2. Kebijakan Perlindungan Anak
a. Pengertian perlindungan anak Anak dalam pemaknaan yang umum memiliki aspek yang sangat luas, tidak
saja hanya disoroti dan satu bidang kajian ilmu saja, melainkan dari berbagai bidang kajian baik dari sudut pandang agama, hukum, sosial-budaya, ekonomi, politik, dan
aspek disiplin ilmu yang lainnya. Makna anak dari berbagai cabang ilmu akan memiliki perbedaan baik secara subtansial, fungsi, dan tujuan. Bila kita soroti dan
sudut pandang agama, maka pemaknaan anak diasosiasikan bahwa anak adalah makhluk ciptaan Tuhan YME dimana keberadaannya melalui proses penciptaan yang
berdimensi kewenangan kehendak Yang Kuasa. Secara rasional, seorang anak terbentuk dari unsur gaib yang transendental dari prosesi ratifikasi sains ilmu
pengetahuan dengan unsur-unsur lahiriah yang diambil dari nilai-nilai material alam semesta dan nilai-nilai spiritual yang diambil dan prosesi keyakinan beragama.
Dari konsep dasar agama sebagaimana telah dikemukakan diatas dan dikaitkan dengan proses hukum perlindungan anak, baik dalam melakukan
pembinaan anak, pemeliharaan anak, yang pada akhirnya akan menjadikan anak sebagai pemimpin di tengah-tengah masyarakat pada saat sekarang. Tentunya hal ini
berbeda dengan pandangan yang diberikan dari dunia barat yang berpatokan kepada filsafat, sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang telah dikemukakan oleh para ahli
dari dunia barat, seperti pendapat Darwin, Herbert Spencer, Karl Marx, August Comte, dan yang lainnya, dimana mereka memandang tentang eksistensi anak
melalui proses evolusi fisik, kultur, dan peradaban tentang status anak secara
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
transparansi. Pemaknaan anak yang diberikan oleh para ahli hukum berlandaskan pada teori-teori alam semesta natural law yang menekankan pada prinsip-prinsip
“the struggle for life and survival of the fittest” perjuangan untuk hidup dan yang kuat akan bertahan.
Khususnya di negara Indonesia kedudukan anak menjadi bagian utama dalam sendi kehidupan keluarga, agama, bangsa, dan negara, baik dalam
menumbuhkembangkan inteligensi anak maupun mental spiritual. Hal ini dilandasi dengan ciri khas kepribadian bangsa Indonesia sendiri yang memiliki sistem hukum
yang berasal dari sendi-sendi hukum adat dan ras. Dalam tataran realitas tersebut bangsa Indonesia telah menempatkan anak selain sebagai aset masa depan pelanjut
estafet pembangunan, juga telah menempatkan anak pada tempat yang seyogyanya mampu melakukan tugas perkembangannya. Namun seiring dengan kemajuan iptek
ilmu pengetahuan dan teknologi, dan dampak negatif dari perkembangan teknologi informasi serta dampak krisis multidimensi telah memporakporandakkan seluruh
tatanan fungsi dan peran pelayanan, perhatian, dan pendidikan anak baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Begitupun anak didik yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak yang berasal dari berbagai dimensi kehidupan serta latar belakang yang
mengantarkannya untuk dididik di Lembaga Pemasyarakatan Anak tersebut. Adapun faktor melatarbelakangi anak didik Lembaga Pemasyarakatan Anak
tersebut melakukan tindak kriminalitas sangat beraneka ragam sebagaimana diakui oleh Sutherland dan Cressey bahwa “kejahatan adalah hasil dari faktor-
faktor yang beraneka ragam dan bermacam-macam. Dan bahwa faktor-faktor itu dewasa ini dan untuk selanjutnya tidak bisa disusun rnenurut suatu
ketentuan yang berlaku umum tanpa ada pengecualian”.
44
44
Abdulsyani, Sosiologi Kriminalitas, Bandung : Remadja Karya, 1987, hlm. 44
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
Secara garis besar faktor-faktor yang dapat menimbulkan tindak kriminalitas yang dilakukan oleh anak didik di Lembaga Pemasyarakatan ada 2 dua faktor yaitu :
faktor internal dalam diri anak didik dan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu. Adapun faktor-faktor internal yang bersumber dari diri
individu terbagi ke dalam 2 dua bagian yaitu faktor internal yang bersifat khusus dan faktor internal yang bersifat umum.
