Pengaruh Latihan Fisik Dengan Pemberian Suplemen Kalsium Terhadap Kualitas Mandibula Pada Mencit

(1)

PENGARUH LATIHAN FISIK DENGAN PEMBERIAN SUPLEMEN

KALSIUM TERHADAP KUALITAS MANDIBULA PADA MENCIT

TESIS

Oleh

MUTIA AMALIA NASUTION 087008012/BM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH LATIHAN FISIK DENGAN PEMBERIAN SUPLEMEN

KALSIUM TERHADAP KUALITAS MANDIBULA PADA MENCIT

TESIS

Diajukan Sebagai Salahsatu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan pada Program Studi Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUTIA AMALIA NASUTION 087008012/BM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH LATIHAN FISIK DENGAN PEMBERIAN SUPLEMEN KALSIUM TERHADAP KUALITAS MANDIBULA PADA MENCIT Nama : MUTIA AMALIA NASUTION

Nomor Pokok : 087008012 Program Studi : BIOMEDIK

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.dr.H. Gusbakti Rusip.MSc.PKK.AIFM) (Prof.drg. Nazruddin PhD.Sp.Ort) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(dr.Yahwardiah Siregar, PhD) (Prof.dr. Gontar A.Siregar, SpPD-KGEH)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 26 Februari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.dr.H. Gusbakti Rusip, MSc,PKK,AIFM

Anggota : 1. Prof.drg. Nazruddin, PhD.Sp.Ort

2. drg. Muslim Yusuf Sp.Ort


(5)

ABSTRAK

Mandibula berperan sebagai tempat dudukan gigi-geligi dan menunjang kesehatan gigi dan mulut pada umumnya, sehingga usaha untuk meningkatkan kualitas mandibula penting. Beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan kualitas mandibula adalah dengan latihan fisik berenang dan pemberian asupan suplemen kalsium. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh latihan fisik berenang dan pemberian asupan suplemen kalsium terhadap kualitas mandibula pada mencit.

Penelitian yang merupakan satu percobaan di laboratorium telah dilakukan, menguji 4 kelompok perlakuan, yaitu : P1 (kontrol), P2 (latihan fisik berenang), P3 (asupan suplemen kalsium 6,65 mg/oral/hari), dan P4 (latihan fisik berenang dan asupan suplemen kalsium 6,65 mg/oral/hari). Tiap kelompok perlakuan terdiri dari 6 ekor mencit betina (Mus musculus L.) Strain DD Webster berumur 8-12 minggu, berat badan 25-35 g yang diperoleh dari FMIPA USU. Percobaan dilakukan di Laboratorium Biologi FMIPA USU, Medan, selama 35 hari.

Parameter yang diamati adalah kandungan kalsium dalam darah, kadar kalsium mandibula, dan kadar kalsium dalam tibia. Penetapan kadar kalsium dilaksanakan menggunakan alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan fisik berenang disertai pemberian asupan suplemen kalsium berpengaruh signifikan meningkatkan kadar kalsium darah (P4 = 10,1±0,5 mg/dL) dan mandibula (P4 = 0,0064±0,0005 ppb), dengan demikian meningkatkan kualitas mandibula. Latihan fisik berenang saja dan pemberian asupan suplemen kalsium saja dapat meningkatkan kandungan kalsium dalam darah, mandibula, dan tibia, namun tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa latihan fisik berenang dan pemberian asupan suplemen kalsium merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan kualitas mandibula mencit.


(6)

ABSTRACT

Mandible plays an important role to accomodate the teeth and also to support the teeth and mouth health in general; therefore the effort to increase the quality of mandible is important. Some studies showed that increasing mandible quality could be done through physical exercise by swimming and applying calcium supplement on mice. The aim of this study was to know the effect of physical and calcium supplement application on mandible quality of mice.

This study was a laboratory experiment examining four treatments, i.e : P1 (control), P2 (physical swimming exercise), P3 (calcium supplement intake of 6.65 mg/oral/day), and P4 (physical swimming exercise along with calcium supplement intake of 6.65 mg/oral/day). Each treatment consisted of 6 female mice (Mus musculus L.) Strain DD Webster 8 – 12 weeks old, weighed 25-35g each. This experiment was conducted for 35 days in the Laboratory of Biology of FMIPA, USU, Medan.

Result of the study showed that physical exercise by swimming along with calcium supplement intake significantly increased calcium content of blood (P4 = 10,1±0,5 mg/dL)

and mandible (P4 = 0,0064±0,0005 ppb), thus increasing the quality of mandible. Swimming physical exercise or calcium supplement application alone increased calcium content of blood, mandible, and tibia non significantly as compared to control.

It was concluded that swimming physical exercise along with calcium supplement application is an effective method to increase the quality of mandible on mice. Whereas swimming physical exercise alone or calcium supplement intake alone are not likely enough to increase mandible quality of mice.

Keywords : mandible, quality of mandible, physical exercise, swimming, calcium supplement.


(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah di panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga saya dapat mengikuti Program Magister Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Pengaruh Latihan Fisik dan Pemberian Suplemen Kalsium terhadap Kualitas Mandibula pada Mencit.

Selama mengikuti pendidikan dan proses penyelesaian tesis ini, saya telah banyak mendapat bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan dan tesis ini. Untuk semua itu pada kesempatan ini dengan setulus hati saya menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada:

Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), atas izin dan bantuan dana pendidikan kepada saya sehingga saya dapat mengikuti Program Magister Biomedik USU.

KepadaYth. Prof. dr.H. Gusbakti Rusip Msc,PKK,AIFM sebagai Pembimbing Utama saya yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada saya selama pendidikan dan proses penyusunan hingga selesainya tesis ini, saya mengucapkan terima kasih.

Kepada Yth. Prof. drg. Nazruddin PhD,Sp.Ort. sebagai Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari penyusunan proposal, selama pelaksanaan penelitian sampai selesainya tesis ini, saya mengucapkan terima kasih.

Demikian pula Kepada Bapak drg. Muslim Yusuf, Sp.Ort, Ibu dr. Nuraiza Meutia M.Biomed sebagai Pembanding Tesis yang telah banyak memberikan petunjuk, pengarahan dan masukan kepada saya hingga selesainya tesis ini, saya mengucapkan terima kasih.

Kepada Prof.Dr.Drs.Syafruddin Ilyas.M.Biomed. yang telah banyak memberikan bantuan dan bimbingan di bidang statistik dalam penyelesaian tesis ini, saya ucapkan terima kasih.

Kepada guru-guru saya telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan dan ilmu pengetahuan selama saya mengikuti perkuliahan Program Mgister Biomedik, saya ucapkan terima kasih.

Semoga Allah SWT menganugerahkan balasan berlipat ganda kepada Bapak dan Ibu. Amien.

Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada Laboratorium Terpadu USU,

Laboratorium Biologi USU, seluruh staf BAPEDALDA dan Laboratorium Pramita Medan yang telah mengizinkan dan membantu saya dalam pelaksanaan penelitian ini.

Terima kasih yang sebesar-besarnya serta sembah sujud ananda sampaikan kepada Ayahanda Prof.Dr.Ir.Usman Nasution dan Ibunda drg.Nurhayati Harahap Sp.Ort, yang telah membesarkan, membimbing, dan memberikan bantuan moril dan materil kepada ananda. Semoga ALLah SWT membalas semua budi baik dan kasih sayangnya.

Begitu juga terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada mertua saya Rahmansyah Lubis SH dan Rosliana Tambunan yang telah memberikan bantuan moril dan materil kepada saya.

Terima kasih yang tulus saya sampaikan kepada suami tercinta Mula Tua Lubis SE. Mpi, yang telah memberikan dorongan dan pengertian selama saya mengikuti perkuliahan, juga kepada anak-anaku tersayang Thariq Hakim, Sarah Maulina, dan Arkan Abdulrahman.


(8)

Terima kasih juga kepada adik-adiku (Zaid-Riri, Ihsan-Heny, Zaki-Ade) dan seluruh keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil selama saya mengikuti perkuliahan sampai selesainya tesis ini.

Terima kasih juga saya sampaikan kepada semua teman teman seperjuangan mahasiswa Biomedik angkatan 2008 atas dorongan sengangat dan kekompakan yang terjalin selama ini. Juga terima kasih saya sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian hingga selesainya tesis ini.

Akhirnya, saya menyadari tesis ini masih perlu mendapat koreksi dan masukan untuk memperoleh kesempurnaan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan tesis ini. Semoga kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua Amin Ya Robbal Alamin.

Medan,15 Februari 2011 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Mutia Amalia Nasutuion

Tempat/Tgl Lahir : Medan, 01 Januari 1976

Agama : Islam

Status : Menikah

Nama Suami : Mula Tua Lubis SE.MPi

Alamat : Jl. STM Suka Sehat No. 2 Medan, 20146

II. PENDIDIKAN

SD Kemala Bhayangkari 1 Medan : 1983 – 1989 SMP Swasta Harapan 2 Medan : 1989 – 1991 SMA Negeri 1 Medan : 1991 – 1994 Fakultas Kedokteran Gigi USU : 1995 – 2000 III.PEKERJAAN

Dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) di RSUD

dr. Zoelham, Binjai : 2000 -2003 Dokter di Rumah Sakit Islam Jakarta Utara, Jakarta : 2003 – 2005 Dokter di Klinik Healthy Tooth Team, Jakarta : 2004 - 2005 Staf Pengajar Fakultas Kedoteran UISU, Medan : 2005 – sekarang.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...…………...………...……….. i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... x i BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. . Hipotesis ... 5

1.5. Kerangka Teori ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Latihan Fisik ... 8

2.2. Pertumbuhan Tulang ... 10


(11)

2.4. Kalsium dalam Tubuh ... 13

2.5. Peran Kalsium dalam Tulang... 14

2.6. Pengaruh Suplemen Kalsium terhadap Massa Tulang... 15

2.6.1. Pengaruh terhadap Kualitas Tulang ... 15

2.6.2. Pengaruh Suplemen Kalsium terhadap Massa Tulang... 16

2.7. Peran Mandibula dalam Kesehatan gigi dan Mulut... 18

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ... 20

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.3. Bahan dan Alat Penelitian ... 20

3.3.1. Bahan Penelitian ... 20

3.3.2 Alat penelitian ... 21

3.4. Variabel Penelitian ... 21

3.4.1. Variabel Dependent ... 21

3.4.2. Variabel Independent ... 21

3.5. Definisi operasional ... 22

3.6. Etika Penggunaan Hewan Penelitian ... 22

3.7. Pelaksanaan Penelitian ... 23

3.7.1. Pemeliharaan Hewan Percobaan ... 23

3.7.2. Cara Pembuatan Suplemen Kalsium ... 23

3.7.3. Perhitungan Dosis Suplemen Kalsium ... 24

3.7.4. Perlakuan Hewan Percobaan ... 25

3.7.5. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 26


(12)

3.7.7. Penelitian Pendahuluan ... 27

3.7.8. Prosedur Pemberian Suplemen Kalsium ... 27

3.7.9. Prosedur Pengambilan Sampel Mandibula dan Tibia... 28

3.8. Prosedur Pengamatan ... 28

3.8.1. Prosedur Pengamatan Kadar Kalsium Dalam Darah ... 29

3.8.2. Pengamatan Kadar Kalsium dalam Mandibula dan Tibia... 30

3.9. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 30

3.10. Jadwal Penelitian ... 31

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 32

4.1.1. Kadar kalsium dalam Darah ... 32

4.1.2. Kadar Kalsium dalam Mandibula ... 34

4.1.3. Kadar kalsium dalam Tibia ... 35

4.2. Pembahasan ... 37

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 42

5.2. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Asupan kalsium yang dianjurkan oleh IOM, USA ... 17 2. Perlakuan pada hewan percobaan ... 25 3. Jadwal kegiatan penelitian ... 31 4. Hasil Pengamatan kandungan kalsium dalam darah, mandibula


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Skema tahapan dampak latihan fisik dan pemberian asupan ... 6 suplemen kalsium terhadap kualitas tulang

2. Prosedur pelaksanaan uji pengaruh latihan fisik dan ... 26 pemberian suplemen kalsium

3. Kandungan kalsium dalam darah ... 33 4. Kadar kalsium dalam tulang mandibula ... 34 5. Kadar kalsium dalam tulang tibia ... 36


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data berbagai parameter hasil penelitian ... 46

2. Analisis distribusi data ... 47

3. Analisis variansi atau homogenitas data ... 48

4. Hasil analisis distribusi dan homogenitas data ... 49

5. Bentuk transformasi data ... 51

6. Hasil uji variansi (homogenitas) data ... 52

7. Uji nonparametrik Kruskal Wallis untuk beberapa parameter uji ... 53

8. Hasil uji nonparametrik Kruskal Wallis ... 54

9. Rekomendasi persetujuan etik penelitian kesehatan ... 60

10.Surat keterangan pengujian analisa Ca mandibula dan tibia dari Badan Lingkungan Hidup ... 61

11.Surat hasil pengujian kandungan Ca darah Laboratorium Pramita ... 62  


(16)

ABSTRAK

Mandibula berperan sebagai tempat dudukan gigi-geligi dan menunjang kesehatan gigi dan mulut pada umumnya, sehingga usaha untuk meningkatkan kualitas mandibula penting. Beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan kualitas mandibula adalah dengan latihan fisik berenang dan pemberian asupan suplemen kalsium. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh latihan fisik berenang dan pemberian asupan suplemen kalsium terhadap kualitas mandibula pada mencit.

