tersebut, dan menegakkan wibawa hukum sebagai pengayom, pelindung serta menciptakan iklim yang tertib untuk memperoleh keadilan. Perlakuan yang harus
diterapkan oleh penegak hukum, yang pada kenyataannya secara biologis, psikologis, dan sosiologis, kondisi fisik, mental, dan sosial anak menempatkan anak pada
kedudukan yang khusus.
C. Perlindungan Narapidana Anak
Pengertian anak yang mengalami abuse, kekerasan fisik danatau mental, eksploitasi ekonomi, seksual dan diskriminasi dalam tulisan ini selanjutnya disebut
anak yang mengalami berbagai perlakuan salah. Kondisi dan situasi anak yang sulit tersebut tergolong ke dalam anak yang memerlukan perlindungan khusus.
Pasal 59 Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa perlindungan khusus diberikan kepada :
1 Anak dalam situasi darurat anak pengungsi, anak korban kerusuhan, anak
korban bencana alam, anak dalam situasi konflik bersenjata 2
Anak yang berhadapan dengan hukum, 3
Aanak dari kelompok minoritas dan terisolasi, 4
Anak tereksploitasi secara ekonomi danatau seksual, 5
Anak yang diperdagangkan, 6
Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, akohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya napza,
7 Anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan,
8 Anak korban kekerasan baik fisik danatau mental,
9 Anak korban perlakuan salah,
10 Penelantaran
11 Anak yang menyandang cacat.
104
104
Pasal 59 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
Selain itu, dimasukkan pula kelompok anak rentan lainnya yakni anak jalanan dan anak tanpa akta kelahiran. Dengan demikian terdapat berbagai jenis kondisi dan
situasi anak yang memerlukan perlindungan khusus dari perlakuan salah.yang dapat dilakukan oleh orang perorang, keluarga, masyarakat bahkan oleh negara sekalipun.
Untuk menyamakan pemahaman, diperlukan kesamaan pengertian tentang : a
Penyalahgunaan anak abuse adalah perlakuan kejam berupa tindakan atau perbuatan zalim, keji, bengis atau tidak menaruh belas kasihan kepada anak.
b Kekerasan adalah perlakuan penganiayaan berupa mencederai anak dan tidak
semata-mata fisik tetapi juga mental dan sosial c
Eksploitasi adalah tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga atau
golongan.
d Diskriminasi adalah perlakuan yang membeda-bedakan suku, agama, ras,
golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik danatau mental.
e Perdagangan trafiking anak adalah tindakan perekrutan, pengangkutan antar
daerah danatau antar negara, pemindah tanganan, penerimaan dan penampungan dari anak dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan atau
bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, penculikan, penipuan, pemerdayaan, penyalahgunaan kekuasaan atau ketergantungan atau dengan pemberian atau
penerimaan pembayaran atau imbalan lain dalam memperoleh persetujuan dari seeorang yang memiliki kendali atas orang lainnya untuk tujuan
eksploitasi.
f Eksploitasi Seksual Komersial Anak adalah penggunaan anak untuk tujuan
seksual dengan imbalan tunai atau dalam bentuk lain antara anak, pembeli jasa seks, perantara atau agen dan pihak lain yang memperoleh keuntungan dari
perdagangan seksualitas anak tersebut. Ada tiga bentuk yaitu prostitusi anak, pornografi anak dan perdagangan anak untuk tujuan seksual.
g Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak adalah segala bentuk
perbudakan atau praktek sejenis perbudakan, penghambaan atau melakukan pekerjaan yang sifat atau keadaan tempat pekerjaan itu dapat membahayakan
kesehatan dan keselamatan serta moral anak.
105
105
www.google.co.id dengan penelusuran Program Nasional Bagi Anak, diakases pada
tanggal 5 Januari 2009
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
Sistem pemasyarakatan adalah proses pembinaan terpidana yang berdasarkan asas Pancasila, dan memandang terpidana sebagai mahkluk Tuhan, individu, dan
anggota masyarakat.
106
Khususnya sistem lembaga pemasyarakatan yang berada di wilayah negara Indonesia memiliki beberapa ciri atau karakteristik sistem dalam
rangka menjadikan konsepsi pemasyarakatan menjadi sistem pemasyarakatan, yaitu dapat di lihat dari komponen-komponen yaitu adanya inputs, outputs, feed back,
noise, dan control point. Pendekatan sistem yang digunakan dalam sistem pemasyarakatan sevogyanya
tidak bersifat parsial, tetapi bersifat holistik, yaitu mengembangkan keseluruhan komponon-komponen yang terkait dengan sistem pemasyarakatan. Agar dapat
berfungsi secara optimal, sistem pemasyarakatan tentunya paling tidak harus memperhatikan dan mengembangkan komponen-komponen tersebut diatas.
