangor: Books Store Entprise, 1999), cet. II, h. 28

64

Abu Bakar, Pengantar Undang-undang di Malaysia, (Selangor: Books Store Entprise, 1999), cet. II, h. 29


(51)

Pada tahun 1949, Provinsi-provinsi Melayu Bersekutu telah mengeluarkan undang-undang untuk melegalkan pendirian Majelis-majelis Agama Islam dan adat istiadat Melayu di Provinsi masing-masing. Pada tahun 1951, Perak juga telah mengeluarkan dua undang-undang lain mengenai pengesahan Baitulmal, pungutan zakat termasuk zakat fitrah dan wakaf.

Pada tahun 1952, undang-undang Agama Islam juga telah dikodifikasikan dan diperkenalkan di Provinsi-provinsi Melayu Bersekutu. Undang-undang tersebut merupakan gabungan dari berbagai undang-undang peraturan Agama Islam yang terdahulu yang mencakup segala aspek yang terdapat dalam undang-undang sebelumnya, seperti fungsi Majelis Agama Islam, Peradilan Agama, Baitulmal, wakaf, zakat, pembinaan dan pengurusan Masjid, perkawinan dan perceraian, prosedur masuk agama Islam, sanksi hukum dan sebagainya.65

Dengan diberlakukannya undang-undang Islam pada tahun 1952 ini, maka FMS. Cap. 197-Muhammadan Marriage and Divorce Registration Enactment 1935, Muhammadan (offences) Enactmen 1938 dan Council of Regilation and Malay Custom Enactmen 1949 telah tergantikan. Meskipun undang-undang ini mengalami perubahan dari waktu ke waktu, namun tidak banyak perubahan yang bermakna. Undang-undang ini terus menerus diberlakukan sampai kemudian terjadi perubahan yang digunakan pada awal tahun 80-an dan berlanjut sampai dengan tahun 90-an.66

65

Rafiah Salim, Undang-undang Keluarga dan Kebudayaan Malaysia, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1998), edisi III, h. 36.

66

Rafiah Salim, Undang-undang Keluarga dan Kebudayaan Malaysia, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1998), h. 35


(52)

Dengan keterangan di atas, banyak sekali undang-undang untuk orang Islam yang telah dibentuk di Malaysia pada masa penjajahan Inggris. Oleh karena itu, berapapun undang-undang seperti itu dibentuk, namun tetap saja hanya berkisar pada persoalan tertentu saja. Perubahan dari waktu ke waktu nampaknya tidak lebih dari hanya sekadar penyesuaian, terutama dari segi teknik pembuatan undang-undang.

Sejak tahun 70-an sampai 90-an, negara-negara bagian di Malaysia telah mengkaji undang-undang untuk orang Islam dengan tujuan agar lebih sistematis dan lebih khusus. Hasilnya, beberapa bagian dari Provinsi yang ada memang sudah melaksanakan enakmen-enakmen67 baru, baik dengan pembaharuan pada semua bagian enakmen yang ada maupun dengan perkembangan yang sebelumnya sudah ada dalam enakmen terdahulu.

Sesuai dengan perubahan-perubahan tersebut, maka undang-undang yang diberlakukan bagi orang Islam di negara-negara bagian di Malaysia sekarang berubah sebagai berikut68:

1) Enakmen Peraturan Keluarga Islam. 2) Enakmen Undang-undang Keluarga Islam. 3) Enakmen Peraturan Peradilan Agama. 4) Enakmen Kanun Pidana Syari’ah.

5) Enakmen Peraturan Agama Islam dan Adat Resam Melayu.

67 Enakmen adalah undang-undang yang diperbuat oleh dewan Negeri termasuk yang diperbuat oleh bagian-bagian Tanah Melayu sebelum merdeka.

68


(53)

6) Enakmen Kawalan dan Sekatan Pengembangan Agama-Agama Bukan Islam.

7) Enakmen Peraturan Hukum Syari’ah. 8) Enakmen Acara Mal Syari’ah.

