Makna Puasa Uposatha Bagi Umat Buddha

1. Jika teman dhamma bhikkhu dan samanera, atau ibu dan ayah sakit, maka seorang bhikkhu dapat pergi untuk merawatnya. 2. Jika teman dhamma ingin melepaskan jubah karena nafsu keinginan duniawi, maka seorang bhikkhu dapat pergi untuk memadamkan keinginan tersebut. 3. Jika terdapat beberapa tugas dari Sangha yang harus dikerjakan, seperti kerusakan vihara, maka seorang bhikkhu dapat pergi untuk mencari bahan guna perbaikan. 4. Jika donatur ingin meningkatkan kebajikan mereka kusala dan mengundang bhikkhu, maka seorang bhikkhu dapat pergi untuk mendukung keinginan mereka. 101 Bagi para bhikkhu yang telah melaksanakan vassa selama tiga bulan penuh, Sang Buddha mengijinkan untuk melaksanakan Pavarana upacara pengakhiran vassa sebagai ganti Uposatha pada saat Purnama di bulan Khatika bulan ke dua belas kalender lunar. Pavarana biasanya dilakukan pada tanggal 15, namun apabila Sangha tidak melakukan pavarana pada hari itu, upacara tersebut dapat ditunda dalam jangka waktu dua minggu atau satu bulan atau pada hari yang lainnya. Jumlah bhikkhu yang menghadiri pertemuan sekurang- kurangnya lima bhikkhu. Pavarana merupakan kesempatan bagi para bhikkhu untuk saling mengingatkan satu sama lain. 102

C. Makna Puasa Uposatha Bagi Umat Buddha

Hari Uposatha merupakan hari yang sangat penting bagi umat Buddha, baik yang berstatus sebagai viharawan maupun umat awam, baik bagi mereka 101 Bhikkhu Subalaratano ed, Pengantar Vinaya, h. 29-30 102 Bhikkhu Subalaratano ed, Pengantar Vinaya, h. 30 yang telah mengenal dhamma maupun yang hanya mengenal agama Buddha secara tradisional. Hari inilah yang tepat untuk berkumpul, mengulangi kembali ajaran Sang Buddha, membaca paritta, mendengarkan dhammadesana, melakukan diskusi dhamma, menjalankan sila, berbuat baik, bermeditasi, dan melakukan praktik dhamma yang lainnya. Hari Uposatha puasa mengajarkan kepada umat Buddha agar menjadi manusia haruslah bermanfaat bagi orang lain. Umat juga diajarkan untuk berbuat banyak kebajikan, sebab menurut ajaran Buddha perbuatan baik atau kebajikan akan membawa kebahagiaan bagi pelakunya baik di dunia maupun setelahnya. Puasa di dalam agama Buddha bukanlah sebagai formalitas keagamaan, tetapi sebagai suatu bentuk amalan yang didasarkan pada suatu pengetahuan moral dan psikologi yang mendalam. 103 Menurut bhante Jayaratno puasa dalam agama Buddha ialah berusaha untuk memperbaiki pikiran, ucapan dan jasmani. Ini semata-mata untuk menjalankan ajaran Sang Buddha. Khususnya untuk kesucian diri sendiri agar terhindar dari pikiran dan perbuatan yang tidak baik, membuang sifat sombong, dan memancarkan memancarkan cinta kasih pada sesama. 104 Puasa adalah metode pelatihan untuk pengendalian diri. Puasa tidak hanya berfungsi menahan dan mengendalikan hawa nafsu, tetapi juga pengendalian pikiran dan hati agar tetap berada pada garis orbit yang telah digariskan dalam prinsip berpikir berdasarkan dhamma dan vinaya. Puasa tidak sama dengan orang kelaparan . Orang kelaparan terpaksa tidak makan dan minum karena tidak ada yang bisa dimakan atau diminum, sedangkan 103 K. Sri Dhammananda, What Buddhist Believe Taiwan: The Corporate Body of The Buddha Education Foundational, 1993, h. 214 104 Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta 8 Mei 2007 mereka yang berpuasa secara sadar meninggalkan makan-minum, berhubungan seksual, tidak berbohong dan lain-lain sebagai bentuk pengendalian diri dalam melaksanakan sila yang ada dalam dhamma dan vinaya. Hanya orang yang kuat yang bisa mengendalikan dirinya. Oleh karena itu puasa bukanlah aktivitas fisik, melainkan aktifitas spiritual, karena yang bekerja jiwanya. Jadi kualitas puasa juga diukur secacra spiritual bukan materialnya. Sang Buddha berkali-kali menekankan bahwa pikiran merupakan awal dari segalanya, pikiran mendahului ucapan dan perbautan. Ini dapat dilihat dalam kitab Dhammapada ayat 2 yang berbunyi, “segala keadaan adalah hasil dari apa yang kita pikirkan, berdasarkan atas pikiran kita dan dibentuk oleh pikiran kita. Bila seseorang berbicara mengikutinya, sepertinya baying-bayang yang tidak pernah meninggalkan dirinya”. Pikiran yang terkendali akan mudah diarahkan dan membawa kebahagiaan. Ucapan dan perbautan lebih mudah diikuti dan dikendalikan. Karenanya mengendalikan ucapan dan perbuatan harus menjadi langkah pertama dan langkah yang sebaik-baiknya untuk mengendalikan pikiran. Bagi orang yang ucapan dan perbautannya terkendali, pikiran-pikiran jahat tidak akan mendapat kesempatan untuk dilakukan dan akhirnya padam. Hakikat puasa adalah menumbuhkan kecerdasan emosi dan spiritual manusia. Parameter bagi seseorang untuk mengetahui bahwa puasa yang dijlani dalam melaksanakan sila ini adalah akhlak mulia. Dengan berpuasa maka akan menambah keyakinan dan keimanan seseorang untuk semakin giat beribadah. Puasa membentengi pelakunya dari perbuatan buruk, kecerobohan, perbuatan keji, disamping meminimalkan rasa ketertarikan terhadap kesenangan dan keglamoran duniawi.

D. Analisis