Ruang Lingkup Dakwah Penutup

mengupayakan terwujudnya sistem Islam dalam realitas kehidupan umat manusia. Sebagai penyeru ke jalan Allah SWT, da’i tidak bisa tidak harus memiliki pemahaman yang luas mengenai Islam sehingga dapat menjelaskan ajaran Islam kepada masyarakat dengan baik dan benar. Ia juga harus memiliki semangat dan gairah ke Islaman yang tinggi yang menyebabkan ia setiap saat dapat menyeru manusia kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kejahatan, meskipun untuk itu ia harus menghadapi tantangan yang berat. 18 Faktor subjek dakwah sangat menentukan keberhasilan aktivitas dakwah. Maka subjek dakwah hendaklah mampu menjadi penggerak dakwah islamiyah yang profesional. Secara garis besar subjek dakwah atau da’i mengandung dua pengertian: 1 Secara umum adalah setiap muslim atau muslimat yang berdakwah sebagai kewajiban yang melekat dan tidak terpisahkan dari misinya sebagai penganut Islam, sesuai dengan perintah “Ballighu „anni walaw ayat.” 2 Secara khusus adalah mereka yang mengambil keahlian khusus mutakhashshish-spesialis dalam bidang dakwah Islam, dengan kesungguhan luar biasa dan dengan qudwah hasanah. 19 18 Sayyid Sabiq, Dakwah al-Islam, Bairut: Dar al-Kitab al-Arabi, 1973, cet. Ke-1, h. 293-295 19 Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000, h.27 Seorang da’i, hendaklah memiliki kepribadian yang baik. Seorang da’i menurut Yusup Qardlawi, harus melengkapi dirinya dengan tiga senjata, yaitu iman, akhlak mulia, ilmu pengetahuan dan wawasan. Hal ini karena seorang da’i merupakan figur yang di contoh baik perkataan maupun tin gkah lakunya. Da’i adalah pemandu bagi orang-orang yang ingin mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Disamping memiliki kepribadian yang baik, seorang da’i haruslah menguasai materi, metode, media, serta mengetahui psikologi mad’unya. Karena kesiapan da’i subjek dakwah baik penguasaan terhadap materi, maupun penguasaan terhadap metode, media dan psikologi sangat menentukan gerakan dakwah untuk mencapai keberhasilan. Syarat- syarat da’i secara khusus meliputi komponen yang ada dalam kegiatan da’i dalam dakwah yaitu: 1 Mengajak orang menyembah Allah semata. Termasuk dalam Syarat ini adalah patuh, selalu ingat dan bersyukur kepada-Nya, serta tidak melakukan hal-hal yang dilarang. 2 Beramal shaleh dengan melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan, melakukan hal-hal yang sunah, menjauhi yang makruh, dan senantiasa mengajak orang lain ke jalan Allah SWT. 3 Memiliki loyalitas pada Islam dan kepatuhannya pada hukum, sebagai realisasi dari ucapan syukur kepada Allah SWT yang telah menempatkannya pada jalan yang hak. Apabila seorang da’i sudah melaksanakan ketiga syarat tersebut, setiap ucapannya akan didengar dan di ikuti oleh orang- orang. Dalam al- Qur’an surat Ali Imran ayat 160-161, bahwa seorang da’i haruslah memiliki sifat-sifat mahmudah sebagai berikut :                                             Artinya: “Jika Allah SWT menolong kamu maka tidak ada yang dapat mengalahkanmu , tetapi jika Allah membiarkan kamu tidak memberi pertolongan, maka siapa yang dapat menolong setelah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah SWT saja orang-orang mukmin bertawakal.” “Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa berkhianat niscaya pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatinnya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai apa yang dilakukannya, dan mereka tid ak di zalimi.” QS. Ali Imran 160-161 Pada surat Ali Imran ayat 160 menjelaskan bahwa “Jika Allah hendak menolong kamu, maka tak ada manusia atau jin atau makhluk apa pun yang dapat mengalahkan kamu betapapun besarnya kemampuannya; jika Allah menbiarkan kamu, yakni tidak memberimu pertolongan maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu sesudah-Nya, yakni selain Allah? Jelas