Penelitian yang merupakan satu percobaan di laboratorium telah dilakukan, menguji 4 kelompok perlakuan, yaitu : P1 (kontrol), P2 (latihan fisik berenang), P3 (asupan suplemen kalsium 6,65 mg/oral/hari), dan P4 (latihan fisik berenang dan asupan suplemen kalsium 6,65 mg/oral/hari). Tiap kelompok perlakuan terdiri dari 6 ekor mencit betina (Mus musculus L.) Strain DD Webster berumur 8-12 minggu, berat badan 25-35 g yang diperoleh dari FMIPA USU. Percobaan dilakukan di Laboratorium Biologi FMIPA USU, Medan, selama 35 hari.

Parameter yang diamati adalah kandungan kalsium dalam darah, kadar kalsium mandibula, dan kadar kalsium dalam tibia. Penetapan kadar kalsium dilaksanakan menggunakan alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan fisik berenang disertai pemberian asupan suplemen kalsium berpengaruh signifikan meningkatkan kadar kalsium darah (P4 = 10,1±0,5 mg/dL) dan mandibula (P4 = 0,0064±0,0005 ppb), dengan demikian meningkatkan kualitas mandibula. Latihan fisik berenang saja dan pemberian asupan suplemen kalsium saja dapat meningkatkan kandungan kalsium dalam darah, mandibula, dan tibia, namun tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa latihan fisik berenang dan pemberian asupan suplemen kalsium merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan kualitas mandibula mencit.


(17)

ABSTRACT

Mandible plays an important role to accomodate the teeth and also to support the teeth and mouth health in general; therefore the effort to increase the quality of mandible is important. Some studies showed that increasing mandible quality could be done through physical exercise by swimming and applying calcium supplement on mice. The aim of this study was to know the effect of physical and calcium supplement application on mandible quality of mice.

This study was a laboratory experiment examining four treatments, i.e : P1 (control), P2 (physical swimming exercise), P3 (calcium supplement intake of 6.65 mg/oral/day), and P4 (physical swimming exercise along with calcium supplement intake of 6.65 mg/oral/day). Each treatment consisted of 6 female mice (Mus musculus L.) Strain DD Webster 8 – 12 weeks old, weighed 25-35g each. This experiment was conducted for 35 days in the Laboratory of Biology of FMIPA, USU, Medan.

Result of the study showed that physical exercise by swimming along with calcium supplement intake significantly increased calcium content of blood (P4 = 10,1±0,5 mg/dL)

and mandible (P4 = 0,0064±0,0005 ppb), thus increasing the quality of mandible. Swimming physical exercise or calcium supplement application alone increased calcium content of blood, mandible, and tibia non significantly as compared to control.

It was concluded that swimming physical exercise along with calcium supplement application is an effective method to increase the quality of mandible on mice. Whereas swimming physical exercise alone or calcium supplement intake alone are not likely enough to increase mandible quality of mice.

Keywords : mandible, quality of mandible, physical exercise, swimming, calcium supplement.


(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tulang rahang berperan penting dalam bidang kedokteran gigi. Peran tulang rahang antara lain adalah dalam fungsi pengunyahan dan tempat dudukan gigi; karena itu diperlukan tulang yang baik kualitasnya agar gigi dapat didukung dengan baik pula. Tulang rahang yang baik kualitasnya, antara lain yang memiliki kandungan mineral cukup, terutama kalsium yang merupakan mineral utama pembentuk tulang. Tulang yang baik dapat menunjang keberhasilan perawatan gigi terutama perawatan Orthodonti, dimana tulang diharapkan tetap dapat menopang gigi dengan kuat pada saaat gigi diberikan tekanan untuk digerakkan (Pudyani, 2005). Berbagai kajian tentang tulang rahang, kualitas tulang rahang, dan usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas tulang rahang telah banyak diteliti oleh peneliti terdahulu. Salah satu usaha meningkatkan kualitas tulang rahang adalah dengan latihan fisik dan pemberian mineral seperti kalsium dafosfor, telah mendapat perhatian para ahli fisiologi (Pudyani, 2005).

Latihan fisik selama masa muda dan remaja berpengaruh positif terhadap massa tulang, dimana dapat mempertahankan massa tulang dan kemampuan mekanik, serta berpotensi mencegah osteoporosis dan patah tulang karena rapuh ketika berusia lanjut. Latihan fisik pada wanita sehat yang belum menopouse dapat menghasilkan 1-3% peningkatan kepadatan mineral tulang pada tempat yang banyak bergerak secara mekanik (Ahola et al., 2009). Penelitian Zorbas et al. (1999) pada tikus menunjukkan bahwa resorbsi kalsium dan posfor meningkat apabila melakukan latihan fisik, misalnya


(19)

dengan latihan fisik berenang. Huang et al.(2003) melaporkan bahwa pada mencit yang melakukan aktifitas berenang terjadi peningkatan kepadatan mineral pada tulangp

femur, sedangkan pada mencit yang berlari terjadi peningkatan kepadatan mineral tulang lebih signifikan pada tulang tibia (Charoephandhu, 2007). Menurut Ahola et al. (2009) latihan fisik selama 6 bulan dan latihan fisik selama 12 bulan nyata menimbulkan perubahan terhadap tulang femur, bagian trochanter, dan bagian tengah

femur. Wu et al. (2004) menunjukkan bahwa kepadatan mineral tulang meningkat secara signifikan pada mencit yang diberi latihan fisik selama 4 minggu.

Pengaruh interaksi antara latihan fisik dan pemberian suplemen kalsium telah diteliti oleh Stear et al. (2003), yang menyimpulkan bahwa latihan fisik berupa olahraga senam dengan suplemen kalsium setara 1000 mg Ca/hari dalam bentuk kalsium karbonat dapat meningkatkan status mineral tulang pada gadis-gadis remaja.

Asupan kalsium yang cukup sangat penting untuk menunjang terjadinya berbagai proses fisiologi tubuh. Hal ini belum sepenuhnya dapat diterapkan baik di Indonesia maupun di luar negeri. Data dari Departemen Pertanian Amerika Serikat misalnya menunjukkan bahwa hanya 13% wanita dan 23% pria usia 12-19 tahun di Amerika Serikat yang mengkonsumsi kalsium cukup, sesuai dengan jumlah yang direkomendasikan. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena hampir 90% massa tulang pada orang dewasa dibentuk hanya sampai usia 20 tahun. Jika mineralisasi tulang tidak sempurna maka hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya osteoporosis di kemudian hari. Selama masa pertumbuhan, anak-anak dan remaja memiliki keseimbangan yang positif antara pemasukan kalsium dan pengeluaran kalsium melalui urine dan faces, tetapi keseimbangan ini hanya diperoleh sampai dengan usia 35-40 tahun dan kemudian keseimbangan menjadi negatif (Miles et al., 2004).


(20)

Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2008), tata laksana untuk mencegah terjadinya osteoporosis hendaknya memperhatikan kondisi puncak massa tulang, dimana kondisi tersebut optimal pada masa usia pertumbuhan. Dengan

tercapainya puncak massa tulang yang optimal pada masa usia muda (usia pertumbuhan), maka osteoporosis yang mungkin akan timbul pada usia lanjut

akan lebih ringan.

Struktur tulang-tulang panjang pada manusia secara umum adalah sama dengan struktur tulang maksila dan mandibula (Miles et al., 2004). Kualitas tulang dan kematangan tulang ditentukan oleh banyaknya kalsifikasi tulang. Kalsifikasi tulang pada dasarnya merupakan pengendapan mineral tulang terutama kalsium dan fosfor kedalam matriks organik tulang (Pudyani, 2005).

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa latihan fisik, suplemen kalsium, demikian juga interaksi keduanya berpengaruh terhadap kualitas tulang, khususnya terhadap kandungan mineralnya.

Mengingat pentingnya kualitas tulang mandibula dalam perannya sebagai tempat dukungan gigi dan berbagai aspek perawatan kesehatan gigi maka pengaruh latihan fisik dan suplemen kalsium terhadap kualitas mandibula perlu diteliti.

Informasi ilmiah tentang latihan fisik dan suplemen kalsium dan hubungannya dengan kualitas tulang masih terbatas khususnya di Indonesia, namun informasi ilmiah di maksud sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya berbagai gangguan terhadap kualitas tulang khususnya mandibula.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dikandung maksud mengadakan penelitian pengaruh latihan fisik dengan pemberian suplemen kalsium terhadap kualitas mandibula.


(21)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan fisik dengan pemberian suplemen kalsium terhadap kualitas mandibula, dan apakah latihan fisik dan pemberian suplemen kalsium dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas tulang pada mencit, yang hal ini juga dapat dijadikan dasar penelitian pada manusia.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah : 1. Bagaimana pengaruh latihan fisik terhadap kualitas mandibula ?

2. Bagaimana pengaruh penambahan supleman kalsium terhadap peningkatkan kualitas mandibula ?

3. Bagaimana pengaruh latihan fisik dan penambahan asupan supleman kalsium secara bersama-sama terhadap kualitas mandibula ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Umum : Untuk mengetahui pengaruh latihan fisik dan asupan suplemen kalsium terhadap kualitas mandibula. 1.3.2 Khusus :

a. Untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara pengaruh latihan fisik dan kualitas mandibula.

b. Untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara pengaruh pemberian suplemen kalsium terhadap kualitas mandibula

c. Untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara melakukan aktifitas fisik dan pemberian suplemen kalsium terhadap kualitas mandibula.


(22)

1.4 Hipotesis

a. Ada hubungan yang signifikan antara pengaruh latihan fisik dengan kualitas mandibula dan tibia pada mencit.

b. Ada hubungan yang signifikan antara pengaruh pemberian suplemen kalsium dengan kualitas mandibula dan tibia pada mencit.

c. Ada hubungan yang signifikan antara pengaruh melakukan aktifitas latihan fisik dan pemberian suplemen kalsium terhadap kualitas mandibula dan tibia pada mencit.

1.5 Kerangka Teori

Latihan fisik moderat yang rutin memberikan dampak positif terhadap metabolisme kalsium, dan dapat meningkatkan kepadatan mineral tulang serta menurunkan kehilangan kalsium melalui urin; sedangkan tidak melakukan aktifitas fisik memberikan dampak yang sebaliknya (Charoepandu, 2007).

