Epidemiologi TB Diagnosa TB Tuberkulosis .1 Definisi

2.3 TB Tuberkulosis 2.3.1 Definisi Tuberkulosis TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri yang nama ilmiah adalah Mycobacterium tuberculosis . Ini pertama kali diisolasi pada tahun 1882 oleh seorang dokter Jerman bernama Robert Koch yang menerima hadiah Nobel untuk penemuan ini. TB paling sering mempengaruhi paru-paru, tetapi juga dapat melibatkan hampir semua organ tubuh George, 2010.

2.3.2 Epidemiologi TB

Prevalensi tertinggi infeksi tuberkulosis dan taksiran tahunan risiko infeksi tuberkulosis berada di sub-Sahara Afrika dan Asia Tenggara. Secara keseluruhan, hampir 3,8 juta kasus tuberkulosis dilaporkan di dunia dalam 1990, dimana 49 berada di Asia Tenggara. Pada tahun 1990, 7,5 juta kasus diperkirakan dan 2,5 juta angka kematian dicatat di seluruh dunia Raviglione, 1995. TB merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Selain itu, Indonesia menduduki peringkat ke-3 di kalangan negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 dari total jumlah pasien TB dunia. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70 usia produktif. Dalam pada itu kerugian ekonomi akibat TB juga cukup besar Bakti Husada, 2010. Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Faktor Risiko Beberapa faktor risiko infeksi tentu saja termasuk riwayat kontak pasien

dengan TB menular, misalnya dalam pengaturan rumah tangga, penjara dan pekerjaan tertentu, seperti kerja di rumah sakit. Perkembangan penyakit dapat difasilitasi oleh co-morbiditas, seperti HIV AIDS, diabetes atau silikosis, serta kekurangan gizi dan merokok. Selain itu, hasil yang merugikan secara langsung atau secara tidak langsung berhubungan dengan alkoholisme dan penggunaan obat intravena serta kemiskinan WHO, 2005.

2.3.3.1 Bagaimana pasien HIV bisa terinfeksi Tuberkulosis

Mycobacterium tuberculosis, organisme penyebab tuberkulosis menyebar hampir secara eksklusif melalui jalur pernafasan. Orang dengan TB paru aktif menularkannya melalui batuk atau bersin. Ketika seorang individu rentan menghirup partikel berukur 10 mikron, ia akan mencapai alveoli kantung udara kecil di paru-paru, dan menetapkan infeksi TB. Dengan sistem kekebalan yang kuat, pasien tidak akan mengembangkan penyakit TB. Orang dengan infeksi TB laten adalah asimtomatik dan tidak menyebarkan TB ke orang lain. Satu-satunya bukti bahwa mereka telah memiliki infeksi TB adalah hasil tes kulit tuberkulin positif. Karena depresi sistem imunitas pada pasien dengan penyakit HIV, sistem kekebalan tubuh tidak dapat melawan organisme yang menyerang tubuh. Multiplikasi yang cepat terjadi pada pelbagai lokasi organ secara bersamaan. Pasien dengan penyakit HIV mungkin tidak dapat membatasi multiplikasi Mycobacterium tuberculosis dan dengan demikian orang yang terinfeksi HIV mungkin memiliki kerusakan multiorgan Verma, 2008. Universitas Sumatera Utara 2.3.4 Patogenesis 2.3.4.1 Tuberkulosis Primer Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik yang disebut sarang primer atau afek primer atau sarang fokus Ghon. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivitas. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus limfangitis regional. Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus limfadenitis regional. Sarang primer limfangitis lokal dan limfadenitis regional dikenal sebagai kompleks primer Ranke. Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat sembuh sama sekali tanpa meninggalkan kecacatan. Ini sering terjadi atau pasien bisa sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis- garis fibrotik dan kalsifikasi di hilus.

2.3.4.2 Tuberkulosis Sekunder Post - Primer

Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90. TB sekunder terjadi karena imunitas menurun yang disebabkan malnutrisi, pengambilan alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS dan gagal ginjal. TB post-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru bagian apikalposterior lobus superior atau inferior. Invasinya adalah ke daerah parenkim paru. Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan antara sitokin dengan TNF-nya Israr, 2009. Universitas Sumatera Utara

2.3.5 Gejala Klinis Gejala penyakit TB dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus

yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. 2.3.5.1 Gejala sistemikumum Gejala sistemik yang bisa ditemui adalah seperti, batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu dapat disertai dengan darah, demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, penurunan nafsu makan dan berat badan dan perasaan tidak enak malaise serta lemah.

2.3.5.2 Gejala khusus:

Gejala khusus tergantung dari organ tubuh mana yang terkena. Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus saluran yang menuju ke paru-paru akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan di rongga pleura pembungkus paru-paru, timbul keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang. Pada anak-anak dapat mengenai otak lapisan pembungkus otak dan disebut sebagai meningitis radang selaput otak dan gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang- kejang Werdhani, 2008.

2.3.5.3 Gejala klinis pada pasien HIV yang terinfeksi Tuberkulosis

Antara gejala klinis yang ditemui pada pasien HIV yang menderita Tuberkulosis adalah seperti batuk yang berlanjutan selama tiga minggu atau lebih, kekurangan berat badan, demam selama empat minggu atau lebih, berkeringat di malam hari selama empat minggu atau lebih, indeks massa tubuh BMI 18 atau kurang, dan limfadenopati di bawah kulit, batuk berdahak, nyeri dada, kelemahan atau kelelahan, kurangnya nafsu makan Werdhani, 2008. Universitas Sumatera Utara

2.3.6 Diagnosa

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TB, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah anamnesis yang baik terhadap pasien maupun keluarganya, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium darah, dahak, cairan otak, pemeriksaan patologi anatomi PA, Rontgen dada dan Uji tuberkulin Werdhani, 2008. Diagnosis TB pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif, perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan harus dilakukan. Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas misalnya Kotrimoksasol atau Amoksisilin selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS. Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada untuk mendukung diagnosis TB. Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB. Beberapa gambaran yang patut dicurigai sebagai proses spesifik adalah infiltrat, kavitas, kalsifikasi dan fibrosis pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif dengan lokasi di lapangan atas paruapeks Werdhani, 2008. Universitas Sumatera Utara

2.3.7 Pemeriksaan Penunjang