Faktor internal yang bersifat khusus adalah lebih menitikberatkan pada kondisi psikologis anak didik Lembaga Pemasyarakatan, dimana kondisi psikologis
anak tersebut dalam keadaan sakit dan tertekan. Menurut Abdulsyani, ada beberapa sifat khusus yang dapat menimbulkan kejahatan antara lain :
1 Keadaan sakit jiwa, individu yang sedang mengalami sakit jiwa mempunyai
kecenderungan untuk bersikap anti sosial. Sakit jiwa ini bisa disebabkan oleh adanya konflik mental yang berlebihan, atau dimungkinkan anak didik
Lembaga Pemasyarakatan tersebut pernah melakukan perbuatan yang dirasakan sebagai dosa besar dan berat, dimana orang yang sakit jiwa
mempunyai kecenderungan untuk melakukan penyimpangan.
2 Daya emosional, dimana daya emosional erat kaitannya dengan masalah
sosial bila tidak tumbuh dalam keadaan seimbang, tidak menutup kemungkinan bahwa anak didik tersebut melakukan penyimpangan yaitu
tindak kriminal.
3 Rendahnya mentalitas, hal ini lebih disebabkan oleh adanya kemampuan
seseorang untuk mampu melakukan adaptasi dengan lingkungan sosialnya. 4
Anomi, dimana secara psikologis kepribadian manusia itu sifatnya dinamis, yang ditandai dengan adanya kehendak, berorganisasi, mengembangkan
budaya dan sejenisnya.
45
Masa anomi ini ditandai dengan ditinggalkannya keadaan yang lama dan mulai menginjak dengan keadaan baru. Sebagai ukuran orang akan mengalami anomi
kebingungan ketika :
45
Ibid., hlm. 44
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
1 la berhadapan dengan suatu kejadian atau perubahan yang belum pernah
dialaminya. 2
la berhadapan dengan situasi yang baru, ketika ia harus menyesuaikan diri dengan cara-cara yang baru pula.
46
Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu yang menyebabkan individu tersebut melakukan kejahatan kriminalitas,
diantaranya meliputi hal-hal sebagai berikut : 1
Faktor ekonomi, bagaimanapun faktor-faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab terjadinya perbuatan tindak kriminalitas, karena kebutuhan ekonomi
adalah merupakan kebutuhan pokok, bila seseorang merasa tidak terpenuhinya kebutuhan pokok tersebut berusaha mencari jalan seoptimal mungkin, bahkan
tidak menutup kemungkinan akan melakukan segala macam cara untuk meraihnya. Secara lebih rincinya faktor-faktor ekonomi yang menimbulkan
tindak kriminalitas diantaranya adanya perubahan harga barang-barang, pengangguran, dan urbanisasi.
2 Faktor agarna, norma-norma yang terkandung dalam agama semua agama
menganjurkan kebenaran dan kebaikan mempunyai nilai-nilai yang tinggi dalam hidup manusia, sebab norma-norma tersebut merupakan norma
ketuhanan, dan sesuatu yang telah digariskan oleh agama itu senantiasa baik dan membimbing manusia kearah jalan yang benar. Bagaimanapun lebih
jauhnya agama memberikan landasan yang paling esensial bagi kehidupan manusia, dan agama merupakan salah satu sosial kontrol yang utama
organisasinyaorgarnisasi keamanan, agama sendiri dapat menentukan tingkah laku manusia sesuai dengan nilai-nilai keagamaannya. Namun sebaliknya bila
agama hanya dijadikan sebagai formalitas ritual saja dan tidak larut memberikan warna terhadap seluruh aktifitas manusia, maka agama tersebut
tidak memiliki apa-apa atau akan hilang kebermaknaannya.
3 Pengaruh negatif dari dunia informasi baik melalui media elektronik maupun
media cetak, hal ini akan mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap seluruh tatanan kehidupan anak didik Lapas, bahkan ada
sebagian anak didik lapas yang melakukan pelanggaran kriminal setelah mereka menontonmelihat tayangan-tayangan atau membaca bacaan yang
bersifat porno dan informasi lainnya yang tak layak ditonton oleh anak.