9) Enakmen Acara Pidana Syari’ah. 8) Enakmen Keterangan Peradilan Agama.

9) Enakmen Peraturan Perkara Ehwal Agama Islam. 10) Enakmen Zakat dan Fitrah.

11) Enakmen Pengawalan Sekolah-sekolah Agama Islam. 12) Ordinan Majlis Islam (pengesahan).

13) Enakmen Acara Sivil Syari’ah. 14) Enakmen Kanun Pidana Syari’ah.

15) Enakmen Kanun Prosuder Mal Syari’ah.

B. Kedudukan Undang-undang Keluarga Islam dalam Mahkamah Syariah di

Malaysia

Mahkamah Syariah di Malaysia mempunyai scope yang sempit dan terbatas, bukan saja berbeda dengan konsep pengadilan Islam tetapi juga dengan pengadilan sipil di Malaysia. Pengesahan Departemen Agama adalah berdasarkan wewenang Propinsi yang diberikan oleh Lembaga Perserikatan, yang terkandung dalam sistem kelembagaan di Malaysia. Ini berarti, masalah Deperteman Agama adalah masalah Propinsi semata dan bisa ditentukan kedudukannya dalam batas wewenang yang diberikan oleh Lembaga Perserikatan dari bagian-bagian yang bersangkutan tanpa terikat oleh bagian lain seperti Wilayah Perserikatan sendiri.


(1)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah membahas tatacara talak di dalam Enakmen Keluarga Islam Negeri Perak, maka penulis dapat membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Tujuan perkawinan menutut Islam adalah mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Hal itu bisa dicapai dengan tanggungjawab masing-masing pihak (suami istri) dalam melaksanakan hak-hak dan kewajibannya. Jika salah satu pihak yang tidak melaksanakan hak dan kewajibannya, maka yang terjadi akan retaknya kehidupan rumah tangga yang kemudian membawa putusnya hubungan suami istri tersebut.

2. Pemutusan hubungan perkawinan dengan lafaz talak adalah anasiatif daripada suami adalah di kenali sebagai “talak”. Talak adalah dari segi bahasa adalah melepaskan atau terlepas. Manakala menurut istilah syara’ adalah merungkai ikatan perkawinan dengan lafaz talak. Adapun suami yang mahu melafazkan talak itu mestilah mempunyai syarat-syaratnya.

3. Faktor utama terjadinya perceraian atau gugatan perceraian di kalangan masyarakat Perak, antaranya adalah karena ketidaktahuan pasangan suami istri terhadap hak, tugas dan tanggungjawab mereka dalam rumah tangga. Jika suami benar-benar tahu akan amanah dan tanggungjawabnya terhadap istri dan rumah tangga, dan istri juga tahu akan tanggungjawabnya terhadap suami


(2)

dan anak-anak, dan bertapa beratnya memikul tanggung jawab yang mesti dipikul jika berlaku perceraian, maka perceraian tidak akan berlaku semudah apa yang terjadi.

4. Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Perak 1984 telah mengatur mengenai tatacara talak di hadapan mahkamah. Dalam tatacara talak di hadapan mahkamah adalah bahwa seorang suami atau istri yang hendak bercerai hendaklah membuat permohonan ke Mahkamah untuk perceraian itu, agar mahkamah memberi satu perintah perceraian atau membenarkan suami melafazkan cerai atau mengeluarkan perintah mengesahkan perceraian tersebut.

4. Dari tinjauan hukum Islam mengenai talak dapat dibuat kesimpulan bahwa hukum Islam berubah mengikut kemaslahatan umat. Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa hukum Islam membenarkan pengaturan talak di hadapan mahkamah berdasarkan kepada kemaslahatan umat dan satu jalan untuk menutup kerusakan ini, karena perceraian yang tidak diatur akan mendatangkan banyak masalah pada diri, keluarga, masyarakat dan negara.

B. Saran-saran

1. Diharapkan kepada tokoh-tokoh masyarakat agar terus menerus melakukan dakwah dan penerangan agar penjatuhan talak tidak lagi dijatuhkan di luar mahkamah.