tak ada Kamu mengaku percaya kepada Allah, maka berupaya dan berserah dirilah kepada-Nya. Karena itu pula hendaklah kepada Allah saja bukan kepada nabi, wali atau penguasa, atau kekuatan apa pun orang-orang mukmin bertawakkal. Karena yang itu pula mereka yang tidak berserah diri kepada Allah, maka pasti ada sesuatu yang kurang dalam imannya.” Pada ayat 161 berhubungan erat dengan ayat sebelumnya. Ayat ini berbicara tentang khianat, sedangkan sifat ini merupakan salah satu sebab utama ketidak hadiran pertolongan Allah. Sebaliknya menjauhi khianat merupakan syarat utama bagi kehadiran pertolongan-Nya. Sementara ulama menyebutkan bahwa salah satu sebab petaka dalam perang Uhud adalah apa yang dinamakan khianat oleh ayat ini. Pasukan pemanah meninggalkan posisi mereka, untuk mengambil harta rampasn perang, karena mereka khawatir jangan sampai harta rampasan itu dimonopoli oleh anggota pasukan lain yang bebas berkeliaran di medan perang setelah terlihatnya tanda-tanda kekalahan kaum musyrikin pada awal perang. Dalam konteks ini, diriwayatkan bahwa Rasul SAW menyindir para pemanah itu dengan sabdanya: “Apakah kami akan berkhianat dan tidak membagi buat kalian ghanimah harta rampasan perang?” Memang, tulis al- Biqa’i para pemanah itu bergegas meninggalkan posisi mereka untuk mengambil harta rampasan perang sebelum waktunya, disebabkan oleh beberapa kemungkinan. Boleh jadi dengan maksud menyembunyikan apa atau sebagian yang diambilnya; boleh jadi juga karena khawatir jangan sampai pimpinan mereka tidak membaginya, atau khawatir adanya khianat yang mengakibatkan Nabi SAW tidak membaginya dengan adil. Kalau bukan hal-hal ini penyebabnya, maka tentu saja ketergesaan itu, adalah suatu kecerobohan yang tidak dapat dibenarkan oleh akal sehat. Mutawalli asy- Sya’rawi mengemukakan pandangan yang sedikit berbeda. Menurutnya, dalam perang Badar Rasul SAW mengumumkan bahwa “Siapa yang membunuh seseorang maka harta rampasan perang yang ditemukan bersama sang terbunuh, menjadi miliknya.” Kebijaksanaan ini, beliau tetapkan untuk mendorong semangat juang kaum muslimin. Ketika perang Uhud, para pemanah menduga bahwa ketentuan Rasul di atas tetap berlaku, bahkan ada yang menduga mereka tidak akan diberi harta rampasan. Tentu saja tidak membagi harta rampasan untuk semua pasukan adalah tidak adil. Ia merupakan salah satu bentuk penghianatan, maka karena itu ayat ini berbicara tentang penghianatan. Ayat ini menegaskan bahwa: Tidak mungkin dalam satu waktu atau keadaan seorang nabi berkhianat karena salah satu sifat mutlak nabi adalah amanah, termasuk tidak mungkin berhianat dalam urusan harta rampasan perang. Hal itu tidak mungkin bagi semua nabi, apalagi nabi Muhammad SAW, penghulu para nabi. Umatnya pun tidak wajar melakukan penghianatan. Barang siapa berkhianat dalam urusan rampasan perang, atau dalam hal apa pun, maka pada hari kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatinya itu; kemudian setiap diri akan diberi pembalasan sempurna lagi setimpal tentang apa yang dikerjakan baik atau buruk sedang mereka tidak dianiaya sedikit pun. Bahkan yang berbuat baik diberi ganjaran lebih. 20 Sehingga dapat dikatakan bahwa ayat diatas menyebutkan seorang da’i haruslah mempunyai sifat-sifat yang baik dalam bermasyarakat dan bernegara, yaitu: 1 Lemah lembut dalam menjalankan dakwahnya sebagai seorang da’i. 2 Bermusyawarah dalam setiap urusan, termasuk urusan dakwah. 3 Tekad yang bulat dalam menjalankan dakwah. 4 Tawakal kepada Allah SWT. 5 Memohon kepada Allah SWT sebagai aspek konsekuensi dari tawakal. 6 Menjauhi kecurangan, dan lain sebagainya. Selain itu, da’i akan berhasil dalam tugas melaksanakan dakwah jika di bekali kemampuan-kemampuan yang berkaitan dengannya. Kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki antara lain: 1 Kemampuan berkomunikasi. 