47
46
Ibid., hlm. 46
47
Ibid., hlm. 47
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan Indonesia, tidak terdapat pengaturan yang tegas tentang kriteria anak. Lain peraturan perundang-undangan, lain
pula kriteria anak. Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum menentukan bahwa belum dewasa apabila belum mencapai umur 21 dua puluh satu tahun dan tidak
lebih dahulu telah kawin. Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menentukan bahwa anak seseorang yang belum
mencapai umur 21 duapuluh satu tahun dan belum pernah kawin. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang 12 Tahun 1948 tentang Pokok Perburuhan menentukan bahwa
anak adalah orang laki-laki atau perempuan 14 empat belas tahun ke bawah. Menurut Hukum Adat seseorang belum dewasa bilamana seseorang itu belum
menikah dan berdiri belum terlepas dari tanggung jawab orang tua.
48
Hukum Adat menentukan bahwa ukuran seseorang telah dewasa bukan dari umurnya, tetapi ukuran yang dipakai adalah: dapat bekerja sendiri; cakap melakukan
yang disyaratkan dalam kehidupan masyarakat; dapat mengurus kekayaan sendiri.
49
Hukum Islam menentukan bahwa anak di bawah umur adalah yang belum akil baligh.
50
Batas umur seseorang belum atau sudah dewasa minderjarig, apabila ia belum berumur 15 lima belas tahun kecuali apabila sebelumnya itu sudah
memperlihatkan telah matang untuk bersetubuh geslachtssrijp tetapi tidak boleh kurang dari 9 sembilan tahun. Menurut Zakariya Ahmad Al Barry, dewasa
48
Hilman Hadikusuma, Hukum Adat dalam Yurisprudensi, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993, hlm. 11.
49
Irma Setyowati Sumitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta : Bumi Aksara, 1990, hlm. 19.
50
Rotiq Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997, hlm. 55
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
maksudnya adalah cukup umur untuk berketurunan dan muncul tanda laki-laki dewasa pada putra, muncul tanda-tanda wanita dewasa pada putri. Inilah dewasa yang
wajar, yang biasanya belum ada sebelum anak putra berumur 12 dua belas tahun dan putri berumur 9 sembilan tahun. Kalau anak mengatakan bahwa dia dewasa,
keterangannya dapat diterima karena dia sendiri yang mengalami. Kalau sudah melewati usia tersebut diatas tetapi belum nampak tanda-tanda yang menunjukkan
bahwa ; dewasa, harus ditunggu sampai ia berumur 15 lima belas tahun.
51
Sugiri mengatakan bahwa selama di tubuhnya berjalan proses pertumbuhan perkembangan, orang itu masih menjadi anak dan baru menjadi dewasa bila proses
perkembangan dan pertumbuhan itu selesai, jadi batas usia anak adalah sama dengan permulaan menjadi dewasa, yaitu 18 delapan belas tahun untuk wanita dan 20 dua
puluh tahun untuk laki-laki, seperti di Amerika, Yugoslavia, dan negara-negara Barat lainnya.
52
Zakiah Darajat mengatakan bahwa mengenai batas usia anak-anak dan dewasa berdasarkan pada usia remaja adalah bahwa masa usia 9 sembilan tahun
antara 13 tiga belas tahun sampai 21 dua puluh satu tahun sebagai masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa, dimana anak-
anak mengalami pertumbuhan yang cepat di segala bidang dan mereka bukan lagi
51
Zakariya Ahmad Al Barry, Hukum Anak dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1990, hlm. 114
52
Romli Atmasasmita, Problema Kenakalan Anak dan Remaja, Bandung : Armico, 1984, hlm. 34.
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
anak-anak baik bentuk badan, sikap, cara berpikir dan bertindak bukan pula orang dewasa.
53
Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa menarik batas antara belum dewasa dengan sudah dewasa, tidak perlu dipermasalahkan karena pada kenyataannya
walaupun orang belum dewasa namun ia telah dapat melakukan perbuatan hukum, misalnya anak yang belum dewasa telah melakukan jual-beli, berdagang, dan
sebagainya, walaupun berwewenang kawin.
