Dampak GATS terhadap Pengaturan Pendidikan Tinggi di Indonesia

C. Dampak GATS terhadap Pengaturan Pendidikan Tinggi di Indonesia

1. Konsekuensi Keikutsertaan Indonesia di dalam WTOGATS

Melalui UU Nomor 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing of The World Trade Organization 342 “ Dalam menghadapi perberlakuan WTO ini, Indonesia mau tidak mau harus mengadakan perubahan-perubahan yang berkaitan dengan hubungan ekonomi antarnegara di dunia ini. Perubahan tersebut harus pula diikuti dengan perubahan yang berkaitan dengan aspek hukum, terutama yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang perlu disesuaikan dengan perubahan pesat dalam perkenomian global dan regional.” , Indonesia sepakat untuk mengembangkan kerjasama internasionalnya pada bidang perdagangan jasa internasional melalui ketentuan- ketentuan dan prinsip-prisip yang diatur di dalam WTOGATS, dan sebagai konsekuensinya Indonesia berkewajiban untuk melaksanakan segala kesepakatan tersebut, termasuk meliberalisasi pendidikan tinggi . Abdul Manan mengatakan bahwa : 343 Pendapat yang relative sama juga disampaikan oleh Mohammad Sanwani Nasution: Kemudian sehubungan dengan implikasi ketentuan GATTWTO di Indonesia, hal lain yang kiranya perlu dilaksanakan adalah mengkalsifikasikan bidang-bidang hukum mana saja yang terkena pengaruh tersebut, sehingga terhadap ketentuan- ketentuan nasional yang telah ada perlu dihapus abolishment, dimodernisasi, diperbaiki, ditingkatkan atau diadakan ketentuan yang baru sama sekali 344 Pembaharuan hukum ekonomi di Indonesia merupakan konsekuensi dari keikutsertaan Indonesia menandatangani perjanjian WTO yang lahir sebagai hasil perundingan putaran uruguay Uruguay Round. 345 342 H.S Kartadjoemena.GATT dan WTO:Sistem,Forum dan Lembaga Jakarta:UI Press.1997hal. 237 343 Abdul Manan. Op.Cit. Hal.132 344 Mohammad Sanwani Nasution . Kontribusi Hukum Internasional terhadap Hukum Nasional harmonisasi pengembangan hukum Nasional dengan Hukum Internasional dalam Menghadapi Era Perdagangan Bebas Pasca Pengesahan GATTWTO. Jakarta. Soefmedia.2010 Hal. 352 345 Bismar Nasution. Op.Cit Hal.3 Universitas Sumatera Utara Romli Atmasasmita mengatakan bahwa setelah diratifikasinya suatu perjanjian internasional melalui UU Pengesahan Konvensi melainkan harus ditindak lanjuti dengan serangkaian proses: harmonisasi substantive dan sinkronisasi kelembagaan terkait dalam pelaksanaan konvensi dimaksud; dan perancangan draft RUU sebagai implementasi atas isi konvensi dimaksud sehingga diterima sebagai sumber hukum nasional yang diakui di dalam sistem perundang-undangan berdasarkan UUD 1945. 346 GATS mengamanatkan bahwa setiap negara anggota berkewajiban mempublikasikan semua kebijakan termasuk peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan general obligation yang dapat memperngaruhi perdagangan jasa Each Member shall publish promptly and, except in emergency situations, at the latest by the time of their entry into force, all relevant measures of general application which pertain to or affect the operation of this Agreement. International agreements pertaining to or affecting trade in services to which a Member is a signatory shall also be published. 347 Aturan perundang-undangan pendidikan tinggi di Indonesia sebagaimana dijelaskan pada pembahasan sebelumnya mengamanatkan bahwa pendidikan tinggi Indonesia adalah layanan publik yang tanggungjawab pengadaannya ada pada Pemerintah governmental auathority. Dengan demikian sesuai dengan bunyi Article I.3.c GATS bahwa pendidikan tinggi Indonesia tidak termasuk dalam cakupan GATS. Waupun secara juridis pendidikan tinggi Indonesia tidak termasuk dalam ruang lingkup GATS, pada kenyataannya Indonesia dalam initial offering nya sudah 346 Romli Atmasasmita . Pengaruh Hukum Internasional Terhadap Proses Legislasi Makalah Disampaikan Pada, Seminar Legislasi Nasional;Baleg DPR RI; Tanggal 21 Mei 2008 347 Article III.1 GATS Universitas Sumatera Utara mengajukan market access untuk pendidikan tinggi. Bahkan dengan