Perubahan metabolisme kalsium selama latihan fisik tergantung dari intensitas latihan fisik tersebut. Latihan fisik moderat mengakibatkan keseimbangan metabolisme kalsium dan penurunan ekskresi kalsium urine; ion kalsium dalam darah mungkin normal atau sedikit meningkat. Melakukan aktifitas fisik moderat secara berkelanjutan dapat meningkatkan kepadatan mineral tulang, menambah kekuatan tulang, dan meningkatkan laju pembentukan tulang; hal ini merupakan akibat keseimbangan kalsium yang positif dan memberikan dampak yang menguntungkan pada metabolisme tulang (Charoepandu, 2007). Melakukan latihan fisik dengan intensitas yang sangat rendah tidak memberikan manfaat yang berarti pada metabolisme tulang, sedangkan latihan fisik maksimal (berat) akan mengakibatkan berkurangnya kalsium dalam tulang. Aktifitas fisik yang dilakukan tidak


(23)

berkelanjutan akan menghasilkan efek yang akan berhenti jika latihan fisik dihentikan, jadi latihan fisik yang dianjurkan adalah yang berkelanjutan dengan intensitas moderat.

Kombinasi aktifitas fisik moderat dan pemberian asupan kalsium yang tepat dapat meningkatkan kekuatan tulang selama masa periode pertumbuhan.

Kerusakan tulang mandibula disebabkan oleh penurunan jumlah kalsium telah diteliti pada beberapa binatang percobaan termasuk tikus, anjing, dan domba; tetapi jumlah kalsium yang diambil untuk kebutuhan tubuh belum diketahui (Tordoff et al., 2007).

- Meningkatkan osteoblas 

- Menekan osteoklas 

- Konsentrasi ion kalsium  dalam plasma meningkat 

Latihan fisik moderat

Latihan fisik moderat +

Asupan suplemen kalsium Ion

Kalsium - Bahan pembentuk  utama 

struktur tulang

Gambar 1. Skema yang menunjukkan tahapan dampak latihan fisik moderat dan asupan suplemen kalsium terhadap kualitas tulang.

Kualitas mandibula (dilihat dari kandungan mineral tulang)


(24)

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh latihan fisik dengan asupan suplemen kalsium terhadap kualitas mandibula.

1.6.2 Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai refensi penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh latihan fisik dengan asupan kalsium terhadap kualitas mandibula.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Latihan Fisik

Strategi untuk mencegah terjadinya osteoporosis yang sedang berkembang dewasa ini adalah dengan cara mengumpulkan massa tulang secara maksimal selama masa pertumbuhan dan maturasi. Salah satu faktor yang dominan mempengaruhi perolehan massa tulang yang maksimal adalah dengan melakukan latihan fisik. Latihan fisik yang merupakan bentuk aktifitas otot, secara khusus memberikan manfaat yang besar kepada kesehatan, baik secara umum maupun pada sistem muskuloskeletal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan fisik memberikan dampak yang menguntungkan dalam memelihara kesehatan tulang. Hart et al. (2001) melaporkan bahwa latihan fisik berupa aktifitas berenang dapat meningkatkan kandungan mineral tulang dan meningkatkan kekuatan tulang pada tikus.

Latihan fisik dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan cedera otot, sehingga tidak dianjurkan untuk melaksanakannya. Lamanya waktu melakukan latihan fisik juga memberikan pengaruh terhadap keadaan fisiologis pada umumnya. Durasi latihan fisik yang dianjurkan paling sedikit 20 menit, dan akan lebih efektif bila dilakukan selama 30-60 menit (Casaburi, 1992). Menurut Iwamoto et al. (2004) yang melakukan penelitian terhadap tikus putih yang diberi latihan fisik selama 7 minggu, hasil penelitiannya

menunjukkan terjadinya peningkatan terhadap kandungan mineral tulang (Fathoni et al., 2007 ; Iwamoto et al., 2004).


(26)

Durasi program latihan fisik dapat dilakukan selama 3 - 4 minggu. Akan tetapi kebanyakan peneliti menganjurkan program latihan fisik pada rentang 5 - 10 minggu, karena pada rentang waktu tersebut sudah tercapai efek latihan fisik yang substansial secara fisiologis (Casaburi, 1992).

Latihan fisik pada masa kanak-kanak dan remaja yang masih berada dalam usia pertumbuhan merupakan hal yang penting untuk mendapatkan pembentukan massa tulang yang maksimal. Hal ini disebabkan karena latihan fisik secara fisiologis mengakibatkan keseimbangan kalsium yang positif dan stress mekanis yang dihasilkan oleh aktifitas fisik tersebut akan meningkatkan massa tulang, serta cukupnya kandungan hormon pertumbuhan yang mempengaruhi aktifitas osteoblas pada massa tersebut. Penelitian oleh Yeh et al. (2005) pada tikus usia 6 minggu yang diberi latihan fisik treadmill selama 1 jam setiap hari selama 6 minggu menunjukkan peningkatan pembentukan tulang dan penurunan resorpsi tulang (Iwamoto et al., 2005 ; Miles, 2004).

Latihan fisik seperti berenang telah diketahui memberikan keuntungan pada metabolisme kalsium dengan meningkatkan laju pembentukan tulang, densitas mineral tulang (BMD), dan kekuatan tulang, dengan cara penurunan ekskresi kalsium urine; dengan demikian keseimbangan kalsium akan dapat diperoleh (Teeraporpuntakit et al., 2008).

Karatosun et al. (2006) yang melakukan penelitian pada tikus betina yang diberi perlakuan aktifitas berenang, menunjukkan bahwa pada tikus yang melakukan aktifitas fisik berenang terjadi peningkatan densitas mineral tulang yang signifikan dibanding kelompok kontrol.


(27)

2.2. Pertumbuhan Tulang

Tulang merupakan jaringan yang dinamis. Dalam menjalankan tugasnya, tulang akan selalu mengalami proses perusakan dan pembentukan kembali (proses remodeling). Agar berfungsi dengan baik, tulang harus memperoleh nutrisi dan latihan fisik yang cukup. Tulang, selanjutnya akan mengalami proses pembentukan (formation) dan perombakan/penyerapan (resorption) yang berlangsung secara terus-menerus. Pembentukan ditentukan oleh aktivitas osteoblas dan proses mineralisasi, sedangkan perombakan ditentukan oleh aktivitas osteoklas.

Tahap awal produksi tulang adalah sekresi molekul kolagen yang disebut monomer kolagen dan substansi dasar (terutama proteoglikan) oleh osteoblas. Monomer kolagen berpolimerisasi dengan cepat untuk membentuk serat kolagen ; jaringan yang dihasilkannya yaitu osteoid. Sewaktu osteoid dibentuk sejumlah osteoblas terperangkap dalam osteoid dan menjadi inaktif. Pada tahap ini, osteoblas disebut osteosit. Beberapa hari setelah osteoid dibentuk, garam kalsium mulai mengalami presipitasi pada permukaan serat kolagen, kemudian dengan cepat bermultiplikasi menjadi kristal hidroksiapatit (CaHPO4). Proses ini disebut dengan mineralisasi, dimana dihasilkan hidroksiapatit yang menyusun 95% mineral tulang yang komponen terbesarnya adalah kalsium (Guyton, 2000 ; Yuliati, 2007).

Massa tulang terbentuk dari masa bayi sampai mencapai puncaknya sewaktu usia dewasa, hal ini ditentukan oleh faktor genetik, nutrisi, kegiatan fisik, dan penyakit. Semakin tinggi nilai massa tulang ini dicapai akan semakin baik, setelah puncak massa tulang dicapai pada usia 20-30 tahun, maka kurva akan mendatar dan kemudian sekitar usia 40 tahun kurva mulai menurun dengan kecepatan (laju) penurunan sekitar ±1% per tahun (Morawati, 2009 ; Gafni , 2007).


(28)

Pembentukan dan perombakan tulang yang terjadi secara kontinu, disebut dengan proses remodeling. Remodeling bertujuan untuk : 1) menjaga tulang agar dapat digunakan untuk keperluan mekanis dengan keefektifan maksimum. Tulang akan menyesuaikan kekuatannya agar sebanding dengan derajat tekanan yang diterimanya, sehingga tulang akan menebal jika menerima beban berat, 2) membantu mempertahankan kadar kalsium plasma, dan 3) melakukan proses degenerasi dimana tulang yang tua (sudah lemah dan rapuh) akan digantikan dengan tulang yang baru yang lebih kuat (Bouassida et al., 2006 ; Corwin, 2008 ; Guyton, 2000). Proses remodeling ini melalui 2 tahap, yaitu tahap pembentukan tulang dan tahap pengerusakan tulang. Proses pembentukan tulang dilakukan oleh osteoblas sebagai sel utama penghasil matriks tulang. Osteoblas merupakan salah satu jenis hasil diferensiasi sel mesenkim yang sangat penting dalam proses osifikasi. Osteoblas dijumpai pada permukaan luar tulang dan di rongga-rongga tulang. Sebagai sel, osteoblas dapat memproduksi substansi organik intraseluler atau yang disebut matriks. Apabila kalsifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut tulang, tetapi apabila jaringan tidak mengandung kalsium (tidak terjadi kalsifikasi) maka disebut osteoid. Osteoblas berperan dalam sintesis kolagen untuk membentuk matriks tulang juga mengatur konsentrasi ion

kalsium pada matriks tulang melalui pelepasan kalsium dari intraseluler (Corwin, 2008; Rasjad, 2007).

Osteoklas merupakan sel fagositik besar yang berinti banyak (50 inti) yang melakukan proses resorbsi atau penyerapan tulang secara kontinu. Osteoklas pada keadaan normal bekerja aktif di daerah permukaan tulang. Osteoklas mengeluarkan tonjolannya yang menyerupai vili kearah tulang, yang membentuk suatu permukaan bergelombang yang berdekatan dengan tulang. Vili mengsekresikan zat (1) enzim proteolitik, yang dilepaskan dari lisosom dan (2) asam laktat dan asam sitrat yang dilepaskan dari mitokondria dan


(29)

vesikel sekretoris. Enzim proteolitik tersebutlah yang akan memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga mineral tulang seperti kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah (Guyton, 2000; Carter., 1992).

Terjadinya peningkatan atau kehilangan massa tulang bergantung kepada keseimbangan kedua proses tersebut. Hormon sangat berpengaruh dalam proses pembentukan tulang, diantaranya adalah hormon estrogen, testosteron, dan hormon pertumbuhan yang akan meningkatkan aktifitas osteoblas dan pertumbuhan tulang.

Pertumbuhan tulang dipercepat selama masa pubertas (masa pertumbuhan) dimana kadar hormon pada masa tersebut melonjak. Oleh karena itu diharapkan pertumbuhan tulang dapat terjadi dengan baik selama masa pertumbuhan. Apabila usia telah lanjut dan telah terjadi menopause maka kadar hormon estrogen turun, hormon pertumbuhan juga berkurang sehingga aktifitas osteoblas menjadi berkurang, yang mengakibatkan pembentukan tulang berkurang (Guyton, 2000 ; Miles, 2004 ; Corwin, 2008).

2.3. Pengaruh Latihan Fisik terhadap Massa Tulang

Latihan fisik menstimulasi osteoblas dengan adanya arus listrik yang dihasilkan ketika stress mengenai tulang, terutama bagian permukaan periosteal tulang. Latihan fisik juga meningkatkan struktur tulang selama masa pertumbuhan dan mengurangi kehilangan massa tulang pada individu usia lanjut (Corwin, 2008).