54
Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 pada Pasal 1 angka 1 ditentukan bahwa anak adalah orang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur
8 delapan tahun tapi belum mencapai umur 18 delapan belas tahun dan belum pernah kawin. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak menentukan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun,termasuk anak yang masih dalam kandungan. Hal penting yang
perlu diperhatikan dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan anak adalah konsekuensi penerapannya dikaitkan dengan berbagai faktor seperti kondisi
ekonomi, sosial budaya masyarakat. Dalam berbagai peraturan perundang-undangan perbedaan ketentuan yang
mengatur tentang anak, hal ini dilatarbelakangi berbagai faktor yang merupakan prinsip dasar yang terkandung dalam dasar pertimbangan dikeluarkannya peraturan
53
Zakiah Darajat, Kesehatan Mental, Jakarta : Inti Idayu Press, 1983, hlm. 101.
54
Maulana Hassan Wadong, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia, 2000, hlm. 27
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
perundang-undangan yang bersangkutan yang berkaitan dengan kondisi dan perlindungan anak.
Berkaitan dengan ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengertian Anak Nakal, tidak terlepas dari kemampuan
anak mempertanggungjawabkan kenakalan yang dilakukannya. Pertanggungjawaban pidana anak diukur dari tingkat kesesuaian antara kematangan moral dan kejiwaan anak
dengan kenakalan yang dilakukan anak, keadaan kondisi fisik, mental, dan sosial anak menjadi perhatian. Dalam hal ini dipertimbangkan berbagai komponen seperti moral
dan keadaan psikologis dan ketajaman pikiran anak dalam menentukan pertanggungjawabannya atas kenakalan yang diperbuatnya.
55
Kedudukan anak sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita-cita luhur bangsa, calon-calon pemimpin bangsa di masa mendatang dan sebagai sumber
harapan bagi generasi terdahulu, perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, dan sosial.
Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul pentingnya anak bagi nusa
dan bangsa di kemudian hari. Jika mereka telah matang pertumbuhan fisik maupun mental dan sosialnya, maka tiba saatnya menggantikan generasi terdahulu.
Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi
55
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung, Refika Aditama, 2008, hlm. 32.
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental, dan sosial. Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat,
dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Kegiatan perlindungan anak membawa akibat hukum,
baik dalam kaitannya dengan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.
Hukum merupakan jaminan bagi kegiatan perlindungan anak. Arif Gosita
mengemukakan bahwa kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif
yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak.
56
Berdasarkan hasil seminar perlindungan anakremaja oleh Prayuana Pusat pada tanggal 30 Mei 1977, terdapat 2 dua perumusan tentang perlindungan anak, yaitu:
1 Segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga
pemerintah dan swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan, pemenuhan kesejahteraan fisik sosial anak dan remaja yang sesuai
dengan kepentingan dan hak asasinya.
2 Segala daya upaya bersama yang dilakukan secara sadar oleh perorangan,
keluarga, masyarakat, badan-badan pemerintah dan swasta untuk pengamanan, pengadaan, dan pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah anak
berusia 0-21 tahun, tidak dan belum pernah nikah dengan hak asasi dan kepentingannya agar dapat mengembangkan dirinya seoptimal
mungkin.
57
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 menentukan bahwa
anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berprtisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
56
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta : Akademi Pressindo, 1989, hlm. 35.
57
Irma Setyowati Soemitro, Op-Cit., hlm. 14
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
diskriminasi. Perlindungan anak diartikan sebagai segala upaya yang ditujukan untuk mencegah dan memberdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan
salah child abused, eksploitasi, dan penelantaran, agar dapat menjamin keberlangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik,
mental, dan sosialnya.
58
Arif Gosita berpendapat bahwa perlindungan anak adalah
usaha melindungi anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.
59
Perlindungan hak-hak anak pada hakikatnya menyangkut langsung pengaturan dalam peraturan perundang-undangan. Kebijaksanaan, usaha dan
kegiatan yang menjamin terwujudnya perlindungan hak-hak anak, pertama-tama didasarkan atas pertimbangan bahwa anak-anak merupakan golongan yang rawan dan
dependent, di samping karena adanya golongan anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya, baik rohani, jasmani, maupun sosial.
Perlindungan anak bermanfaat bagi anak dan orang tuanya serta pemerintah, maka koordinasi kerjasama perlindungan anak perlu diadakan dalam mencegah
ketidakseimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan.