2 Kemampuan penguasaan diri. 3 Kemampuan pengetahuan psikologi. 4 Kemampuan pengetahuan kependidikan. 5 Kemampuan pengetahuan di bidang pengetahuan umum. 6 Kemampuan dibidang al-Qur’an. 7 Kemampuan pengetahuan dibidang ilmu hadist. 8 Kemampuan di bidang ilmu agama secara integral. 21 20 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Qur’an, Tangerang: Lentera Hati, 2002, cet ke-1, h.265 b. Objek Dakwah Objek dakwah Mad’u yaitu masyarakat sebagai penerima dakwah. Masyarakat baik individu maupun kelompok, sebagai objek dakwah, memiliki strata dan tingkatan yang berbeda-beda. Mad’u merupakan peserta dakwah, baik perseorangan, kolektif, laki-laki atau perempuan, anak-anak atau orang dewasa . Mad’u bersifat heterogen, baik dari sudut ideologi, misalnya atheis, animis, musyrik, munafik, fasik dan muslim, juga dari sudut lainnya seperti intelektualitas, status sosial, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. 22 Dalam hal ini seorang da’i dalam aktivitas dakwahnya, hendaknya memahami karakter dan siapa yang akan menerima pesan- pesan dakwahnya. Da’i dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah Islamiyahnya, perlu mengetahui klasifikasi dan karakter objek dakwah, hal ini penting agar pesan-pesan dakwah bisa diterima dengan baik oleh mad’u. Dengan mengetahui karakter dan kepribadian mad’u sebagai penerima dakwah, maka dakwah lebih terarah karena tidak disampaikan secara sembarangan tetapi mengarah kepada profesionalisme. Maka mad’u sebagai sasaran atau objek dakwah akan dengan mudah menerima pesan- p esan dakwah yang disampaikan oleh da’i, karena baik materi, metode, maupun media yang digunakan dalam berdakwah harus sesuai dengan kondisi mad’u sebagai objek dakwah. 21 Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-Prinsip Metode Dakwah, Surabaya: al-Ikhlas, 1944, 69-77 22 Ibid, h. 32 c. Materi Dakwah Materi dakwah adalah isi pesan dakwah Islam atau segala sesuatu yang harus disampaikan subjek kepada objek dakwah, yaitu keseluruhan ajaran Islam yang ada di dalam Kitabullah maupun Sunah Rasul-Nya. 23 Pesan atau materi dakwah harus disampaikan secara menarik agar tidak monoton sehingga merangsang objek dakwah untuk mendengarkan serta mengkaji tema-tema Islam yang pada gilirannya objek dakwah akan mengkaji lebih mendalam mengenai materi agama Islam dan meningkatkan kualitas pengetahuan keislaman untuk pengalaman keagamaan objek dakwah. Materi dakwah yang akan disampaikan seor ang da’i harus mempertimbangkan kondisi serta situasi mad’u sebagai penerima dakwah. Karena materi dakwah yang disampaikan oleh subjek dakwah da’i sesuai dengan kondisi serta situasi mad’u, akan mudah diterima dan dipahami oleh mad’u sebagai penerima dakwah. d. Metode Dakwah Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” melalui dan “hodos” jalan, cara. 24 Dengan demikian kita dapat artikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodica, artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa Arab 23 H. Hafi Anshari, Pemahaman Dan Pengamalan Dakwah, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993, h. 140 24 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, cet ke-1, h.61 disebut thariq. 25 Jadi metode dapat disimpulkan sebagai cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud. Metode dakwah merupakan cara-cara atau strategi dalam penyampaian dakwah Islamiyah, baik individu, kelompok, mau pun masyarakat luas agar pesan-pesan dakwah yang disampaikan mudah diterima. Dalam penyampaian dakwah Islamiyah, hendaklah menggunakan metode yang tepat dan sesuai dengan kondisi mad’u. Dengan penggunaan metode dakwah Islamiyah yang tepat dan sesuai dengan kondisi mad’u, tentunya akan mempermudah seorang da’i dalam menyampaikan pesan- pesan dakwahnya serta mempermudah mad’u dalam memahami isi pesan dakwah Islamiyah. Metode Dakwah dapat di bagi beberapa