Bukan-Eksperimen Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA Pengembangan Profesi Guru Sains melalui Penelitian dan Karya Teknologi yang Sesuai dengan Tuntutan Kurikulum 2013

4 Penelitian komparatif meninjau hubungan antara dua atau lebih variabel dengan melihat perbedaan yang ada pada dua atau lebih kelompok subyek penelitian. Jadi, masing-masing kelompok diperbandingkan dari variabel tertentu yang diselidiki. Sebagai contoh suatu penelitian berusaha meninjau hubungan antara tingkatan kelas dan minat pada pelajaran kimia di suatu sekolah, dengan mensurvei minat siswa kelas X, kelas XI, dan kelas XII terhadap pelajaran kimia, dan membedakannya satu sama lain secara statistika misalnya analisis varians untuk perbedaan antar rata-rata, sehingga hubungan antara minat terhadap pelajaran kimia dan tingkatan kelas dapat disimpulkan. Namun demikian, hubungan yang ditemukan dari penelitian komparatif ini, tidak serta merta dapat ditafsirkan sebagai hubungan kausal sebab-akibat. Penelitian korelasional menyelidiki hubungan di antara variabel-variabel, yang diungkapkan dengan nilai koefisien korelasi. Untuk mencari korelasi, setiap subyek penelitian memberikan satu skor untuk masing-masing variabel yang diteliti, sehingga terdapat dua himpunan skor yang jika dihitung nilai koefisien korelasinya memperlihatkan derajad kekuatan hubungan di antara variabel-variabel yang diselidiki hubungannya. Contoh penelitian korelasional adalah penelitian tentang kekuatan hubungan antara IQ dengan kemampuan belajar fisika siswa SMA. Contoh lain adalah penelitian tentang daya prediksi nilai kimia tes SBMPTN terhadap IPK mahasiswa program studi kimia di perguruan tinggi. Jika penelitian korelasional melibatkan lebih dari dua variabel sekaligus, maka teknik analisis statistikanya yang lebih rumit diperlukan dalam analisis data, misalnya regresi ganda. Hanya jika keterkaitan hubungan antar variabel dapat dijelaskan secara teoretik, maka korelasi antarvariabel tersebut dapat dimaknai sebagai hubungan kausal. Penelitian “ex-post facto” setelah terjadi, yang seringkali disebut juga penelitian kausal-komparatif, pada dasarnya merupakan penelitian non-eksperimen yang dipoles sehingga nampak seperti suatu eksperimen. Studi ex-post facto menguji suatu fenomena yang telah terjadi dan berusaha menarik kesimpulan tentang adanya hubungan-hubungan kausal. Contoh pertayaan penelitian dari studi ex-post facto: Apakah siswa SMA yang mengikuti bimbingan belajar mempunyai prestasi belajar biologi lebih tinggi daripada siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar dalam SBMPTN? Pada studi ini mengikuti bimbingan tes dapat dipandang sebagai “perlakuan”, dan pengaruhnya terhadap keberhasilan dalam SBMPTN diselidiki dari perbedaan rata-rata nilai prestasi kedua kelompok tersebut. Analisis konten content analysis adalah suatu desain penelitian untuk menghasilkan deskripsi yang obyektif dan sistematik mengenai isi content yang terungkap dalam suatu komunikasi Zuchdi, 1993. Analisis konten dimanfaatkan untuk memahami makna dalam bentuk dokumen, artikel, buku ajar, soal ujian, media pembelajaran, rekaman video interaksi belajar-mengajar, dll. Tahapan analisis konten mencakup tahap pendeskripsian yang diikuti dengan tahapan analisis dan inferensi. Analisis dapat dilakukan secara kuantitatif, seperti frekuensi, asosiasi dan korelasi, ataupun dilakukan secara kualitatif yang menekankan pola-pola hubungan yang ada dalam dokumen yang dianalisis. Satu contoh penelitian yang menggunakan analisis konten adalah penelitian tentang kandungan keterampilan proses dalam soal IPA UN SMA. Peneliti mula-mula menentukan rentang tahun penerbitan soal-soal UN yang akan dianalisis, selanjutnya dengan indiator keterampilan-keterampilan proses interpretasi, menggunakan konsep, komunikasi, menggunakan alat, merancang eksperimen ia menentukan jenis keterampilan proses yang terkandung dalam setiap butir soal. Pada pada akhirnya peneliti dapat menggambarkan profil soal IPA UN dari segi keterampilan proses yang dikandungnya secara kuantitatif frekuensinya dan -tase, serta pola hubungan antara jenis keterampilan proses dan materi pelajaran kimia dalam soal tes tersebut. 