Perceiving: Solusi-solusi yang fleksibel
65
Tabel 4. Rekapitulasi Penilaian terhadap Rancangan Bahan Perkuliahan Penelitian Laboratorium Konteks
Batu Gamping Berbasis PSDM
Tahapan STL Kesesuaian materi
dengan kurikulum
Ketepatan gambar dan tugas
Kesesuaian materi : kemampuan mahasiswa
CVR rata- rata
Tahap Kontak CVR
CVR CVR
1.
Konversi lahan gambut dan netralisasi pH lahan gambut
1 0,66
0,66 0,77
2.
Kapur Tohor dan kapur padam
0,66 1
1 0,88
3.
Bahan Pemutih 1
0,66 1
0,88
4.
Pupuk an Organik 0,66
0,66 1
0,88
5.
Penjernihan air 0,66
0,66 1
0,66 CVR
0,81
Tabel 5. Rancangan bahan perkuliahan penelitian laboratorium konteks berbasis PSDM dengan nilai pada
tahap kontak dengan nilai CVR
Tahapan Elaborasi Tujuan Perkuliahan
Ketepatan materi
konten dan konteks
Kesesuaian antara
konten dan konteks
Kesesuaian materi dengan
kurikulum tujuan
perkuliahan Ketepatan
gambar, ilustrasi,
Kesesuaian materi
dengan kemampuan
mahasiswa CVR rata-
rata CVR
CVR CVR
CVR CVR
1. Mahasiswa dapat menerapkan konsep batu
gamping pada penelitian laboratorium berbasis
PSDM 0,66
0,66 1
1 0,66
0,79 2 . Mahasiswa dapat
menerapkan konsep pembentukan batu
gamping pada penelitian laboratorium berbasis
PSDM 1
1 0,66
1 0,66
0,86 3. Mahasiswa dapat
menerapkan konsep sifat fisik-kimia batu gamping
pada penelitian laboratorium berbasis
PSDM
0,66 0,66
0,66 0,66
1 0,72
Tahap Nexus CRV
CRV CRV
CRV CRV
CVR rata- rata
1. Contoh soal 1. Pembentukan batu
gamping 1
0,66 0,66
1 1
0,86 2. Contoh soal 2. Sifat fisik
batu gamping 1
1 0,66
0,66 0,66
0,79 3. Tugas
0,66 0,66
0,66 1
1 0,79
CVR 0,80
Pada Tabel 5 menunjukkan rancangan bahan perkuliahan penelitian laboratorium konteks berbasis PSDM dengan nilai pada tahap kontak dengan nilai CVR 0,80 artinya responden mempunyai persfektif baik
terhadap kesesuaian materi dengan kurikulum 2013, ketepatan gambar, serta kesesuaian materi dengan kemampuan mahasiswa, dengan CVI hitung 0,80 0,67 nilai batas minimum CVI tabel. Hal ini
menunjukkan bahwa tahapan penyusunan bahan ajar STL pada tahap kontak alur konversi lahan gambut dan netralisasi pH lahan gambut, kapur tohor dan kapur padam, bahan pemutih, pupuk anorganik, dan
penjernihan air memberikan kesesuaian dengan teks keluaran. Demikian juga pada tahap elaborasi yaitu dimana mahasiswa dapat menerapkan konsep batu gamping, pembentukannya, sisfat fisika kimianya pada
66 penelitian laboratorium berbasis PSDM. Selain itu tahap nexus memahami contoh serta menyelesaikan tugas
rancangan PL berbasis PSDM terkait batu gamping, hal ini ditunjukkan pada nilai CVR 0,66-1menunjukkan persfektip yang baik berdasarkan ketepatan materi konten dan konteks, kesesuai antara konten dan konteks,
kesesuaian materi dengan kurikulum,ketepatan gambar, dan kesesuaian materi dengan kemampuan mahasiswa dengan nilai CVI hitung 0,81 CVI tabel 0,67, dalam hal ini tingkat kesesuaian yang amat
baik. Tingkat penerimaan mahasiswa kepada bahan ajar melalui analisis materi subjek batu gamping berbasis PSDM. Komponen pertama MER adalah klarifikasi struktur konten yaitu klarifikasi materi subjek
dan analisis signifikansi pendidikan. Pada penelitian ini ada empat buku teks yang dijadikan acuan dalam melakukan analisis konten secara kualitatif. Secara keseluruhan tampilan naskah dari beberapa buku teks
meliputi: pengantar, isi pokok, penilaian, dan rangkuman. Konten sains harus diproses sesuai dengan rekonstruksi didaktis Duit, 2012. Sehingga struktur konten asli dari buku teks asli yang sudah ditetapkan,
dipindahkan kedalam struktur konten perkuliahan melalui tahap elementasi dan konstruksi
“proses penyederhanaan
” untuk pengurangan tingkat kesulitan bahan ajar agar mahasiswa dapat memahami dengan mudah melalui penghalusan, penyisipan dan penghapusan kata atau frasa. Tahap Kontak, dikembangkan isu-
isu serta beberapa permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar yaitu, isu konversi lahan gambut, konversi batu gamping menjadi bahan semen, bahan bleching pemutih, defisiensi unsur hara tanaman, dan
penjernihan air. Dalam hal ini agar mahasiswa menyadari dan membuka cakrawala berpikirnya bahwa material bahan gamping merupakan sesuatu yang penting dipahami dan ditelusuri untuk kebutuhan
pengembangan ilmu dan sains. Tahap Kuorisiti, pada tahap ini mahasiswa diberikan pertanyaan PSDM sesuai dengan isu atau fakta yang terjadi pada kehidupan sehari-hari.
