Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Defenisi Operasional

resiko terkena penyakit jantung, menurunkan tekanan darah tinggi, dan mengurangi resiko terkena stroke.Beberapa studi menunjukkan suplemen omega- 3 dapat meringankan gejala Attention Deficit Hyperactivity Disorder ADHD. Kita tahu asam lemak omega-3 yang penting dalam perkembangan dan fungsi otak. Meskipun bukti tersebut tidak konklusif dan suplemen diet tidak dapat menawarkan obat semua untuk ADHD, omega-3 dapat memberikan beberapa manfaat tambahan untuk pengobatan tradisional.Itokindo, 2011. Sashimi juga merupakan makanan yang favorit di masyarakat di kota Medan, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya restoran-restoran di kota Medan yang menyajikan Sashimi sebagai menunya. Oleh karena manfaatnya yang banyak, sehingga masyarakat sering mengkonsumsi ikan salmon, namun apabila ikan salmon yang dikonsumsi tercemar oleh bakteri pathogen seperti S. aureusyang didapat dari konsumsi ikan salmon tersebut bukanlah manfaatnya melainkan penyakit bawaan pangan akibat toksin bakteri S. aureus. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk mengidentifikasi bakteri S. aureus pada salmon mentah dalam sajian sashimi di restoran Kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah

“Apakah terdapat bakteri Staphylococcus aureuspada salmondalam sajian sashimidi restoran Jepang Kota Medan?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui apakah terdapat bakteri Staphylococcus aureus pada salmon mentahdalam sajian sashimi di seluruh restoran Jepang Kota Medan. Universitas Sumatera Utara

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi masyarakat, untuk memberikan wawasan kepada pembaca karya tulis ini agar mendapat pemahaman yang cukup mengenai kelayakan konsumsi sashimi dan dampak dari komsumsi sashimi tersebut apabila terkontaminasi bakteriS. aureus. 2. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan mengenai bagaimana cara mengidentifikasi bakteri S. aureus pada salmon mentah dalam sajian sashimi di restoran Jepang Kota Medan. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmon 2.1.1 Pengenalan Salmon Taksonomi Salmon adalah sebagai berikut: Phylum :Choradata Subphylum :Vertebrata Class :Actinopterygii Order :Salmoniformes Family :Salmonidae Genus :Salmo Species :Salar Gambar 2.1. Ikan salmon FDA, 2014 Salmon, trout,dan sejenis mereka adalah jenis ikan Salmonidae salmon, yaitu ikan ikonik dari belahan bumi utara. Karakteristik mereka berupa hidup di lautan dingin, sungai yang mengalir deras, dan danau dalam yang dingin. Mereka beradaptasiuntuk hidup di perairan yang dipengaruhi oleh gletser, gunung berapi, gempa bumi, dan iklim yang ekstrem. Salmon berkembang melalui mobilitas mereka seperti bergerak bebas melalui laut dansungai besar serta kemampuan mereka untuk beradaptasi dari perubahan lingkungan yang ekstrimdari gurun ke hujan hutan. Hal ini mengakibatkan beberapa spesies memproduksi Universitas Sumatera Utara ratusangenetik yang berbeda, ras, dan subspesies yang banyak dengan warna,khas, dan atribut lainnyaCWS, 2008.