3 Etnografi dan Studi Kasus Desain penelitian etnografik diadopsi dari tradisi penelitian antropologi. Etnografi adalah deskripsi analitik secara mendalam tentang suatu situasi budaya McMillan, 2012. Dalam konteks pendidikan, penelitian etnografik didefinisikan sebagai pendeskripsian secara ilmiah sistem, proses, dan fenomena pendidikan dalam konteks khusus. Penelitian etnografik berkaitan erat dengan observasi, deskripsi, dan pertimbangan kualitatif atau interpretasi terhadap fenomena yang diselidiki. Penelitian etnografi berlangsung dalam setting alami dan berfokus pada proses dalam mencoba memperoleh gambaran tentang obyek studi secara holistik. Seringkali penelitian etnografik tidak mempunyai basis teoretik yang kuat, dan hanya sedikit hipotesis dirumuskan sebelum penelitian dimulai. Justru hipotesis dan teori dibangun selama penelitian dilakukan. 5 Sebagai contoh, suatu penelitian etnografik dalam pendidikan kimia berangkat dari pertanyaan: “Seperti apa pembelajaran kimia di sebuah sekolah nasional plus?” Observasi dilakukan dalam kelas dan laboratorium kimia, pusat komputer, dan perpustakaan, dalam kurun waktu satu tahun pelajaran. Peneliti membuat catatan lapangan field notes secara intensif tentang apa yang diobservasinya, serta melakukan interviu terhadap banyak siswa dan guru. Berdasarkan semua informasi yang dikumpulkannya, peneliti memberikan paparan dan interpretasi yang akurat tentang pembelajaran kimia di sekolah nasional plus yang menjadi situs site penelitian. Studi kasus case study sering dikaitkan dengan penelitian etnografik. Studi kasus dapat dipandang sebagai jenis khusus metode penelitian karena dapat berkaitan dengan metode-metode penelitian lainnya. Pada dasarnya studi kasus melibatkan pengkajian secara mendalam terhadap sebuah kelompok atau sejumlah sangat terbatas individu. Sebuah penelitian etnografik yang di dalamnya suatu kelomopok dipelajari secara mendalam, dapat dikatakan sebagai studi kasus. Studi kasus umunya bertalian dengan--tetapi tidak terbatas pada--penelitian kualitatif. Penelitian quasi-eksperimen yang dilakukan terhadap jumlah subyek yang sangat sedikit merupakan juga sebuah studi kasus.

4. Penelitian Tindakan Kelas

Secara sederhana penelitian tindakan kelas PTK dapat dikatakan sebagai suatu penelitian yang dilakukan guru sebagai praktisi pendidikan untuk meningkatkan mutu pembelajaran dengan melakukan tindakan-tindakan praktis terencana dalam setting kelasnya, serta mengadakan refleksi berdasarkan dampak dari tindakan-tindakan tersebut Costello, 2011. PTK lahir dari kebutuhan pragmatik guru untuk meningkatkan kinerja profesional secara berke lanjutan. Dibandingkan dengan “penelitian-penelitian tradisional”, PTK lebih bersifat informal, praktis, fleksibel, formatif. Ada baiknya PTK dilakukan secara kolaboratif antara sejawat guru di suatu sekolah MGMP sekolah agar terjadi proses saling melengkapi dan saling berbagi pikiran dan pengalaman. Gambar 1. Proses penelitian tindalan kelas Dari: Arikunto, Suhardjono, Supardi 2006 Desain PTK dapat digambarkan sebagai rangkaian siklus yang terdiri atas tahap-tahap berikut: Pertama, Mengidentifikasi persoalan yang dihadapi dan merencanakan strategi dan tindakan intervensi yang perlu dilakukan RencanaPlan; kedua, Melakukan intervensi TindakanAction; ketiga, Melakukan observasi dan pengumpulan data ketika dan setelah tindakan dilakukan ObservasiObservation; dan keempat, Melakukan analisis dan penafsiran data, serta pengkajian terhadap dampak dari tindakan yang dilakukan RefleksiReflection Refleksi yang dilakukan mengarahkan penyempurnaan atau perbaikan terhadap rencana yang telah dilakukan, sehingga diperoleh rencana baru untuk dipraktekan dan diamati dampaknya pada siklus berikutnya. Rangkaian siklus seperti ini berjalan terus, sehingga PTK dapat diilustrasikan pada Gambar 1. Selain itu, untuk meningkatkan kemasla hatan hasil PTK, “good practice” yang berhasil dikembangkan perlu disebarluaskan kepada sejawat guru mata pelajaran lain di satu sekolah serta sejawat di sekolah lain melalui publikasi sebagai model. Pada tahap identifikasi masalah, hendaknya pertanyaan yang dirumuskan harus bermanfaat untuk kelas, yakni yang jawabannya mengarah pada metode dan teknik pembelajaran yang lebih efektif, misalnya Refleksi Perencanaan SIKLUS I Pelaksanaan Pengamatan Refleksi Perencanaan SIKLUS II Pelaksanaan Pengamatan ? 