1. Tahap Elaborasi, pada tahap ini dilakukan eksplorasi, pembentukan dan pemantapan konsep sampai pada
tahap kuriositi dapat terjawab.
2. Tahap pengambilan keputusan, melakukan analisis dan evaluasi terhadap masalah yang ada. Tahapan ini mengajak mahasiswa menggali jawaban terkait dengan konteks permasalahan melalui berbagai proses
penelusuran terkait batu gamping. 3. Tahap Nexus, tahap ini merupakan fase dekontekstualisasi dan rekontekstualisasi. Penyajian susunan
wacana teks yang telah dijabarkan pada bahan perkuliahan yang dirangkum untuk proses pengambilan intisari. Dalam hal ini konteks lain yang dikembangkan adalah mengenai pembentukan batu gamping,
sifat fisika kimia, dan berbagai aplikasi pada bidang kehidupan. Perspektif mahasiswa terhadap isu PL terkait batu gamping berbeda-beda. Berdasarkan wawancara
dengan 10 pertanyaan pada 10 mahasiswa angkatan yang berbeda-beda yaitu bagaimana keterkaitan konsep batu gamping pada konteks penelitian. Pertanyaan nomor 1-5 menanyakan prakonsepsi mahasiswa tentang
batu gamping sedangkan pertanyaan 6-10 menanyakan tentang sikap dan ketertarikan mahasiswa terhadap isu kimia bahan galian batu gamping yang telah berkembang.
Pada Tabel 6 pertanyaan nomor 1 dan 2 pada hanya 20 menjawab pernah mendengar dan membacanya. Nomor 3 dijawab benar hanya 10. Melihat pola jawaban yang diberikan 10 mahasiswa, dapat
diketahui bahwa pengetahuan mahasiswa tentang batu gamping sebagai prospek PL kimia masih sangat minim blank mind. Pertanyaan nomor 4 pada hanya dijawab benar 40, selebihnya pada penggunaan
secara fisik saja. Nomor 5, 100 menjawab secara singkat tanpa penjelasan konkrit. Pertanyaan nomor 6 sebanyak 20 memberikan alasan dengan sikap yang diinginkan. Pertanyaan nomor 7 dijawab baik oleh
100 mahasiswa.Pertanyaan nomor 8 dijawab 100 mahasiswa pendapat yang sangat dangkal. Pertanyaan nomor 9 dijawab 100 mahasiswa, dengan tidak ada keterkaitan antara PL dengan mata kuliah. Pertanyaan
nomor 10, 100 menunjukkan respon yang sangat baik. Berdasarkan wawancara tersebut dapat dikatakan 80 mahasiswa sangat minim memahami batu gamping sebagai prospek penelitian kimia. Sehingga perlu
dimunculkan perkuliahan PL konteks batu gamping berbasis PSDM.
67
Tabel 6. Pedoman Wawancara Mahasiswa
No. Pertanyaan
Tanggapan 1.
Apakah kamu pernah membaca atau mengetahui tentang kimia batu gamping sebagai bahan penetral keasaman tanah, bahan pembuatan semen, bahan pemutih, sebagai pupuk anorganik, dan penjernih air?
2. Dari manakah kamu mendapatkan informasi tersebut?
3. Menurut pendapatmu apakah batu gamping sangat berarti bagi perkembangan penelitian kimia?
4. Berikanlah salah satu contoh aplikasi batu gamping pada kehidupan yang pernah anda ketahui.
5. Apakah anda pernah mendengaratau membaca tentang permasalahan kimiawi menyangkut batu
gamping? Menurut pendapatmu, adakah perbedaan pemahaman anda pada batu gamping yang anda lihat selama ini dengan batu gamping pada prospek kimiawi?
6. Apakah yang kamu pikirkan tentang gambar dibawah ini
7. Bila ada permasalahan yang anda temui di lingkungan sekitar anda. Solusi apa yang anda dapat berikan,
bila hal itu dapat diselesaikan dengan cara mengaplikasikan keberadaan batu gamping? 8.
