Menurut paham Hukum Primat Internasional bahwa hukum nasional bersumber dari hukum internasional maka jika terjadi konflik diantara kedua hukum tersebut hukum
internasional harus menang dan tidak dapat dibatasi oleh aturan-aturan yang terdapat di dalam hukum nasional.
35
Berangkat dari teori tersebut di atas, maka tindakan Pemerintah Indonesia yang meratifikasi pembentukaan WTO melalui UU No.7 tahun 1994 berakibat pada
masuknya segala perjanjian yang terdapat di dalam WTO dalam hal ini GATS tersebut ke dalam sistem hukum Indonesia,.
Sedangkan menurut Hukum Primat Nasional bahwa hukum internasional bersumber dari hukum nasional dengan alasan bahwa tidak ada satu
organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara di dunia ini. Alasan kedua adalah bahwa yang menjadi dasar dari hukum internasional untuk mengatur
hubungan internasional merupakan wewenang negara-negara untuk mengadakan perjanjian-perjanjian internasional.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa pendidikan tinggi di Indonesia merupakan layanan publik, sementara dalam WTOGATS pendidikan tinggi merupakan
komoditas yang diliberalisasi dalam perdagangan internasional. Kedua fakta ini telah menimbulkan permasalahan hukum, dimana terjadi konflik dalam memandang
pendidikan tinggi, yaitu sebagai layanan publik domestic rule dan komoditas GATS.
2. Kerangka Konseptual
Di dalam penelitian hukum normatif maupun sosiologis atau empiris, dimungkinkan untuk menyusun kerangka konsepsionil yang didasarkan atau diambil dari peraturan
35
Boleslaw Adam Boczek.Op.Cit.
Universitas Sumatera Utara
perundang-undangan tertentu. Biasanya kerangka konsepsionil tersebut sekaligus merumuskan defenisi-defenisi tertentu yang dapat dijadikan pedoman operasionil di
dalam proses pengumpulan,analisis, dan konstruksi data.
36
a. Liberalisasi pendidikan adalah proses penghapusan atau pengurangan hambatan-hambatan dalam perdagangan jasa pendidikan secara internasional
dalam bentuk aturan perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan . Untuk menghindari
kesalahan misinterpretation, ada beberapa konsep yang perlu dijelaskan dalam penelitian ini, yaitu :
b. Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan
doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. c. Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan
tinggi. d. Pendirian Perguruan Tinggi adalah pembentukan akademi, politeknik, sekolah
tinggi,institut, atau universitas oleh nagara atau lembaga pendidikan asing di Indonesia.
e. General Agreement on Trade and Services GATS adalah perjanjian internasional dibidang perdagangan jasa yang dihasilkan oleh WTO sebagai
aturan perdagangan jasa internasional.
36
Soekanto .Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta.UI Press. 2007. Hal 137
Universitas Sumatera Utara
f. Modes of Supply adalah cara atau modus yang dipergunakan dalam melakukan perdagangan internasional dibidang jasa yaitu Cross border supply,
Consumption Abroad , Commercial Presence dan Presence of Natural Person.
g. Eksistensi artinya “hal berada, keberadaan”
37
G. Metode Penelitian
. Eksistensi pendidikantinggi asing yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah adalah keberadaan
pendidikan tinggi asing di Indonesia.
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah penelitian normatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat di dalam
peraturan perundang-undangan. Menurut Ronald Dworkin bahwa penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal yaitu penelitian yang menganalisis hukum baik
sebagai law as it is written in the book maupun law as it is decided by the judge through judicial process
.
38
Penelitian yang demikian dikenal sebagai penelitiam hukum normatif yang bersifat kualitatif.
39
37
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.Edisi keempat Jakarta:Gramedia Pustaka Jaya,2008
Penelitian hukum normatif bersifat kualitatif didasarkan pada alasan bahwa analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan
dinamis antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau
38
Ronald Dworkin, dalam Bismar Naution., Metode Penelitian Normatif dan Perbandingan Hukum. Makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada
MajalahAkreditasoi, Fakultas Hukum USU.TANGGAL 18 Pebruari 2003.Hal. 1
39
Ibid. Hal. 7
Universitas Sumatera Utara
modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan.
40
2. Sumber Data
Penelitian yuridis normatif lebih menekankan pada data sekunder atau data kepustakaan yang sumber datanya terdiri dari bahan hukum primer yakni bahan hukum
yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan SPN, pendidikan tinggi,dan perjanjian internasional pada perdagangan jasa, diantaranya adalah :
a. UUD 1945 b. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
c. UU No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi d. UU No. 7 tahun 1994 tentang Ratifikasi Perjanjian Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia Agreement on Establishing the World Trade Organization h. PP Nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
i. PP No. 66 tahun 2010 Tentang Perubahan atas PP No. 17 tahun 2010 Tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan j.
Kepmendikbud No. 234U2000 Tentang Pedoman pendirian perguruan tinggi k. GATS Agreement
Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, terdiri atas buku-buku teks, jurnal-jurnal, pendapat para ahli, makalah-
makalah, dan media internet.
41
40
Ibid. Hal. 38
Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang
41
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982, hal 24.
Universitas Sumatera Utara
memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum dan kamus hukum.
42
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dengan mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap
peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar, bahan kuliah yang relevan.
43
4. Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dipilah-pilah untuk mendapatkan pasal-pasal, kaidah-kaidah yang mengatur tentang pendidikan tinggi, penyelenggaraan
pendidikan asing, serta ketentuan-ketentuan dan aturan, prinsip perdagangan jasa di dalam GATS.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif yakni dengan memilih teeori-teori, asas-asas norma-norma, serta pasal-pasal yang terdapat di
dalam aturan perundang-undangan yang relevan, yaitu yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan tinggi baik yang diselenggarakan oleh PTN, PTS maupun
Perguruan Tinggi Asing PTA, serta pengaturan perdagangan jasa yang diatur di dalam GATS Agreement. Data tersebut dianalisis secara kualitatif dan dikemukakan dalam
bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data sehingga dapat member jawaban terhadap masalah yang telah dirumuskan.
42
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.Jakarta.PT Raja Grafindo Persada.2001 Hal. 195-196.
43
Ridwan, Metode Tehnik Menyusun Tesis, Bandung : Bina Cipta, 2004 hal 97.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENGATURAN PENDIDIKAN TINGGI SEBAGAI SUBSISTEM DARI SISTEM
PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA A. Sistem Pendidikan Nasional
Sistem Pendidikan Nasional SPN merupakan keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
44
Winch mengatakan “ The aims of any system of education tells us what it is for. Since they embody the fundamental purposes of education, they determine the character
of everything else; institutions, curriculum, pedagogy and assesment “. Di
dalam UU No.20 tahun 2003 tentang SPN tidak ditemukan penjelasan apa saja yang dimaksud dengan komponen-komponen tersebut. Namun dari beberapa pendapat
dibawah ini dapat dipahami apa saja yang dimaksud dengan komponen-komponen tersebut.
