kemih pada wanita muda, meskipun jarang menyebabkan infeksi pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Spesies lainnya adalah penting pada kedokteran
hewan Jawetz, 2010. S. aureus biasanya membentuk koloni berwarna abu-abu hingga kuning
emas pekat. Koloni S. epidermidis biasanya berwarna abu-abu hingga putih pada isolasi primer.Banyak koloni menghasilkan pigmen hanya pada inkubasi yang
berkepanjangan. Tidak ada pigmen yang terbentuk secara anaerob atau pada kaldu. Berbagai tingkat hemolisis ditimbulkan oleh S. aureus dan kadang-kadang
oleh spesies lainnya.Peptostreptococcus dan Peptoniphilus spyang merupakan kokus anaerob, secara morfologi sering menyerupai S. aureus. Genus
Staphylococcus terdiri dari dua subspesies, S.saccharolyticus dan S.aureus subsp. Anaerobius, yang pada mulanya hanya tumbuh pada kondisi anaerob, tetapi lebih
menjadi lebih aerotoleran pada subkultur Jawetz, 2010.
Gambar 2.4Sifat β-hemolisis S.aureus, tampak zona gelap mengelilingi koloni sumber: Purnomo, 2006
2.4.1 Morfologi
S. aureus adalah bakteri berbentuk bulat, bersifat gram positif, biasanya tersusun dalam rangkaian tidak beraturan seperti buah anggur. Beberapa
diantaranya tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa manusia, menyebabkan penanahan, abses, berbagai infeksi piogen dan bahkan septikimia
yang fatal Jawetz, 2010.
2.4.2 Sifat Kultur
Universitas Sumatera Utara
S. aureus tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologik dibawah suasana aerobik atau mikro-aerobik. Tumbuh dengan cepat pada temperatur 37°C
namun pembentukan pigmen yang terbaik adalah pada temperatur kamar 20- 35°C. Koloni pada media yang padat akan berbentuk bulat, halus, menonjol, dan
berkilau-kilau, membentuk berbagai pigmen berwarna kuning keemasan Jawetz, 2010.
Gambar 2.5 Pigmen kuning keemasan Staphylococcus aureus pada nutrient agar sumber: Janarhanan, 2011
2.4.3 Toksin dan Enzim
1.Eksotoksin Toksin-α adalah protein heterogen yang bekerja pada spektrum luas
membran sel eukariot. Toksin-α merupakan hemolisis poten. Toksin-β mendegradasi sfingomielin dan karena itu bersifat toksik untuk banyak jenis sel,
termasuk sel darah merah manusia. Toksin-δ bersifat heterogen dan mengalami disosiasi menjadi subunit-subunit di dalam detergen nonionik. Toksin ini merusak
membran biologi dan mungkin mempunyai peran pada penyakit diare S.aureusJawetz, 2010.
2.Leukosidin panton valentine Toksin S. aureus ini mempunyai dua komponen. Toksin ini dapat
membunuh sel darah putih manusia dan kelinci. Dua komponen yang disebut F dan S bekerja secara sinergis pada membran sel darah putih, seperti yang
dijelaskan di atas untuk toksin- γ. Toksin ini merupakan faktor virulensi penting
Universitas Sumatera Utara
dalam infeksi S. aureus yang resisten terhadap metisilin yang berhubungan dengan komunitas Jawetz, 2010.
3. Toksin eksfoliatif Toksin epidermolitik S.aureus ini adalah dua protein berbeda dengan berat
molekul sama. Toksin A epidermolitik merupakan suatu produk gen kromosom dan bersifat stabil-panas tahan pendidihan selama 20 menit. Toksin B
epidermolitik diperantarai oleh plasmid dan labil-panas. Toksin epidermolitik menimbulkan deskuamasi generalisata pada sindom kulit lepuh stafilokok dengan
cara melarutkan matriks mukopolisakarida epidermis. Toksin ini adalah antigen super Jawetz, 2010.
4.Toksin sindrom syok toksin Sebagian besar galur S.aureus yang diisolasi dari pasien dengan sindrom
syok toksik menghasilkan toksin yang disebut toksin-1 sindrom syok toksik toxic shock syndrome toxin-1, TSST-1, yang sama dengan enterotoksin F. TSST-1
adalah antigen super prototipe. TSST-1 terikat pada molekul MHC kelas II, menghasilkan stimulasi sel T, yang meningkatkan manifestasi yang berubah-ubah
pada sindrom syok toksik. Toksin berkaitan dengan demam, syok, dan keterlibatan multi sistem, termasuk ruam kulit deskuamatif. Gen untuk TSST-1
ditemukan pada sekitar 20 isolat S.aureus, termasuk MRSA Jawetz, 2010. 5.Enterotoksin
Terdapat banyak jenis enterotoksin A-E, G-J, K-R danU,V. Sekitar 50 galur S.aureus dapat menghasilkan satu atau lebih jenis enterotoksin. Seperti
TSST-1, enterotoksin merupakan antigen super. Enterotoksin bersifat stabil panas dan resisten terhadap kerja usus. Sebagai penyebab penting keracunan makanan,
enterotoksin dihasilkan ketika S.aureus tumbuh pada makanan yang mengandung karbohidrat dan protein. Ingesti 25 µg enterotoksin B menimbulkan muntah dan
diare. Efek muntah enterotoksin kemungkinan disebabkan oleh stimulasi sistem saraf pusat pusat muntah sesudah toksin bekerja pada reseptor saraf di usus
Jawetz, 2010. 6.Katalase
Universitas Sumatera Utara
S.aureus menghasilkan katalase yang mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Uji katalase membedakan stafilokokus yang positif, dari
streptokokus yang negatif Jawetz, 2010. 7. Koagulase
S.aureus menghasilkan koagulase, protein yang menyerupai enzim yang membekukan plasma beroksalat atau bersitrat. Koagulase terikat pada protrombin;
yang bersama-sama secara enzimatis menjadi aktif dan memulai polimerisasi fibrin. Koagulase mungkin mendeposit fibrin pada permukaan S.aureus, mungkin
mengubah ingestinya oleh sel fagosit atau destruksinya didalam sel seperti itu. Produksi koagulase dianggap sinonim dengan potensi patogenik invasif Jawetz,
2010.
2.4.4 Patogenitas