Pernahkah anda mendengar prinsip-prinsip tentang pengelolaan lingkungan dengan pemanfaatan batu gamping?, keuntungan apakah yang anda dapat peroleh jika mengikuti prinsip kimiawi batu gamping?
9. Apakah bahan perkuliahan yang kamu gunakan telah mengkaitkan antara konten kimia bahan galian
dengan konteks penelitian laboratorium? 10.
Menurut anda, perlukah perkuliahan kimia bahan galian dirancang menjadi suatu prospek penelitian laboratorium ? apa alasan anda?
KESIMPULAN
Temuan dan analisis data penelitian memiliki karakteristik bahan ajar yang dikembangkan melalui MER yaitu: bahan ajar dikembangkan sesuai dengan aspek kompetensi dan sikap PSDM-MBT, konteks
pembelajaran disesuaikan dengan isu sosial-ilmiah PSDM dan kurikulum 2013, konten perkuliahan disesuaikan dengan tingkat kognitif mahasiswa kriteria accesible, peracangan bahan perkuliahan
menggunakan urutan pengajaran STL dengan tahap perkuliahan berbasis PSDM, konsep PL konteks kimia batu gamping yang berbasis PSDM.
1. Perspektif mahasiswa terhadap isu PL konteks batu gamping berbasis PSDM digali melalui hasil wawancara, 80
prakonsepsi salah terhadap penelitian. 2. Penilaian bahan ajar keseluruhan meliputi : 1.Ketepatan materi konten dan konteks, 2 Kesesuaian
antara konten dan konteks, 3 Kesesuaian materi dengan kurikulum tujuan pembelajaran, 4 Ketepatan gambar dan tugas percobaan, dan 5 Kesesuaian materi dengan kemampuan mahasiswa. Berdasarkan
poin penilaian tersebut maka diperoleh CVR rata-rata untuk bahan ajar perkuliahan adalah 0,84. CV
Ih
CV
It
0,83 0,68 ini menandakan bahwa bahan perkuliahan yang dihasilkan layak untuk mahasiswa pendidikan kimia.
DAFTAR PUSTAKA
Donnel CM, Cristine O, Michael K S. 2007. ”Developing Practical Chemistry Skill by Means of Students-
Driven Problem Based Learning Mini- Projects Mini”. Journal Chemistry Education Research and
Practice. 8, 2,130-139. Duit R, Harald G, Kattmann U, Komorek M, Ilka P. 2012.
” The Model of Educational Reconstruction-A Framework for Improving Teaching and Learning Science”. Science Education Research and Practice
in Europe. Huitt G, William. 1992.
“Problem solving decision making, consideration of individual differences using the Meyers Briggs Type Indicator. [online] Avalaible: http:www.edssyanteractive.orgpgpersprbsm
Ross MS, Morrison GR. 2003. Hand Book: Research Methods in Experimental. The University of Memphis Wayne State University. Aect.orgedteched 138 pdf.
68
PEMANFAATAN JEJARING SOSIAL “FACEBOOK” PADA DISKUSI ISU SOSIOSAINTIFIK UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN
BERARGUMENTASI MAHASISWA Yanti Herlanti
Pendidikan Biologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yantiherlantiuinjkt.ac.id
Abstrak
Makalah ini memaparkan cara memanfaatkan jejaring sosial “facebook” sebagai media diskusi isu sosiosaintifik. Jejaring sosial “facebook” merupakan media yang popular di Indonesia.
Ada sekitar 50 juta pengguna facebook di Indonesia, namun pemanfaatannya masih bersifat entertainment. Padahal dunia pendidikan dapat memanfaatkan facebook sebagai media
diskusi, terutama diskusi isu sosiosaintifik. Diskusi isu sosiosaintifik adalah diskusi isu-isu sains yang dipandang tidak hanya dengan sudut pandang sains tetapi juga sosial yaitu politik,
ekonomi, budaya, dan etika. Beberapa penelitian menunjukkan diskusi isu sosiosaintifik lebih mudah meningkatkan keterampilan berargumentasi. Facebook dimanfaatkan sebagai media
diskusi isu sosiosaintifik karena, facebook memiliki fasilitas grup. Fasilitas grup dapat mengumpulkan partisipan dalam satu kelompok diskusi. Fasilitas kirim tulisan dan komentar
yang bersifat interaktif dapat dimanfaatkan sebagai media diskusi antara partisipan. Kata Kunci: jejaring sosial, facebook, diskusi isu sosiosaintifik, argumentasi.