macam, diantaranya: 1 Al- Hikmah Dalam dakwah, hikmah adalah penentu kesuksesan suatu dakwah Islamiyah . Dalam menghadapi mad’u yang beraneka ragam tingkat pendidikan, strata sosial, serta latar belakang budaya yang berbeda, tentunya setiap da’i memerlukan hikmah. Karena dengan hikmah setiap dakwah Islamiyah yang disampaikan setiap da’i dapat memasuki ruang hati dan pikiran mad’u dengan tepat. Oleh sebab itulah setiap da’i di tuntut untuk mampu mengetahui dan memahami kondisi setiap mad’unya. 25 H. Hasanuddin, Hukum Dakwah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, cet ke-1, h. 35 Ada saatnya seorang da’i menjadi efektif ketika berbicara ketika dia mampu mengetahui dan memahami kondisi setiap mad’unya dan ada saatnya seorang dai menjadi bencana ketika berbicara, ketika dia tidak mampu untuk mengetahui dan memahami kondisi mad’unya. Kepampuan seorang da’i menempatkan dirinya kapan harus berbicara dan kapan harus memilih diam, itu juga adalah hikmah yang menentukan keberhasilan dakwah. Hikmah bekal bagi para da’i untuk menuju kesuksesan dakwah Islamiyahnya. Karunia Allah SWT yang diberikan kepada orang yang mendapatkan h ikmah akan berimbas juga kepada para mad’unya, sehingga mereka termotivasi untuk berubah diri dan mengamalkan apa yang disarankan da’i kepada mereka. 2 Al- Mau’idzatil Hasanah M au’izhah hasanah mempunyai arti sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan yang dapat dijadikan pedoman oleh setiap manusia dalam menjalani kehidupannya agar selamat di dunia maupun di akhirat kelak. Mau’izhah hasanah dapat di klasifikasikan dalam beberapa bentuk: a Nasihat atau petuah b Bimbingan, pengajaran pendidikan c Kisah-kisah d Kabar gembira dan peringatan al-Basyir dan al-Nadzir e Wasiat pesan-pesan positif 26 Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa mau’izhah hasanah mengandung arti kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan. Karena menasehati dengan perkataan lemah lembut dapat meluluhkan hati yang keras sekalipun dan mendorong kepada kebaikan. 3 Al- Mujadalah Bi-al-Lati Hiya Ahsan Dari segi istilah Terminologi terdapat beberapa pengertian al- Mujadalah al-Hiwar dari segi istilah. Al-Mujadalah al-Hiwar berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan diantara keduanya. 27 Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa al-Mujadalah adalah berdakwah dengan cara tukar pendapat diantara kedua belah pihak tanpa melahirkan perselisihan diantara keduanya dengan tujuan agar pihak lawan dapat menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang sangat kuat tanpa menyakiti salah satu pihak. 26 Ibid, h.17 27 Ali al-Jarisyah, Adab al-Khiwar wa al-Mudhoroh, al-Munawaroh: Dar al-Wifa, 1989, cet. ke-1, h. 19 e. Media Dakwah Kata media, berasal dari bahasa latin, media, yang merupakan bentuk jamak dari medium secara etimologi yang berarti alat perantara. 28 Secara lebih spesifik, yang dimaksud dengan media adalah alat-alat fisik yang menjelaskan isi pesan. Adapun yang dimaksud dengan media dakwah, adalah peralatan yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah kepada penerima dakwah. Pada zaman modern seperti sekarang ini, seperti televisi, video, kaset rekaman, majalah, dan surat kabar. 29 Dalam berdakwah bagi setiap da’i, tentunya banyak sekali media yang dapat dipergunakan untuk penyampaian pesan-pesan dakwah, contohnya televisi, tulisan dan lisan. Semua media tersebut dapat dijadikan sebagai media dakwah Islamiyah. f. Tujuan dakwah Tujuan dakwah adalah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat yang diridhai Allah SWT. Tujuan dakwah harus diketahui oleh setiap da’i. Karena setiap orang yang hendak melakukan dakwah pada dasarnya harus mengetahui tujuan terhadap apa yang dilakukanya itu. Tanpa mengetahui tujuan dari aktivitas yang dilakukannya tersebut, maka pasan-pesan dakwah yang hendak dicapai tidak akan berarti apa-apa. 28 Ibid, h. 17 29 Dr. Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta: Logos, 1997 h. 35 Dakwah merupakan suatu rangkaian atau proses, dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan untuk memberi arah atau pedoman bagi gerak langkah kegiatan dakwah. Apalagi ditinjau dari segi pendekatan sistem sistem approach, tujuan dakwah merupakan salah satu unsur dakwah. Di mana antara unsur dakwah yang satu dengan yang lain saling membantu, saling mempengaruhi, dan saling berhubungan. 30 Tujuan dakwah merupakan bagian dari seluruh aktivitas dakwah dan sama pentingnya dengan unsur-unsur dakwah lainnya, seperti subjek dakwah, objek dakwah, materi dakwah, metode dakwah, dan media dakwah. Bahkan tujuan dakwah sangat menentukan dan berpengaruh terhadap penggunaan metode dakwah, media dakwah, serta sasaran dakwah. Hal ini disebabkan karena tujuan dakwah merupakan arah gerak yang hendak dituju seluruh aktivitas dakwah. 3. Bentuk-Bentuk Dakwah a. Dakwah Bil Lisan Dakwah bil lisan yaitu dakwah yang dilaksanakan melalui lisan, yang dilakukan antara lain dengan ceramah-ceramah, khutbah, diskusi, nasihat, dan lain-lain. Metode ceramah ini nampaknya sudah sering dilakukan oleh para juru dakwah, baik ceramah di majlis taklim, khutbah jumat di masjid-masjid atau ceramah pengajian-pengajian. Dari segi aspek jumlah barang kali dakwah melalui lisan ceramah dan yang 30 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983 h. 49 lainnya ini sudah cukup banyak dilakukan oleh juru dakwah ditengah- tengah masyarakat. 31 Dakwah bil lisan ini banyak sekali di gunakan oleh para juru dakwah karena lebih mudah dan praktis dalam penyampaian pesan dakwah Islamiyahnnya, serta tidak memerlukan biaya yang sangat banyak seperti melalui media cetak buku, majalah, dll atau pun media elektronik radio, televisi, dan internet. Dalam berdakwah melalui lisan, seorang da’i harus memiliki keterampilan dalam menyampaikan dakwah Islamiyahnya. Dakwah bil lisan bisa dilakukan melalui ceramah, khutbah, seminar, dan lain sebagainya. Metode ceramah dalam penyampaian dakwah bil lisan pun sangat beragam. Ada dakwah bil lisan melalui ceramah dengan gaya santai, tegas, bahkan humor. Tentunya metode ceramah ini digunakan oleh setiap da’i sesuai dengan karakter atau kepribadian masing-masing da’i. b. Dakwah Bil Hal Dakwah bil hal adalah dakwah dengan perbuatan nyata yang meliputi keteladanan. Misalnya dengan tindakan amal karya nyata tersebut hasilnya dapat dirasakan secara konkrit oleh masyarakat sebagai objek dakwah. 31 Ibid, h.11 Dakwah bil hal dilakukan oleh Rasulullah SAW, terbukti bahwa ketika pertama kali tiba di Madinah yang dilakukan nabi adalah membangun masjid Al-Quba, mempersatukan kaum Anshar dan Muhajirin. Kedua hal ini adalah dakwah nyata yang dilakukan oleh nabi yang dapat dikatakan sebagai dakwah bil hal. 32 Pada saat sekarang ini, dakwah bil hal dapat dilakukan dengan berbagai tindakan atau perilaku nyata seperti memberikan contoh teladan kepada orang-orang ataupun membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan agama Islam. c. Dakwah Bil Qalam Dakwah bil qalam, yaitu dakwah melalui tulisan yang dilakukan dengan keahlian menulis disurat kabar, majalah, buku, maupun internet. Jangkauan yang dapat dicapai oleh dakwah bi al-qalam ini lebih luas dari pada melalui media lisan, demikian pula metode yang digunakan tidak membutuhkan waktu secara khusus untuk kegiatannya. Kapan saja dan dimana saja mad’u atau objek dakwah dapat menikmati sajian dakwah bil qalam ini. 33 Akan tetapi, walaupun dakwah bil qalam ini memiliki jangkauan yang sangat luas bahkan bisa sampai ke seluruh pelosok dan tidak membutuhkan waktu secara khusus untuk kegiatannya, tetapi memerlukan biaya yang sangat besar. 