45
Promila Sarma mengelompokkan komponen-komponen pendidikan ke dalam tiga bagian besar, yaitu 1 orientation yang mencakup philosofi, hukum, pembiayaan,
organization yang mencakup struktur umum, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, media massa, 3 Operation yang terdiri dari peserta didik, pendidik,
Pendapat tersebut mengindikasikan bahwa komponen yang dimaksud diantaranya adalah tujuan
pendidikan, lembaga pendidikan, kurikulum, pengajaran, dan penilaian.
44
Pasal 1 ayat 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Tujuan pendidikan nasional yang dimaksud adalah berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
45
Chirstopher Winch dan John Gingell. The Key Concept in The Philosophy of Education. New York. Routledge. 1999 . Hal 10
Universitas Sumatera Utara
kurikulum, metode pengajaran, materi ajar, evaluasi dan ujian, bimbingan, supervisi, dan administrasi.
46
Rochmat Wahab juga mengatakan “ hakekat, tujuan, prinsip-prinsip, subjek , dan penyelenggaraan pendidikan nasional, disamping ketenagaan, kurikulum, kelembagaan,
evaluasi, dan partisipasi masyarakat merupakan hal penting diketahui dalam dalam memahami Sistem Pendidikan Nasional.
“
47
Sesuai dengan pemaparan di atas maka komponen-komponen SPN yang dimaksud adalah semua unsur dari SPN tersebut antara lain organisasi, kurikulum, pendidik,
peserta didik, landasan hukum, landasan philosofis, pendanaan, dan lain sebagainya dimana keseluruhannya saling terkait dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.
Santosh Kumar Madugula dari Research Scholar, Law Faculty, National University of Singapore
mengatakan bahwa: Every country has a unique higher education scenario and have experienced
different historical and contemporary developments that have lead the current governments to lay education policies that would best suit the ‘development’ or
other such macro level objectives. However, there are certain similarities among countries that have put them in similar state of affairs.
48
Apa yang disampaikan Santosh di atas menunjukkan bahwa sistim pendidikan nasional suatu negara dibentuk berdasarkan kebijakan politik suatu negara khususya
dalam bidang pendidikan yang disesuaikan dengan perkembangan negara tersebut untuk
46
Promila Sharma. Education Administration. Darya Gan.SB.Nangia.2007 Hal. 317
47
Rochmat Wahab. Mengkritisi Sistem Pendidikan Nasional, Aktualisasi Otonomi Pendidikan dan Alokasi Anggaran Pendidikan. Diakses dari http:staff.uny.ac.idsitesdefaultfilespenelitian
Rochmat20Wahab,20M.Pd.,MA.20Dr.20,20Prof.20SISTEM20PENDIDIKAN20NASIO NAL20-20IAI20Al-Ghazali.pdf pada tanggal 13 Agustus 2012
48
Santosh Kumar Madugula. Foreign University under WTO – GATS mechanism: Should WTO members of Pro-‘Education Services Liberalization’ allow Foreign Private Universities or Foreign
Public Universities . Diunduh dari http:www.intconfhighered.orgMadugula.doc pada tanggl 1 Juli 2012
Universitas Sumatera Utara
mencapai tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian, SPN suatu negara dapat dikatakan sebagai identitas nasional negara yang bersangkutan yang menjadikannya
berbeda dari sistim pendidikan negara lain.
1. Landasan filosofis, konstitusional dan teknis operasional SPN
Landasan filosofis pendidikan adalah asumsi filosofis yang dijadikan titik tolak dalam rangka studi dan praktek pendidikan, sedangkan landasan hukumyuridis
pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundangan yang berlaku yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan.
49
Asumsi-asumsi yang menjadi titik tolak dalam rangka pendidikan berasal dari berbagai sumber, dapat bersumber dari agama, filsafat, ilmu, dan hukum atau yuridis.
Berdasarkan sumbernya, jenis landasan pendidikan dapat diidentifikasi dan dikelompokkan menjadi: 1 landasan religius pendidikan, 2 landasan filosofis
pendidikan, 3 landasan ilmiah pendidikan, dan 4 landasan konstitusional pendidikan.
50
Pancasila adalah dasar dan ideologi negara sekaligus dasar filosofis negara sehingga Pancasila merupakan rujukan dari setiap materi muatan peraturan perundang-
undangan.
51
49
Y. Suyitno. Landasan filosofis pendidikan. Universitas pendidikan indonesia.2009 Diakses dari
Dengan demikian, pengaturan pendidikan nasional Indonesia harus merujuk pada Pancasila sebagai dasar filosofi negara dan itu berarti bahwa landasan filosofis
pendidikan nasional adalah Pancasila.
http:file.upi.eduDirektoriFIPJUR._PEDAGOGIK195009081981011Y._SUYITNOLANDASAN_ FILOSOFIS_PENDIDIKAN_DASAR.pdfY.
50
Suyitno. Ibid
51
Penjelasan Pasal 2 UU No.12 thn 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Universitas Sumatera Utara
Pancasila sebagai landasan filosofis negara mengandung arti bahwa pendidikan nasional Indonesia mencerminkan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila
tersebut. Dengan demikian, pendidikan nasional Indonesia adalah: 1. Pendidikan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Pendidikan yang berperikemanusiaan 3. Pendidikan yang mencerinkan persatuan Indonesia
4. Pendidikan yang berdasarkan pada kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam persmusyawaratan dan perwakilan demokratis
5. Pendidikan yang berkadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pendidikan nasional yang pancasilais di atas harus tercermin dalam setiap komponen pendidikan nasional lainnya, seperti kurikulum, pengelolaan, pendanaan, dan
lain sebagainya yang merupakan karaktristik atau ciri khas pendidikan nasional Indonesia dan membedakannya dari sistem pendidikan negara lain.
Pasal 3 UU No. 12 tahun 2011 mengamanatkan bahwa “ Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar
52
dalam Peraturan Perundang-undangan”.
53
Sebagai hukum dasar, maka UUD 1945
54
52
Norma dasar digunakan oleh Hans Kelsen untuk konstitusi yang merupakan norma tertinggi dalam sebuah negara. Segala norma khusus perundang-undangan yang diciptakan harus sesuai dengan norma
dasar tersebut. Lihat : Pengantar Teori Hukum oleh Hans Kelsen terjemah Siwi Purwandari terbitan Penerbit Nusa Mediaan, Hal..97.
menjadi acuan atau
53
Penjelasan Pasal 3 ayat 1 UU No. 12 tahun 2011
54
Bahwa yang dimaksud dengan UUD 1945 tidak semata pada pemahaman pasal-pasal di dalamnya, tetapi menurut Soepomo, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan dan Batang Tubuh. Pembukaan menjelaskan
pokok pikiran atau filosofi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Batang tubuh berisikan pasal-pasal yang menjelaskan pelaksanaan pokok-pokok pikiran atau filosofi Pembukaan UUD 1945
Putusan MK No. 11-14-21-126-136PUU-VII2009
Universitas Sumatera Utara
rujukan dari segala aturan perundang-undangan yang mengatur pendidikan landasan konstitusional .
Ketentuan-ketentuan yang merupakan kerangka dasar pendidikan di Indonesia yang tercantum di dalam UUD 1945 adalah BAB XA tentang Hak Asasi Manusia, dan
Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan. BAB XA terdiri dari 2 Pasal, yaitu Pasal 28C Ayat 1 yang menyatakan “ Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia” dan Pasal 28E Ayat 1 yang menyatakan “ Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Sedangkan Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan terdiri dari 1 Pasal, yaitu pasal 31 yang menyatakan bahwa :
Pasal 31 UUD 1945
55
1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. :
2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. 4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.