alasan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang tertinggal jauh dari negara-negara lain, dan untuk kapitalisasi modal yang diperlukan untuk menyediakan pendidikan bermutu bagi jutaan penduduk usia pra-sekolah sampai penduduk usia pendidikan tinggi, Pemerintah Indonesia menetapkan pendidikan tinggi sebagai bidang usaha yang terbuka untuk penanaman modal asing, dan menjadi bagian dari paket kebijakan liberalisasi yang ditetapkan melalui UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing, dan Perpres No 77 tahun 2007 tentang Penetapan Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka untuk Penanaman Modal Asing 348 Meliberalisasi pendidikan tinggi dengan tetap mengacu pada SPN akan merusak nilai-nilai pendidikan Indonesia sendiri karena latar belakang dan tujuan pendidikan tinggi pada SPN dan GATS tidak sama. Pendidikan tinggi di dalam SPN yang sarat dengan nilai-nilai filosofis, budaya, religi, dan kebangsaan dilatarbelakangi oleh upaya mencerdaskan bangsa untuk mencapau tujuan pendidikan nasional; sementara pendidikan tinggi di dalam GATS adalah kmoditas yang dilator belakangi oleh motif ekonomi perdagangan. Oleh karena itu membiarkan nilai-nilai SPN diatur dengan ketentuan-ketentuan GATS akan membahayakan SPN itu. Tatjana Takševa mengingatkan . “ 348 The implications of this trend for higher education in a global society Perdagangan Pendidikan: Kontroversi Kebijakan Perdagangan Pendidikan. Diakses dari http:mansud. wordpress.com20091129perdagangan-pendidikan-kontroversi-kebijakan-perdagangan- pendidikan. pada tanggal 12 Juli 2012 Perpres No.77 tahun 2007 ini kemudian telah diubah dengan Perpres No. 36 tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, dimana pendidikan tinggi menjadi salah satu sektor atau bidang yang terbuka untuk penanaman modal asing dengan kepemelikian modal asing maksimum 49 dengan persyaratan perijinan khusus sebagaimana diatur di dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang SPN. Universitas Sumatera Utara need to be carefully evaluated for their impact on the traditional values associated with education in colleges and universities. ” 349 Pada sisi lain, sebagai anggota WTOGATS, Indonesia berkewajiban mematuhi segala kesepakatan yang sudah diambil, termasuk liberalisasi perdagangan jasa pendidikan tinggi. Selain ancaman terhadap nilai-nilai pendidikan nasional, bagi Indonesia sebagai negara hukum, ancaman atau resiko yang paling berbahaya adalah terjadinya pelanggaran konstitusi; sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa pendidikan tinggi di Indonesia adalah layanan publik governmental authority, sehingga pendidikan dalam bingkai SPN tidak dapat dianggap komoditas. Oleh karena itu, untuk memberi payung hukum pada perdagangan jasa pendidikan di Indonesia, Pemerintah harus terlebih dahulu memisahkan secara jelas pengaturan tentang SPN dan perdagangan jasa pendidian tinggi komersialisasi dalam rangka liberalisasi melalui undang-undang. SPN yang sarat dengan nilai-nilai filosofis, budaya, religi dan tujuan nasional Indonesia tidak dapat dicampuradukkan dengan liberalisasi pendidikan tinggi. Pencampuran keduanya dapat merugikan Indonesia karena komersialisasi pendidikan akan merusak SPN, dan juga mengesankan inkonsistensi Indonesia di dalam GATS. Sebagai contoh, pemberian beasiswa kepada calon mahasiswa yang tidak mampu merupakan amanat undang-undang dan demi kepentingan nasional, sementara GATS dapat menganggap kebijakan tersebut sebagai pelanggaran terhadap prinsip national treatment . 