PENDAHULUAN
Penggunaan jejaring sosial facebook facebookers Indonesia cukup banyak, namun pemanfaatannya dalam bidang pendidikan masing kurang. Padahal jejaring sosial ‘facebook’ mempunyai beberapa kelebihan
yang berpotensi untuk digunakan dalam pembelajaran. Jejaring sosial memiliki karakter interaksi dan umpan balik, sehingga antar partisipan dapat berhubungan, berbagi, dan berkolaborasi Bosman Zagenczyk,
2011, serta dapat melakukan konstruksi pengetahuan secara kolaboratif Serrano, 2011. Selain itu menurut Brunsell Cimino 2009: sifat komunikasi tulis secara maya pada jejaring sosial menciptakan lingkungan
belajar yang bersifat partisipatif dan ramah bebas dari waswas dan malu.
Salah satu pemanfaatan jejaring sosial dalam pembelajaran sains adalah sebagai media diskusi isu sosiosaintifik. Diskusi isu sosiosantifik adalah permasalahan atau isu sainstifik yang menimbulkan
kontroversi di masyarakat karena dipengarui oleh sudut pandang sosial politik Salder Zeidler, 2004; Sadler, 2011; Dawson Venville, 2009; Robert Gott, 2009. Kelebihan diskusi isu sosiosaintifik menurut
Cross et al. 2008 adalah sangat efektif dalam mengkontruksi pengetahuan, karena para pelajar mengemukakan ideanya, bertanya, memberikan umpan balik, dan mengevaluasi idenya. Kelebihan lainnya
menurut penelitian Osborne 2005, Chang Chiu 2008, dan Dawson Venville 2009 adalah peningkatan kemampuan argumentasi pelajar. Menurut Osbone, Eduran Simon 2005; McNeill, 2009
peningkatan kemampuan argumentasi terjadi karena partisipan diskusi membangun, mempertimbangkan, dan mendebatkan argumennya, sehingga terjadi keluasan diskusi tidak hanya melibatkan pengetahuan saintifik,
tetapi sosial, politik, etika atau nilai. Kelebihan lainnya menurut Osborne 2005 diskusi isu sosiosaintifik peningkatan partisipasi dalam diskusi, karena partisipan berargumen dengan berbagai sudut pandang.
Facebook menawarkan sebuah media diskusi isu sosiosaintifik untuk meningkatkan keterampilan berargumentasi. Makalah ini akan memaparkan bagaimana memanfaatkan facebook sebagai sarana diskusi
isu sosiosaintifik yang dapat meningkatkan keterampilan berargumentasi partisipan diskusi.
DISKUSI ISU SOSIOSAINTIFIK
Selama tahun 1970-1990-an diyakini bahwa strategi Science Technology Society STS merupakan cara terbaik untuk mempromosikan literasi sains DeBoer, 1991. Yager 1996 menyatakan STS bertolak dari isu
yang kemudian digunakan untuk mengorganisasikan pembelajaran sains di sekolah. Pada STS pembelajar
69 berperan merencanakan dan melaksanakan aktivitas pemecahan masalah berdasarkan isu-isu yang
berkembang dalam masyarakat. Pada masa kini 2000-an, STS saja dipandang belum lengkap. Zelder et al. 2005 menyatakan pengetahuan dan pemahaman tentang keterkaitan antara ilmu pengetahuan, teknologi,
masyarakat, dan lingkungan merupakan komponen utama dari pengembangan literasi sains, tetapi konteksi antara kompetensi utama tersebut sangat berkaitan dengan “keyakinan” yang bersumber dari kognitif
personal dan perkembangan moralnya. Keyakinan ini akan memunculkan perbedaan persepsi atau pluralisme pendapat, dan STS belum mengakomodasi ini. Zelder et al. 2005 mengusulkan perlunya
melibatkan unsur sosisiosaintifik untuk mempromosikan literasi sains. Unsur-unsur sosiosaintifik yang dapat meningkatkan literasi sains terlihat pada Gambar 1.
Isu budaya, kritis, kasus, dan saintifik kemudian diistilahkan dengan isu sosiosaintifik. Dawson Venville 2009 menafsirkan isu sosiosaintifik sebagai isu berbasis konsep dan masalah sainstifik,
kontroversi yang terjadi, dan diskusi publik yang banyak dipengaruhi sosial politik. Chang Chiu 2008 menyatakan isu-isu sosiosaintifik terjadi karena hubungan sains dan sosial. Robert Gott 2009
menyatakan isu sosiosaintifik melibatkan komponen sosial sebagaimana keterlibatan saintifik. Berdasarkan definisi di atas, isu sosiosaintifik adalah isu kontroversial terkait dengan sains yang terjadi di masyarakat.
Kontroversial terjadi karena isu tersebut dipandang dari berbagai sudut pandang, tidak hanya dari sudut pandang sains tetapi juga sudut pandang budaya, sosial politik, moral dan etika.