55
UUD 1945 Perubahan ke-4
Universitas Sumatera Utara
5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
Ketentuan Pasal 31 Ayat 3 diatas mengamanatkan bahwa pendidikan diselenggarakan dalam satu SPN yang diatur dalam undang-undang. Ketentuan tersebut
menjadi dasar bagi Pemerintah untuk mendesain Sistem SPN, yang saat ini telah ditentukan di dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang SPN. Undang-undang ini kemudian
berfungsi sebagai landasan operasional penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dimana di dalamnya telah ditetapkan dasar, fungsi, tujuan dan prinsip penyelenggaraan
nasional sebagai berikut : Dasar, fungsi dan tujuan
1. Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
56
2. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
57
Prinsip penyenggaraan :
58
1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. 2. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem
terbuka dan multimakna. 3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
56
Pasal 2 UU No. 20 tahun 2003 tentang SPN
57
Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang SPN
58
Pasal 4 UU No. 20 tahun 2003 tentang SPN
Universitas Sumatera Utara
4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran. 5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca,
menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. 6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Hubungan antara Pancasila sebagai landasan philosofis, UUD 1945 sebagai landasan konstitusional, dan UU No. 20 tahun 2003 tentang SPN sebagai landasan
operasional pendidikan di Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut:
Gbr 2. Hubungan Pancasila dan UUD 1945 dengan Pendidikan Nasional
Sumber : Diolah dari UU No.20 tahun 2003
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa UUD 1945 mengatur pendidikan dalam 2 konteks, yaitu pendidikan sebagai hak asasi manusia yang bersifat universal,
dan pendidikan nasional yang berkaitan dengan dengan hak dan kewajiban Pemerintah dan warga negara yang diseleggarakan dalam SPN. Maka yang dimaksud dengan
pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang diselenggarakan dalam SPN sebagaimana diamanatkan di dalam Pasal 31 Ayat 3 UUD 1945 dan telah diatur di
dalam UU No.20 tahun 2003 tentang SPN. PANCASILA
UU No.20 thn 2003 Ttg SPN
UUD 1945
Universitas Sumatera Utara
2. Struktur Pendidikan Nasional
Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional sebagaimana disebutkan di atas, pendidikan nasional disusun ke dalam beberapa jalur, jenjang, dan jenis.
59
Jalur pendidikan dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu jalur pendidikan nonformal,
informal, dan formal.
60
Pendidikan nonformal berfungsi sebagai sebagai pengganti, penambah, danatau pelengkap pendidikan formal bagi warga masyarakat.
61
Sesuai dengan fungsi tersebut, maka hasil proses pendidikan nonformal bak yang diselenggarakan oleh lembaga kursus
atau dan pelatihan dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dengan mengacu pada SNP. Program paket A yang diperoleh dari pendidikan nonformal, diakui setara dengan pendidikan dasar SD pada jalur formal,
Program paket B pendidikan nonformal, diakui setara dengan SMP pada jalur formal, dan Program paket C pendidikan nonformal, diakui setara dengan pendidikan menengah
atas SMA sederajat pada jaur formal.
62
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
63
59
Pasal 12 UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan dalam berbentuk kegiatan belajar secara
60
Pasal 15 UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
61
Pasal 26 ayat 1 UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan Nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan
kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang dilaksanakan dalam bentuk lembaga
kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
62
Pasal 1 ayat 7 dan 8 Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar.
63
Pasal 1 ayat 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Universitas Sumatera Utara
mandiri. Sebagaimana pendidikan formal, hasil pendidikan informal juga dapat diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai
dengan standar nasional pendidikan.
64
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
65
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah dan
diselenggarakan dalam bentuk SD dan MI atau bentuk lain yang sederajat, serta SMP dan MTs, atau bentuk lain yang sederajat
66
Pendidikan dasar merupakan prioritas di Indonesia karena selain sebagai hak warga negara, juga merupakan kewajiban bagi Pemerintah untuk membiayainya
.
67
, serta kewajiban bagi orangtua untuk memberikannya kepada anaknya.
68
1. Setiap warga negara Indonesia usia wajib belajar wajib mengikuti program wajib belajar.
Kewajiban ini ditegaskan kembali melalui Pasal 12 PP No. 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar :
2. Setiap warga negara Indonesia yang memiliki anak usia wajib belajar bertanggung jawab memberikan pendidikan wajib belajar kepada anaknya.
Ketentuan yang mewajibkan Pemerintah membiayai pendidikan dasar menunjukkan bahwa pendidikan dasar tersebut murni sebagai layanan publik dimana pendanaannya
ditanggung oleh Pemerintah. Dengan demikian, pendidikan dasar yang gratis bukan
64
Pasal 27 UU No.20 tahun 2003 tentang SPN
65
Pasal 1 ayat 11 UU No.20 tahun 2003 tentang SPN Selain berdsarkan jenjang, Pendidikan formal juga dikelompokkan berdasarkan jenisnya, yaitu
pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus Pasal 15 UU No.20 tahun 2003
66
Pasal 17 UU No.20 tahun 2003 tentang SPN
67
Pasal 31 ayat 2 UUD 1945
68
Pasal 7 ayat 2 UU No.20 tahun 2003 tentang SPN
Universitas Sumatera Utara
merupakan kebaikan atau prestasi pemerintah daerah tetapi hanya sebagai bentuk konsistensi pelaksanaan konstitusi; justru kalau ada lembaga pendidikan dasar yang
memungut biaya atau pemerintah daerah yang membiarkan hal tersebut terjadi merupakan pelanggaran terhadap konstitusi dan harus diberi sanksi, termasuk orangtua
yang tidak memberikan pendidikan dasar kepada anaknya. Pendidikan menengah sebagai lanjutan pendidikan dasar terdiri dari pendidikan
menengah umum dan menengah kejuruan yang diselenggarakan dalam bentuk SMA, MA, SMK, dan MAK, atau bentuk lain yang sederajat. UUD 1945 tidak mewajibkan
Pemerintah atau pemerintah daerah untuk membiayai pendidikan menengah ini sebagaimana halnya dengan pendidikan dasar. Namun demikian Pemerintah berusaha
meningkatkan akses pendidikan menengah ini melalui pemberian dana BOS.
69
Tidak adanya kewajiban konstitusional Pemda untuk mendanai atau memberikan pendidikan menengah secara gratis telah mengakibatkan issu ini menjadi bahan
kampanye calon kepala daerah. Dirjen Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan, Hamid Muhammad mengatakan bahwa hal tersebut merupakan praktik yang tidak sehat karena membuat masyarakat tidak mandiri.
70
Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan yang tertinggi setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, sarjana, magister, doktor, dan profesi,
serta spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi
71
69
Menguatkan Pendidikan Menengah. Diakses dari
Berdasarkan jenisnya,
http:edukasi.kompas.comread20111228 08301575Menguatkan.Pendidikan.Menengah Pada tanggal 20 Nop.2012.