(3)

2. Agar peran mahkamah dalam melakukan putusan-putusannya memberikan pertimbangan-pertimbangan hukum yang dapat memberikan pemahaman yang luas kepada masyarakat tentang bahaya penjatuhan talak di luar mahkamah. 3. Diharapkan kepada kerajaan agar mempertinggikan hukuman bila ada suami

yang melakukan perceraian talak di luar mahkamah, karena Enakmen Keluarga Islam di Negeri Perak belum mempu membendung terjadinya penjatuhan talak di luar mahkamah. Hal ini disebabkan sanksi yang ada dalam Enakmen belum begitu tegas dan jelas.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Hj. Mokhtar Mohd Naim, Talak: Konsep dan Perlaksanaan Di Mahkamah Syariah, Jabatan Undang-Undang Islam, Kuliah Undang-Undang Ahmad Ibrahim, Universiti Islam Antarabangsa.

Ahmad Azmi, Undang-Undang Keluarga Islam Di Malaysia Adalah Mengikut Hukum Syarak, Persatuan Pegawai-Pegawai Syariah Malaysia.

Badan Perundangan Negeri, Enakmen 6 Undang-Undang Keluarga Negeri Perak, Tahun 2004.

Sabiq Sayyid, Fiqih Sunnah (Terjemahan H.Kahar Masyhur), Jilid 8, Kalam Mulia, Jakarta, 1990.

Departemen Agama RI, “Al-Quran dan Terjemahannya”, Bandung, CV Penerbit Diponegoro, 2005.

Arifin Mahamad, “Pentadbiran Undang-Undang Islam Di Malaysia”, Jilid 12, Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka, 2007.

Markom Ruzian, “Apa Itu Undang-Undang Islam.”, Kuala Lumpur, PTS Publications & Distributions, 2003.

Enakmen 6 Tahun 2004, Enakmen Kekuarga Islam (Perak) Tahun 2004.

Baharum Noresah binti, Kamus Dewan, Edisi Ketiga, Dewan Bahasa dan Pustaka, Selangor, 2000.

Ahmad Shiddiq, Hukum Talaq Dalam Agama Islam (Surabaya:Putera Pelajar), Cet.1, 2001.


(5)

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa), Cet.1, 1995. Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Agrisinda), Cet. 1, 1994

Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-hukum Fiqh Islam Tinjauan Antar Mazhab, (Semarang: Pustaka Rizki Putra), Cet. 2, 2001.

Zuhaili, Wahbah, Fiqh Perundangan Islam (Terjemahan Ahmad Syed Hussien), Jilid 7, (Selangor : Dewan Bahasa dan Pustaka).

Basri Mustofa, Sullamur Afha (Terjemaham Bulughul Maram), ( Jakarta: Rembang), Juz.3.

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, ( Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta), 2007.

Muhamad Abu Bakar, Terjemahan Subulussalam, , (Surabaya, Al-Ikhlas) ,jilid 3, Cet.1, 1995

Al-Bani Muhammad Nashiruddin, Mukhtasar Shahih Muslim, Buku 1, (Jakarta: Pustaka Azam,), Cet 1. 2003

Ahmad Ibrahim dan Ahilemah Joned, Sistem Undang-undang di Malaysia. (Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka), Cet Pertama, 1995

Zainal Abidin Abdul Wahid, Sejarah Malaysia Sepintas Lalu, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka), Cet 2, 1985.

Osman, Mohd Taib. Kesusasteraan Melayu Lama, (Kuala Lumpur: Faderal Publication) , Cet 1, 1974.

Ibrahim, Ahmad. Undang-undang Islam di Peradilan Agama, (Perak: Pustaka An-Nor), Cet. 3, 1995

Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid (Jakarta: Pustaka Amani), Cet 3, 2007

Al-Khin, Dr, Mustofa. Kitab Fikah Mazhab Syafie, (Kuala Lumpur: Pustaka As-Salam), Jilid 4, 2005.


(6)