Latihan fisik yang berkelanjutan dapat menyebabkan peningkatan massa tulang regional. Faktor nutrisi, terutama asupan kalsium yang cukup sangat menentukan dalam puncak massa tulang. Penelitian retsospektif menunjukkan bahwa individu dengan asupan kalsium yang tinggi pada masa pertumbuhan memiliki puncak massa tulang yang lebih tinggi dikemudian hari. Puncak massa tulang merupakan tingkatan tertinggi dari densitas


(30)

mineral tulang, kandungan mineral tulang (Bone Mineral Content) atau massa tulang (Bone Mass). Puncak massa tulang yang rendah akan memudahkan terjadinya osteoporosis dan fraktur tulang pada saat usia lanjut. Puncak massa tulang dicapai pada usia 20-30 tahun, setelah itu akan menurun, dimana terjadi proses penuaan, absorpsi kalsium menurun dan

fungsi hormon paratiroid meningkat sehingga kalsium tulang mulai berkurang (Karlsson et al., 2008; Johnston, 1993; Masyitha, 2006).

Latihan fisik berupa aktifitas berenang memberikan dampak yang menguntungkan bagi kesehatan tulang pada wanita muda. Sedangkan latihan fisik dengan intensitas yang sangat rendah tidak dapat menstimulasi osteoblas sehingga tidak akan memberikan dampak pada tulang (Duhe, 2003).

2.4. Kalsium dalam Tubuh

Kalsium memiliki berbagai fungsi penting dalam fisiologi tubuh. Fungsi kalsium antara lain merupakan pembentuk utama tulang dan gigi, berfungsi untuk integritas sistem saraf dan otot, serta mempengaruhi aktifitas sekresi kelenjar eksokrin dan endokrin (Sukandar et al., 2008).

Kalsium masuk ke dalam tubuh melalui saluran gastro-intestinal, dan diabsorpsi terutama dalam usus halus bagian atas dengan difusi pasif dan transport aktif. Agar dapat diabsorpsi dengan baik oleh tubuh, kalsium hendaklah dalam bentuk larutan dan terioonisasi (Sukandar et al., 2008).

Kalsium didistribusi dengan cepat ke jaringan skeletal. Kalsium serum normal berkisar antara 9-10,4 mg/dL (Sukandar et al., 2008).


(31)

Ekskresi kalsium melalui urine, keringat, dan terutama melalui fases. Ekskresi melalui urine tidak melebihi 150 mg/hari. Ekskresi melalui urine menurun dengan bertambahnya usia (Nordin, 1997 ; Sukandar et al., 2008).

2.5. Peran Kalsium dalam Tulang

Kalsium dalam tulang disimpan dalam bentuk kristal hidroksiapatit (CaHPO4). Jumlah kalsium pada masa dewasa normal berkisar 1000-1200 g dan kira-kira 99% diantaranya berada dalam tulang. Sebagian kalsium yang terionisasi berada dalam bentuk ikatan dengan anion, terutama fosfat anorganik dan sitrat. Kalsium dalam tulang terdapat dalam dua bentuk, sebagian kecil dalam bentuk cadangan yang labil dan mudah diganti, dan sebagian besar merupakan cadangan yang stabil (Suherman, 2007).

Pada saat kanak-kanak hingga usia 20 tahun, seharusnya dijaga agar kandungan kalsium dalam tulang tinggi. Karena, pada saat tersebut tulang sedang pada masa pertumbuhan dan perkembangan. Setelah itu,massa tulang akan menurun secara alamiah. Kecepatan perusakan tulang tidak lagi dibarengi dengan kecepatan untuk memperbaiki diri. Sehingga apabila pada usia muda kandungan kalsium dalam tulang tidak dipertahankan, maka pada masa yang akan datang kemungkinan dapat terjadi pengeroposan tulang.

Latihan fisik dapat meningkatkan konsentrasi ion kalsium dalam plasma, sehingga tulang tidak perlu melepas ion kalsium dan konsentrasi ion kalsium dalam tulang dapat

tetap dipertahankan tinggi dan massa tulang tetap terjaga (Suherman, 2007 ; Bouassida et al., 2006).


(32)

2.6. Pengaruh Suplemen Kalsium terhadap Massa Tulang

2.6.1. Pengaruh terhadap Kualitas Tulang

Tulang rangka tubuh terdiri dari 99% kalsium yang tersimpan dalam bentuk

hydroksiapatit (garam kristalin), yang rumus kimianya Ca10(PO4)6(OH)2.

Kebutuhan kalsium maksimal terjadi selama puncak masa pertumbuhan cepat, yaitu pada masa remaja, yang mencapai 1300 mg/hari. Asupan kalsium sangat vital pada masa ini, agar diperoleh mineralisasi tulang yang cukup (Peterson, 2005).

Apabila kandungan kalsium berkurang, maka kekuatan tulang akan menurun karena tulang akan kehilangan struktur pembentuk utamanya. Konsumsi kalsium oleh anak perempuan usia pertumbuhan dan wanita dewasa harus mendekati atau melebihi asupan yang dianjurkan, sehingga puncak massa tulang dapat dicapai dan terpelihara sampai masa menopause (Anderson, 1996 ; Yuliati et al., 2007 ; Deborah, 2007).

Kalsium merupakan elemen kunci untuk mencegah terjadinya osteoporosis. Ion kalsium dan fosfor merupakan molekul organik yang membentuk tulang dan gigi. Tulang menyimpan kalsium untuk membantu memelihara konsentrasi ion kalsium dalam plasma, ketika ion kalsium berkurang dalam plasma oleh karena asupan ion kalsium yang tidak cukup. Jika asupan kalsium kurang dalam jangka waktu lama maka akan dapat terjadi kehilangan massa tulang yang akhirnya akan mengakibatkan terjadinya osteoporosis pada saat menopouse dan tulang akan mudah mengalami fraktur (Peterson, 2005).

Tulang rangka tubuh terdiri dari 99% kalsium yang tersimpan dalam bentuk

hydroksiapatit. Fungsi utama kalsium adalah untuk membentuk struktur dari tulang dan gigi. Sisanya ditemukan pada sel dan jaringan lunak sebesar 0,9% dan di dalam pembuluh darah serta cairan ekstraseluler 0,1%. Perolehan asupan jumlah kalsium yang cukup akan


(33)

membantu peningkatan metabolisme tulang dan memperbaiki keadaan tulang secara keseluruhan (Anderson, 1996 ; Yuliati et al, 2007).

2.6.2. Pengaruh Suplemen Kalsium terhadap Massa Tulang

Pemberian suplemen kalsium ditujukan pada individu-individu yang tidak dapat mengkonsumsi kalsium sesuai dengan yang dianjurkan,misalnya pada individu dengan osteopenia atau osteoporosis, wanita yang perimenopouse dan postmenopouse, ibu yang menyusui lebih dari satu bayi, vegetarian, dan individu yang pada usia pertumbuhan kurang mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kalsium seperti, keju, susu, dan sayuran hijau dalam asupannya sehari-hari (Deborah et al., 2007).

Suplemen kalsium telah diketahui memberikan manfaat untuk kesehatan tulang pada anak-anak, dewasa muda, dan wanita yang telah menopouse. Puncak pembentukan massa tulang hanya akan terjadi sampai usia 20 tahun, dan sebagian besar kalsium yang terdapat didalam tulang sepanjang hidup seseorang akan disimpan sebelum berusia 20 tahun juga. Defisiensi ion kalsium selama masa kanak-kanak. akan menghasilkan tulang yang kurang padat pada masa selanjutnya. Sehingga diperlukan jumlah asupan kalsium yang cukup selama masa pertumbuhan atau sebelum berusia 20 tahun. Tetapi sayangnya banyak individu yang tidak mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup. Menurut penelitian di Amerika Serikat ternyata pada semua lapisan umur konsumsi kalsium tidak mencapai jumlah asupan yang dianjurkan oleh Institute of Medicine (IOM), Washington,USA (Peterson, 2005; Corwin, 2008). Asupan kalsium yang dianjurkan oleh IOM, USA tertera dalam Tabel 1.


(34)

Tabel 1. Asupan kalsium yang dianjurkan IOM,USA (Deborah et al.,2007).

Umur (tahun) Asupan yg tepat (mg/hari) Batas atas asupan (mg/hari)

1-3 500 2500

4-8 800 2500

9-13 1300 2500

14-18 1300 2500

19-30 1000 2500

Sebagaimana disebutkan dimuka, kalsium adalah mineral penyusun terbesar

hidroksiapatit. Pembentukan hidroksiapatit pada proses mineralisasi dimulai dari terbentuknya osteosit oleh osteoblas. Osteoblas mempunyai kemampuan mengikat mineral tulang. Osteosit kemudian mengalami kalsifikasi yaitu, proses deposisi mineral seperti ; kalsium, fosfat, dan ion hidroksi. Pemberian tambahan kalsium kepada individu yang kurang asupan kalsium akan dapat meningkatkan konsentrasi kalsium ekstraseluler. Peningkatan tersebut akan memicu mobilisasi dan proliferasi osteoblas sehingga akan dapat meningkatkan sintesa matriks tulang dan terjadinya keseimbangan kalsium (Yuliati, 2007). Ketidaksesuaian asupan kalsium sejak dini dapat menyebabkan massa tulang yang rendah.

Kalsium banyak terdapat dalam beberapa jenis makanan seperti susu, yoghurt, dan keju, juga banyak terdapat dalam sayur-sayuran seperti brokoli, buncis, dan sayur hijau seperti kangkung, bayam, dll, tetapi kalsium tidak sepenuhnya dapat diabsorpsi dari sayur tersebut sehingga sulit untuk mendapatkan jumlah kalsium yang cukup. Alasan lain, mengapa seseorang tidak dapat mengkonsumsi kalsium secara cukup diantaranya adalah karena tidak menyukai rasa dari produk-produk yang banyak mengandung kalsium seperti susu,keju, yougurt. Ketika asupan kalsium dari makanan sehari-hari tidak sesuai, maka diperlukan tambahan kalsium yang berasal dari luar tubuh yaitu dalam bentuk suplemen


(35)

kalsium, sehingga jumlah kebutuhan kalsium setiap harinya dapat mencukupi, dan penurunan massa tulang dapat dicegah (Peterson, 2005; Deborah et al, 2007).

Suplemen kalsium yang biasa dikonsumsi adalah dalam bentuk kalsium karbonat, kalsium sitrat, dan kalsium sitrat malate (CCM). Suplemen yang paling sering digunakan adalah kalsium karbonat, tetapi bentuk ini tidak optimal diabsorpsi tubuh. Kalsium sitrat lebih baik absorpsinya, namun juga tidak sempurna diabsorpsi tubuh. Kalsium sitrat malate (CCM) memiliki bioavailability yang lebih tinggi (tersedia lebih tinggi secara biologi) sehingga labih sempurna diserap tubuh, mudah dicerna, mengakibatkan kurang konstipasi dan lebih sedikit gas dibandingkan dengan suplemen lain. Suplemen kalsium tersedia dalam bentuk kapsul, tablet, tablet kunyah, bubuk, dan liquid. Dalam mengkonsumsi kalsium yang perlu diperhatikan adalah bioavailability, ukuran tablet, dosis kalsium dalam satu tablet, bentuk kalsium, dan harganya (Peterson, 2005).

2.7. Peran Mandibula dalam Kesehatan Gigi dan Mulut

Mandibula termasuk tulang aksial yaitu, tulang yang kurang mendapat latihan fisik. Tulang yang banyak mendapat latihan fisik disebut tulang eksperimental. Terdapat perbedaan respon tulang aksial dengan tulang ekstremitas terhadap kejadian osteoporosis. Menurut Krane (1974) dan hasil penelitian Sumiati-Sunaryo (1998) osteoporosis pertama-tama menyerang tulang aksial, baru kemudian tulang ekstremitas. Oleh karena itu untuk menghindarkan kerapuhan tulang sangatlah penting untuk memperhatikan kualitas tulang aksial terutama mandibula. Beberapa penelitian di bidang Kedokteran Gigi membuktikan bahwa terjadinya osteoporosis pada tulang lainnya juga diikuti dengan penurunan densitas tulang mandibula. Sementara itu mandibula penting peranannya dalam menunjang kesehatan terutama kesehatan gigi dan mulut. Apabila mandibula mengalami pengeroposan


(36)

maka gigi tidak akan terdukung dengan baik dan proses pengunyahan tidak dapat dilakukan dengan benar (Masyitha D, 2006 ; Lindawati SM, 2006 ).