70
Kampanye Sekolah Gratis tidak Mendidik. Diakses dari http:www.victorynewsmedia.com berita-12441-kampanye-sekolah-gratis-tidak-mendidik.html pada tanggal 10 Desember 2012
71
Pasal 1 ayat 2 Undang-undang No12Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
Universitas Sumatera Utara
pendidikan tinggi dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu pendidikan akademik, vokasi, dan profesi.
Pendidikan akademik diarahkan pada penguasaan dan pengembangan cabang ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara pendidikan vokasi diarahkan untuk
menyiapkan mahasiswa untuk pekerjaan dengan keahlian terapan, dan pendidikan profesi untuk menyiapkan mahasiswa dalam pekerjaan yang memerlukan persyaratan
keahlian khusus.
72
Masing-masing jenjang dan jalur pendidikan sebagaimana dijelaskan di atas dikelola dan diselenggarakan oleh organ-organ atau struktur tersendiri yang merupakan
bagian dari struktur pendidikan yang tanggungjawabnya ada pada Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang pendidikan, dalam hal ini Kemendikbud. Walaupun
masing-masing jenjang dan jenis pendidikan tersebut di kelola dan diselenggarakan oleh organ-oragan tersendiri, namun semuanya merupakan bagian atau subsistem dari SPN
sehingga penyelenggaraanya bermuara pada satu tujuan yaitu tujuan pendidikan nasional.
Sama halnya dengan pendidikan menengah, UUD 1945 tidak mewajibkan Pemerintah untuk membiayai pendidikan tinggi ini.
Prase “berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia” menegaskan bawah penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia harus berkarakter kebudayaan Indonesia, walaupun tidak ada penjelasan atau
pengertian yang lebih luas tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi yang “berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia.
72
Pasal 15-17 Undang-Undang No12 tentang Pendidikan Tinggi
Universitas Sumatera Utara
Struktur dari keseluruhan pendidikan nasional tersebut diatas dapat digambarkan sebagai berikut :
Gbr.2.
Sumber : Kementerian Pendidikan Nasional.2007 PERGURUAN TINGGIPTAI PASCA SARJANA
Higher EducationIslamic HE Post Graduate Perguruan Tinggi PT AI SarjanaDiploma
Higher Education Islamic HE GraduateDiploma Sekolah Menengeha
Senior Secondary School
Atas Kejuruan General
Vocational MA
Islamic General
SMA
General
MAK
Islamic Vocational
SMK
Vocational
MAGANG Apremticeship
PAKET C Packet C
MTs Islamic Junior
Secondary School SMP
Junior Secondary School
PAKET C Packet C
MI Islamic Primary
School SD
Primary School
PAKET A Packet A
BARA Islamic Kindergarten
TK Kindergarten
Kelompok Bermain
Play Group
Taman Penitipan Anak
Day Care Center
Sumber : Ministry of National Education.2007
Usia Age
Pendidikan Sekolah School Education
Pendidikan Luar Sekolah Out-Off School Education
Nonformal Informal
Struktur Pendidikan Indonesia
Gbr 3. Struktur Pendidikan Indonesia
Universitas Sumatera Utara
B. Pengaturan Pendidikan Tinggi Sebagai Subsistem Pendidikan Nasional 1. Perkembangan regulasi pendidikan tinggi di indonesia
Hukum diperlukan untuk menjaga ketertiban dalam masyarakat karena hukum merupakan kontrol sosial dari Pemerintah. “Law itself is a sosial control.
73
Permasalahan yang dihadapi suatu negara senantiasa akan berubah seiring dengan perkembangan jaman karena masing-masing zaman memiliki tantangan dan
permasalahan sendiri-sendiri, termasuk dalam bidang pendidikan tinggi. Dalam hal demikian, di negara yang berdasarkan hukum seperti Indonesia, hukum hadir sebagai
sebagai instrumen untuk beradaptasi terhadap perkembangan tersebut, dan sebagai alat membuat masyarakat berdaptasi terhadap perubahan tersebut law as a sosial
engineering .
Dengan demikian, aturan hukum dalam bidang pendidikan tinggi merupakan kontrol sosial
Pemerintah terhadap pelaksanaan pendidikan tinggi guna mencapai tujuan pelaksanaa pendidikan tinggi tersebut.
Di awal kemerdekaan Indonesia, khususnya setelah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Pemerintah Republik Indonesia, Pemerintah mengeluarkan UU
Darurat Uudrt Nomor 7 Tahun 1950 71950 tentang Perguruan Tinggi yang bertujuan untuk menyesuaikan segala aturan yang sudah ada sebelumnya dengan situasi
negara pada saat itu dibawah Republik Indonesia Serikat.“ Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia Serikat diwajibkan mengambil segala
tindakan dalam waktu sependek-pendeknya dengan, jika perlu, menyimpang dari
73
Donald Black. The Behaviour of law. Special edition. Bingley.Emeral.2010.Hal 6
Universitas Sumatera Utara
segenap peraturan-peraturan”
74
Keterlibatan Masyarakat dalam upaya mencerdaskan bangsa melalui pendirian PTS sudah terjadi sejak dulu. Untuk menciptakan ketertiban dalam pengelolaan PTS
tersebut, Pemerintah secara bertahap mulai menata PTS melalui peraturan perundang- undangan, salah satunya melalui PP No. 23 Tahun 1959 Tentang Peraturan Ujian
Negara Untuk Memperoleh Gelar Universiter Bagi Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta. Di dalam peraturan tersebut diatur bahwa persyaratan bagi mahasiswa PTS
untuk mengikuti ujian negara adalah: Hal ini berarti bahwa konsep pendidikan yang
diberlakukan selama masa penjajahan harus segera diganti dengan konsep pendidikan yang sesuai dengan budaya dan kepentingan Indonesia pada saat itu.
75
a. berasal dari Perguruan Tinggi Swasta yang memenuhi syarat;
76
b. berijazah negeri Sekolah Menengah Umum tingkat Atas; c. telah mengikuti pendidikan dengan teratur pada Perguruan Tinggi Swasta
sekurang-kurangnya 4 empat tahun untuk ujian universiter sarjana atau sekurang-kurangnya 2 dua tahun, untuk.ujian universiter sarjana muda;
d. dan telah lulus dalam ujian sarjana atau sarjana muda pada Perguruan Tinggi Swasta;
e. menyampaikan keterangan tentang hasil-hasil yang dicapai bagi tiap jenis ujian pada Perguruan Tinggi Swasta kepada Panitia Ujian.
f. membayar uang ujian yang jumlahnya ditetapkan oleh Menteri.
74
Pasal 1 UU Darurat Uudrt Nomor 7 Tahun 1950 71950 Tentang Perguruan Tinggi
75
Pasal 7 Ayat 1 PP No. 23 Tahun 1959 Tentang Peraturan Ujian Negara Untuk Memperoleh Gelar Universiter Bagi Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta.
76
Pasal 8 PP No. 23 Tahun 1959 Tentang Peraturan Ujian Negara Untuk Memperoleh Gelar Universiter Bagi Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta .
Perguruan Tinggi Swasta yang memenuhi persyaratan adalah :a. perguruan tinggi tersebut berbentuk suatu badan hukum, yayasan atau perhimpunan yang telah diakui oleh Pemerintah; b. telah
didaftarkan pendiriannya pada Kementerian dan telah beIjalan sekurang-kurangnya selama 3 tahun; c. tata pelajaran bagi tiap cabang; ilmu pengetahuan sama dengan tat a pelajaran pada Fakultas Negara; dan
d. susunan tenaga pengajar sama dengan susunan tenaga pengajar pada Fakultas Negara dan mutu kecakapannya diakui oleh Fakultas Negara.
Universitas Sumatera Utara
Mahasiswa yang berhak mengikuti ujian negara adalah mereka yang lulus dari universitas yang memenuhi persyaratan, yaitu :
a. Perguruan tinggi tersebut berbentuk suatu badan hukum, yayasan atau perhimpunan yang telah diakui oleh Pemerintah;
b. Telah terdaftar pada Kementerian dan telah berjalan sekurang-kurangnya selama 3 tahun;
c. Mata pelajaran bagi tiap cabang ilmu pengetahuan sama dengan tata pelajaran pada Fakultas Negara;
d. Susunan tenaga pengajar sama dengan susunan tenaga pengajar pada Fakultas Negara dan mutu kecakapannya diakui oleh Fakultas Negara.
Upaya Pemerintah dalam menciptakan ketertiban dalam penyelenggaraan PTS telah melahirkan diskriminasi negara terhadap warga negara. Warga negara yang menempuh
pendidikan tinggi pada PTS harus menempuh prosedur yang lebih panjang dimana mereka harus mengikuti ujian negara untuk mendapatkan gelar.
Tahun 1961, Pemerintah kemudian melakukan penyempurnaan terhadap aturan perguruan tinggi ini melalui UU No. 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi.
Lahirnya undang-undang ini merupakan satu kemajuan dalam sejarah perkembangan pendidikan tinggi di Indonesia karena untuk pertama kalinya tujuan pendidikan tinggi
dirumuskan berdasarkan undang-undang, yaitu :
77
1. Membentuk manusia susila yang berjiwa Pancasila dan bertanggung jawab akan terwujudnya masyarakat sosialis Indonesia yang adil dan makmur, materiil dan
spiritual: 2. Menyiapkan tenaga yang cakap untuk memangku jabatan yang memerlukan
pendidikan tinggi dan yang cakap berdiri sendiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan;
3. Melakukan penelitian dan usaha kemajuan dalam lapangan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan kehidupan kemasyarakatan.
77
Pasal 2 Konsideran UU No. 22 tahun 1961
Universitas Sumatera Utara
Peranan pendidikan tinggi dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan bangsa serta sebagai motor pembangunan nasional telah ditegaskan dalam undang-undang
pendidikan tinggi ini. Di dalam pertimbangannya disebutkan bahwa pembuatan undang- undang tersebut:
78
1. Untuk kepentingan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan kebudayaan kebangsaan Indonesia umumnya, kemajuan rakyat di bidang pendidikan dan
pengajaran khususnya, terutama dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional semesta berencana.
2. Sebagai aturan hukum bagi pendidikan tinggi dalam melaksanakan manifesto politik Republik Indonesia sebagai garis-garis besar haluan Negara, khususnya di
bidang pendidikan.
Diskriminasi terhadap PTS masih dipertahankan dalam undang-undang ini, dimana PTS masih dianggap sebagai perguruan tinggi yang belum mampu berdiri
sendiri. Hal ini terlihat dari adanya kastanisasi terhadap PTS melalui pemberian status Terdaftar, Diakui, dan Disamakan,
79
serta dibentuknya Lembaga Perguruan Tinggi Swasta L.P.T.S.
80
oleh Pemerintah untuk membimbing dan mengawasi PTS dalam penyelenggaraan pendidikan.
81
78
Konsideran UU No. 22 tahun 1961
79
Pasal 25 UU Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi
80
Organ LPTS bertugas antara lain :a. memberikan bimbingan kepada dan pengawasan atas penyelenggaraan Perguruan Tinggi Swasta, b. Mengusulkan kenaikan status perguruan tinggi swasta, c.
Melaporkan dan mengusulkan penutupan Perguruan tinggi Swasta yang menyalahi Dasar dan haluan Negara atau tidak mempunyai kemampuan materiilpersonilspiritual untuk menyelenggarakan pendidikan
dan pengajaran tinggi.d. Memberi pertimbangan kepada Menteri untuk penggabungan beberapa Perguruan Tinggi Swasta.
81
Pasal 24 UU Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi Pada tahun 01 Feb 1968 dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 1PK1968
dibentuk 5 L.P.T.S. yang diberi nama Koperti. Tanggal 17 April 1975 Koperti diubah menjadi Kopertis dan jumlahnya menjadi 7 tujuh. Tgl 19 Feb 1982 dengan Kepmendikbud no. 06201982 diperluas
menjadi 9 sembilan Kopertis dan terakhir pada tgl 15 Maret 1990 dengan kepmendikbud No. 013501990 menjadi 12 Kopertis yang dipertahankan sampai sekarang Baca : SEANDAINYA
KOPERTIS TAK ADA LAGI… dapat diakses dari http:www.kopertis12.or.id 2011 0428seandainya- kopertis-tak-ada-lagi.html
Universitas Sumatera Utara
PTS akan mendapat status Terdaftar jika Pendiri telah memberitahukan tentang berdirinya PTS tersebut kepada Menteri dengan menyampaikan akte notaris pendirian
badan hukum yang menyelenggarakannya, anggaran dasar, harta kekayaan danatau sumber pendapatan yang diperuntukkan penyelenggaraan perguruan tinggi tersebut,
rencana pelajaran dan daftar tenaga pengajar yang memuat riwayat pendidikan dan pekerjaan masing-masing pengajar serta pelajaran yang diberikannya paling lama enam
bulan terhitung mulai PTS tersebut didirikan.
82
PTS dengan status Terdaftar tidak dapat melakukan ujian secara mandiri. Sedangkan PTS dengan status Diakui telah berhak
menyelenggarakan ujian sendiri dengan pedoman dan pengawasan Menteri, dan ijazahnya mempunyai nilai sama dengan ijazah PTN, sedangkan PTS dengan status
Disamakan berhak menyelenggarakan ujian dan promosi sendiri dengan akibat yang sama dengan ujian dan promosi pada PTN .
83
Secara berjenjang, PTS Terdaftar dapat ditetapkan menjadi Diakui, dan PTS Diakui dapat di tetapkan menjadi Disamakan oleh
Menteri atas usul LPTS.
84
Bentuk perguruan tinggi yang ditetapkan dalan undang-undang ini adalah Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi, atau bentuk lain yang ditetapkan dengan
peraturan pemerintah .
85
82
Pasal 26 UU Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi
Universitas dan Institut negeri dipimpin oleh presiden universitasinstitut yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri
setelah mendengar pertimbangan Senat. Sedangkan Sekolah tinggi dan akademi dalam
Jika pendiri tidak melaporkan perihal pendirian perguruan tinggi tersebut dalam waktu yang ditetapkan, maka Pemerintah dapat menetapkan ancaman pidana kepada Pendiri perguruan tinggi tersebut.