Gambar 1. Unsur-unsur sosiosaintifik meningkatkan literasi sains Zeidler, et al., 2005
Promosi literasi sains melalui pendekatan isu sosiosaintifik di kelas sains dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya diskusi. Menurut Lewis 2003 diskusi isu sosiosaintifik memiliki kelebihan,
yaitu menjadikan kelas sains lebih hidup karena adanya perdebatan saintifik, pembelajaran sains pun mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan membuat keputusan.
Beberapa penelitian menunjukkan diskusi isu sosiosaintifik dapat mempromosikan literasi sains Osborne, 2005; Dawson Venville, 2009; Marreo Mensah, 2010; Nuangchalernm, 2010. Penelitian lain
menggambarkan diskusi isu sosiosaintifik di kelas sains, membuat sains lebih manusiawi dan lebih menarik bagi siswa. Lee 2008 menyatakan strategi hakikat sains melalui diskusi isu sosiosaintifik NOS SSI telah
mengubah pandangan siswa terhadap sains. Sains semula digambar sebagai kegiatan laboratorium yang kaku menjadi lebih humanis. NOS SSI pun telah membuat siswa terpacu untuk mencari informasi dan bertanggung
jawab secara sosial terhadap keputusannya. Harris Ratcliffe 2005 menyatakan diskusi isu sosiosaintifik membuat siswa lebih tertarik pada sains, karena sains lebih relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Meningkatkan
70
DISKUSI ISU SOSIOSAINTIFIK DAN KETERAMPILAN BERARGUMENTASI
“I’m not really interested in it Biology, but the ethical side was really interesting and made it more life
” from a student, Harris, R. Ratcliffe, M., 2005 Pernyataan di atas diungkapkan oleh peserta didik yang telah melakukan diskusi isu sosiosaintifik.
Hasil penelitian mengungkapkan diskusi isu sosiosaintifk membuat pembelajaran sains lebih humanis dan juga meningkatkan keterampilan berargumentasi Osborne, 2005; Chang Chiu, 2008; Dawson Venville,
2009.
Argumen dan argumentasi memiliki makna tersendiri. Argumen diartikan sebagai sebuah penyataan yang berisi sebuah klaim yang didukung oleh data dan dikemukakan untuk mempengaruhi seseorang Inch,
et al., 2006. Kuhn Udell 2003 mendefinisikan argumen sebagai sebuah pernyataan dengan disertai pembenaran. Mean and Voss Dawson Venville, 2009 menggambarkan argumen sebagai pendapat dari
suatu kesimpulan yang didukung minimalnya oleh satu alasan. Girle 1991 mendefinisikan argumen sebagai serangkaian pendapat yang bersifat interakif yang memungkinkan untuk disanggah.
Menurut Inch et al. 2006 argumen memiliki tiga karakteristik. Pertama, sebuah klaim berupa opini atau kesimpulan yang ingin diterima pembantah. Kedua, sebuah klaim didukung oleh fakta dan alasan atau
kesimpulan yang terhubung antara fakta ke klaim. Ketiga, sebuah argumen berusaha mempengaruhi pendapat seseorang yang berada dalam ketidaksetujuan. Ciri sebuah argumen yang baik menurut Toulmin
2003 mengangung komponen klaim, data, penjamin, pendukung, kualifer, dan reservasi. Komponen ini menggambarkan sebagai fungsi dalam argumen. Gambar 2 memperlihatkan komponen argumentasi dan
keterkaitannya
Gambar 2. Model lengkap argumentasi Toulmin Toulmin, 2003
Keterangan: D = Data, Q = Qualifierkualifer, K = Klaim, B = Backingpendukung, W = warrantpenjamin
Inch et al. 2006 dan Freeley Steinberg 2009 menjelaskan lebih lanjut keenam komponen tersebut yaitu.
1. Data grounds adalah sinonim dari bukti evidence. Databukti adalah fakta atau kondisi obyektif
yang dapat diamati, kepercayaan, atau premis yang telah diterima sebagai sebuah kebenaran oleh audien atau kesimpulan-kesimpulan yang telah ditetapkan sebelumnya. Ringkasnya, data adalah bukti dan
alasan untuk menyokong dasar dari argumen.
2. Klaim claim adalah pendapat atau kesimpulan yang dikemukan oleh orang yang berpendapat dan
ingin diterima audien.
3. Penjamin warrant adalah penalaran yang digunakan untuk menghubungkan data dan klaim. Bukti
dan alasan dikembangkan menjadi klaim yang tak terbantahkan kebenarnya.
D Maka Q, K
Berdasarkan B Kecuali R
Karena W
71
Sumber: Freeley Steinberg 2009 1.
Pendukung backing adalah fakta lebih lanjut atau penalaran yang digunakan untuk mendukung atau
melegitimasi prinsip yang ada pada penjamin.