60
Sehubungan dengan hal ini, Abdul Hakim Garuda Nusantara mengatakan bahwa “masalah
perlindungan hukum bagi anak-anak merupakan satu sisi pendekatan untuk
58
Lembaga Advokasi Anak Indonesia, Konvensi : Volume II No. 2 Medan : LAAI, 1998, hlm. 3
59
Arif Gosita, Op-Cit., hlm. 52.
60
Maidin Gultom, Aspek Hukum Pencatatan Kelahiran Dalam Usaha Perlindungan Anak Pada Kantor Catatan Sipil Kotamadya Medan, Medan : Pascasarjana USU, 1997, hlm. 53
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
melindungi anak-anak Indonesia. Masalahnya tidak semata-mata bisa didekati secara yuridis tapi perlu pendekatan lebih luas , yaitu ekonomi, sosial, dan budaya.
61
Perlindungan anak berhubungan dengan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian luas, yaitu:
1. Luas lingkup perlindungan: a.
Perlindungan yang pokok meliputi antara lain: sandang, pangan, pemukiman, pendidikan, kesehatan, hukum.
b. Meliputi hal-hal yang jasmaniah dan rohaniah.
c. Mengenai pula penggolongan keperluan yang primer dan sekunder yang
berakibat pada prioritas pemenuhannya. 2
Jaminan pelaksanaan perlindungan: a.
Sewajarnya untuk mencapai hasil yang maksimal perlu ada jaminan terhadap pelaksanaan kegiatan perlindungan ini, yang dapat diketahui, dirasakan oleh
pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan perlindungan jaminan
b. Sebaiknya jaminan ini dituangkan dalam suatu peraturan tertulis dalam
bentuk Undang-undang atau peraturan daerah, yang perumusannya sederhana tetapi dapat dipertanggungjawabkan s e r t a disebarluaskan secara
merata dalam masyarakat.
c. Pengaturan harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi di Indonesia tanpa
mengabaikan cara-cara perlindungan yang dilakukan di negara lain, yang patut dipertimbangkan dan ditiru peniruan yang kritis.
62
Pelaksanaan perlindungan anak harus memenuhi syarat antara lain merupakan pengembangan kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan anak harus
mempunyai landasan filsafat, etika, dan hukum; secara rasional positif; dapat dipertanggungjawabkan; bermanfaat untuk yang bersangkutan;
mengutamakan perspektif kepentingan yang diatur, bukan perspektif kepentingan yang mengatur; tidak bersifat aksidental dan komplimenter,
tetapi harus dilakukan secara konsisten, mempunyai rencana operasional, memperhatikan unsur-unsur manajemen; melaksanakan respons keadilan
yang restoratif bersifat pemulihan; tidak merupakan wadah dan kesempatan cari keuntungan pribadikelompok; anak diberi kesempatan untuk
berpartisipasi sesuai situasi dan kondisinya; berdasarkan citra yang tepat mengenai anak manusia; berwawasan permasalahan problem oriented dan
61
Abdul Hakim Garuda Nusantara, Prospek Perlindungan Anak, Jaarta : Seminar Perlindungan Hak-Hak Anak, 1996, hlm. 22
62
Arif Gosita, Op-Cit., hlm. 4
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
bukan berwawasan target; tidak merupakan faktor kriminogen; tidak merupakan faktor viktimogen.
63
Perlindungan anak dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung maksudnya kegiatannya langsung ditujukan kepada anak yang
menjadi sasaran penanganan langsung. Kegiatan seperti ini dapat berupa antaralain dengan cara melindungi anak dari berbagai ancaman dari luar dan dalam dirinya,
mendidik, membina, mendampingi anak dengan berbagai cara, mencegah anak kelaparan dan mengusahakan kesehatannya dengan berbagai cara,
menyediakan sarana pengembangan dirinya. Perlindungan anak secara tidak langsung yaitu kegiatan tidak langsung
ditujukan kepada anak, tetapi oranglain yang melakukan perlindungan anak. Usaha perlindungan demikian misalnya dilakukan oleh orangtua atau yang
terlibat dalam usaha-usaha perlindungan anak terhadap berbagai ancaman dari luar ataupun dari dalam diri anak, mereka yang bertugas mengasuh,
membina, mendampingi anak dengan berbagai cara; mereka yang terlibat mencegah anak kelaparan, mengusahakan kesehatan dan sebagainya dengan
berbagai cara, mereka yang menyediakan sarana mengembangkan diri anak dan sebagainya; mereka yang terlibat dalam pelaksanaan sistem peradilan
pidana.
