2.3.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium melibatkan darah, sputum, tes tuberkulin, serologi, Enzym linked immunosorbent assay ELISA , Mycodot, dan Uji peroksidase anti
peroksidase PAP Israr, 2009.
2.3.8 Penatalaksanaan 2.3.8.1 Perawatan Medis
Tujuan pengobatan penderita tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau timbulnya resistensi
terhadap OAT dan memutuskan rantai penularan. Prinsip pengobatan obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat selama 6 – 8 bulan, agar semua kuman termasuk kuman persisten dapat dibunuh. Apabila panduan obat yang digunakan tidak adekuat jenis, dosis
dan jangka waktu pengobatan, kuman TB akan berkembang menjadi kuman kebal obat resisten. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif
dan tahap lanjutan. Pada tahap intensif awal penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya resistensi terhadap semua Obat
Anti TB OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif pada akhir pengobatan intensif. Sedangkan pada tahap lanjutan penderita mendapat
jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Paduan Obat Anti TB OAT di Indonesia berdasarkan WHO dan IUATLD
International Union Againts Tuberculosis and Lung Diseases merekomendasikan paduan OAT standar yang dibahagi pada 3 kategori iaitu
kategori 1 2 HRZE 4 H3R3 atau 2 HRZE 4 HR atau 2 HRZE 6 HE; kategori 2 2 HRZES HRZE 5 H3R3E3 atau 2 HRZES HRZE 5 HRE; kategori 3 2
HRZ 4 H3R3 atau 2HRZ 4 HR atau 2 HRZ 6 HE. Program Nasional
Universitas Sumatera Utara
Penanggulangan TB di Indonesia menggunakan paduan OAT, yaitu : kategori 1 2 HRZE 4 H3R3; kategori 2 2 HRZES HRZE 5 H3R3E3; dan paduan obat
sisipan HRZE. Obat kategori 1 adalah 2 HRZE 4 H3R3. Tahap intensif terdiri dari
isoniazid H, rifampisin R, pirazinamid Z, dan ethambutol E. Obat–obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan 2 HRZE. Tahap ini diteruskan
dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniazid H dan rifampisin R yang diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan. Obat ini diberikan pada
penderita baru TB Paru BTA positif , penderita TB Paru BTA negatif rontgen positif yang secara klinis sakit berat, dan penderita TB Ekstra Paru yang secara
klinis sakit berat. Obat kategori 2 adalah 2 HRZES HRZE 5 H3R3E3. Tahap intensif
terdiri dari isoniazid H, rifampisin R, pirazinamid Z, ethambutol E dan suntikan streptomisin setiap hari di unit pelayanan kesehatan selama 2 bulan.
Tahap ini dilanjutkan dengan isoniazid H, rifampisin R, pirazinamid Z, dan ethambutol E setiap hari selama 1 bulan. Setelah itu diteruskan dengan tahap
lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Obat kategori 2 ini diberikan pada penderita kambuh relaps, penderita gagal
failure, dan penderita dengan pengobatan yang lalai after default. Obat sisipan HRZE diberikan apabila pada akhir tahap intensif dari
pengobatan dengan kategori 1 atau kategori 2, hasil pemeriksaan sputum masih BTA positif. Obat sisipan HRZE diberikan setiap hari selama 1 bulan. Kini telah
diperkenalkan obat dalam bentuk FDC Fixed Dose Combination Kombinasi Dosis Tetap. Dalam satu tabletnya terdiri dari 2,3 atau 4 obat sekaligus. Obat
jenis ini harus diproduksi secara baik untuk menjamin bioavailabilitas obat-obat yang tercampur dalam satu tablet. WHO menganjurkan obat 4 FDC, yang berisi
Universitas Sumatera Utara
rifampisin 150 mg, INH 75 mg, ethambutol 275 mg, dan pirazinamid 400 mg, diberikan satu tablet untuk setiap 15 kilogram berat badan Israr, 2009.
2.3.8.2 Perawatan Bedah
Bedah reseksi dari paru-paru yang terinfeksi dapat dianggap untuk mengurangi beban bacillary pada MDR-TB. Prosedur termasuk segmentektomi
jarang digunakan, lobektomi, dan pneumonektomi. Komplikasi meliputi komplikasi perioperatif biasa, penyakit kambuhan, dan fistula bronkopleural
2.3.9 Prognosa dan Pencegahan
Thomas, 2007.
Prognosis untuk pemulihan dari TB baik untuk sebagian besar pasien jika
penyakit ini didiagnosis dini dan diberikan pengobatan yang awal dengan obat yang sesuai dengan rejimen jangka panjang. M
TB adalah penyakit yang dapat dicegah. Pengujian kulit PPD untuk TB digunakan di populasi berisiko tinggi atau pada orang yang mungkin telah terkena
TB, seperti pekerja kesehatan. Tes kulit positif menunjukkan pajanan TB dan infeksi tidak aktif. Orang yang telah terpapar pada TB harus langsung diuji dan
harus melakukan ujian lanjutan jika tes pertama negatif. Pengobatan dini sangat penting dalam mengendalikan penyebaran TB dari orang-orang yang memiliki
penyakit TB aktif kepada mereka yang tidak pernah terinfeksi TB. Beberapa negara dengan tingginya insiden TBC menyediakan vaksinasi BCG untuk
masyarakat supaya mencegah TB Dugdale, 2009. etode bedah moden memiliki hasil
yang baik dalam banyak kasus Cramer, 2006.
2.3.10 Perawatan Pasien HIV yang terinfeksi TB
Manajemen pengobatan TB pada orang dengan HIV pada dasarnya sama seperti untuk pasien tanpa HIV tetapi ada beberapa perbedaan penting. Regimen
yang direkomendasikan pada orang dewasa terinfeksi HIV saat penyakit
Universitas Sumatera Utara
disebabkan oleh organisme yang diketahui atau dianggap menjadi peka terhadap lini pertama obat adalah rejimen 6 bulan yang terdiri daripada fase awal isoniazid
INH, rifampisin, pirazinamid PZA, dan ethambutol EMB untuk 2 bulan yang pertama dan fase kelanjutan dari INH dan rifampisin untuk 4 bulan terakhir.
Pasien dengan jumlah CD4 100 μl harus ditangani setiap hari atau 3 kali per
minggu baik di fase awal mahupun fase lanjut. Durasi terapi selama enam bulan perlu dipertimbangkan sebagai jangka waktu minimal pengobatan untuk orang
dewasa dengan HIV. Terapi harus diperpanjang sampai 9 bulan untuk pasien terinfeksi HIV dengan responnya kurang baik terhadap terapi awal. Harus diberi
perhatian dalam mengobati TB pada orang yang terinfeksi HIV karena interaksi rifampisin RIF dengan agen antiretroviral yang lain.
Directly observed therapy DOT dan tindakan lain harus mempromosikan
strategi yang bisa digunakan pada semua pasien TB yang berhubungan dengan HIV. Perawatan untuk pasien HIV dengan TB harus mencakup perhatian terhadap
kemungkinan kegagalan pengobatan TB, kegagalan pengobatan antiretroviral, efek samping untuk semua obat yang dipakai, dan toksisitas obat CDC, 2008.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian adalah karakteristik pasien HIV dengan Tuberkulosis :
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Penderita HIV dengan
Tuberkulosis Karakteristik penderita
berdasarkan : - Usia
- Jenis Kelamin - Faktor Risiko
- Status sosioekonomi - Infeksi Opurtunistik Lain
Universitas Sumatera Utara