32 Ibid, h. 11 33 Ibid, h. 11 Hal ini dapat terlihat dari buku-buku, majalah, atau pun surat kabar yang akan dijadikan media untuk penyampaian pesan-pesan dakwah, tentunya membutuhkan pengeluaran yang sangat besar untuk biaya percetakannya. Jadi, apabila di lihat dari segi pengeluaran biayanya, tentunya dakwah bil lisan jauh lebih hemat dan praktis dari pada dakwah bil qalam yang memerlukan biaya yang lebih besar. 4. Landasan Hukum Dakwah Al- Qur’an sejak pertama kali diturunkan, sekarang dan dimasa yang akan datang, selalu menjadi sumber rujukan dan inspirasi dakwah. Dalam al- Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang membahas tentang dakwah. Seperti firman Allah SWT, yaitu:                  Artinya : “Dan hendaklah ada diantara kamu sekelompok umat yang menyeru pada kebaikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang- orang yang berjaya” QS. Ali Imran: 104. Pada ayat 104 ini, Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk menempuh jalan yang berbeda, yaitu menempuh jalan luas dan lurus serta mengajak orang lain menempuh jalan kebajikan dan makruf. Tidak disangkal bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang, bahkan kemampuannya mengamalkan sesuatu akan berkurang, bahkan terlupakan dan hilang, jika tidak ada yang mengingatkannya atau tidak dia ulang- ulangi mengerjakannya. Di sisi lain, pengetahuan dan pengalaman saling berkaitan erat, pengetahuan mendorong kepada pengalaman dan meningkatkan kualitas amal sedang pengalaman yang terlihat dalam kenyataan hidup merupakan guru yang mengajar individu dan masyarakat sehingga mereka pun belajar mengamalkannya. Kalau demikian itu halnya, maka manusia dan masyarakat perlu selalu diingatkan dan diberi keteladanan. Inilah inti dakwah Islamiyah, dari sini lahir tuntunan ayat ini. Kalaulah tidak semua anggota masyarakat dapat melaksanakan fungsi dakwah, maka hendaklah ada diantara kamu wahai orang-orang yang beriman segolongan umat, yakni kelompok yang pandangan mengarah kepadanya untuk diteladani dan didengar nasihatnya yang mengajak orang lain secara terus menerus tanpa bosan dan lelah kepada kebajikan, yakni petunjuk-petunjuk ilahi, menyuruh masyarakat kepada yang makruf, yakni nilai-nilai luhur serta adat istiadat yang diakui baik oleh masyarakat mereka, selama hal itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai Ilahiyah dan mencegah mereka dari yang mungkar; yakni yang dinilai buruk lagi diingkari oleh akal sehat masyarakat. Mereka memindahkan tuntunan ini dan yang sungguh tinggi lagi jauh martabat kedudukannya itulah orang-orang yang beruntung, mendapatkan apa yang mereka dambakan dalam kehidupan dunia dan akhirat. Kata minkum pada ayat diatas, ada ulama yang memahaminya dalam arti sebagian, dengan demikian perintah berdakwah yang dipesankan oleh ayat ini tidak tertuju kepada setiap orang. Bagi yang memahaminya demikian, maka ayat ini buat mereka mengandung dua macam perintah, yang pertama kepada seluruh umat Islam agar membentuk dan menyiapkan satu kelompok khusus untuk bertugas melaksanakan dakwah, sedangkan perintah yang kedua adalah kepada kelompok khusus itu untuk melaksanakan dakwah kepada kebajikan dan makruf serta mencegah kemungkaran. Ada juga ulama yang memfungsikan kata minkum dalam arti penjelasan, sehingga ayat ini merupakan perintah kepada setiap orang muslim untuk melaksanakan tugas dakwah, masing-masing sesuai dengan kemampuannya. Memang jika dakwah yang dimaksud adalah dakwah yang sempurna, maka tidak semua orang dapat melakukannya. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat dewasa ini, menyangkut informasi yang benar di tengah arus informasi, bahkan perang informasi yang demikian pesat dengan sajian nilai-nilai baru yang siringkali membingungkan, semua itu menuntut adanya kelompok khusus yang menangani dakwah dan membendung informasi yang menyesatkan. Karena itu, adalah lebih tepat memahami kata minkum pada ayat di atas dalam arti sebagian kamu tanpa menutup kewajiban setiap muslim untuk saling ingat mengingatkan. 