63
Ibid., hlm. 266
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
b. Tanggungjawab perlindungan anak Perlindungan anak diusahakan oleh setiap orang baik orangtua, keluarga,
masyarakat, pemerintah maupun negara. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 menentukan: negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua
berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Jadi yang mengusahakan perlindungan anak adalah setiap anggota
masyarakat sesuai dengan kemampuannya dengan berbagai dalam situasi dan kondisi tertentu. Setiap warga negara ikut bertanggungjawab terhadap dilaksanakannya
perlindungan anak demi kesejahteraan anak. Kebahagiaan anak merupakan kebahagiaan bersama, kebahagiaan yang dilindungi adalah kebahagiaan yang
melindungi. Tidak ada keresahan pada anak karena perlindungan anak dilaksanakan dengan baik, anak menjadi sejahtera. Kesejahteraan anak mempunyai pengaruh positif
terhadap orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Perlindungan anak bermanfaat bagi anak dan orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara.
Koordinasi kerjasama kegiatan perlindungan anak perlu dilakukan dalam rangka mencegah ketidakseimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan.
Kewajiban dan tanggungjawab negara dan pemerintah dalam usaha perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, yaitu:
a Menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku,
agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik danatau mental Pasal 21;
b Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan
perlindungan anak Pasal 22; c
Menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orangtua, wali atau orang lain yang yang
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
secara umum bertanggungjawab terhadap anak dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak Pasal 23;
d Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan
pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak Pasal 24.
64
Kewajiban dan tanggungjawab masyarakat terhadap perlindungan anak
dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak Pasal 25 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Kewajiban dan
tanggungjawab keluarga dan orangtua dalam usaha perlindungan anak diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, yaitu: a mengasuh, memelihara,
mendidik, dan melindungi anak; b Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan c mencegah terjadinya perkawinan pada
usia anak-anak. Dalam hal orangtua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya atau karena suatu sebab, tidak dapat dilaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya,
maka kewajiban dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. c. Hukum perlindungan anak
Dalam masyarakat, setiap orang mempunyai kepentingan sendiri, yang tidak hanya sama, tetapi juga kadang-kadang bertentangan, untuk itu diperlukan aturan
hukum dalam menata kepentingan tersebut, yang menyangkut kepentingan anak diatur oleh ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan kepentingan anak,
yang disebut dengan hukum perlindungan anak.
64
Maidin Gultom, Op-Cit., hlm. 39
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
Arif Gosita mengatakan bahwa hukum perlindungan anak adalah hukum tertulis maupun tidak tertulis yang menjamin anak benar-benar dapat
melaksanakan hak dan kewajibannya.
65
Bismar Siregar mengatakan bahwa aspek hukum perlindungan anak, lebih dipusatkan kepada hak-hak anak yang diatur hukum
dan bukan kewajiban, mengingat secara hukum yuridis anak belum dibebani kewajiban.
66
H. de Bie merumuskan kinderrecht aspek hukum anak sebagai keseluruhan ketentuan hukum yang mengenai perlindungan bimbingan, dan
peradilan anak dan remaja, seperti yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek, hukum acara perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan hukum acara pidana, serta
peraturan pelaksananya.
67
J.E. Doek dan Mr. H.M.A. Drewes memberi pengertian jongdrecht hukum anak muda dalam 2 dua pengertian, masing-masing pengertian luas dan
pengertian sempit. Dalam pengertian luas yaitu segala aturan hidup yang memberi perlindungan kepada mereka yang belum dewasa dan memberi kemungkinan bagi
mereka untuk berkembang. Dalam pengertian sempit yaitu meliputi perlindungan hukum yang terdapat dalam ketentuan hukum perdata regels van civiel recht,
ketentuan hukum pidana regels van strafrecht, ketentuan hukum acara procesrechtelijke regels.