Salah satu inputs dari Lembaga Pemasyarakatan adalah anak didik Lapas dari berbagai latar belakang kehidupan, jenis kejahatan, usia, dan lingkungan, yang turut
membentuk karakteristik dan kehidupan anak didik Lapas tersebut. Tentunya hal ini baik secara langsung maupun tidak langsung keadaan narapidana dan anak didik
tersebut akan berpengaruh kepada sistem pemasyarakatan. Anak didik Lapas harus menjadi inputs yang valid, atau menjadi sub sistem
yang valid. Salah satu prasyarat agar anak didik yang menjadi sub sistem yang valid adalah, mereka mutlak harus sehat. Sehat dalam makna yang luas mengandung arti
106
Soejono, Kisah Penjara-Penjara di Berbagai Negara, Bandung : Alumni, 1974, hlm. 147
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
bahwa mereka harus mendapatkan pelayanan atau perawatan yang baik dalam klasifikasi dan penempatan, kesehatan, makanan, dan perlengkapan.
Di samping itu mereka juga harus memiliki sikap adaptif terhadap situasi dan kondisi Lembaga Pemasyarakatan. Dalam arti lain bahwa mereka harus mengetahui
peraturan tata tertib Lembaga Pemasyarakatan, dan memahami serta melaksanakan seluruh proses pendidikan yang diberikan selama berada dalam Lembaga
Pemasyarakatan, dan yang lebih jauhnya lagi bahwa anak didik Lapas tersebut mendapat pendidikan yang dapat mengembangkan potensi kognitif, afektif, dan
psikomotor. Anak didik bukan satu-satunya inputs atau sub sistem dalam sistem
pemasyarakatan. Masih banyak lagi sub sistem lainnya, sebagaimana dikatakan oleh A. Widiada Gunakaya bahwa yang termasuk sub sistem pemasyarakatan selain
narapidana dan anak didik antara lain adalah : policies, procedures, kartu pembinaan, peraturan tata tertib keamanan, kerjasama dengan instansi-mstansi lain, lembaga-
lembaga kemasyarakatan, pelaporan, evaluasi, pusat-pusat pengadilan, susunan organisasi, bangunan Lembaga Pemasyarakatan, keuangan, personil, dan pembinaan
personil, serta komponen-komponen lain yang turut menunjang terhadap sistem pemasyarakatan tersebut.
Outputs keluaran dari Lembaga Pemasyarakatan tidak terlepas dari kualitas dan sinergitas dan seluruh sub sistem atau komponen yang terkait, baik secara
langsung maupun tidak langsung dengan proses pendidikan yang berlangsung selama berada dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
Adapun outputs keluaran dari proses pendidikan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan diharapkan sampai sejauh mana kondisi mantan anak didik
Lapas dapat eksis kembali di kehidupan masyarakat dengan menjadi manusia dan warga masyarakat seutuhnya, yaitu tidak melanggar hukum lagi, dapat berpartisipasi
aktif dan positif dalam pembangunan, hidup bahagia dunia dan akhirat, serta menjadi manusia yang mandiri.
Salah satu hal terpenting dalam sistem pemasyarakatan di Indonesia yang dirasakan belum berkembang secara optimal adalah sistem evaluasi dari seluruh
proses pendidikanpembinaan yang telah dilaksanakan oleh Lembaga Pemasyarakatan. Seyogyanya Lembaga Pemasyarakatan harus mampu melakukan
monitoring atau mengevaluasi outpus secara integral. Khususnya monitoring atau evaluasi terhadap perilaku kehidupan narapidana dan anak didik ketika berada di
tengah-tengah masyarakat dalam jangka waktu tertentu. Bahkan yang dievaluasi bukan hanya narapidana dan anak didik saja tetapi seluruh faktor, baik faktor internal
maupun faktor eksternal yang turut mempengaruhi terhadap seluruh perilaku anak didik baik sewaktu berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan maupun setelah
kembali ke masyarakat. Dengan adanya sistem evaluasi yang dilaksanakan secara valid, reliable,
practicable, fair dan berguna, paling tidak akan memberikan umpan balik tentang efektivitas dan efesiensi dari model pendidikanpembinaan yang dilaksanakan oleh
Lembaga Pemasyarakatan terhadap para anak didik Lapas.
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
Noise adalah suara-suara yang tidak menggembirakan, yang muncul dan meluas pada saat feedback information sedang dikumpulkan. Apabila pusat
pengendalian dari suatu sistem lebih banyak menerima informasi yang tidak dapat dipergunakan secara efektif informasi yang tidak relevan, maka informasi yang
justru relevan akan cenderung lenyap tertelan dalam atau oleh tumpukan informasi tersebut.
Seorang Kepala Lembaga Pemasyarakatan atau Kepala Bapas harus yakin dan harus menjamin bahwa feedback-informations itu benar-benar relevan dan berguna.
