BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
4.1. Sejarah Singlkat Berdirinya Panti Asuhan Budi Luhur
Panti asuhan Budi Luhur Takengon adalah salah satu Panti Asuhan Pemerintah yang berada di Daerah Tingkat II Aceh Tengah dalam Provinsi Daerah
Istimewa Aceh Kabupaten Aceh Tengah Provinsi NAD, berfungsi sebagai pelayanan sosial dibidang pembinaan lanjut usia terlantar, miskin, dan yang tidak
mempunyai sanak keluarga, melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Panti Asuhan juga salah satu upaya memberikan bantuan bagi mereka-mereka yang belum beruntung
sesuai dengan makna dari UUD 1945 pasal 34. Panti asuhan ini bermula didirikan oleh Jawatan Agama Kabupaten Aceh
Tengah seksi Baitulmaal pada waktu itu disebut “ Asrama Penyantunan Fakir Miskin dan Yatim Piatu” berdiri tepat pada tanggal 1 Maret 1948. Untuk
mewujudkan cita-cita ini dibangunlah sebuah rumah yang terdir dari atap seng, dinding dan lantai papan dengan berkapasitas dapat menampung 25 orang, diatas
tanah di Paya Ilang dalam kecamatan Bebesen sekarang Jalan Lebe Kader Takengon. Atas inisiatif dari tokoh-tokoh masyarakat pada waktu itu dengan tujuan
utama agar dapat menampung dan meyantuni fakir miskin, lanjut usia yatim piatu, terutama sekali lanjut usia yang berjuang demi kemerdekaan dalm mempertahankan
Kemerdekaan Republik Indonesia yang kita cintai ini. Disamping menampung anak yatim, juga berfungsi sebagai penampung
sementara bagi para pengungsi-pengungsi yang terus berdatangan dari daerah Sumatera Utara melalui jalur Berastagi, Kabanjahe, Kotacane, Blang Kejeren dan
masuk ke Daerah Tingkat II Aceh Tengah Takengon, akibat berkecambuknya perang melawan Belanda dan sekutunya pada tahun 1948 dan 1949.
Universitas Sumatera Utara
Pada masa itu asrama atau panti asuhan ini telah menampung 16 orang lanjut usia yatim piatu, fakir miskin dan pengungsi yang pada waktu itu pimpinan pertama
oleh Ibu Cut Mara Intan, yang kemudian digantikan oleh Bapak Tgk. Abdussalam yang keduanya dari Seksi Baitulmaal. Pembiayaan untuk menyatuni para penghuni
asrama atau panti asuhan diperoleh dari Baitulmaal melalui penerimaan dari masyarakat berupa zakat, sedekah dan sebagainya.
Berhubung karena kesulitan teknis, baik mengenai pengurusan, penyelenggaraan pendidikan lanjut usia dan lain-lain, maka oleh pihak Baitulmaal
pengolahan asrama atau panti asuhan diserahkan kepada Jawatan Sosial Kabupaten Aceh Tengah istilah pada waktu itu, yang sekarang Dinas Sosial Tenaga Kerja da
Transmigrasi tepatnya pada tanggal 16 Mei 1951, yang kemudian oleh Jawatan
Sosial tersebut member nama menjadi “ Asrama Sosial Kabupaten Aceh Tengah”
dengan menunjuk pimpinan asrama Bapak Alimatsyah pegawai Jawatan Sosial yang sempat bertugas sampai bulan Juli 1952, kemudian digantikan oleh Tgk. Ashaluddin.
Peristiwa demi peristitiwa dengan meletusnya peristiwa Aceh Tengah pada tahun 1953 yang dikenal dengan Pemberontakan DITII dan daerah Kota Takengon
sempat diduduki oleh tentara DITII selama 2 bulan, kemudian penyelenggaraan asram atau panti ini diambil alih oleh pihak DITII dengan membentuk panitia sendiri
sedangkan pimpinan asrama atau panti tetap dipilih oleh Bapak Tgk. Ashaluddin, sehingga fungsi asrama atau panti tetap seperti biasa walaupun banyak menghadapi
kesukaran-kesukaran, namun demikian Insya Allah lanjut usia tidak terlantar perawatannya.
Setelah KotaTakengon dapat direbut kembali oleh Tentara Naisonal Indonesia TNI maka asrama atau panti ini diambil kembali oleh Kantor Sosial Aceh Tengah
untuk melanjutkan kembali pelaksanaan perawatan lanjut usia seperti sediakala. Dari
Universitas Sumatera Utara
awal pendirian, baik sebelum ataupun sesudah diserahkan ppengelolaan asraa atau panti kepada Kantor Sosial sampai pada masa pemberontakan DITII berlangsung
coba-cobaan yang harus dihadapi, baik moril maupun materiil. Dapat dibayangkan biaya perawatan untuk membiayai panti pada waktu itu jumlahnya sangat kecil dan
tidak mencukupi, sedangkan biaya yang disediakan oleh pemerintah melalui Jawatan Sosial pelaksanaanya selalu tersendat-sendat pengirimannya dari Medan Sumatera
Utara, karena waktu itu Pemerintah Daerah tunduk ke Sumatera Utara. Konon lagi akibat perhubungan sangat sukar dan berbahaya dan harus dengan kawalan konvoi,
karena disepanjang jalan masih terjadi pemberontakan dan gangguan dari pihak DITII. Namun demikian, rasa kesetiakawanan sosial masyarakat pada waktu itu
sangat besar untuk memberikan sumbangan dan sedekah yang bermanfaat bagi asrama atau panti asuhan ini. Tidak mengherankan pada waktu itu sempat juga warga
asrama atau panti hanya memakan ubi rebus sebagai bahan pokok yang terdapat dipekarangan asrama.
4.2. Struktur Organisasi Lembaga