68
65
Arif Gosita, Op-Cit., hlm. 53
66
Irma Setyowati Soemitro, Op-Cit., hlm. 15
67
Ibid., hlm. 15
68
Ibid., hlm. 16
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
Hukum perlindungan anak merupakan hukum yang menjamin hak-hak dan kewajiban anak, hukum perlindungan anak berupa hukum adat, hukum perdata, hukum
pidana, hukum acara perdata, hukum acara pidana, peraturan lain yang rnenyangkut anak. Perlindungan anak, menyangkut berbagai aspek kehidupan dan penghidupan,
agar anak benar-benar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar sesuai dengan hak asasinya. Bismar Siregar mengatakan bahwa “masalah perlindungan hukum bagi
anak-anak merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia. Masalahnya tidak hanya semata-mata bisa didekati secara yuridis, tetapi
perlu pendekatan lebih luas, yaitu ekonomi, sosial, dan budaya”.
69
Arif Gosita memberikan beberapa rumusan tentang hukum perlindungan
anak sebagai berikut: 1
Hukum perlindungan anak adalah suatu permasalahan manusia yang merupakan suatu kenyataan sosial. Apabila dilihat menurut proporsi yang
sebenarnya secara dimensional, hukum perlindungan anak itu beraspek mental, fisik, dan sosial hukum. Ini berarti pemahaman dan penerapannya secara
integratif;
2 Hukum perlindungan anak adalah hasil interaksi antar pihak-pihak tertentu,
akibat ada suatu interrelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi. Perlu diteliti, dipahami; dihayati yang terlibat pada
eksistensi hukum perlindungan anak tersebut. Selain itu juga diteliti, dipahami, dan dihayati gejala yang mempengaruhi hukum perlindungan
anak tersebut antaralain individu dan lembaga sosial. Hukum perlindungan anak merupakan suatu tindakan individu yang sulit dan rumit;
3 Hukum perlindungan anak merupakan suatu tindakan individu yang
dipengaruhi unsur-unsur sosial tertentu atau masyarakat tertentu, seperti kepentingan dapat menjadi motivasi, lembaga sosial keluarga, sekolah, ,
pemerintah, dan sebagainya, nilai-nilai sosial, norma hukum, status, peran, dan sebagainya. Memahami dan menghayati secara tepat sebab-sebab orang
membuat hukum perlindungan anak sebagai suatu tindakan individu sendiri- sendiri atau bersama-sama, difahami unsur-unsur sosial tersebut;
69
Bismar Siregar, Hukum dan Hak-Hak Anak, Jakarta : Rajawali, 1986, hlm. 22
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
4 Hukum perlindungan anak dapat menimbulkan permasalahan hukum yuridis
yang mempunyai akibat hukum, yang harus diselesaikan dengan berpedoman dan berdasarkan hukum;
5 Hukum perlindungan anak tidak dapat melindungi anak, karena hukum hanya
merupakan alat atau sarana yang dipakai sebagai dasar atau pedoman orang yang melindungi anak. Jadi yang penting di sini adalah para pembuat
Undang-undang yang berkaitan dengan perlindungan anak. Sering diajarkan atau ditafsirkan salah, bahwa hukum itu dapat melindungi orang. Pemikiran
itu membuat orang salah harap pada hukum dan menganggap hukum itu selalu benar, tidak boleh dikoreksi, diperbaharui, dan sebagainya;
6 Hukum perlindungan anak ada dalam berbagai bidang hukum, karena
kepentingan anak ada dalam berbagai bidang kehidupan keluarga, bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.
70
Memperhatikan berbagai dokumen dan pertemuan internasional, dapat dilihat bahwa kebutuhan terhadap perlunya perlindungan hukum terhadap anak dapat
mencakup berbagai bidangaspek, antara lain : a
perlindungan terhadap hak-hak asasi dan kebebasan anak; b
perlindungan anak dalam proses peradilan; c
perlindungan kesejahteraan anak dalam lingkungan keluarga, pendidikan, dan lingkungan sosial;
d perlindungan anak dalam masalah penahanan dan perampasan
kemerdekaan; e
perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi perbudakan, perdagangan anak, pelacuran, pornografi, perdaganganpenyalahgunaan
obat-obatan, memperalat anak dalam melakukan kejahatan dan sebagainya;
f perlindungan anak-anak jalanan;
g perlindungan anak dari akibat-akibat peperangankonflik bersenjata;
h perlindungan anak terhadap tindakan kekerasan.
71
70
Era Hukum, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum No. 4Th VApril 1999, Jakarta : Universitas Tarumanagara, 1999, hlm. 274
71
Barda Nawawi Arief, Op-Cit., hlm. 3
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
B. Sistem Peradilan