2.1.2 Kandungan Gizi yang Terdapat dalam Salmon

Semua jenis salmon menyediakan sumber protein baik berupa asam lemak omega-3 yang berkualitas tinggi dan membuat jantung sehat. Lemak dan omega- 3 yang terkandung bervariasidari satu spesies ke spesies lain. Jumlah rentang kandungan lemak sekitar 4-11 gram per 3 ons dalam satu porsi. Asam lemak omega-3 mengandung 700-1.800 miligram asam lemak omega-3 per 3 ons sewaktu dimasak. Salmon jugasumber dari berbagai vitamin dan mineral. Salmon kalengan yang mengandungtulang juga merupakan sumber kalsium yang baik SHF,2010. Gambar 2.2 Kandungan Nutrisi Salmon Sumber:SHF, 2010 Universitas Sumatera Utara 2.2. Sashimi 2.2.1 Pengenalan Sashimi Sushi dan sashimi merupakan makanan tradisional Jepang yang dalam beberapa tahun terakhir menarik sejumlah besar konsumen Eropa. Sushi awalnya diproduksi di Asia Tenggara sebagai metode untuk mengawetkan ikan. Sushi disiapkan dengan nasi dingin diasamkan dengan cuka dan dibentuk menjadi potongan seukuran gigitan dan atasnya dengan ikan mentah lalu dimasak atau dibentuk menjadi gulungan dengan ikan, telur atau sayuran, dan dibungkus rumput laut nori. Sashimi menggunakan ikan dan kerang-keranganyang dipotong menjadi irisan tipis dan disajikan dengan beberapa saus misalnya wasabi, kecap atau saus ponzu, dan disertai dengan akar lobak Muscolino, 2014. Tidak seperti anggapan orang, sushi memiliki arti “dengan nasi” dan bukan “ikan mentah.” Sashimimengacu kepada ikan mentah. Sashimi bisa menjadi bagian dari bahan isian sushi gulung dalam empat bentuk, yaitu futomaki gulungan besar, hosomaki gulungan tipis, temaki gulungan sushi bentuk kerucut, uramakigulungan terbalik. Ada bahan lain yang dapat digunakan sebagai bahan isian sushi gulung. Bahan dasar untuk membuat nasi sushi, antara lain lembaran rumput lautnori sheet, beras bulir pendek, saus kedelai, pasta wasabi. Ikan mentah yang biasa digunakan sebagai bahan untuk sushi gulung, antara lain belut, makarel, salmon, kakap,tuna, ekor kuning.Sushi gulung sangat populer dan memiliki reputasi sebagai makanan yang aman. Meskipun demikian, ikan mentah membusuk dengan cepat dan setiap produk daging mentah mengandung bakteri patogenShewfelt, 2009. Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Komposisi Sashimi

Sushi mengandung nasi dingin diasamkan dengan cuka yang dibentuk menjadi potongan seukuran gigitan dan atasnya dengan ikan mentah atau dimasak, atau dibentuk menjadi gulungan dengan ikan, telur atau sayuran dan dibungkus rumput laut. Dua jenis utama dari sushi yang dijual di Australia adalah: • Nigiri, biasanya terdiri dari rumpun padi yang diasamkandengan bahan-bahan seperti sepotong makanan laut atau telur dadar ditempatkan di atas. • Maki, terdiri dari nasi yang diasamkan dan bahan-bahan seperti seafood, daging, ayam, dan sayuran yang digulung dalam rumput laut, juga disebut nori gulungan NSW Makanan , 2008. Tabel 2.1 Kandungan sashimi yang bahan dasarnya ikan Adawyah, 2011 No Mineral Rata-rata mencukupimg 1 Potassium 300 2 Chloride 200 3 Phosphorus 200 4 Sulfur 200 5 Sodium 63 6 Magnesium 25 7 Calsium 15 8 Iron 1,5 9 Manganese 1 10 Zinc 1 11 Fluorine 0,5 12 Arsenic 0,4 Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Cara Pembuatan Sashimi

Potong ikan salmon atau tuna mentah. Lalu siapkan piring saji, kemudian susun ikan yang sudah dipotong beserta irisan lobak dan daun okba.Beri wasabi di sampingnya dan dicampur dengan air jeruk lemon, setelah itu aduk hingga rata. Sajikan dengan saus sashimi atau kecap asin Leehans, 2013.