Sumber: Freeley Steinberg 2009
2. Kualifikasi modal qualifications adalah kata keterangan sehari-hari adverb atau kalimat keterangan
tambahan adverbial frase yang memodifikasi klaim dan menunjukkan kekuatan rasional atau derajat kekuatan dari orang yang berpendapat tersebut. Ketika berpendapat derajat kekuatan pendapat biasanya
tercermin dari ungkapan atau tulisannya dengan beberapa kata seperti “kuatsangat stongly,
kemungkinan probably, tentu certainly, bisa saja possibly”.
3. Pengecualian reservation adalah keadaan atau kondisi yang melemahkan argumen. Hal ini terjadi
karena adanya keterbatasan atau pengecualian yang membatalkan penerapan penjamin. Reservasi ini dikemukan oleh ini Inch et al. 2006. Adapun Freeley Steinberg 2009 menyatakan komponen
keenam adalah penyanggah rebutal, yaitu bukti atau alasan yang akan melemahkan atau menghancurkan klaim.
Menurut Inch et al. 2006 ada empat model argumentasi Toulmin yang mungkin terjadi dalam sebuah teks. Keempat model tersebut adalah sebagai berikut.
a Data – Klaim DK
b Data – PenjaminWarrant – Klaim DWK
c Data – Penjamin – PendukungBacking – Klaim DWBK
d Data –Penjamin–Pendukung – Reservasi-Qualifier– Klaim DWBRQK
Keempat model argumentasi Toulmin yang dikemukan Inch et al. 2006 merupakan argumentasi informal. Menurut Chang Chiu 2008 argumentasi informal dapat dibedakan dengan formal dari cara
pengambilan klaim. Pengajuan klaim pada argumentasi formal didasarkan pada premis-premis yang baku, penambahan dan penghapusan isi premis tidak diperbolehkan. Pengajuan klaim pada argumentasi informal
mengandung fitur kognitif dan afektif, individu dapat mengubah premis berdasarkan pengetahuan dan keyakinan pribadi, informasi dari media massa, buku teks, atau pengalaman hidup, dan lain-lain.
Berdasarkan perbedaan ini, argumentasi informal memiliki karakteristik membuat klaim, menyediakan alasan, menyajikan argumen kounter, menunjukkan kualifer, dan mengevaluasi argumen.
Argumentasi yang terjadi pada diskusi isu sosiosaintfik bersifat argumentasi informal. Argumentasi informal dikembangkan berdasarkan model Toulmin. Argumentasi pada model Toulmin merupakan
Data
Teroris melakukan aksi terror untuk mendapatkan publisitas
Penjamin
Media sensasional memberikan peluang bagi
publikasi teroris
Klaim
Pelarangan media sensasional akan mengurangi aksi
terorisme
Data
Kekerasan oleh anak menghasilkan kematian dan
kecelakaan
Penjamin
Karena media kekerasan menghantarkan pada
kekerasan pada anak
Klaim
Pelarangan media kekerasan akan mengurangi
kematian dan kecelakaan
Pendukung:
Kajian memperlihatkan hubungan antara media dan kekerasan dan kekerasan pada anak
72 aktivitas rasional yang melibatkan klaim yang dikembangkan dan didukung oleh data, penjamin yang
menghubungkan data pada klaim. Klaim mempunyai kualifer dan penjamin didukung oleh pendukungbacking. Lebih jauh lagi, aktivitas diskusi berkaitan dengan memberikan sanggahan rebuttal
terhadap argumen.
Pengembangan argumentasi di kelas sains dapat dilakukan dengan metode diskusi berbasis isu sosiosaintifik Osbone, 2005; Erduran et al., 2005, Dawson Venville, 2009, dan dengan melakukan
perdebatatan isu saintifik di kelas Aleixandre et al., 2000; Hakyolu Bekiroglu, 2011. Diskusi isu sosiosaintifik mempunyai potensi yang lebih besar dalam meningkatkan kualtias argumentasi, karena
argumentasi pada konteks sosiosaintifik lebih mudah. Pada konteks isu sosiosaintfik peserta didik berargumen dengan sudut pandang yang dikuasainya atau diminatinya, akibatnya argumentasi pun meluas
tidak hanya menggambarkan pengetahuan ilmiah, tetapi juga etika dan nilai Osborne, 2005.