Mandibula dan maksila secara umum memiliki struktur yang sama dengan tulang panjang, yakni sama-sama memiliki dense cortical shell overlying pada lapisan dalam trabekula.

Dalam hal perawatan ortodonti, peran kualitas mandibula juga sangat penting, dimana apabila tulang tidak baik maka pergerakan gigi tidak dapat dilakukan sesuai dengan yang diharapkan, sehingga keberhasilan perawatan orthodonti tidak tercapai.

Untuk mendapatkan keseimbangan antara hubungan oklusal, tercapainya estetik dari gigi-gigi dan tulang fasial diperlukan stabilitas perawatan ortodontik. Untuk menjaga memelihara serta menjaga stabilitas tulang alveolar dan mengurangi risiko resorbsi tulang, perlu ditingkatkan kualitas mandibula dengan mempertahankan kadar mineral tulang, misalnya kalsium untuk proses kalsifikasi (Anwar SA, 2009).


(37)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dirancang mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL). Jumlah hewan uji perkelompok ditentukan dengan rumus (t-1) (n-1) ≥15. Jika t adalah jumlah perlakuan (dalam penelitian ini ada 4 kelompok perlakuan) dan n adalah jumlah ulangan perkelompok, maka jumlah n yang diharapkan (teoritis) adalah 6 (Federer, 1963).

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Sumatera Utara (USU), Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran (FK) USU, Laboratorium Klinik Pramita, dan Laboratorium Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama 5 minggu, dari bulan Agustus sampai September 2010.

3.3. Bahan dan Alat Penelitian

3.3.1. Bahan Penelitian

Hewan Percobaan. Hewan percobaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah mencit betina (Mus musculus L.) strain DD Webster berumur ± 8-12 minggu


(38)

dengan berat badan 25-35 gram yang diperoleh dari FMIPA Biologi USU Medan. Jumlah keseluruhan hewan percobaan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 24 ekor.

Bahan Kimia. Bahan- bahan kimia yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah kalsium sitrat, asam nitrit, aquades,aquabidestilata, dll.

Reagensia : Ethanolamine, 8-Hydroxyquinoline, dan Cresolphthalein complexone.

3.3.2. Alat Penelitian

Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah : spektrofotometer, tungku (muffle furnace), photometer olympus AU 400, spuit 1 ml, stirer, magnet, neraca analitik, timbangan merk Sartorius, gelas ukur, labu ukur 10 ml, cup sampel, jarum gavage, mikropipet 1000 uL, mikropipet 50 uL, rak kalibrator, tabung kalibrasi, scalpel, needle holder, pinset, bak bedah, dll.

3.4. Variabel Penelitian

3.4.1. Variabel Dependent

ƒ Kandungan kalsium dalam darah

ƒ Kadar kalsium dalam mandibula

ƒ Kadar kalsium dalam tibia 3.4.2. Variabel Independent

ƒ Latihan fisik moderat


(39)

3.5. Definisi Operasional

ƒ Kandungan kalsium dalam darah : jumlah kalsium dalam darah (mg/dl)

ƒ Kadar kalsium dalam mandibula : jumlah kalsium dalam mandibula (ppb )

ƒ Kadar kalsium dalam tulang tibia : jumlah kalsium dalam tibia (ppb)

ƒ Latihan fisik moderat : latihan fisik yang dilakukan dengan intensitas sedang (waktu yang digunakan untuk latihan fisik adalah 70% dari maksimal, yaitu 30 menit). Pada penelitian ini latihan fisik yang dilakukan adalah dengan melakukan aktifitas berenang.

ƒ Suplemen kalsium : kalsium yang diberikan kepada mencit dalam bentuk teknis (buatan pabrik). Pada penelitian ini suplemen kalsium yang digunakan yaitu, : kalsium sitrat.

3.6. Etika Penggunaan Hewan Penelitian

Penggunaan dan penanganan hewan penelitian dilakukan sesuai dengan aturan etika penelitian hewan penelitian yang diatur dalam Deklarasi Helsinki untuk memperoleh

ethical clearance dari Komite Etik Penelitian Hewan dari FMIPA Universitas Sumatera Utara Medan.


(40)

3.7. Pelaksanaan Penelitian

3.7.1. Pemeliharaan Hewan Percobaan

Mencit ditempatkan di dalam kandang berukuran 30x20x10 cm yang terbuat dari bahan plastik yang ditutup dengan kawat kasa. Dasar kandang dilapisi dengan sekam padi setebal 0,5-1 cm dan diganti setiap empat hari. Cahaya ruangan diatur selama 12 jam terang (pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00) dan 12 jam gelap (pukul 18.00 sampai dengan pukul 06.00), sedangkan suhu dan kelembaban ruangan dibiarkan berada pada kisaran alamiah. Pakan (pellet komersial) dan minum (air leding PAM) diberikan ad libitum setiap hari.

3.7.2. Cara Pembuatan Suplemen Kalsium

Tablet kalsium sitrat yang digunakan adalah tablet kalsium sitrat merk Supracal yang dikelurkan oleh Natures only CA, USA. Tiap tablet kalsium sitrat mengandung 1000 mg kalsium sitrat, Vitamin D3 200IU, 100 mg, Mg 100 mg, dan Zinc 4 mg.

Tablet kalsium sitrat (1 tablet) digerus dalam cawan penggerus sampai dengan halus, ditimbang dengan neraca analitik sebesar 39,9 mg (untuk 1 kandang mencit), kemudian dimasukkan ke dalam botol kecil dan dilarutkan dalam 4,5 ml aquades. Aquades diambil dengan menggunakan mikropipet, kemudian masukkan magnet kecil kedalam botol dan tutup botol dengan ketat. Bubuk kalsium dan aquades diaduk selama ± 15 menit dengan menggunakan magnet stirer sampai menjadi larutan kalsium yang homogen. Setelah larutan kalsium homogen, magnet kecil dikeluarkan dan botol ditutup rapat kembali.


(41)

Pembuatan larutan kalsium dalam aquadest dilakukan setiap 2 hari di Laboratorium Terpadu FK USU. Bubuk kalsium yang telah digerus ditimbang 39,9 mg kemudian dibungkus dengan kertas perkamen dan disimpan dalam wadah kering untuk kemudian siap digunakan pada pembuatan larutan kalsium dua hari berikutnya.

3.7.3. Perhitungan Dosis Suplemen Kalsium

Dosis pemberian suplemen kalsium sitrat sebesar 27 mg/200g BB tikus/hari/oral mengikuti penelitian Yuliati et al (2007). Penetapan dosis kalsium sitrat untuk satu mencit berdasarkan konversi dosis dalam tabel konversi dosis (Harmita, 2008). Angka konversi dari tikus dengan berat badan 200g ke mencit dengan berat badan 20g yaitu sebesar 0,14g.

Selengkapnya perhitungan dosis suplemen kalsium adalah :

Pada tikus : 27 mg/200 g BB = setiap 200gBB tikus memperoleh 27 mg kalsium.

Pada mencit : 27 mg × 0,14 = 3,78 mg/ 20g BB mencit = setiap 20g BB mencit harus mendapat 3,78 mg kalsium.

Tiap g BB mencit harus mendapat kalsium sebesar 3,78 : 20 = 0,19 mg.

Pada penelitian ini rata-rata BB mencit pada P3 dan P4 adalah 35g, sehingga dosisinya: 0,19 mg× 35 g = 6,65 mg/ekor.

Untuk satu kandang 6,65 mg × 6 ekor mencit = 39,9 mg.Cara pemberian kalsium sitrat, dilarutkan dalam 0,5 ml aquades × 9 ekor = 4,5 ml aquades, hal ini berdasarkan volume maksimal larutan yang diberikan pada mencit dengan berat 25-35g per oral adalah sebanyak 1ml (Harmita, 2008).


(42)

3.7.4. Perlakuan Hewan Percobaan

Jumlah keseluruhan hewan percobaan yang dipergunakan adalah 32 ekor.

Perlakuan terdiri atas 4 kelompok, yaitu :

a) Kelompok I (P1) = terdiri dari 6 ekor mencit betina yang tidak diberi perlakuan selama 35 hari.

b) Kelompok II (P2) = terdiri dari 6 ekor mencit betina melakukan latihan fisik berenang selama 30 menit selama 35 hari.

c) Kelompok III (P3) = terdiri dari 6 ekor mencit betina yang diberi suplemen

kalsium sitrat 6,65 mg/mencit/oral/hari selama 35 hari. d) Kelompok IV (P4) = terdiri dari 6 ekor mencit betina melakukan latihan fisik

berenang 30 menit dan diberi suplemen kalsium sitrat dengan dosis 6,65 mg/mencit/oral selama 35 hari.

Perlakuan yang diberikan kepada setiap kelompok mencit seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Perlakuan pada Hewan Percobaan

Kelompok / Perlakuan

Air ledeng PAM

Latihan fisik moderat

Suplemen kalsium (mg/ekor/oral/hari)

Lamanya Perlakuan

(hari)

KI (P1) Ad libitum _ _ 35

KII (P2) 30 menit _ 35

K III (P3) _ 6,65mg/ekor/oral/ hari 35


(43)

3.7.5. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Sebelum percobaan, mencit betina ditimbang dan ditempatkan dalam kandang tersendiri di dalam ruangan laboratorium. Mencit dibagi secara acak ke dalam 4 perlakuan, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.

P4 Latihan fisik moderat + kalsium 6,65 mg P3 Kalsium 6,65 mg

P2 Latihan fisik moderat P1 Tanpa perlakuan (kontrol)

35 hari

Gambar 2. Prosedur pelaksanaan uji pengaruh latihan fisik dan pemberian suplemen kalsium

Pada hari ke-36 mencit didekapitasi dan setiap sampel darah dimasukkan dalam spuit 1cc yang telah diberi label, kemudian sampel tulang dimasukkan ke dalam botol-botol plastik. Selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk pemeriksaan : kadar kalsium dalam darah, kadar kalsium dalam tulang mandibula, dan kadar kalsium dalam tulang tibia, serta berat tulang mandibula.

3.7.6. Tempat Pelaksanaan Latihan Fisik

Pelaksaanaan latihan fisik berenang terhadap mencit dilaksanakan di Laboratorium Biologi FMIPA USU. Latihan fisik berenang dengan intensitas moderat dilakukan selama 30 menit dengan frekuensi 4x dalam seminggu (sehari berenang dan sehari istirahat).


(44)

Tempat pelaksanaan latihan fisik yaitu pada aquarium plastik yang bening dengan ukuran 50 cm x 35 cm berisi air 30 cm.

3.7.7. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan patokan sejauh mana mencit dapat melakukan latihan fisik moderat. Latihan fisik moderat adalah latihan fisik yang dilakukan dengan intensitas sedang yaitu 70% dari latihan fisik maksimal.

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan cara : mencit diberi latihan fisik berenang sampai maksimal yaitu sampai mencit sudah tidak dapat menggerakkan badan lagi dan hampir tenggelam, lalu diangkat dan dikeringkan dengan menggunakan hair dryer. Waktu yang didapat pada latihan fisik maksimal rata-rata 45 menit; jadi untuk pelaksanaan latihan fisik moderat yang akan diterapkan dalam penelitian ini nantinya adalah 70% x 45 menit = 30 menit.