2.2.4 Higienitas sashimi

a. Semua bahan baku yang berpotensi berbahaya harus disimpan di dalam pendinginan sampai digunakan, terutama ikan mentah. b. Makanan beku harus dicairkan dalam chiller atau dengan menggunakan oven microwave. Tidak boleh mencairkan makanan beku di bawah suhu kamar. Makanan beku dapat dicairkan di dalam air tapi harus dilindungi dari kontak dengan air dengan menempatkannya di dalam paket anti bocor. c. Jangan membekukan ikan atau daging yang dicairkan. d. Cuci semua bahan dan hiasan misalnya, daun bambu, kerang, bunga, rumput laut di air secara menyeluruh sebelum digunakan. e. Masak makanan secara menyeluruh dalam suhu internal minimal 75°C lebih dari 1 menit, terutama ayam, daging, dan telur. f. Cuci dan membersihkan tangan dan peralatan setiap kali mereka datang untuk berkontak daging, ayam dan telur. g. Siapkan makanan laut mentah misalnya ikan dan udang di tempat yang terpisah dari ayam dan daging. h. Siapkan makanan yang sudah siap saji misalnya sashimi, salmon, timun di daerah yang terpisah dari makanan mentah lainnya. i. Cuci beras sampai bersih sebelum dimasak sampai sisa-sisa airnya hilang. Campur dengan cukup cuka dengan dengan pH dibawah 4,6. Beras dengan pH dibawah 4,6 dapat disimpan pada suhu kamar hingga 8 jam tapi harus dibuang pada akhir hari. j. Setelah siap, sushi harus ditempatkan di dalam pendingin dibawah 5° C kecuali ketika mau dijual. Universitas Sumatera Utara k. Tidak boleh mempersiapkan sushi yang berlebihan sehingga sushi yang dijual menjadi tidak beku atau tidak terjual pada suhu kamar selama lebih dari 4jamNEA 2012. 2.3 Keracunan Makanan Foodborne Disease 2.3.1 Penyakit Yang Ditularkan Melalui Makanan Penyakit bawaan makanan foodborne disease, biasanya bersifat toksik maupun infeksious, disebabkan oleh agen penyakit yang masuk kedalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi. Kadang-kadang penyakit ini disebut keracunan makanan food poisoning walaupun istilah ini tidak tepat. Penyakit bawaan makanan mencakup lingkup penyakit yang etiologinya bersifat kimiawi maupun biologis, termasuk penyakit kolera dan diare, sekaligus beberapa penyakit parasit WHO, 2000. Penyakit bawaan makanan merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak dan paling membebani yang pernah dijumpai di zaman modern ini. Penyakit tersebut meminta banyak korban dalam kehidupan manusia dan menyebabkan sejumlah besar penderitaan, khususnya di kalangan bayi, anak, lansia, dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu. Tingkat keparahan besaran dan konsekuensi penyakit bawaan makanan ini kerap kali diremehkan oleh pihak berwenang di bidang kesehatan masyarakat. Baru terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini saja sebagai akibat dari Kejadian Luar Biasa KLB penyakit bawaan makanan misalnya listeriosis, salmonelosis, dan kolera WHO, 2000. Negara berkembang diserang oleh beragam jenis penyakit bawaan makanan. Penyakit kolera, kampilobakteriosis, salmonelosis, shigelosis, demam tifoid, dan paratiroid, bruselosis, amoebiasis dan poliomielitis merupakan beberapa contoh saja WHO, 2000.

2.3.2 Kontaminasi S. aureus terhadap Produk Pangan

Universitas Sumatera Utara

2.3.2.1 Epidemiologi Keracunan Staphylococcus aureus

Bentuk keracunan makanan yang lazim ini disebabkan oleh multiplikasi S.aureuspembentuk toksin di dalam makanan sebelum disantap. Pencemaran makanan oleh jasad renik ini sering terjadi karena bakteri ini dapat tumbuh di tangan 50 orang. Pertumbuhan yang pesat kerap berlangsung pada celah-celah dan luka kecil pada kulit yang tampak tidak terinfeksi. S.aureusyang berasal dari manusia yang mencemari daging bertindak sebagai Kejadian Luar Biasa KLB, tetapi hanya 10 ditularkan melalui air susu, umumnya ditularkan melalui sapi. Kondisi yang mendukung keracunan jenis ini adalah kontaminasi makanan yang cocok banyak sekali makanan yang dapat menunjang pertumbuhanS.aureus dan rentang waktu beberapa jam setelah makanan disiapkan selama waktu tersebut, jasad renik mampu memperbanyak diri. Suasana seperti itu dapat terbentuk selama pendinginan lambat sesudah proses memasak, atau bila makanan dibiarkan terletak didalam suhu ruang dengan iklim sekitar yang panas. Pemanasan ulang, atau bahkan mendidihkan, tidak akan dapat mencegah penyakit, karena penyebab langsungnya adalah toksin yang tahan panas dan bukan S.aureus hidup yang terdapat di dalamnya Arisman, 2008.