Osborne dan Erduran adalah pakar yang mengembangkan keterampilan argumentasi dalam pembelajaran sains. Osborne dan Erduran mengembangkan penilaian kualitas argumentasi berdasarkan
model argumentasi Toulmin. Osborne 2005 mengklasifikasikan argumen ke dalam tiga kelompok yaitu: 1 klaim sederhana, 2 argumen dengan justifikasi, dan 2 argumen dengan justifikasi dan penyanggah. Tiga
kelompok ini kemudian dikuantifikasi menjadi lima level argumentasi, yang merupakan sebuah kerangka kerja analitik untuk menilai kualitas argumentasi. Kerangka kerja analitik untuk menilai kualitas argumentasi
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kerangka analitik digunakan untuk menilai kualitas argumentasi pada diskusi isu sosiosaintifik
kelas
Level Keterangan
5 Argumen meunjukkan keluasan argumen dengan lebih dari satu sanggahan
4 Argumentasi menunjukkan beberapa argumen dengan klaim atau klaim-klaim dan klaim balasan
dengan sanggahan yang jelas
3 Argumentasi mengandung beberapa argumen dengan serangkaian klaim atau klaim balasan
dengan data, penjamin atau pendukung dengan terkadang sanggahan yang kurang bagus
2
Argumentasi mengandung beberapa argumen yang mengandung klaim dengan data, penjamin, atau pendukung, tapi tidak ada sanggahan
1 Argumentasi mengandung beberapa argumen yaitu klaim sederhana lawan sebuah klaim balasan
atau klaim lawan klaim
Sumber Osborne 2005: 371 dan Erduran et al., 2005:390.
Kerangka analitik kualitas argumen yang dikembangkan Osborne, Erduran, Simon 2005 sangat cocok digunakan untuk menganalisis dialog yang digunakan siswa pada sebuah diskusi isu sosiosaintifik
dalam bentuk berpasangan atau kelompok kecil, penyanggah merupakan komponen penting pada kerangka ini Dawson Venville, 2009. Bagi diskusi yang kurang memberi kesempatan untuk memunculkan
penyanggah, Dawson Venville 2009 memodifikasi kerangka Osborne, Erduran, Simon menjadi kerangka baru lihat Tabel 2.
Tabel 2. Kerangka analitis kualitas argumentasi Level
Keterangan 4
Klaim, data, penjamin, pendukung, dan kualifer
3 Klaim, data, penjamin, pendukung asumsi yang mendukung penjamin atau kualifer kondisi
tentang ketepatan klaim
2 Klaim, data bukti yang mendukung klaim, danatau penjamin penghubung antara data dan
klaim
1 Klaim pernyataan, kesimpulan, proposisi saja
Sumber: Dowson Venville 2009: 1432-1433 memodifikasi dari Osborne Erduran, et al. 2005: 371, 390
73
DIS KUSI ISU SOSIOSAINTIFIK MELALUI JEJARING SOSIAL “FACEBOOK”
Media sosial memiliki potensi besar untuk dikembangkan dalam pendidikan di Indonesia, dilihat dari dua sisi yaitu jumlah pengguna dan sifat media sosial. Jumlah pengguna media sosial di Indonesia cukup
besar terutama terutama facebook. Sejak didirikan pada tahun 2004 sampai tahun 2012, situs socialbakers mencatat pengguna facebook aktif di seluruh dunia berjumlah 900 juta orang, dan pengguna facebook di
Indonesia mencapai hampir 44 juta. Pada 1 Febuari 2013 jumlah pengguna facebook di Indonesia meningkat menjadi 48.777.600. Menurut Wahyudi 2011 ada 55 juta pengguna internet di Indonesia, berdasarkan data
ini maka hampir 80 pengguna internet di Indonesia adalah pengguna facebook.
Facebook merupakan situs jejaring sosial yang memungkinkan seseorang berhubungan dengan orang
lain secara bertatapan muka face to face secara online tertulis ataupun interaksi secara multilog pada sebuah komunitas group facebook.
Seperti media sosial lainnya, faceebook pun memiliki sifat berhubungan, berbagi, dan berkolaborasi connecting, sharing, and collaborating. Sifat media sosial seperti ini
memberikan beberapa keuntungan antara lain menambah kuantitas komunikasi antara pengajar dan pembelajar, membuka peluang berdiskusi dan berkolaborasi dalam penyelesaian tugas, dan meningkatkan
partisipasi serta keterlibatan pembelajar dalam berbagai program aksi di sekolah.
Sifat dan kepopuleran facebook berpotensi digunakan sebagai media diskusi isu sosiosaintifik. Ragupathi 2011 mengemukakan facebook bersifat kontruksi sosial yaitu peserta didik
mengirim dan bebagi pandangannya dan peserta lain memberi komentar. Saikaew 2011 menyatakan facebook bersifat memberi
kenyamanan dan kemudahan dalam berinteraksi sosial dalam berdiskusi. Popularitas facebook di kalangan peserta didik, membuat kiriman guru cepat ditanggapi oleh peserta didik.
Perbandingan antara blog dan facebook terlihat dari Tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan Blog dan Facebook No
Fasilitas Weblog
Facebook
1. Pembuatan akun gratis
V V
2. Pembuatan dan pengeloaan mudah tidak
menggunakan bahasa programwebmaster V
V 3.
Pengiriman tulisan V
V 4.
Pemberian komentar V
V 5.
Pemberitahuan setiap tulisankomentar V
V 6.