3.7.8. Prosedur Pemberian Suplemen Kalsium

Suplemen kalsium diberikan dengan dosis 6,65 mg/mencit/peroral. Cara pemberian dengan menggunakan spuit yang ujungnya diganti dengan alat yang tumpul (jarum gavage) agar tidak menyakiti mencit pada saat pemberian asupan, kalsium tersebut langsung dimasukkan kedalam lambung. Pemberian suplemen kalsium dilakukan pada pagi hari selama 35 hari.


(45)

3.7.9. Prosedur Pengambilan Sampel Mandibula dan Tibia

Sampel tulang diambil dengan melakukan pembedahan rahang untuk mengambil mandibula. Rongga mulut dibuka dan mandibula dikeluarkan dengan gunting. Demikian juga, tibia dipisahkan dari fibula dan femur dengan menggunakan gunting. Setelah dikeluarkan, mandibula dan tibia kanan dibersihkan dari jaringan ikat dan lemak dengan menggunakan pisau (scalpel). Gigi-geligi mencit disingkirkan atau dicabut dari mandibula dengan menggunakan alat needle holder. Lalu tulang dicelupkan dalam air panas yang mendidih, sehingga sisa-sisa tulang mudah dibersihkan kemudian tulang dibersihkan lagi dengan scalpel. Tulang yang sudah bersih dibungkus dalam kertas aluminium foil dan dimasukkan dalam botol – botol yang telah diberi label sesuai dengan perlakuan

masing-masing dan disimpan dalam suhu -20⁰C (Yang, 2007 dalam KarlinaRI, 2009).

3.8. Prosedur Pengamatan

Setelah 35 hari perlakuan, masing-masing hewan coba dikorbankan dengan cara dislokasi leher, yakni diletakkan pada bak bedah dengan keempat anggota gerak terfiksasi dan selanjutnya dibedah untuk pengambilan sampel darah intrakardial menggunakan spuit 1cc yang telah dibilas terlebih dahulu dengan heparin, kemudian diberi label dan disimpan dalam box ice dan segera diantar ke Laboratorium Pramita, Medan untuk penetapan kadar kalsium tulang. Selanjutnya dilakukan pengamatan kandungan kalsium darah, kadar kalsium mandibula, dan kadar kalsium tibia.


(46)

3.8.1. Prosedur Pengamatan Kandungan Kalsium dalam Darah.

Pengamatan kadar kalsium dalam darah dilakukan dengan alat Photometer Olympus 400. Darah mencit diambil dari jantung mencit (intrakardial) dengan menggunakan spuit 1 cc yang sebelumnya telah dibilas dengan heparin, kemudian diputar/ centrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 5 menit untuk diambil plasmanya. Kemudian diperiksa dengan alat fotometer Olympus 400, dengan memakai reagen kalsium. Sebelum melakukan pemeriksaaan kalsium lakukan kalibrasi dan kontrol terlebih dahulu. Kalibrator dan kontrol dilarutkan dengan aquabidestilata 5 ml dan dicampur dengan sampai homogen, dibagi dalam cup @ 300µl kemudian disimpan dalam freezer. Kalibrator dan kontrol dalam kit disimpan pada suhu 2-8 ºC. Selanjutnya lakukan kalibrasi bersamaan dengan kontrol dan sampel, sbb :

- Pipet 1000 µl Blankko Aquabides ke dalam cup serum dan diletakan pada rak Blanko yang telah ditentukan. 

- Pipet 300 µl Kalibrator kalsium dan kontrol ke dalam cup serum dan letakkan pada rak kalibrator yang  telah ditentukan.

- Jalankan kalibrator dan kontrol dalam alat fotometer Olympus 400. Jika hasil berada dalam range yang ditentukan, baru sampel dimasukkan dalam alat fotometer.

- Sampel dimasukkan dalam Spektrofotometer untuk penetapan kadar kalsium dalam darah.


(47)

3.8.2. Pengamatan Kadar Kalsium dalam Mandibula dan Tibia

Analisis kadar ion kalsium dalam mandibula dan tibia dilakukan di Laboratorium Lingkungan BLH (Badan Lingkungan Hidup) Medan, dengan menggunakan alat AAS (Atomic Absorbantion Spectrophotometry) dengan merk Perkin Elmer 3110. Tulang dikeluarkan dari lemari pendingin dan dibiarkan hingga kondisisnya mencapai kira-kira suhu ruang. Kemudian tulang dimasukkan kedalam cawan porselen dan diberi label sesuai dengan perlakuannya dan dimasukkan kedalam oven dengan suhu 95⁰C selama 24 jam.

Tulang diabukan/dimineralisasi dalam tungku/tanur (muffle furnace) pada suhu 600 ⁰C

(metode kering) selama 25 jam atau dalam 5 hari pengerjaan. Setelah tulang menjadi abu, cawan porselen dikeluarkan kemudian ditambahkan 2 ml asam nitrit HNO3 65%, kemudian abu tulang dicuci dengan aquades dan ditambahkan 2 ml HCl 30% untuk menghilangkan mineral-mineral yang tidak diinginkan, lalu sampel disaring dengan kertas saring hingga larutan sampel menjadi 10 ml. Sampel dimasukkan ke dalam labu ukur yang berukuran10 ml. Penetapan kadar kalsium di ukur menggunakan alat AAS Perkin Elmer 3110, dengan panjang gelombang -422.7nm (Rahnama, 2004).

3.9. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Data dipresentasikan dalam bentuk rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ±SD). Dilakukan uji normalitas dan homogenitas data. Data yang diperoleh distribusinya tidak


(48)

normal dan atau tidak homogen, maka dilakukan transformasi data. Kemudian diuji lagi normalitas dan homogenitas data. Ternyata data masih tidak normal distribusinya atau tidak homogen maka diuji dengan uji Kruskal-Wallis. Untuk melihat perbedaan antar kelompok kontrol dan kelompok perlakuan mengunakan uji Mann Whitney. Semua analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS 18,0. Dalam penelitian ini, hanya perbedaan rata-rata pada p ≤ 0,05 yang dianggap signifikan.

3.10. Jadwal Penelitian

Kegiatan penelitian ini secara keseluruhan dari persiapan sampai pada penulisan hasil penelitian adalah lebih kurang sembilan minggu. Urutan kegiatan dan jadwal pelaksanaan secara lengkap dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Jadwal kegiatan penelitian

MINGGU KE

NO KEGIATAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 PERSIAPAN

2 PELAKSANAAN

3\ ANALISIS DATA

4 PENULISAN HASIL


(49)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan fisik dan asupan suplemen kalsium terhadap kualitas mandibula pada mencit. Untuk melihat kualitas mandibula pada penelitian ini dilakukan pengukuran terhadap : (1) Kandungan kalsium dalam darah, (2) Kadar kalsium dalam mandibula, dan (3) Kadar kalsium dalam tibia. Hasil pengamatan tiap-tiap perlakuan ditampilkan pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Kandungan kalsium dalam darah, Mandibula dan Tibia

Perlakuan Kandungan kalsium darah (mg/dL)

Kadar kalsium mandibula (ppb)

Kadar kalsium tibia (ppb)

P1 9,7±0,8 0,0056±0,0009 0,0056±0,0014

P2 8,7±0,2 0,0063±0,0004 0,0062±0,0006

P3 9,7±0,4 0,0061±0,0002 0,0062±0,0006

P4 10,1±0,5 0,0064±0,0005 0,0074±0,0004

4.1.1. Kandungan Kalsium dalam Darah

Data pengukuran kandungan kalsium dalam darah tiap-tiap perlakuan ditampilkan pada Lampiran1. Hasil analisis data kandungan kalsium dalam darah mencit ditunjukkan pada Gambar 3. Hasil analisis distribusi data dan homogenitas variansi menunjukkan bahwa semua data kandungan kalsium dalam darah distribusinya tidak normal dan variansi data homogen. Hasil ini tidak memenuhi asumsi untuk dapat dilakukan uji parametrik. Oleh karena itu dilakukan uji non parametrik Kruskal Wallis, dan ditemukan adanya perbedaan yang nyata antara masing-masing perlakuan penelitian (p<0,05; Lampiran 8, Tabel 11).


(50)

Untuk melihat perbedaan masing-masing kelompok perlakuan, satu dengan yang lain dilakukan uji lanjut Mann Whitney.

Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar kalsium yang tertinggi (10,1 ±0,5 mg/dL) terdapat pada darah mencit dengan latihan fisik yang dikombinasikan dengan penambahan kalsium secara oral (P4), yang berbeda nyata dengan P2 (8,7±0,4 mg/dL), namun tidak berbeda nyata dengan P1 (9,7±0,8mg/dL) dan P3 (9,7±0,4 mg/dL). Kadar kalsium terendah terdapat pada kelompok perlakuan P2 (8,7±0,4 mg/dL), yang tidak berbeda nyata dengan P1, tetapi berbeda nyata dengan P3 dan P4.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa latihan fisik dibarengi dengan pemberian asupan kalsium merupakan perlakuan yang paling efektif dalam meningkatkan kandungan kalsium dalam darah mencit. Selanjutnya tampak bahwa perlakuan latihan fisik moderat saja (P2) pengaruhnya kecil dan tidak berbeda nyata dengan tanpa perlakuan (P1/kontrol).

b

ab

a

b

Gambar 3. Kandungan kalsium dalam darah mencit (mg/dL).

Keterangan : Grafik histogram pada tiap perlakuan, huruf kecil yang berbeda, menunjukan adanya perbedaan yang nyata pada taraf uji 5%.

P1 = kontrol, P2 = Latihan fisik moderat, P3 = Kalsium 6,65 mg,

P4 = Latihan fisik moderat dan kalsium 6,65 mg, ┬ = standar deviasi (SD). 4.1.2. Kadar Kalsium dalam Mandibula


(51)

Hasil pengukuran dan analisis rata-rata kadar kalsium dalam mandibula semua kelompok perlakuan mencit ditampilkan pada Lampiran 1. Grafik histogram rata-rata kadar kalsium dalam mandibula tertera pada Gambar 4. Pengujian normalitas dan homogenitas data menunjukkan bahwa data tidak normal dan variansi data homogen, sehingga dilakukan transformasi data. Data hasil uji transformasi diuji kembali normalitas dan homogenitasnya tetapi hasilnya data tetap tidak normal dan variansi data homogen, sehingga dilakukan uji non-parametrik Kruskal-Wallis. Hasilnya menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada tiap-tiap kelompok perlakuan (p<0,05). Hasil uji lanjut Mann-Whitney (Lampiran 8) menunjukkan bahwa kadar kalsium yang tertinggi (0,0064 ±0,0005 ppb) terdapat pada mandibula kelompok P4 (diberi latihan fisik dengan penambahan suplemen kalsium) yang berbeda nyata dengan P1 (0,0056±0,0009 ppb) dan P3 (0,0061±0,0002 ppb), namun tidak berbeda nyata dengan P2 (0,0063±0,0004).

b

ab

a

a

Gambar 4. Kadar kalsium dalam mandibula.

Keterangan : Grafik histogram pada tiap perlakuan, huruf kecil yang berbeda menunjukkan adanya perberbedaan nyata pada taraf uji 5%. P1 = Kontrol, P2 = Latihan fisik moderat, P3= asupan suplemen kalsium, P4= Latihan fisik moderat dan kalsium,┬ = standar deviasi.


(52)

Dari hasil analisis di atas tampak adanya kecendrungan bahwa latihan fisik disertai pemberian suplemen kalsium merupakan cara yang cukup efektif untuk meningkatkan kadar kalsium dalam mandibula mencit.