2.3.2.2 Patogenesis

Penelitian yang rinci mengenai enterotoksin yang dihasilkan oleh S.aureus agak tersendat karena banyak kendala teknis yang ditemukan. Galur yang membentuk enterotoksin hampir selalu bersifat koagulase positif. Namun sebaliknya, produksi enterotoksin tidak berkaitan dengan semua kegiatan metabolisme yang dapat diukur dengan mudah. Selain itu, penelitian tentang toksin ini terbatas karena ketiadaan tentang hewan percobaan yang cocok kebanyakan peneliti menggunakan suntikan intraperitonium terhadap anak kucing sebagai sistem pengujian. Banyak kemajuan yang telah dibuat pada tahun-tahun terakhir ini. Terdapat perbedaan diantara 4 jenis antigen: enterotoksin A, B, C, dan D. Enterotoksin B telah diisolasi dalam bentuk relatif murni oleh Bergdoll dan kawan-kawan. Galur ini berantigen khas dan tidak bereaksi silang, Universitas Sumatera Utara tetapi satu galur S.aureus dapat menghasilkan lebih dari satu macam antigen. Toksin tersebut seperti ekstrak yang kasar relatif tahan terhadap panas dan tripsin Arisman, 2008.

2.3.2.3 Tanda Klinis

Rentang waktu antara makan dan timbulnya penyakit cukup pendek, yaitu sekitar satu sampai enam jam kadang-kadang lebih singkat dan ditandai dengan adanya nyeri perut dengan kram yang disertai muntah hebat yang berulang. Diare bervariasi, yaitu dapat sangat berat, sedang, atau derajat ringan. Meskipun seringkali ganas, keracunan makanan oleh S.aureusberlangsung sementara, biasanya segera mereda dalam 6 atau 8 jam, jarang sekali sampai melebihi 24 jam Arisman, 2008.

2.3.2.4 Penanganan

Keracunan makanan ini terkadang mengancam jiwa bila menimpa penderita yang berusia lanjut atau mereka yang meskipun tidak tua sedang menderita sakit berat. Pasien mulai tampak sembuh saat bertemu dengan dokter untuk pertama kalinya, tetapi memerlukan suntikan 12½ mg proklorperazin atau 10 mg metoklopramid sebagai pengendali muntah. Pasien yang menunjukkan tanda kekurangan cairan membutuhkan pengobatan cairan intravena yang menggunakan NaCl isotonik yang ditambah kalium Arisman, 2008.

2.3.2.5 Pencegahan

Langkah pencegahan yang paling penting adalah melatih para pengolah makanan dalam masalah kebersihan perorangan dan cara pendinginan cepat makanan yang tidak segera disantap. Enterotoksin tidak dihasilkan pada keadaan dengan temperatur lemari pendingin yang biasa digunakan di rumah tangga. Makanan selayaknya tidak dingin dengan begitu lambat, terutama dalam kemasan besar. Jika perlu, ambil dari lemari pendingin lalu dipanaskan kembali segera sebelum dihidangkan Arisman, 2008. Universitas Sumatera Utara Peneliti epidemiologi terhadap kejadian luar biasa keracunan makanan oleh S. aureusmencakup standar baku bacteriophage typing untuk mengidentifikasi sumber galur bakteri penyebab. Karena pemanasan akhir dapat membunuh jasad renik tanpa menginaktivasi enterotoksin, S.aureus tidak dapat tumbuh pada makanan yang dicurigai. Uji binatang untuk penentuan enterotoksin kini diganti dengan metode serologis Arisman, 2008. Tabel 2.2 Intoksifikasi Staphylococcus aureus pada produk pangan Arisman, 2008 Topik Intoksifikasi Akibat Staphylococus aureus Etiologi Toksin bakteri S.aureus enterotoksin Inkubasi 2-6 jam Gejala Terkadang timbul mendadak dan membahayakan violen onset, seperti mual berat, kram, muntah, dan terkadang disertai diare. Durasi Sekitar 2 hari Sumber Manusia kulit, hidung, dan tenggorok, sekitar 25-40 manusia sehat didiami oleh bakteri ini. Cara penyebaran dan contoh makanan yang terlibat dalam KLB. Menyantap makanan yang mengandung toksin. Jika kondisi tempat penyimpanan tidak baik, bakteri akan berkembang biak dan menghasilkan toksin. Contoh makanannya, yaitu ham, ayam, selada telur, bahan yang diisi krim, es krim, dan keju. Pengawasan Meliburkan orang yang terinfeksi kulit, kebersihan perorangan diperhatikan, serta memasak makanan dengan waktu dan pemanasan yang adekuat. Angka Kejadian Seluruh dunia. Angka kejadian1-100 orang per 100.000 penduduk, bergantung pada keadaan kebersihan makanan. 2.4 Staphylococcus aureus 2.4.1 Pengenalan S. aureus Universitas Sumatera Utara Kingdom :Bacteria Phylum :Firmicutes Class :Cocci Ordo :Bacillales Family :Staphylococcaceae Genus :Staphylococcus Spesies :Staphylococcus aureus Gambar 2.3Staphylococcus aureushasil pewarnaan gram sumber: Janardhanan, 2011 Staphylococcus aureus merupakan salah satu dari tiga spesies yang paling sering dijumpai pada kelompok genus staphylococcus yang mempunyai kepentingan dalam klinis.S.aureus merupakan patogen utama untuk manusia. Hampir setiap orang akan mengalami beberapa jenis infeksi S.aureus sepanjang hidup dengan kisaran keparahan dari keracunan makanan atau infeksi kulit minor hingga infeksi berat yang mengancam jiwa. Stafilokokus koagulase negatif merupakan flora normal manusia dan kadang-kadang menyebabkan infeksi, sering berkaitan dengan alat implan, seperti protesis sendi, shunt, dan kateter intravaskular, terutama pada pasien-pasien yang berusia sangat muda, dan luluh imun. Sekitar 75 infeksi-infeksi ini disebabkan oleh stafilokokus koagulase negatif, yaitu S. epidermidis; infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus lugdunensis, Staphylococcus warneri, Staphylococcus hominis, dan spesies lain yang lebih jarang.S. saprophyticus relatif sering menyebabkan infeksi saluran Universitas Sumatera Utara kemih pada wanita muda, meskipun jarang menyebabkan infeksi pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Spesies lainnya adalah penting pada kedokteran hewan Jawetz, 2010. S. aureus biasanya membentuk koloni berwarna abu-abu hingga kuning emas pekat. Koloni S. epidermidis biasanya berwarna abu-abu hingga putih pada isolasi primer.Banyak koloni menghasilkan pigmen hanya pada inkubasi yang berkepanjangan. Tidak ada pigmen yang terbentuk secara anaerob atau pada kaldu. Berbagai tingkat hemolisis ditimbulkan oleh S. aureus dan kadang-kadang oleh spesies lainnya.Peptostreptococcus dan Peptoniphilus spyang merupakan kokus anaerob, secara morfologi sering menyerupai S. aureus. Genus Staphylococcus terdiri dari dua subspesies, S.saccharolyticus dan S.aureus subsp. Anaerobius, yang pada mulanya hanya tumbuh pada kondisi anaerob, tetapi lebih menjadi lebih aerotoleran pada subkultur Jawetz, 2010. Gambar 2.4Sifat β-hemolisis S.aureus, tampak zona gelap mengelilingi koloni sumber: Purnomo, 2006

2.4.1 Morfologi

S. aureus adalah bakteri berbentuk bulat, bersifat gram positif, biasanya tersusun dalam rangkaian tidak beraturan seperti buah anggur. Beberapa diantaranya tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa manusia, menyebabkan penanahan, abses, berbagai infeksi piogen dan bahkan septikimia yang fatal Jawetz, 2010.

2.4.2 Sifat Kultur

Universitas Sumatera Utara S. aureus tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologik dibawah suasana aerobik atau mikro-aerobik. Tumbuh dengan cepat pada temperatur 37°C namun pembentukan pigmen yang terbaik adalah pada temperatur kamar 20- 35°C. Koloni pada media yang padat akan berbentuk bulat, halus, menonjol, dan berkilau-kilau, membentuk berbagai pigmen berwarna kuning keemasan Jawetz, 2010. Gambar 2.5 Pigmen kuning keemasan Staphylococcus aureus pada nutrient agar sumber: Janarhanan, 2011