Pemberitahuan terintegrasi secara “mobile” melalui telepon gengam
X V
7. Tulisan dan komentar yang dikirimkan bersifat terbuka
bagi public V
V 8.
Tulisan dan komentar yang dikirimkan dapat dibuat tertutup hanya untuk jaringan teman
X V
9. Grup diskusi dan partisipan dapat dipilih dapat
bersifat tertutup atau terbuka pada publik X
V 10.
Penanda tag in yang dapat terkoneksi secara mobile dan muncul dalam pemberitahuan, untuk memanggil
pengguna lain, sehingga aktif berdiskusi. X
V 11.
Satu tulisan dapat menampung lebih dari 100 komentar tanpa “low loading”
X V
12. Selain diskusi ON I OFF juga dapat dilakukan diskusi
online X
V
Keterangan: V = ada, X = tidak ada
Dibandingkan dengan weblog, facebook memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah. a. Daya tampung komentar dan kecepatan akses. Daya tampung komentar pada grup jejaraing facebook
dapat mencapai ratusan dalam satu halamansatu kiriman status, tanpa mengalami kelambatan muat low
74 loading. Jumlah komentar lebih dari seribu pada grup jejaring facebook pun tidak mengalami
kelambatan muat low loading. b. Sistem unggah komentar. Pada grup facebook, setiap komentar akan terunggah dengan baik, walaupun
ada beberapa komentar yang masuk bersamaan. c. Fasilitas mengaktifkan partisipan dalam diskusi. Partisipan yang mempunyai nilai rendah, cenderung
rendah tingkat partisipasinya. Moderator dapat memanggil partisipan yang belum memberi komentartanggapan untuk berpartisipasi dalam diskusi, melalui fasilitas “menandaitag in” yang
tersedia dalam facebook. Penandaan oleh moderator pada partisipan, akan muncul pada pemberitahuannotifikasi facebook partisipan, hal ini akan mendorong partisipan untuk berpartisipasi.
d. Kemudahan akses. Facebook dapat diakses dengan mudah melalui telepon genggam, sehingga partisipasi dapat dilakukan secara mobile.
e. Pemberian rasa nyaman. Grup pada facebook dapat dibuat terbuka atau tertutup. Jika dibuat tertutup, maka hanya anggota grup yang dapat mengakses dan melihat perbincangan yang terjadi, sehingga privasi
dan kenyamaan partisipan terlindungi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan facebook sebagai media diskusi isu
sosiosaintifik adalah sebagai berikut. 1.
Sesi diskusi untuk menghantarkan pada literasi sains
Empat sesi diskusi dilakukan untuk menghantarkan pada literasi sains partisipan. Empat sesi pada diskusi isu sosiosaintifik bersifat kontekstual, konstruksional, dan problem solving. Sesi I polemik
berdiskusi isu kontekstual dan kontroversial yang terjadi di masyarakat. Pada sesi I, isu sains bersifat sosial yang menimbulkan kontroversi, karena perbedaan sudut pandang. Argumentasi pro dan kontra akan
didukung data, fakta, dan alasan logis serta rasional, penilaian bukan salah dan benar, tetapi kuat dan tidak argumentasi yang dikemukakan. Tujuan dari sesi I adalah mengeksplorasi kemampuan argumentasi
partisipan. Sesi II eksplorasi mengkonstruksi pengetahuan sains secara kolaboratif. Sesi dua lebih membahas tentang hakikat dan penjabaran sainstifik tentang pokok persoalan yang dipermasalahkan
menjadi isu. Sesi ini bertujuan untuk mengembalikan isu sosial kepada isu sains, sehingga partisipan memperoleh literasi sains tentang topik yang sedang didiskusikan. Literasi sains yang sudah diperoleh pada
sesi kedua, menjadi sebuah patokan untuk menyikapi isu yang terjadi di masyarakat secara benar. Sesi III merumuskan solusi dan berperan aktif memberi pemahaman pada masyarakat terhadap permasalahan
kontroversial yang terjadi di masyarakat. Sebagai seorang calon guru sains yang memiliki literasi sains, solusi terhadap isu sosiosaintifik harus kembali diletakkan secara sainstifik, sehingga masyarakat dapat
memperoleh solusi praktis dan ilmiah saintifik. Sesi IV kesimpulan menegaskan kembali posisi terhadap isu yang berkembang. Partisipan pun mengkontruksi argumen yang lebih kaya daripada argumen sebelum
diskusi dilaksanakan.
Hal yang patut diperhatikan pada setiap sesi diskusi adalah waktu jeda. Waktu jeda setiap sesi diskusi diperlukan partisipan untuk mencari dan membaca literatur yang relevan dengan topik diskusi. Kejelasan
alokasi waktu jeda setiap sesi diskusi sangat diperlukan untuk memberi kesempatan pada partisipan memahami dan mencerna isi diskusi.