34 Pada dasarnya para ulama sepakat bahwa dakwah Islam hukumnya wajib, ada yang berpendapat wajib “a’in” yang berarti seluruh umat Islam dalam kedudukan apa pun tanpa terkecuali wajib dalam melaksanakan 34 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Qur’an, Tangerang: Lentera Hati, 2002, cet ke-1, h.172-174 dakwah, ada pula yang berpendapat wajib “kifayah” yang berarti dakwah itu hanya diwajibkan kepada sebagian umat Islam yang mengerti saja seluk beluk agama Islam. 35 Dengan kedua pendapat tersebut, Hafi Anshori dalam risalahnya mengemukakan bahwa kedudukan hukum dakwah dapat digolongkan kedalam 2 pandangan: a. Fardu Kifayah, dimana kewajiban dakwah dapat dilakukan oleh sebagian orang saja, atau apabila sekelompok orang telah melakukan maka sudah mewakili yang lainnya. b. Fardu a’in, maksudnya bahwa aktivitas dakwah menjadi kewajiban setiap individu dari umat Islam dan kewajiban tersebut disesuaikan dengan kemampuan dan posisi masing-masing. 36 Dari pengertian-pengertian tersebut, maka hukum dakwah adalah wajib bagi setiap muslim. 35 Syamsuri Siddik, Dakwah dan Teknik Berkhutbah, Bandung: PT Al Ma’arif, 1981, h.12 36 Hafi Anshori, Pemahaman dan pengamalan Dakwah, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993, cet. Ke-1, h.66-68 56

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG WARGA KENANGA RT 004 RW 02

CIPONDOH TANGERANG BANTEN DAN BIOGRAFI KIAI CEPOT A. Profil Warga Kenanga RT 004 RW 02 Cipondoh Tangerang Banten RT 004 RW 02 terletak di Kelurahan Kenanga, Kecamatan Cipondoh, Kabupaten Tangerang Banten, yang mempunyai luas 1,5 Ha. Sedangkan untuk batas wilayah, sebelah Utara berbatasan dengan RT 05, sebelah Selatan berbatasan dengan RT 03, sebelah Barat berbatasan dengan RT 07 dan sebelah Timur berbatasan dengan RT 08. 1 Adapun data-data tentang warga Kenanga RT 004 RW 02, adalah sebagai berikut: 1. Data Warga Warga Kenanga RT 004 RW 02, menurut jenis kelamin adalah: Tabel 1 Jumlah Warga Berdasarkan Jenis Kelamin 1 Wawancara dengan Bapak Halimi Ketua RT 004 RW 02, Tangerang, Pada Tanggal 01 April 2011. No. Jenis Kelamin Jumlah 1. Laki-Laki 169 orang 2. Perempuan 163 orang Total 332 orang Pada tabel 1 di atas diketahui bahwa jumlah warga Kenanga RT 004 RW 02, berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki sebanyak 169 orang dan perempuan sebanyak 163 orang. Jadi jumlah keseluruhan warga Kenanga RT 004 RW 02 berdasarkan jenis kelamin adalah 322 orang. 2 Ada pun jumlah laki-laki lebih banyak dari pada perempuan, ini disebabkan karena jumlah kromosom laki-laki XY lebih dominan dibandingkan dengan jumlah kromosom perempuan XX. Hal ini menyebabkan jumlah laki-laki di Kelurahan Kenanga RT 004 RW 02 lebih banyak dibandingkan dengan jumlah perempuan. Tabel 2 Jumlah Warga Berdasarkan Kewarganegaraan Pada tabel 2 di atas diketahui bahwa jumlah warga Kenanga RT 004 RW 02, keseluruhannya berkewarganegaraan Indonesia. Jadi tidak ada orang asing yang tinggal atau pun menetap di Kelurahan Kenanga RT 004 RW 02 tersebut. 2 Wawancara dengan Bapak Halimi Ketua RT 004 RW 02, Tangerang, Pada Tanggal 01 April 2011. No. Warga Negara Jumlah 1. Indonesia 332 orang 2. Asing 0 orang Total 332 orang Tabel 3 Jumlah Warga Berdasarkan Agama Pada tabel 3 di atas diketahui bahwa jumlah warga Kenanga RT 004 RW 02, keseluruhannya beragama Islam dan tidak ada warga yang beragama lainnya atau non muslim. Tabel 4 Jumlah Warga Berdasarkan Tingkat Usia No. Warga Negara Jumlah 1. Islam 332 orang 2. Non Muslim 0 orang Total 332 orang No. Kategori Usia Jumlah 1. Balita 0-05 Tahun 17 orang 2. Anak-Anak 06-10 Tahun 39 orang 3. Remaja 11- 20 Tahun 63 orang 4. Dewasa 21-30 Tahun 57 orang 5. Orang Tua 31- seterusnya 156 orang Total 332 orang