Hasil pengamatan pada gambar 4 memperlihatkan bahwa kadar kalsium dalam mandibula terendah adalah P1. Diduga hal ini adalah akibat tidak adanya aktifitas fisik moderat yang dilakukan selama perlakuan dimana aktifitas fisik dapat memicu peningkatan konsentrasi ion kalsium dalam darah (Peterson, 2005), sedangkan kalsium yang ada dalam tubuh dipergunakannya untuk kebutuhan fisiologi tubuh terutama untuk pertumbuhan yang mengakibatkan kandungan kalsium dalam darah berkurang maka ditariknya kalsium dalam struktur tulang, yang mengakibatkan kandungan kalsium dalam tulang menjadi berkurang.

Sedangkan menurut Charoepandu (2007) latihan fisik moderat yang rutin memberikan dampak positif terhadap metabolisme kalsium, dan dapat meningkatkan kepadatan mineral tulang serta menurunkan kehilangan kalsium melalui urin; sedangkan tidak melakukan aktifitas fisik memberikan dampak yang sebaliknya.

4.1.3. Kadar Kalsium dalam Tibia

Data pengukuran kadar kalsium dalam tulang tibia mencit tertera pada Lampiran 1, Tabel 3. Hasil analisis data kadar kalsium dalam tulang tibia mencit dalam bentuk histogram ditunjukkan pada Gambar 5. Analisis distribusi data kadar kalsium dalam tulang tibia menunjukkan distribusi tidak normal dan variansi datanya tidak homogen. Hasil ini tidak memenuhi asumsi untuk dapat dilakukan uji parametrik. Kemudian dilakukan transformasi data dan didapatkan data yang tidak normal dan variansinya tidak homogen. Oleh karena itu dilakukan uji non parametrik Kruskal Wallis, dan ditemukan tidak adanya


(53)

perbedaan yang nyata antara masing-masing perlakuan penelitian (p>0,05; Lampiran 8), kemudian dilakukan uji lanjut Mann Whitney.

Sungguhpun tidak terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan - perlakuan, namun tampak kecendrungan pengaruh latihan fisik moderat dan pemberian kalsium terhadap kadar kalsium dalam tibia mencit adalah positif.

Hal ini terbukti dari kenyataan kadar kalsium dalam tibia mencit yang tertinggi (0,0074±0,0004 ppb) terdapat pada kelompok perlakuan P4, sedangkan kadar kalsium dalam tibia yang terendah (0,0056±0,0014 ppb) terdapat pada kelompok perlakuan P1 (kontrol).

Gambar 5. Kadar kalsium dalam tibia.

Keterangan : P1 = Tanpa perlakuan (kontrol), P2 = Latihan fisik moderat,

P3 = Suplemen kalsium 6,65 mg, P4 = Latihan fisik moderat dan kalsium 6,65 mg, ┬ = standar deviasi (SD).

Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan analisis data tiga parameter yang diamati dalam penelitian ini, yaitu : kandungan kalsium dalam darah, kadar kalsium dalam mandibula, dan kadar kalsium dalam tibia mencit, dapat dirangkum satu petunjuk atau indikasi yang kuat, atau setidak-tidaknya kecendrungan yang sangat jelas bahwa laihan fisik moderat dengan


(54)

berenang yang dibarengi dengan pemberian suplemen kalsium dapat meningkatkan kandungan kalsium dalam darah, dalam mandibula, dan dalam tibia pada mencit.

4.2. Pembahasan

Rangkuman hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh signifikan latihan fisik berupa berenang disertai pemberian asupan kalsium terhadap kadar kalsium darah dan mandibula pada mencit. Demikian pula tampak indikasi yang kuat bahwa latihan fisik dan pemberian asupan kalsium meningkatkan kadar kalsium tibia. Terjadinya peningkatan kadar kalsium dalam mandibula dan tibia adalah karena latihan fisik moderat dapat menyebabkan terstimulasinya osteoblas sehingga terjadinya peningkatan kalsium di dalam darah ditambah lagi dengan adanya pemberian kalsium berupa asupan dari luar tubuh mencit yang menyebabkan jumlah kandungan kalsium semakin meningkat. Peterson (2005) menyatakan bahwa latihan fisik dapat meningkatkan konsentrasi ion kalsium dalam plasma, sehingga tulang tidak perlu untuk melepas ion kalsium dan konsentrasi ion kalsium dalam tulang dapat tetap dipertahankan tinggi dan massa tulang tetap terjaga.

Selain itu, berdasarkan penelitian Corwin (2008) latihan fisik dapat menstimulasi osteoblas sebagai dampak adanya arus listrik yang terjadi akibat stress yang mengenai tulang. Latihan fisik juga memperbaiki struktur tulang dan mengurangi kehilangan massa tulang pada individu berusia lanjut.

Hasil penelitian yang dikemukakan diatas menunjukkan pula bahwa pemberian asupan kalsium ternyata meningkatkan pengaruh latihan fisik terhadap kandungan kalsium dalam darah, mandibula, dan dalam tibia. Hal ini dapat dimengerti mengingat cukupnya kandungan kalsium dalam darah akibat perolehan asupan jumlah kalsium yang cukup akan membantu peningkatan metabolisme tulang dan memperbaiki keadaan tulang secara


(55)

keseluruhan (Peterson, 2005). Menurut penelitian Yuliati, (2007) pemberian tambahan kalsium kepada individu yang kurang asupan kalsium akan dapat meningkatkan konsentrasi kalsium ekstraseluler. Peningkatan tersebut akan memicu mobilisasi dan proliferasi osteoblas sehingga akan dapat meningkatkan sintesa matriks tulang sehingga terjadinya keseimbangan kalsium .

Hasil penelitian diatas juga menunjukkan efek saling memperkuat antara latihan fisik berenang dan pemberian asupan kalsium dalam meningkatkan kadar kalsium mandibula dan tibia, serta dalam darah. Hal ini dapat dimengerti karena latihan fisik yang dilakukan dapat meningkatkan bioavailabilitas ion kalsium dalam metabolisme dan pembentuan struktur tulang, sehingga meningkatkan pula pembentukan massa tulang (Peterson, 2005).

Tanpa adanya pemberian asupan kalsium tampaknya latihan fisik berenang moderat tidak cukup untuk memicu aktifitas metabolisme menuju peningkatan kadar kalsium dalam darah, mandibula, dan tibia mencit.

Hasil penelitian ini mengkonfirmasikan bahwa latihan fisik berenang dan pemberian asupan kalsium saling memperkuat atau sinergistik dalam meningkatkan kadar kalsium dalam darah, mandibula, dan tibia, mencit.

Hasil penelitian yang dipaparkan diatas juga memperlihatkan bahwa kadar kalsium dalam darah terendah terdapat pada kelompok perlakuan latihan fisik moderat. Hal ini mungkin juga disebabkan oleh pengaruh latihan fisik moderat yang dilakukan mencit selama perlakuan sifatnya konsumtif. Kalsium dalam darah menurun, disebabkan kalsium lebih banyak dimanfaatkan oleh otot dalam latihan fisik moderat. Kalsium merupakan mineral yang dibutuhkan oleh setiap sel tubuh untuk berbagai keperluan. Seperti pernyataan


(56)

Nurcahyo (2008) kalsium merupakan mineral yang dibutuhkan oleh setiap sel tubuh, terutama untuk proses-proses pembekuan darah, sekresi seluler, dan kontraksi otot.

Kadar kalsium dalam mandibula yang terendah terdapat pada kelompok kontrol, yang berbeda nyata dengan perlakuan aktifitas fisik berenang moderat dan pemberian asupan kalsium. Hal ini mungkin juga disebabkan karena adanya pelepasan kalsium dari tulang ke dalam darah karena tubuh membutuhkan kalsium lebih banyak pada usia pertumbuhan, yaitu untuk kebutuhan fisiologi dan proses pertumbuhan (Peterson, 2005). Sebagaimana dinyatakan WebMD (2011) bahwa secara normal tingkat kalsium dalam darah terkontrol secara cermat. Ketika kadar kalsium darah menjadi rendah (hypocalcemia) kalsium dilepas oleh tulang untuk dibawa masuk ke dalam darah sehingga kadarnya kembali ke tingkat yang normal. Tetapi ketika kadar kalsium darah menjadi tinggi (hypercalcemia) kalsium disimpan dalam tulang atau terus keluar dari tubuh dalam air seni dan tinja.

Menurut Kosnayani (2007) terdapat hubungan positif antara asupan kalsium dengan aktifitas fisik, sehingga keseimbangan kalsium tubuh tetap tercapai. Jika terjadi kekurangan kalsium dalam darah, maka proses resorpsi kalsium tulang, dimana kalsium dilepas ke dalam aliran darah melalui aksi osteoklas tulang. Pada keadaan seperti inilah terjadi pengurangan kadar kalsium dalam tulang.

Pembahasan hasil-hasil penelitian tentang pengaruh latihan fisik dengan pemberian asupan kalsium terhadap peningkatan kadar kalsium pada tulang mandibula yang telah dikemukan di atas dapat juga dilihat dari sudut kadar kalsium ekstraseluler.

Menurut Huang (2001) pemberian tambahan kalsium meningkatkan konsentrasi kalsium esktraselular. Peningkatan konsentrasi kalsium ekstraselular ini dapat memicu mobilisasi dan proliferasi osteoblas, dan hal ini akan meningkatkan sintesis matriks tulang.


(57)

Hasil penelitian yang diuraikan di atas memperlihatkan juga bahwa kadar kalsium dalam tulang tibia mencit yang terendah terdapat pada kelompok tanpa perlakuan (kontrol), tidak berbeda nyata dengan kelompok latihan fisik moderat baik dengan maupun tanpa pemberian asupan kalsium, serta pemberian asupan kalsium saja. Hal ini diduga disebabkan kalsium dalam darah dimanfaatkan dalam proses fisiologi tubuh untuk pertumbuhan sehingga mendorong tulang melepaskan kalsium ke dalam darah, dimana pada perlakuan ini tidak adanya aktifitas fisik dan asupan kalsium yang dapat membantu meningkatkan kandungan kalsium, menyebabkan kadar kalsium dalam tulang menurun. Untuk mengimbangi kadar kalsium darah, terjadi reabsorbsi kalsium urin dalam ginjal. Menurut Walter and Boron (2003) apabila kalsium darah menjadi rendah, reseptor kalsium dalam kelenjar parathyroid menjadi aktif. Sehingga melepaskan hormon parathyroid yang menyebabkan peningkatan kalsium dalam darah melalui pelepasan kalsium dari tulang yang merupakan peningkatan aktivitas degradasi sel tulang yang disebut osteoklas. Hormon ini juga menyebabkan reabsorbsi kalsium dari urin dan saluran gastrointestinal.

Rangkuman hasil-hasil penelitian yang dipaparkan di atas menunjukkan indikasi yang kuat bahwa latihan fisik berenang disertai dengan pemberian asupan kalsium efektif meningkatkan kadar kalsium dalam darah, mandibula, dan tibia, pada mencit. Kalsium merupakan elemen utama penyusun mineral tulang (Guyton, 2000). Kalsium juga berperan sangat penting dalam pembentukan dan stabilitas tulang dan gigi, yakni sebagai mineral penyusun hidroksiapatit terbesar (Peterson,2005). Peningkatan kandungan kalsium akan menjurus pada peningkatan sintesis matriks tulang (Huang, 2001), demikian pula puncak

massa tulang, sebagai tingkatan tertinggi dari densitas mineral tulang (Bone Mineral Density) atau massa tulang (Bone Mass). Massa tulang yang rendah,


(58)

(Horner,1996). Osteoporosis adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh rendahnya densitas tulang dan memburuknya kualitas struktur tulang yang menjurus pada lemahnya dan

rapuhnya tulang, yang mengakibatkan meningkatnya risiko fraktur (Kanis dalam Mc Veigh, 2010).

Jelaslah bahwa meningkatnya kandungan kalsium dalam darah, mandibula, dan tibia merupakan wahana meningkatnya bone mineral density (BMD) dan massa tulang pada umumnya. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa meningkatnya kandungan kalsium berarti meningkatnya kualitas tulang pada umumnya. Kualitas tulang antara lain ditentukan oleh banyaknya kalsifikasi tulang, sedangkan kalsifikasi tulang menurut Hazel dalam Pudyani (2005) pada dasarnya adalah pengendapan mineral-mineral terutama kalsium dan fosfor ke dalam matriks organik tulang. Demikian pula kematangan tulang ditentukan oleh banyaknya kalsifikasi tulang. Hal ini sejalan dengan kesimpulan akhir penelitian Anwar (2009) yang menyimpulkan bahwa pengaruh kalsium dan vitamin D3 secara signifikan meningkatkan jumlah osteosit dan berat tulang alveolar.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa latihan fisik berenang dan pemberian asupan kalsium meningkatkan kualitas tulang, khususnya mandibula, demikian pula tibia pada mencit.


(59)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari pembahasan hasil-hasil penelitian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Latihan fisik berenang dibarengi dengan pemberian asupan kalsium dapat

meningkatkan kadar kalsium dalam mandibula, sehingga meningkatkan kualitas mandibula .

2. Latihan fisik berenang saja tanpa pemberian asupan suplemen kalsium, dan pemberian asupan kalsium saja tanpa latihan fisik berenang tampaknya tidak cukup untuk meningkatkan kandungan kalsium dan kualitas mandibula pada mencit. 3. Latihan fisik berenang dan pemberian asupan suplemen kalsium merupakan cara

yang efektif untuk meningkatkan kualitas mandibula pada mencit.

5.2. Saran

1. Berdasarkan kesimpulan penelitian ini disarankan agardilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh latihan fisik dengan pemberian suplemen kalsium untuk meningkatkan kualitas mandibula yang dilaksanakan lebih intensif, misalnya dengan berbagai variasi intensitas waktu latihan fisik berenang dan dengan pemberian suplemen kalsium yang berbeda baik dosisnya maupun persenyawaan kimianya.

2. Disarankan juga agar hasil penelitian ini dijadikan sebagai penunjang pada penelitian peningkatan kualitas mandibula pada manusia, khususnya dalam bidang Kedokteran Gigi.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Ahola R, korpelainen R, Vainionpaa A, Leppaluoto J, jamsa T, 2009. Time-Course of Exercise and Its Association With 12-Month Bone Changes. BMC Musculoskeletal Disorders. 10: 1-38.

Anderson JB, 1996. Calcium, Phosphorus and Human Bone Development. J.Nutr. 126 : 1153S-1158S.

Anwar SA, 2009. Pengaruh Kalsium dan Vitamin D3 terhadap stabilitas tulang Alveolar. Study pada tikus jantan putih (Ratus-norvegicus). Media medika indonesia 43 (5). Semarang.

Bouassida A, Latiri I, Bouassida S, Zalleg D, Zaoualli M, Feki Y, Gharbi N, Zbidi A, Tabka Z, 2006. Parathyroid Hormone and Physical Exercise : A Brief Review. Journal of Sports Science and Medicine. 5: 367-374.

Carter MA, Alih Bahasa Dr. Peter Anugrah, 1992. Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi IV. 1175-1178.

Casaburi R, 1992. Principles of Exercise Training. Chest Journal. 101(5) : 263S-266S. Charoenphandhu N, 2007. Physical Activity and Exercise Affect Intestinal Calcium

Absorption: A Perspective Review. J.Sports Sci. Tecnol. 7(1) : 171-181. Corwin EJ, 2008. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. 327-331.

Dahlan SM, 2004. Statistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan. PT. Arkans. Jakarta. 89-111.

Deborah A, Straub MS, RD, 2007. Calcium Supplementation in Clinical Practice : A Review of Form, Doses, and Indication. 22 : 286-296.

Duhe SA, 2003. Swimming Versus Voluntary Running Exercise on Bone Health in Ovariectomized Retired Breeder Rats. Thesis in School of Human Ecology B.S. Lousiana State University. 4-16.

Gafni RI, Baron J, 2007. Childhood Bone Mass Acquisition and Peak Bone Mass May Not Be Important Determinants of Bone Mass in Late Adulthood. Pediatrics. 119: S131-136.

Guyton AC, 2000. Alih Bahasa Irawati. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC. 11: 1029-1041.

Hart KJ, Shaw JM, Vajda E, Hegsted M, Miller SC, 2001. Swim-Trained Rats Have Greater Bone Mass, Density, Strength, and Dynamics. J appl Physiol. 91: 1663-1668.

Horner K, Devlin H, Alsop CW, Hodjekimson M, and Adams JE, 1996. Mandibular bone mineral density as a predictor of skeletal osteoporosis. The British Journal oh Radiology 69. 1019-1025.

Huang TH, Lin SC, Chang FL, Hsieh SS, Liu SH, Yang RS, 2003. Effects of Different Exercise Modes on Mineralization, Structure, and Biomechanical Properties of Growing Bone. J Appl Physiol. 95: 300-307.

Huang Z, Cheng SL, Slatopolsky E, 2001. Sustained activation of the extracellular signal-regulated kinase parthway is required for extracellular calcium stimulation of human osteoblast proliferation. J.Biol.Chem, 10.


(61)

Iwamoto J, Shimamura C, Takeda T, abe H, Ichimura S, Sato Y, Toyama T, 2004. Effects of Treadmill Exercise on Bone Metabolism, and calciotropic Hormones in Young Growing Rats. J Bone Miner Metab. 22: 26-31.

Iwamoto J, Takeda T, Sato Y, 2005. Effect of Treadmill Exercise on Bone Mass in Female Rats. Exp. Anim 54 : 1-6.

Johnston CC, Slamenda W, 1993. Determinants of Peak Bone Mass. Osteoporosis Int Suppl. 1: S54-55.

Karatosun H, Erdogan A, Yildiz M, Akgun C, Cetin C, 2006. Effects of Swimming Training and Free Mobilization on Bone Mineral Densities of Rats With The Immobilization-Induced Osteopenia. Saudi Med J. 27(3) : 312-316.

Karlina IR, Atmajaya L, 2009. Ekstrak Gelatin dari Tulang Rawan Ikan Pari (Himantura gerarrdi) pada Variasi Larutan asam untuk Perendaman. Skripsi FMIPA ITS, Surabaya.

Karlsson MK, Nordvist A, Karlsson C, 2008. Physical Activity Increases Bone Mass During Growth. Review. Food and Nutrition Research. 1-10.

Kochanowski BA. 1990. Effect of Calcium Citrate-Malate on Skeletal Development in Young, Growing Rats. Journal of Nutrition. 876-881.

Kosnayani AS. 2007. Hubungan Asupan Kalsium, Aktivitas Fisik, Paritas, Indeks Massa Tubuh Dan Kepadatan Tulang Pada Wanita Pascamenopause. Thesis S2. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Lindawati SM, Ismail I, soenawan, 2006. Pengaruh Asupan Kalsium Terhadap Kepadatan Tulang Mandibula Perempuan Pasca Menopause. Indonesian Journal of Dentistry (IJD) Edisi Khusus KPPIKG XIV. 329-332.

Masyitha D, 2006. Struktur Mikroskopik Tulang Mandibula pada Tikus Ovarektomi dan Pemberian Pakan Rasio Fosfat/Kalsium Tinggi. Media Kedokteran Hewan. 22: 112-116.

Mc Veigh J, Kingsley S, grey D, and loram LC. 2010. Swimming Enhances bone Mass acquisition in Growing Female Rats. Journal of Sport and Medicine 9, 612-619. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No 1142/MENKES/SK/XII/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Osteoporosis.

Miles TS, 2004. Bone and Calcium Metabolism in Clinical Oral Physiology. 281-292. Morawati S, 2009. Kadar ß-Cross-Link Telopeptoda Pada Wanita Postmenopause dengan

Osteoporosis atau Osteopoeni. Tesis. Patologi Klinik Universitas Sumatera Utara. Nordin BEC, 1997. Calcium in Health and Disease. FNA: 13-21.

Nurcahyo, H. 2008, Ilmu Kesehatan Jilid 1 untuk SMK, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 169 – 186.

Peterson KS, 2005. Calcium- Fortified Beverage Supplementation Effects on Bone Mineral Density and Body Composition in Healthy Young Women. Thesis Department of Human Nutrition Collage of Human Ecology Kansas State University : 1-10.

Pudyani PS, 2005. Reversibilitas Kalsifikasi Tulang akibat Kekurangan Protein Pre dan Post Natal. Dental J. 38: 115-119.

Rahnama M, Bloniarz J, 2004. Changes of The Calcium Metabolism in Mineralized Tissues of Rats During Experimental Postmenopausal Osteoporosis. Bull Vet Inst Pulawy. 48: 467-470.

Rasjad C, 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Penerbit PT Yarsif Watampone. 6-11.


(1)

Test Statisticsb

.000 .000 11.500 18.000 3.000 14.500

21.000 21.000 32.500 39.000 24.000 35.500

-2.929 -2.929 -1.048 .000 -2.406 -.561

.003 .003 .295 1.000 .016 .575

.002a .002a .310a 1.000a .015a .589a

Mann-Whitney U Wilcoxon W Z

Asymp. Sig. (2-tailed Exact Sig. [2*(1-taile Sig.)]

Ca_darah

Ca_tl_

mandibula Ca_tl_tibia

BB_tl_ Mandibula

BK_tl_

Mandibula BK_tl_Tibia

Not corrected for ties. a.

Grouping Variable: Kelompok b.


(2)

Ranks

6 3.50 21.00

6 9.50 57.00

12

6 3.50 21.00

6 9.50 57.00

12

6 6.17 37.00

6 6.83 41.00

12

6 3.50 21.00

6 9.50 57.00

12

6 3.50 21.00

6 9.50 57.00

12

6 5.33 32.00

6 7.67 46.00

12 Kelompok P2 P4 Total P2 P4 Total P2 P4 Total P2 P4 Total P2 P4 Total P2 P4 Total Ca_darah Ca_tl_mandibula Ca_tl_tibia BB_tl_Mandibula BK_tl_Mandibula BK_tl_Tibia

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

.000 .000 16.000 .000 .000 11.000

21.000 21.000 37.000 21.000 21.000 32.000

-2.903 -2.903 -.323 -2.887 -2.882 -1.121

.004 .004 .747 .004 .004 .262

.002a .002a .818a .002a .002a .310a

Mann-Whitney U Wilcoxon W Z

Asymp. Sig. (2-tailed Exact Sig. [2*(1-taile Sig.)] Ca_darah Ca_tl_ mandibula Ca_tl_tibia BB_tl_ Mandibula BK_tl_ Mandibula BK_tl_Tibia

Not corrected for ties. a.

Grouping Variable: Kelompok b.


(3)

Ranks

6 5.08 30.50

6 7.92 47.50

12

6 5.08 30.50

6 7.92 47.50

12

6 5.67 34.00

6 7.33 44.00

12

6 4.08 24.50

6 8.92 53.50

12

6 4.50 27.00

6 8.50 51.00

12

6 5.83 35.00

6 7.17 43.00

12 Kelompok P3 P4 Total P3 P4 Total P3 P4 Total P3 P4 Total P3 P4 Total P3 P4 Total Ca_darah Ca_tl_mandibula Ca_tl_tibia BB_tl_Mandibula BK_tl_Mandibula BK_tl_Tibia

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

9.500 9.500 13.000 3.500 6.000 14.000

30.500 30.500 34.000 24.500 27.000 35.000

-1.396 -1.396 -.830 -2.330 -1.925 -.641

.163 .163 .406 .020 .054 .522

.180a .180a .485a .015a .065a .589a

Mann-Whitney U Wilcoxon W Z

Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] Ca_darah Ca_tl_ mandibula Ca_tl_tibia BB_tl_ Mandibula BK_tl_ Mandibula BK_tl_Tibia

Not corrected for ties. a.

Grouping Variable: Kelompok b.


(4)

(5)

(6)