Apabila mereka terlena dan terbuai dalam laporan-laporan informations yang tidak relevan, mereka tidak akan dapat mengambil keputusan yang tepat guna menentukan
dan melaksanakan pengendalian yang efektif. Penggunaan sistem manajemen personil personil management system dalam memecahkan suatu sistem menciptakan
konsep management by exception, adalah pendekatan sistem pemasyarakatan yang akan menjadikan para pimpinan pada segala tingkatan dan para petugas pelaksana
dapat menunaikan fungsinya lebih efisien dan efektif dari hanya sekedar membaca dan pembaca laporan-laporan yang bersifat rutin dan konstan, akan tetapi menjadikan
pimpinan yang dapat dan mampu menggunakan waktu untuk memecahkan masalah- masalah sistem pemasyarakatan secara mendasar dan akurat.
Berdasarkan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 jo Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembimbingan Warga
Binaan Pemasyarakatan, dikenal 3 tiga golongan Anak Didik Pemasyarakatan, yaitu: a Anak Pidana; b Anak Negara; c Anak Sipil. Anak Pidana yaitu anak yang
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama sampai berumur 18 delapan belas tahun. Apabila anak yang
bersangkutan telah 18 delapan belas tahun, tetapi belum selesai menjalani pidananya di Lembaga Pemasyarakatan Anak, berdasarkan Pasal 61 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1997, harus dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan. Bagi Anak Pidana yang ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan karena umurnya sudah
mencapai 18 delapan belas tahun tetapi belum mencapai 21 dua puluh satu tahun, tempatnya dipisahkan dari narapidana yang telah berumur 21 dua puluh satu
tahun. Pihak Lembaga Pemasyarakatan wajib menyediakan blok untuk mereka yang telah mencapai umur 21 dua puluh satu tahun.
Narapidana yang telah menjalani pidana penjara 23 dua pertiga dari pidana yang dijatuhkan, yang sekurang-kurangnya 9 sembilan bulan dan berkelakuan baik
diberikan pembebasan bersyarat Pasal 62 ayat 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, yang disertai dengan masa percobaan yang lamanya sama dengan sisa pidana yang
harus dijalankannya. Dalam pemberian pembebasan bersyarat dikenal adanya syarat umum dan syarat khusunya Pasal 29 ayat 3 dan ayat 4 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1997. Syarat umum yaitu bahwa Anak Pidana tidak akan melakukan pidana lagi selama menjalani pembebasan bersyarat; sedangkan syarat khusus adalah syarat yang
menentukan melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam pembebasan bersyarat, dengan tetap memperhatikan kebebasan anak. Anak-anak yang
memperoleh pembebasan ini diawasi oleh Jaksa dan pembimbingannya dilakukan
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
oleh Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan, dan pengamatannya dilakukan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan.
107
Anak Negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk didik dan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling
lama sampai berumur 18 delapan belas tahun. Status Anak Negara sampai berumur 18 delapan belas tahun. Walaupun umurnya telah melewati batas umur tersebut,
Anak Negara tidak dipindahkan Lembaga Pemasyarakatan untuk orang dewasa, karena Anak Negara tersebut tidak dijatuhi pidana penjara. Anak Negara tetap
berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Bila Anak Negara telah menjalani pendidikannya paling sedikit selama 1 satu tahun, yang dinilai berkelakuan baik
sehingga dianggap tidak perlu lagi dididik di Lembaga Pemasyarakatan Anak, maka Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak dapat mengajukan ijin kepada Menteri
Kehakiman, agar Anak Negara tersebut dikeluarkan dari Lembaga Pemasyarakatan Anak dengan atau tanpa syarat yang ditetapkan oleh Pasal 29 ayat 3 dan ayat 4 Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1997. Anak Sipil adalah anak yang atas permintaan orangtua atau walinya
memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lembaga Permasyarakatan Anak. Penempatan Anak Sipil di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama sampai
berumur 18 delapan belas tahun. Paling lama 6 enam bulan lagi bagi mereka yang belum berumur 14 empat belas tahun dan paling lama 1 satu tahun bagi
mereka yang pada saat penetapan pengadilan berumur 14 empat belas tahun dan
107
Maidin Gultom, Op-Cit., hlm. 138
Jonner Manik : Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, 2009
setiap kali dapat diperpanjang selama 1 satu tahun dengan ketentuan paling lama berumur 18 delapan belas tahun Pasal 32 ayat 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1995. Anak Sipil sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1995 tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 karena Anak Sipil berkaitan dengan Lembaga Pemasyarakatan Anak, maka kedudukan anak tersebut
berkaitan dengan lingkup hukum pidana. Tidak mungkin permohonan penetapan Anak Sipil diajukan pada pengadilan perdata, sedangkan di lain pihak perkara pidana tidak
mengenal acara sidang untuk menetapkan Anak Sipil. Ketentuan mengenai Anak Sipil ini di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 masih tergolong idealis,
karena belum ada peraturan yang mengatur tentang prosedur penetapan Anak Sipil.
D. Tujuan Peradilan Pidana Anak