349 Tatjana Takševa Chorney. Op.Cit Universitas Sumatera Utara Aturan perundang-undangan pendidikan tinggi di Indonesia mengatur beberapa hal yang beraitan dengan dengan pendidikan asing. yang secara substansial jika dikaitkan dengan ketentuan GATS dapat dikategotikan sebagai barriers. Beberapa ketentuan tersebut dapat dilihat pada tabel berkut ini : Tabel 13. Beberapa Ketentuan dalam Aturan Perundang-undangan Pendidikan Tinggi domestic Regulation yang potensial sebagai barriers menurut GATS Agreement No Domestic Regulation Barrier Menurut GATS 1 Penyelenggaraan pendidikan asing hanya dapat dilakukan untuk program studi tertentu Pasal 90 Ayat 3 UU Pendidikan inggi Article XVI.2 c GATS 2 Penyelenggaran Pendidikan tinggi wajib bersifat badan hukum nirlaba Pasar 90 Ayat 4 huruf a Article XVI.2 e GATS 3 Mengutamakan dosen WNI Pasar 90 Ayat 4 huruf d Article XVI.2 d GATS 4 Mengikuti Standar Nasional Pendidikan Pasal 161 Ayat 3 huruf b PP No.17 tahun 2010 Article XVI.1 GATS 5 Mengikuti Akreditasi oleh BAN-PT Pasal 161 Ayat 3 huruf d PP No.17 tahun 2010 Article XVI.1 GATS 6 Mengikutsertakan Dosen WNI paling sedikit 30 Pasal 161 Ayat 7 PP No.17 tahun 2010 Article XVI.2 d GATS 7 Mengikutsertakan tenaga kependidikan WNI paling sedikit 80 Pasal 161 Ayat 8 PP No.17 tahun 2010 Article XVI.2 d GATS 8 PTN boleh memberikan beasiswa kepada warga Negara asing Pasal 53A ayat 5 PP No. 66 Tahun 2010. Article XVII.3 GATS National Treatment Sumber : Diolah dari berbagai aturan perundang-undangan Secara juridis, ketentuan-ketentuan tersebut di atas tidak dapat dikategorikan sebagai barriers karena pengaturan tersebut berada dalam ruang lingkup SPN yang tidak masuk dalam cakupan GATS. Namun negara mitra dagang Indonesia anggota WTO akan menganggap hal tersebut sebagai barriers dan oleh karenanya akan mendesak Pemerintah untuk menghilangkannya. Dalam hal yang demikian posisi Pemerintah akan menjadi dilematis, karena jika menghulangkan ketentuan tersebut maka akan merusak Universitas Sumatera Utara atau mengganggu kepentingan pendidikan nasional. Mengabaikan tuntutan asing tersebut akan mempersulit posisi Indonesia pada perdagangan sektor lainnya karena pembatasan yang sama akan doperlakukan pada sektor lainnya senagai balasan atas pembatasan tersebut. Oleh karena itu, hal terbaik yang dapat dilakukan Pemerintah adalah membuat paying hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur jasa pendidikan sebagai komoditas perdagangan di luar SPN. Dengan perkataan lain bahwa pendidikan tinggi sebagai layanan publik sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi dan aturan perundang- undangan harus diatur secara terpisah dengan pendidikan sebagai komoditas industry jasa pendidikan tinggi. Dengan adanya pengaturan yang terpisah sebagaimana dijelaskan di atas akan memberikan kepastian hukum bagi penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia baik penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagai layanan publik maupun sebagai komoditas. Penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagai layanan publik, di luar GATS, akan mengacu pada SPN, sedangkan penyelenggaraan industri jasa pendidikan tinggi akan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan bisnis dan sesuai dengan tuntutan GATS. Hal yang demikian akan memberi kepastian bagi investor pendidikan tinggi domestik maupun asing sehingga kedua sistim pendidikan tersebut dapat berjalan beriringan sesuai dengan sifatnya masing-masing. Universitas Sumatera Utara

2. Komersialisasi Pendidikan Tinggi

Komersialisasi adalah perbuatan menjadikan sesuatu sebagai barang dagangan. 350 Jane Knight menyatakan bahwa GATS telah melahirkan beberapa kecenderungan dalam praktik serta kebijakan pendidikan tinggi yaitu 1 commercialization 2. Privatization 3. Marketization dan 4. Liberalization. Berangkat dari defenisi tersebut, maka pengertian komersialisasi pendidikan adalah perbuatan menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan. Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan di dalam GATS bahwa pendidikan adalah komoditas yang dapat diperdagangkan. 