Kelalaian dalam pelaporan tersebut termasuk pada kategori kejahatan
83
Pasal 26 UU Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi
84
Pasal 27 UU No. 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi
85
Pasal 6 UU No. 22 tahun 1961tentang Perguruan Tinggi
Universitas Sumatera Utara
lingkungan suatu departemen lain dari Departemen Perguruan Tinggi dan Ilmu pengetahuan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu
Pengetahuan atas usul Menteri yang bersangkutan. Pendirian PTS pada masa ini lebih gampang karena badan hukum swasta penyelenggara PTS dapat menyelenggaran
pendidikan tinggi terlebih dahulu baru kemudian dalam waktu paling lama 3 bulan setelah penyelenggaraan pendidikan tinggi tersebut wajib dilaporkan kepada
Pemerintah. Semakin maraknya kehadiran PTS pada masa itu, maka untuk melindungi warga
negara dari penyelenggaraan PTS yang tidak bertanggung jawab, Pemerintah mengeluarkan aturan baru dalam hal pendirian PTS, yaitu Perpres No. 15 Tahun 1965
Tentang Pendirian Perguruan Tinggi Swasta .
86
Untuk memenuhi tuntutan revolusi Indonesia pada tahun 1960an, Penyelenggaraan pendidikan tinggi
semakin diperketat dimana masyarakat yang ingin menyelenggarakan pendidikan tinggi harus terlebih dahulu mendapatkan ijin tertulis dari Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu
Pengetahuan.
87
86
Konsideran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1965 Tentang Pendirian Perguruan Tinggi Swasta
Presiden kemudian mengeluarkan Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1965
Tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila. Dinyatakan bahwa pendidikan merupakan bagian integral dalam revolusi sehingga pendidikan harus
difungsikan sebagai:
87
Konsideran Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila
Universitas Sumatera Utara
1. Pembina manusia Indonesia baru yang berakhlak tinggi. 2. Produsen tenaga kerja dalam semua bidang dan tingkatan.
3. Lembaga pengembang Kebudayaan Nasional. 4. Lembaga pengembang ilmu pengetahuan, teknik dan fisikmental.
5. Lembaga penggerak seluruh kekuatan rakyat.
Tujuan pendidikan nasional dimulai dari pendidikan prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi yang dimaksudkan untuk melahirkan warganegara-warganegara sosialis
Indonesia yang susila, yang bertanggung-jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spirituil maupun materiil dan yang berjiwa Pancasila.
Kehidupan berbangsa dan bernegara pada masa itu dimana politik merupakan panglima sangat terasa termasuk dalam bidang pendidikan. Hal ini terlihat dari susunan
anggota Majelis Pendidikan Nasional sebagaimana diatur di dalam
Kepres No. 14 tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional
, dimana para anggotanya terdiri dari semua unsur, yaitu MenkoMenteri yang mempunyai hubungan dengan Pendidikan dan Wakil
Komisi Pendidikan D.P.R.-G.R, partai politik, yaitu wakil-wakil semua Partai Politik yang sah, golongan fungsionil, yaitu wakil-wakil dari Tani, Buruh, Pegawai, Pengusaha
Nasional, Angkatan Bersenjata, Alim Ulama, Angkatan 45, Cendekiawan, GuruPendidikan, BudayawanSeniman, Wartawan, Pemuda, Mahasiswa, Pramuka,
daerah, yaitu wakil-wakil dari: Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Irian Barat.
Untuk meningkatkan penyelenggaraan dan pembinaan pendidikan tinggi sesuai dengan perkembangan universitasinstitut negeri, Pemerintah kemudian mengeluarkan
PP No. 5 Tahun 1980 tentang Pokok-pokok Organisasi UniversitasInstitut Negeri yang
Universitas Sumatera Utara
mengatur tentang Kedudukan, tugas pokok dan fungsi universitasinstitut, susunan organisasi universitasinstitut, tatakerja universitasinstitut, kedudukan dan tugas rektor
dan pembantu rektor, biro, Fakultas, Jurusan, Lembaga Pengabdian pada Masyarakat, dan lain-lain. Pada tahun 1981, Pemerintah mengeluarkan lagi PP No. 27 tahun 1981
tentang Penataan Fakultas Pada UniversitasInstitut Negeri. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan tinggi, dan
sebagai penghargaan terhadap usaha-usaha positif yang dilakukan oleh PTS dalam melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi, Pemerintah kemudian mengeluarkan PP
No. 39 Tahun 1982 Tentang Pemberian Bantuan Kepada Perguruan Tinggi Swasta. Untuk mendapatkan bantuan tersebut, PTS harus mengajukan permohonan kepada
Menteri
88
dan memenuhi persyaratan, yaitu :
89
1. Telah memiliki status dari Menteri; 2. Telah dinilai cukup memiliki potensi dan secara riil telah menunjukkan
usaha-usaha pengembangan yang positif; 3. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4. Jumlah penerimaan uang yang lebih kecil dari biaya minimum perguruan tinggi;
5. Memiliki sekurang-kurangnya 2 dua orang tenaga pengajar biasa yang diangkat oleh Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta serta memiliki
kewenangan mengajar
Untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan perkembangan pendidikan nasional sebagai satu sistem guna memantapkan ketahanan nasional serta mewujudkan
masyarakat maju yang berakar pada kebudayaan bangsa dan persatuan nasional yang berwawasan Bhinneka Tunggal Ika berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pada tahun
88
Pasal 7 PP Nomor 39 Tahun 1982 Tentang Pemberian Bantuan Kepada PTS
89
Pasal 4 PP Nomor 39 Tahun 1982 Tentang Pemberian Bantuan Kepada PTS
Universitas Sumatera Utara
1989, Pemerintah memberlakukan UU No. 2 tahun 1989 tentang SPN.
90
Proses pengusulan pendirian Perguruan Tinggi yang didirikan oleh Pemerintah dan Masyarakat meliputi :
Setelah berlakunya UU No. 2 tahun 1989 ini, beberapa perubahan yang signifikan terjadi, antara
lain melalui PP No. 30 tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi. Melalui Peraturan pemerintah ini, proses pengusulan PTN dan PTS sudah diatur bersamaan.
91
1. Rencana induk pengembangan; 2. Kurikulum;
3. Tenaga kependidikan; 4. Calon mahasiswa;
5. Sumber pembiayaan; 6. Sarana dan prasarana;
7. Penyelenggara perguruan tinggi.
Selain dalam hal pendirian, dalam hal pengawasan juga Pemerintah sudah memperlakukan PTN dan PTS sama. Hal ini terlihat dari Pasal 121 PP No. 30 tahun
1990 yang menyebutkan bahwa : 1. Menteri menetapkan tata cara pengawasan mutu dan efisiensi semua
perguruan tinggi. 2. Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan
penilaian berkala yang meliputi kurikulum, mutu dan jumlah tenaga kependidikan, keadaan mahasiswa, pelaksanaan pendidikan, sarana dan
prasarana, tatalaksana administrasi akademik, kepegawaian, keuangan, dan kerumahtanggaan.
3. Penilaian sebagaimana dimaksud alam ayat 2 dilakukan oleh badan akreditasi yang diangkat oleh Menteri.
4. Menteri menetapkan langkah-langkah pembinaan terhadap perguruan tinggi berdasarkan hasil pengawasan mutu dan efisiensi.