6 “Apakah pembelajaran aktif menyebabkan siswa lebih bergairah dalam belajar dan memperoleh hasil belajar yang leb ih baik?” Pada tahap perencanaan, literatur perlu dirujuk, hanya tidak terlalu merujuk pada sumber primer laporan riset, tetapi cukup sumber sekunder, misalnya buku-buku tentang pengajaran sains atau informasi praktis dari WWW. Sementara itu metode penelitian yang diterapkan dapat merujuk pada metode- metode standar, namun dapat dibuat lebih praktis, seperti misalnya cukup dengan desain pre-eksperimen atau quasi-eksperimen untuk meninjau hubungan sebab-akibat. Data yang dikumpulkan dapat berupa data kuantitatif skor tes dan hasil survey ataupun kualitatif misalnya komentar dan evaluasi siswa pada dialog atau focus group discussion FGD. Analisis data pada PTK terarah untuk menjawab secara langsung pertanyaan penelitian, misalnya apakah strategi mengajar yang diterapkan membuahkan proses dan hasil belajar yang lebih baik. Pengujian statistika yang canggih terhadap data kuantitatif tidak praktis dalam PTK, karena penelitian ini lebih bersifat studi kasus dan terikat pada konteks sekolah, yang hasilnya tidak dapat digeneralisasi ke setting yang lebih luas. Sementara itu kesimpulan yang ditarik dari PTK perlu memberikan informasi yang langsung untuk pengambilan keputusan guru dalam menentukan strategi mengajar ke depan. Implikasinya perlu jelas, apakah perlu mengadopsi strategi baru yang dikembangkan jika ada indikasi memberikan hasil lebih baik, apakah kembali ke strategi seperti biasa jika ada indikasi lebih buruk, atau memodifiksi strategi baru tersebut untuk diujicobakan lagi tidak ada indikasi lebih baik, tetapi ada potensi untuk memberikan hasil lebih baik. RANAH-RANAH PENELITIAN PENDIDIKAN IPA Penelitian-penelitian untuk tujuan penulisan skripsitesis dalam bidang pendidikan IPA diarahkan terutama pada “classroom based research”, yaitu penelitian yang dilakukan dalam setting kelas secara nyata untuk mempelajari masalah pembelajaran Wilson, 2013. Tugas melakukan penelitian tipe ini akan memberikan pengalaman belajar kepada calon guru yang dapat mengembangkan profesionalisme guru, termasuk kemampuan mengidentifikasi secara tajam permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran di kelas, mengembangkan solusi bagi permasalahan tadi, serta mengujinya secara ilmiah. Duit 2007 menyatakan bahwa dalam konteks pendidikan IPA, ranah-ranah penelitian yang bersesuaian dengan tujuan itu antara lain sebagai berikut. 1. Analisis Konsepsi dan Miskonsepsi Siswa Penelitian dalam ranah ini mengidentifikasi konsepsi-konsepsi ide-ide siswa mengenai konsep-konsep esensial dalam silabus mata pelajaran kimia di SMPMTs dan SMAMA dengan berbagai macam metode standar, antara lain asesmen dengan tes diagnostik miskonsepsi dua tingkat two-tier diagnostic test, interviu klisnis dengan perekaman terhadap siswa, atau pemetaan konsep oleh siswa. Hasil studi tipe ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan tentang konsepsi-konsepsi alternatif yang ada dalam pikiran siswa sekolah menengah pada umumnya. Sesuai dengan kaidah pembelajaran konstruktivis, pengetahuan ini penting sebagai landasan bagi guru untuk merancang strategi pembelajaran yang efektif. 2. Remediasi Miskonsepsi dengan Menerapan Teori Pengubahan Konsep Atas dasar miskonsepsi-miskonsepsi yang teridentifikasi dapat dilakukan penelitian untuk mengembangkan dan mengevaluasi efektivitas metode, teknik, dan media konvensional dan digital inovatif untuk meremedi kelompok siswa yang mengalami miskonsepsi tersebut. Metode pembelajaran inovatif untuk meremedi miskonsepsi dapat dikembangkan dengan merujuk pada teori tentang pengubahan konsep conceptual change. Sementara itu metode penelitian yang laik dipakai untuk mengevaluasi efektivitas metode inovatif yang dikembangkan adalah quasi-ekesperimen. 3. Diagnosis Kesalahan Umum Siswa dalam Memecahkan Masalah Numerik IPA Kompetensi melakukan perhitungan-perhitungan numerik terkait IPA terutama fisika dan kimia menjadi masalah nyata yang dihadapi siswa. Identifikasi perlu dilakukan terhadap titik kelemahan siswa dalam proses pemecahan masalah, yang menyebabkan mereka memperoleh jawaban salah. Metode standar yang dapat dipakai dalam mengidentifikasi kelemahan tersebut adalah analisis terhadap respon tertulis siswa pada penyelesaian soal hitungan serta teknik “thinking-aloud”. Siswa yang menjadi subyek penelitian diminta menyelesaikan soal hitungan sambil mengutarakan proses penalaran yang terjadi dalam pikirkannya,