351 Praktek komersilaisasi pendidikan sudah terjadi sebelum lahirnya GATS. “The roots of market-based education stretch as far back as classical Greece in the fifth century B.C., when proprietary schools and travelling teachers for hire, known as sophists, provided instruction to students willing to pay for their services. Kecenderungan- kecenderungan tersebut terjadi bahkan akan semakin kuat pada masa yang akan datang sesuai dengan tujuan GATS yang secara progressif memperluas cakupan liberaliasasi perdagangan jasa termasuk jasa pendidikan tinggi, 352 350 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta Gramedia.2008 Demikian juga di Indonesia, menurut Sosiolog dari Universitas Indonesia, Rochman Achwan, liberalisasi pendidikan tinggi di Indonesia sudah terjadi sejak tahun 1990an dimana Pemerintah melakukan pemotongan anggaran untuk pendidikan tinggi dan menuntut 351 Jane Knight. Op.Cit. Hal 47 352 Daniel L. Bennett, Adam R. Lucchesi, and Richard K. Vedder. Growth, Innovation and Regulation. A Policy Paper from the Center for College Affordability and Productivity July 2010. Diunduh dari http:heartland.orgsitesallmodulescustomheartland_migrationfilespdfs29010.pdf Universitas Sumatera Utara mereka untuk membiayai dirinya sendiri sehingga PTN membuka berbagai program ektension dengan bayaran yang lebih mahal dan proses seleksi yang lebih mudah. Hal ini memberi keuntungan bagi PTN tetapi mengorbankan PTS karena jumlah pendaftar menjadi berkurang. 353 Liqing Tao mengatakan komersilasasi pendidikan terjadi dalam dua tingkatan, yaitu pada tingkat administratif dan tingkat pengajaran administrative and instructional. Pada tingkat administratif, lembaga pendidikan dikelola sebagaimana layaknya perusahaan; berfokus pada penganggaran berbasis biaya budgetary cost-effect, adanya evaluasi produk dan lain-lain. Sementara pada level pengajaran, lembaga pendidikan menganggap proses belajar mengajar satu tahap memproduksi satu produk. 354 Brita Butler-Wall Ph.D. juga mengatakan bahwa praktek komersialisasi pendidikan terjadi dengan pemanfaatan lembaga pendidikan oleh perusahaan komersial. “ The commercialization of education, carried out by global corporations, is the practice of altering or disrupting the teaching and learning process in schools from kindergarten through college, by introducing advertising and other commercial activities in order to increase profit. 355 Larry mengatakan ada tiga alasan mengapa komersialisasi pendidikan terjadi, yaitu 353 Rochman Achwan. The Indonesian University: Living with Liberalization and Democratization. Diakses dari http:www.isa-sociology.orguniversities-in-crisis?p=767 desperation, market opportunities, and ideology . Desperation keputusasaan terjadi karena adanya pemotongan anggaran untuk pendidikan, sehingga orangtua, guru, 354 Liqing Tao, Margaret Berci and Wayne He. The Commercialization of Education. Diakses dari http:www.prolinkin.net?p=355 pada tanggal 13 September 2012 355 Brita Butler-Wall. Risks of Commercializing Education: Why We Need Commercial-Free Schools. Diakses dari http:www.scn.orgcccsrisks.pdf pada tanggal 12 September 2012 Universitas Sumatera Utara dan pengelola, walaupun tidak setuju dengan komersialisasi tersebut, menyadari tidak ada alternatif lain. Pada sisi lain perusahaan melihat bahwa lembaga pendidikan merupakan peluang pasar market opportunities, sehingga perusahaan-perusahaan besar memmanfaatkan lembaga pendidikan tersebut untuk menjaga loyalitas konsumen untuk jangka panjang. Ideologi neo-liberal ideology mempercayai bahwa pasarlah yang menentukan. Dengan ideologi ini peranan negara akan berkurang melalui pemotongan anggaran pada program yang dapat mengurangi ketimpangan ekonomi. 356 Zeynep Varoglu mengatakan bahwa pendidikan tinggi sudah menjadi ladang bisnis yang menjanjikan karena meningkatnya permintaan akan pendidikan tinggi dan pada sisi lain cross border education dalam berbagai bentuk juga meningkat. 357 Jane Knight bahkan mengatakan “Trade in higher education services is a billion dollar industry, including recruitment of international students, establishment of university campuses abroad, franchised provision and online learning.” 358 Hal ini tergambar dari 5 negara sebagai pengimport pendidikan. 