90
Dengan berlakunya UU No. 2 rathun 1989 ini maka beberapa peraturan mengenai pendidikan tinggi dinyatakan tidak berlaku lagi, yaitu UU No. 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi, UU Nomor
14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional dan UU Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila
91
Pasal 115 PP No. 30 tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi
Universitas Sumatera Utara
Di dalam peraturan pemerintah ini, pendirian perguruan tinggi asing atau penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh pihak asing tidak diizinkan. Di dalam Pasal 120
dikatakan : 1. Pihak asing dilarang mendirikan perguruan tinggi atau menyelenggarakan
pendidikan tinggi di wilayah Republik Indonesia. 2. Larangan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
meliputi penerimaan mahasiswa, proses belajar mengajar, penilaian hasil belajar mengajar, dan upacara pemberian ijazah kepada peserta program yang berhasil
yang biasa disebut wisuda.
Walaupun kehadiran PTA dilarang, namun kerja sama dengan PTA diperbolehkan dalam bentuk :
92
1. Tukar menukar dosen dan mahasiswa dalam penyelenggaraan kegiatan akademik;
2. Pemanfaatan bersama sumber daya dalam pelaksanaan kegiatan akademik; 3. Penerbitan bersama karya ilmiah;
4. Penyelenggaraan bersama seminar atau kegiatan ilmiah lain; 5. Bentuk-bentuk lain yang dianggap perlu.
Penyempurnaan terhadap PP No. 30 tahun 1990 ini dilakukan dengan mengeluarkan PP No. 57 tahun 1998. Perubahan antara lain menyangkut tentang
diberikannya kemungkinan bagi Pemerintah untuk membatalkan pengangkatan rektor ketuadirektur pada perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Masyarakat jika dalam
pengangkatan tersebut tidak memenuhi persyatatan. Perubahan dilakukan kembali tahun 1999 dengan mengeluarkan PP No. 60 Tahun
1999 Tentang Pendidikan Tinggi. Beberapa perubahan antara lain mengenai masa jabatan Dekan dan ketua program studi yang sebelumnya 3 tahun menjadi 4 tahun,
92
Pasal 122 PP No. 30 tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi
Universitas Sumatera Utara
jenjang jabatan akademik dosen, dimana pada PP No. 30 tahun 1990 hanya terdiri dari Asisten, Lektor dan Professor menjadi Asisten, Lektor, Lektor Kepala dan Professor.
Melalui peraturan pemerintah ini, perguruan tinggi asing sudah dapat diselenggarakan di Indonesia melalui pendirian perguruan tinggi baru secara patungan
dengan mitra kerja Indonesia, dengan mengikuti sistem pendidikan serta syarat dan tata cara pendirian yang berlaku bagi pendidikan tinggi Indonesia.
93
Niat Pemerintah untuk memberikan otonomi kepada PTN melalui PP No. 60 tahun 1999 ini mulai muncul. Disebutkan bahwa perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah yang telah mampu dan layak untuk dikelola secara mandiri dapat ditetapkan status hukumnya menjadi Badan Hukum yang mandiri.
94
Penetapan PTN yang sudah mapan menjadi PT-BHMN dilatar belakangi oleh pemikiran untuk menciptakan PTN sebagai kekuatan moral yang mandiri dan otonom
Hal ini kemudian ditindak lanjuti dengan mengeluarkan PP No. 61 Tahun 1999 tentang Badan Hukum Milik
Negera BHMN.
95
guna meningkatkan daya saing nasional dalam rangka mengantisipasi proses globalisasi yang semakin kompetitif. PTN yang akan ditetapkan menjadi PT-BHMN harus
memenuhi persyaratan, yaitu PTN yang efisien dan berkualitas, memenuhi standar minimum kelayakan finansial, serta telah mampu menerapkan prinisp prinsip ekonomis
dan akuntabilitas.
96
93
Pasal 125 PP No. 60 tahun 1999 tentang Perguruan Tinggi
94
Pasal 123 PP No. 60 tahun 1999
95
Konsideran PP No. 61 tahun 1999 tentang Badan Hukum Milik Negara
96
Pasal 4 Ayat 3 PP No. 61 tahun 1999 tentang Badan Hukum Milik Negara
Universitas Sumatera Utara
Sejak diberlakukannya PP No. 61 tahun 1999 ini, Pemerintah telah menetapkan tujuah 7 PTN menjadi PT-BHMN, yaitu Universitas Indonesia melalui PP No. 152
Tahun 2000, Universitas Gadjah Mada
melalui
PP No. 153 Tahun 2000, Institut Pertanian Bogor
melalui
PP No. 154 Tahun 2000, Institut Teknologi Bandung
melalui
PP No. 152 Tahun 2000, dan Universitas Sumatera Utara, berdasarkan PP No. 56 Tahun
2003, Universitas Pendidikan Indonesia berdasarkan PP No. 6 Tahun 2004, dan Universitas Airlangga yang ditetapkan berdasarkan PP No. 30 Tahun 2006.
Sebagian kelompok masyarakat menolak status BHMN ini karena adanya kekhawatiran akan terjadinya privatisasi dan komersialiasasi dalam penyelenggaraan
pendidikan tinggi yang berakibat pada mahalnya uang kuliah khususnya pada PTN favorit.
97
Menurut Perhimpunan Pemuda Indonesia di berbagai bahwa BHMN merupakan trik baru liberalisasi PTN supaya PTN bisa mencari uang tambahan sendiri
dari luar kas negara.”
98
. Namun hal tersebut dibantah oleh Sofian Effendi.
99
Salah satu dasar pertimbangan dibuatnya UUSPN adalah untuk mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan tersebut khususnya dalam hal
pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan.
100
97
Masalah Pendidikan di Indonesia. Diakses dari
. Salah satu cara yang dianggap dapat mewujudkan hal tersebut adalah dengan mewajibkan semua satuan pendidikan berbentuk badan hukum
http:gurupintar.ut.ac.idcomponentcontent article177-masalah-pendidikan-di-indonesia.html Pada tanggal 10 Septemerb 2012.
98
Naskah Kerja. PENDIDIKAN TINGGI DI EROPA:Pengalaman dan Masukan dari PPI Prancis, PPI Belgia, PPI Jerman dan PPI Swiss untuk Pendidikan Tinggi Di Indonesia. Diakses dari
http:xa.yimg.comkqgroups163493241234197311nameNaskah+Kerja.pdf pada tanggal 20 September 2012
99
Sofian Effendi. Meluruskan Makna Pt-BHMN. diakases dari http:Sofian.Staff.Ugm.Ac.Id ArtikelMeluruskan-Makna-Pt.Pdf tanggal 23 Agustus 2012.
100
Konsideran UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Universitas Sumatera Utara
pendidikan sebagaimana diatur di dalam Pasal 53 Ayat 1 UUSPN.
101
Walaupun undang-undang ini dilandasi oleh prinsip-prinsip nirlaba, akuntabilitas, transparan, jaminan mutu, dan lain-lain, beberapa kelompok masyarakat tetap
menolaknya dengan kekhawatiran akan terjadinya komersialiasasi pendidikan. Pasal ini yang
kemudian menjadi dasar dibuatnya UU No 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan UUBHP.
102
Isu lainnya adalah adanya kesan negara hendak melepaskan tanggung jawab
konstitusionalnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
103
“ UU Badan Hukum Pendidikan memiliki roh kongsi dagang, mengingat lebih banyak mengacu kepada Washington Consensus dan
ditindaklanjut dari persetujuan WTO dan GATS.”
104
Kecurigaan bahwa UUBHP ini mendukung liberalisasi dan komersialisasi pendidikan yang akan menghapus hak
masyarakat yang kurang namun memiliki potensi akademik tinggi untuk mendapatkan pendidikan dibantah oleh Nurdin.
105
101
Di dalam Penjelasan Pasal 53 UU No. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa “ Badan hukum pendidikan dimaksudkan sebagai landasan hukum bagi penyelenggara danatau satuan pendidikan, antara
lain, berbentuk badan hukum milik negara BHMN.
Bantahan akan terjadinya komersialialisasi pendidikan tersebut juga dibantah oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Ketentuan ini mensyaratkan bahwa hanya ada satu bentuk badan hukum yang dapat menyeneggarakan pendidikan formal, yaitu BHMN. Ketentuan ini kemudian dinyatakan tidak mempunyai
kekuatan hukum dibatalkan oleh MK dengan nomor putusan 11-14-21-126-136PUU-VII2009.
102
UU BHP: Liberalisasi dan Komersialisasi Pendidikan? Diakses dari http:forum.kompas. com sekolah-pendidikan11589-uu-bhp-liberalisasi-dan-komersialisasi-pendidikan.html pada tanggal 10
Oktober 2012
103
Eko Prasojo . Kontroversi UU BHP. Diakses dari http:enewsletterdisdik.wordpress.com2008 1221kontroversi-uu-bhp Tanggal 8 Agustus 2012.
104
Stefanus Hironimus Pita. Perlawanan Serikat Mahasiswa Indonesia terhadap Neo-Liberalisme Pendidikan UWMY.Yogyakarta. 2009, hal. 17.
105
Nurdin. Jurnal Administrasi Pendidikan.USU. Vol. IX No. 1 April 2009. Hal 48
Universitas Sumatera Utara
“ UU BHP tidak melegalisasi komersialisasi pendidikan di Indonesia. Perguruan tinggi dilarang mencari keuntungan sepihak dan merugikan para mahasiswa.“
106
Penolakan sebagian kalangan masyarakat terhadap UU BHP ini akhirnya berakhir di Mahkamah Konstitusi yang diputus pada tanggal 31 Maret 2010 dengan putusan
Nomor 11-14-21-126-136PUU-VII2009 yang menyatakan bahwa UU No. 9 Tahun 2009 tentang BHP bertentangan dengan UUD 1945. Sebagai konsekuensinya, PT-
BHMN harus dikembalikan menjadi PTN. Universitas Pendidikan Indonesia dan Institut Teknologi Bandung yang pada saat itu sudah berstatus PT-BHMN ditetapkan kembali
menjadi perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah PTN. Pada tanggal
17 Juli 2009 Pemerintah kemudian mengeluarkan Permendikanas No. 32 Tahun 2009 Tentang Mekanisme Pendirian Badan Hukum Pendidikan, Perubahan Badan Hukum
Milik Negara Atau Perguruan Tinggi, Dan Pengakuan Penyelenggara Pendidikan Tinggi.
107
Salah satu peraturan pelaksana UUSPN adalah PP No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Di dalam peraturan pemerintah ini tidak
diatur tentang tata kelola perguruan tinggi, karena sebelumnya telah diatur di dalam UU BHP. Pasca dibatalkannya UUBHP tersebut, Pemerintah melakukan revisi terhadap PP
No.17 tahun 2010
108
106
Berita SPMBPMBUMPTNSMPTNUN. Diakses dari
melalui PP No. 66 tahun 2010 dengan beberapa penyempurnaan
http:www.spmb.ubb.ac.id?Page =readid_menu=beritaid=4judul=UU20BHP20Tidak20Untuk20Melegalkan20Komer
sialisasi20Pendidikan pada tanggal 10 Agustusn 2012
107
Masing-masing berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2012 dan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2012
108
Pemerintah Revisi PP No. 172010 Pasca Dibatalkannya UU BHP. Diakses dari http:www.
buletininfo.com?menu=newsid=924 pada tanggal 10 Agustus 2012.
Universitas Sumatera Utara
teramasuk penambahan beberapa ketentuan termasuk tentang akses pendidikan,
109
beasiswa,
110
bantuan pendidikan bagi WNI
111
Untuk menghasilkan pendidikan tinggi yang mampu meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi serta untuk mewujudkan keterjangkauan dan
pemerataan, Pemerintah memberlakukan UU Pendidikan Tinggi yang juga menimbulkan kontroversi bagi kalangan akademisi dengan berbagai alasan, khususnya
menyangkut pendidikan asing yang dianggap sebagai pintu bagi komersialisasi pendidikan tinggi.
dan WNA, dan organ dan tata kelola PTN.
Dari penjelasan di atas dapat terlihat bahwa pengaturan pendidikan tinggi di Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga sekarang senantiasa mengalami perubahan
guna mengikuti perkembangan jaman dan memenuhi kebutuhan nasional. Hal yang tidak pernah berubah dari sejarah pengaturan pendidikan tinggi tersebut adalah hakikat
pendidikan tinggi sebagai misi sosial negara layanan publik yang menempatkannya sebagai otoritas negara governmental authority.
2. Penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia
Penyelenggaraan pendidikan tinggi adalah pelaksanaan komponen sistim pendidikan pada setiap program studi pada jalur akademik, profesi, dan vokasi yang
109
Pasal 58A Ayat 1, yaitu tentang kewajiban mengalokasikan tempat paling sedikit 20 dua puluh persen dari jumlah keseluruhan peserta didik baru bagi calon peserta didik berkewarganegaraan
Indonesia yang memiliki potensi akademik memadai dan kurang mampu secara ekonomi,.
110
Pasal 58A Ayat 2, yaitu kewajiban menyediakan beasiswa bagi peserta didik berkewarganegaraan Indonesia yang berprestasi.
111
Pasal 58A Ayat 3, yaitu tentang tentang kewajiban menyediakan bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik berkewarganegaraan Indonesia yang tidak mampu secara ekonomi dan yang orang tua atau
pihak yang membiayai tidak mampu secara ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
diselenggarakan oleh politeknik, akademi, institut, sekolah tinggi, universitas dan akademi komunitas yang merupakan lanjutan dari jenjang pendidikan menengah.
112
Mengingat bahwa pendidikan tinggi adalah merupakan subsistem dari SPN, maka tujuan pendidikan tinggi tetap mengacu dan berpedoman pada tujuan pendidikan
nasional. Tujuan pendidikan tinggi yang dimaksud adalah:
113
a. Berkembangnya potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa;
b. Dihasilkannya lulusan yang menguasai cabang ilmu pengetahuan danatau teknologi untuk memenuhi kepentingan nasional dan peningkatan daya saing
bangsa; c. Dihasilkannya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penelitian yang
memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia; dan
d. Terwujudnya pengabdian kepada masyarakat berbasis penalaran dan karya penelitian yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
a. Pendirian Perguruan Tinggi