2.4.3 Toksin dan Enzim

1.Eksotoksin Toksin-α adalah protein heterogen yang bekerja pada spektrum luas membran sel eukariot. Toksin-α merupakan hemolisis poten. Toksin-β mendegradasi sfingomielin dan karena itu bersifat toksik untuk banyak jenis sel, termasuk sel darah merah manusia. Toksin-δ bersifat heterogen dan mengalami disosiasi menjadi subunit-subunit di dalam detergen nonionik. Toksin ini merusak membran biologi dan mungkin mempunyai peran pada penyakit diare S.aureusJawetz, 2010. 2.Leukosidin panton valentine Toksin S. aureus ini mempunyai dua komponen. Toksin ini dapat membunuh sel darah putih manusia dan kelinci. Dua komponen yang disebut F dan S bekerja secara sinergis pada membran sel darah putih, seperti yang dijelaskan di atas untuk toksin- γ. Toksin ini merupakan faktor virulensi penting Universitas Sumatera Utara dalam infeksi S. aureus yang resisten terhadap metisilin yang berhubungan dengan komunitas Jawetz, 2010. 3. Toksin eksfoliatif Toksin epidermolitik S.aureus ini adalah dua protein berbeda dengan berat molekul sama. Toksin A epidermolitik merupakan suatu produk gen kromosom dan bersifat stabil-panas tahan pendidihan selama 20 menit. Toksin B epidermolitik diperantarai oleh plasmid dan labil-panas. Toksin epidermolitik menimbulkan deskuamasi generalisata pada sindom kulit lepuh stafilokok dengan cara melarutkan matriks mukopolisakarida epidermis. Toksin ini adalah antigen super Jawetz, 2010. 4.Toksin sindrom syok toksin Sebagian besar galur S.aureus yang diisolasi dari pasien dengan sindrom syok toksik menghasilkan toksin yang disebut toksin-1 sindrom syok toksik toxic shock syndrome toxin-1, TSST-1, yang sama dengan enterotoksin F. TSST-1 adalah antigen super prototipe. TSST-1 terikat pada molekul MHC kelas II, menghasilkan stimulasi sel T, yang meningkatkan manifestasi yang berubah-ubah pada sindrom syok toksik. Toksin berkaitan dengan demam, syok, dan keterlibatan multi sistem, termasuk ruam kulit deskuamatif. Gen untuk TSST-1 ditemukan pada sekitar 20 isolat S.aureus, termasuk MRSA Jawetz, 2010. 5.Enterotoksin Terdapat banyak jenis enterotoksin A-E, G-J, K-R danU,V. Sekitar 50 galur S.aureus dapat menghasilkan satu atau lebih jenis enterotoksin. Seperti TSST-1, enterotoksin merupakan antigen super. Enterotoksin bersifat stabil panas dan resisten terhadap kerja usus. Sebagai penyebab penting keracunan makanan, enterotoksin dihasilkan ketika S.aureus tumbuh pada makanan yang mengandung karbohidrat dan protein. Ingesti 25 µg enterotoksin B menimbulkan muntah dan diare. Efek muntah enterotoksin kemungkinan disebabkan oleh stimulasi sistem saraf pusat pusat muntah sesudah toksin bekerja pada reseptor saraf di usus Jawetz, 2010. 6.Katalase Universitas Sumatera Utara S.aureus menghasilkan katalase yang mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Uji katalase membedakan stafilokokus yang positif, dari streptokokus yang negatif Jawetz, 2010. 7. Koagulase S.aureus menghasilkan koagulase, protein yang menyerupai enzim yang membekukan plasma beroksalat atau bersitrat. Koagulase terikat pada protrombin; yang bersama-sama secara enzimatis menjadi aktif dan memulai polimerisasi fibrin. Koagulase mungkin mendeposit fibrin pada permukaan S.aureus, mungkin mengubah ingestinya oleh sel fagosit atau destruksinya didalam sel seperti itu. Produksi koagulase dianggap sinonim dengan potensi patogenik invasif Jawetz, 2010.

2.4.4 Patogenitas

S.aureus yang invasif dan patogenik menghasilkan koagulase dan cenderung menghasilkan pigmen kuning serta hemolitik. Kapasitas patogenik suatu galur S.aureus adalah efek kombinasi faktor ekstraseluler dan toksin bersama dengan sifat invasif galur itu. Di satu sisi spektrum penyakit adalah keracunan makanan oleh S.aureus, berkaitan secara eksklusif degan ingesti enterotoksin yang belum terbentuk; pada sisi lainnya adalah bakteremia stafilokok dan abses diseminata pada semua organ Jawetz, 2010.

2.4.5 Diagnosa Laboratorium

1. Spesimen Swab permukaan pus, darah, aspirat trakea, atau cairan spinal untuk kultur, tergantung dari lokasi proses, semuanya merupakan spesimen yang tepat untuk pengujian Jawetz, 2010. 2. Apusan S.aureus tipikal tampak sebagai kokus gram-positif berkelompok pada apusan pus atau sputum dengan perwarnaan Gram. Organisme saprofit S. epidermidis tidak mungkin dibedakan dengan patogen S. aureus pada apusan uji Jawetz, 2010. 3.Kultur Universitas Sumatera Utara Spesimen yang ditanam pada cawan agar darah menghasilkan koloni tipikal dalam 18 jam pada 37°C, tetapi hemolisis dan produksi pigmen dapat tidak terjadi hingga beberapa hari kemudian dan optimal pada temperatur ruang. S.aureus memfermentasi manitol, sedangkan staphylococcus lainnya tidak. Spesimen yang terkontaminasidengan flora campuran dapat dikultur pada media yang mengandung NaCl 7,5; garam ini menghambat sebagian besar flora normal lainnya, tetapi tidak menghambat S.aureus. Agar garam manitol atau media kromogen yang dijual bebas digunakan untuk menapis karier S.aureus nasal dan pasien dengan fibrosis kistik Jawetz, 2010. 4. Uji katalase Uji ini digunakan untuk mendeteksi adanya enzim sitokrom oksidase. Setetes larutan hidrogen peroksida 3 diteteskan pada kaca objek, dan sejumlah kecil pertumbuhan bakteri diletakkan pada larutan. Pembentukan gelembung pelepasan oksigen menunjukkan hasil tes positif Jawetz, 2010. 5. Uji koagulase Plasma kelinci atau manusia bersitrat yang diencerkan 1:5 dicampur dengan volume yang sama kultur kaldu atau pertumbuhan dari koloni pada agar dan diinkubasi pada 37°C. Tabung plasma yang dicampur dengan kaldu steril juga diinkubasi sebagai kontrol. Jika bekuan terbentuk dalam 1-4 jam, hasil tes positif Jawetz, 2010. Gambar 2.6Uji koagulase, S. aureus mampu menggumpalkan plasma darah klinci bawah, kontrol negatif atas sumber: Purnomo, 2006. Stafilokokus koagulase-positif dianggap patogenik untuk manusia, tetapi stafilokokus koagulase positif pada anjing Staphylococcus intermedius dan lumba-lumba staphylococcus delphini jarang menimbulkan penyakit pada Universitas Sumatera Utara manusia. Infeksi alat protesis dapat disebabkan oleh organisme grup S.epidermidis koagulase negatif Jawetz, 2010. 6. Uji serologi dan penetuan tipe Uji serologi untuk diagnosis infeksi S.aureus hanya punya sedikit nilai praktis. Pola kerentanan antibiotik membantu dalam melacak infeksi S.aureus dan dalam penentuan jika banyak isolat S.epidermidis dari kultur darah mencerminkan bakteremia karena galur yang sama, dibenihkan oleh suatu fokus infeksi. Teknik penentuan tipe molekular telah digunakan untuk mendokumentasi penyebaran klon S.aureus yang menimbulkan penyakit epidemis Jawetz, 2010. BAB 3 Universitas Sumatera Utara KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.2 Defenisi Operasional

1. Sashimi adalah makanan khas jepang yang terbuat dari bahan dasar berbagai ikan, contohnya ikan salmon. 2. Identifikasi S. aureus S. aureus adalah bakteri gram positif yang berbentuk bulat dan koloninya berbentuk seperti anggur, berwarna abu-abu dengan ukuran 1mm. Identifikasi S. aureus adalah dengan cara: • Pewarnaan Gram:Ini adalah teknik pewarnaan yang digunakan untuk mengetahui bentuk bakteri di bawah mikroskop. • Uji kultur: Merupakan metode yang dilakukan untuk mengetahui adanya kontaminasi S. aureus pada sashimi dengan mengembangbiakkan bakteri yang kemungkinan ada pada sashimi di laboratorium Mikrobiologi FK USU. • Uji biokimia: Merupakan salah satu uji yang dilakukan untuk mengidentifikasi S. aureus. Uji yang dilakukan berupa uji katalase dan uji koagulase Hasil ukur: Karakteristik S. aureus Salmon pada Sajian Sashimi Identifikasi Staphylococcus aureus Universitas Sumatera Utara Tabel 3.1 Hasil uji Biokimia Uji Katalase + Bila terbentuk gelembung udara - Bila tidak terbentuk gelembung udara Uji Koagulase + Bila terbentuk gumpalan - Bila tidak terbentuk gumpalan BAB4 Universitas Sumatera Utara METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis penelitian Jenis penelitian ini merupakan uji laboratorium yang dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui ada atau tidaknya kontaminasi S. aureus pada sashimi di seluruh restoran jepang Kota Medan. 4.2 Waktu dan tempat penelitian 4.2.1 Waktu