356 Larry Kuehn. Op.Cit 357 Zeynep Varoglu. Op.Cit 358 Jane Knight. Trade in Higher Education Services: The Implications of GATS. The Observatory on Borderless Higher Education. March 2002. Hal 2 Diunduh dari http:www.unesco.orgeducation studyingabroadhighlightsglobal_forumgats_hejk_trade_he_gats_implications.pdf tgl 1 Mei 2012 Future outlook of International higher education students: top five source countries China Republic of Korea India Japan Greece 2000 218 437 81 370 76 908 66 097 60 486 2005 437 109 96 681 141 691 65 872 68 285 2010 760 103 114 269 271 193 68 544 73 399 2020 1 937 129 155 737 502 237 71 974 84 608 2025 2 973 287 172 671 629 080 73 665 89 903 11.0 3.1 8.8 0.4 1.6 a b b b b Country number of students growth rate Source : A .Bohm and others. Vision 2020: Forecasting International students mobility - A UK Perspective London, British Council.2004 Estimtaed Forecast a b Tabel 14. Gambaran Mahasiswa Internasional : 5 Negara Sumber Sumber : A.Bohn and others.Vision 2020.Forecasting International students mobility –A UK Perspective. London,British Council.2004 Universitas Sumatera Utara Dengan argumen-argumen di atas dikaitkan dengan kondisi pendidikan di Indonesia dimana penduduk usia pendidikan tinggi usia 19-24 thn yang berjumlah 24,8 juta dengan angka partisipasi perguruan tinggi yang baru sekitar 18 persen, maka Indonesia merupakan pasar yang sangat menggiurkan untuk pasar pendidikan tinggi. 359 Sebagaimana dijelaskan pada pembahasan tentang Pengaturan Penidikan Tinggi di Indonesia pada bab sebelumnya bahwa pendidikan tinggi di Indonesia sesuai dengan amanat konstitusi, UU No. 20 tahun 2003 tentang SPN, dan UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi merupakan layanan publik yang penyelenggaraannya merupakan governmental authority, maka pengaturan liberalisasi pendidikan tinggi yang dimaksud harus berada di luar SPN. Pengaturan liberalisasi pendidikan tinggi di dalam Atas dasar itu, pengaturan liberalisasi jasa pendidikan tinggi komersialisasi mutlak diperlukan tidak hanya untuk memenuhi kewajiban Indonesia sebagai anggota WTO, tetapi juga untuk melindungi masyarakat Indonesia sebagai konsumen jasa pendidikan tinggi internasional dan mendorong praktisi dan investor pendidikan tinggi Indonesia untuk ikut serta secara aktif terlibat dan mengambil manfaat dari liberalisasi pendidikan tinggi tersebut. 359 Menurut Laporan Bank Dunia “Era Baru dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia” yang terbit pada Juli 2007, volume pasar pendidikan Indonesia sekitar 2,8 persen dari PDB atau Rp. 76,2 trilyun pada 2004, termasuk pengeluaran Pemerintah Pusat dan daerah sebesar Rp. 62,5 triyun Pada 2007 total pengeluaran nasional untuk pendidikan berjumlah Rp. 126 trilyun dan pengeluaran pemerintah diperkirakan berjumlah Rp. 96 trilyun Baca: Perdagangan Pendidikan: KONTROVERSI KEBIJAKAN PERDAGANGAN PENDIDIKAN. Dapat diakses dari http:mansud. wordpress.com 20091129 perdaganganpendidikan-kontroversi-kebijakan-perdagangan-pendidikan Universitas Sumatera Utara SPN akan mengakibatkan konflik dalam sistim hukum; dimana substansi hukum yang sama akan mengatur dua objek hukum yang saling bertentangan. Oleh karena itu, sebagai perwujudan dari unifikasi dan harmonisasi hukum sebagai dampak GATS terhadap pengaturan pendidikan tinggi di Indonesia, pengelompokan grouping perguruan tinggi yang didasarkan pada sifat penyediaan jasa pendidikan tinggi tersebut mutlak dilakukan. Perguruan tinggi sebagai penyedia pendidikan tinggi sebagai layanan publik non pofit higher education provider tunduk pada ketentuan SPN, dan perguruan tinggi sebagai penyedia jasa pendidikan dalam kerangka liberalisasi perdagangan jasa internasional for profit higher education provider mengacu pada ketentuan GATS. Pengelompokan perguruan tinggi yang demikian dapat memberi kepastian bahwa Pemerintah tetap fokus pada tanggungjawabnya untuk mencerdaskan bangsa melalui SPN, dan pada waktu yang bersamaan secara konkrit mensukseskan tujuan GATS. Hal ini berarti bahwa Indonesia memerlukan legislasi yang baru yang khusus mengatur industri jasa pendidikan tinggi. Universitas Sumatera Utara

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan