BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum islam adalah titah Allah SWT yang berkaitan dengan aktivitas para mukallaf, baik berbentuk perintah suruhan dan larangan, pilihan, maupun
ketetapan. Hukum islam tersebut digali dari dalil-dalinya yang terperinci, yaitu al- quran dan sunnah, dan lain-lain yang diratifikasikan kepada kedua sumber
tersebut.
1
Disyari’atkannya hokum islam adalah untuk memelihara kemaslahatan manusia sekaligus menghindari mafsadatnya, ada lima tujuan disyari’atkannya
hukum islam. 1.
Memelihara Agama 2.
Memelihara Jiwa 3.
Memelihara Akal 4.
Memelihara Keturunan 5.
Memelihara Harta
Hukum Islam meupakan hukum yang sangat komprehensif menyeluruh yang mengatur kehidupan manusia baik secara vertical yaitu hubungan manusia
dengan penciptanya maupun horizontal yakni hubungan manusia dengan manusia lainnya. Tentang penyaluran seksualpun telah diatur dalam hukum islam
penerangannya banyak ditemui dalam al-Quran maupun dalam hadit-hadist nabi,
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A, Masail Al-Fiqhiyah, UIN Jakarta Press
yaitu dengan jalan menika. Hal ini tidak laian merupakan salah satu tujuan untuk memelihara keturunan dan mencegah perbuatan perzinahan, bagi pelaku kejahatan
atau penyimpangan dalam hokum islam tidak lain sebagai upaya tindakan preventif maupun represif agar manusia tidak melakukan kejahatan, sebagai mana
para fuqoha menyatakan bahwa adanya syari’at islam atau hokum antara lain menjamin keamanan dari kebutuhan-kehidipan hidup.
2
Dalam hukum islam pelacuran merupakan salah satu bentuk penyimpangan seksual, pelacuran merupakan perbuatan zina. Hukum islam
memberikan sanksi yang jelas bagi pelaku tindakan perzinahan yaitu cambuk bagi pelaku yang ghairu mukhsan, sedangkan bagi pelaku yang mukhsan hukumannya
adalah rajam. Upaya penanggulangan terhadap pekerja seks komersial merupakan manivestasi dalam pemeliharaan keturunan atau dalam hokum islam dikenal
dengan sebutan Hifz Al-Nashl. Pekerja seks komersial adalah perilaku zina jelas- jelas dilarang dalam hukum islam.
Allah SWT berfirman :
Artinya : Dan janganlah kamu menghampiri perbuatan zina itu adalah suatu
perbuatanyang keji suatu jalan yang buruk Q.S : Al- Isra : 32
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bulan Bintang, 1992
Meskipun sudah ada nash yang mengatur dan melarang, akan tetapi masih saja melakukan tetap memelakukan perzinahan atau seks bebas. Padahal dalam
huku islam memerintahkan kepada manusia untuk melakukan pernikahan. Mernurut hokum pelacuran adalah perzinahan komersial yang akan berakibat
buruk, tidak hanya tehadap keislamannya saja, akan tetapi hartanya pula yang diunakan untuk jalan haram. Disamping itu pula pelacuran juga bisa
menghacurkan keharmonisan rumah tangga, merusak keturunan sebagai generasi kedepan serta mengotori perkembangan masyarakat.
Pelacuran merupakan problematika sepanjang zaman. Ia pelacuran bukanlah masalah baru kehidupan dunia, akan tetapi pelacuran telah membumi
dan selalu hadir dari zaman ke zaman dalam paradigm yang berbeda. Hal ini senada dengan ungkapan Sarlito Wirawan, beliau berpendapat bahwa masalah
pelacuran ini dari abad ke abad tidak pernah terselesaikan, ibarat rumah ia merupakan saluran kotoran, dan ibarat manusia pelacuran adalah alat pembuangan
kotoran.
3
Dalam siklus historisnya, pelacuran telah berkembang dengan pesat wanita-wanita penggoda yang beparas cantik dan mempesona telah
diperdagangkan untuk memenuhi birahi hidung belang. Demikian juga sebaliknya, para pria tampan juga dijadikan pemuas hasrat seksual para nyonya-
nyonya dikalangan elit.
Sarlto Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial, Individu dan Teori-teori Psikologi Sosisal, Jakarta: Balai Pustaka, 1997
Pelacuran telah berkembang begitu pesatnya dari waktu ke waktu, hal ini disebabkan oleh berbagai alasan diantaranya adalah, tingginya angka perceraian,
sulitnya perekonomian sehingga wanita rela menjajahkan tubuhnya. Apalagi dierah globalisasi ini penyaluran wanita pekerja seks komersial begitu mudah
karena banyak konsumennya, baik dalam negeri yang notabenenya muslim apalagi Negara-negara lain diberbagai belahan dunia. Dewasa ini pelacuran sudah
menjadi profesi bagi sebagian orang yang menekuninya, alaupun departemen tenaga kerja selama ini tidak mengakui pelacuran sebagai jenis pekerjaan.
Sekarang para pekerja seks komersial tidak lagi susah ditemukan, tidak hanya di lokalisasi-lokalisasi resmi, tetapi juga di jalan-jalan, warung remang-remang di
mall-mall maupun di salon-salon. Hal yang seperti itu merupakan suatu penyakit dalam masyarakat yang adapt mengganggu kenyamanan, ketertiban umum serta
dapat meresakan warga sekitarnya. Pelacuran bukan merupakan gejala individu tetapi sudah menjadi gejala
social dari penyimpangan yang normal dan agama. Arena pelacuran bukan hanya memiliki dampak terhadap individu-individu pelakunya dan pemakai jasa ini
secara personal, tetapi juga memeliki dampak terhadap masyarakat umum. Meskipun pelacuran jelas-jelas merupakan sebuah tindakan yang benar-benar
menyimpang dari agama. Ternyata tidak mudah memponisnya begitu saja lantaran persoalan ini terkait dengan berbagai hal yang saling berkaitan. Menurut Soerjono
Soekamto yang mengutip teoriu Edwin h. Suterland dengan teori differential association, dimana menurut teori ini bahwa sesungguh suatu perbuatan
penyimpangan yang dilakukan oleh seseorag merupakan hasil dari proses
pembelajaran yang meruapakan alih budaya, berdasarkan pergaulan dalam interaksinya dengan lingkungan sekitar dimana dia bertempat tinggal. Sehinga
perilaku menyinpang dan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya berasal dari interaksi social yang ia lakukan dalam kehidupannya.
Masyarakat yang mempunya tata cara aturan hidup berusaha menanggulangi penyakit social ini atau lebih dikenal dengan penyakit masyarakat
PEKAT dengan berupaya melarang kegiatan praktek prositusi di wilayah sekitarnya. Usaha preventif dan represif oleh pemerintah telah dilakukan sebagai
upaya mencegah atau menghambat perkembangan pekerja seks komersial semaksimal mungkin, karena dalam kenyataannya ditengah-tengah masyarakat
praktek pelacuran dapat menimbulkan akibat negativ. Upaya ini pun dilegitimasikan dalam kitab undang-undang hukum pidana KUHP Pasal 296:
barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan
diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu.
4
Di kota pekan Baru maslah pelacuran sudah ada sejak lama, sejak terdapat banyak tempat-tempat hiburan, baik itu cafe-café, warung remang-remang dan
ada pula yang mangkal di pinggir-pinggir jalan ataupun pertokoan-pertokoan yang dianngap aman untuk melakukan transaksi seks mereka. Upaya pemerintah pekan
Dr, Andi Hantzah, SH, KUHP KUHAP, Jakrta: PT. Raja Grafindo Cipto, 2002
Baru dan aparat keamanan serta instansi terkait dalam menyikapi praktek pelacuran ini terus dilakukan dalam upaya penekanan serta penanggulangan
jumlah wanita yang bekerja sebagai pekerja seks komersial di kota pekan Baru. Pemerintah kota pekan Baru telah berusaha menekan dan memberantas
praktek pelacuran yang terjadi di wilayah pekan Baru, salah satunya adalah dengan mengeluarkan peraturan daerah No. 05 Tahun 2002 Tentang Ketertiban
Umum di wilayah kota pekan Baru. Yang pada pasal 24 di nyatakan 1.
Dilarang setiap orang melakukan atau menimbulakn persangkaan akan berbuat asusila atau perzinahan di rumah-rumah gedung, hotel,
wisma, penginapan, dan temapt-tempat usaha. 2.
Dilarang setiap orang yang tingkah lakunya menimbulkan persangkaan akan berbuat asusila atau perzinahan untuk berda di jalan, taman, dan
tempat umum. 3.
Dilarang bagi setiap orang untuk menyuruh, menganjurkan dengan cara lain pada orang lain untuk melakukan perbutan asusila atau
perzinahan di jalan, jalur hijau, taman dan tempat umum.
5
Peraturan daerah kota pekan Baru yang berkaitan dengan penyakit masyarakat ini belum sepenuhnya dapat dipatuhi oleh masyarakat khususnya para
pekerja seks komersial. Hal ini terlihat dengan masih adanya pekerja seks komersial yang mangkal di jalan-jalan mapun pertokaan-pertokaan serta tempat
5
Pemda kota Pekan Baru, Perda No. 05 Tahun 2002, Tentang Ketertiban Umum
umum lainnya, seperti dicafe-cafe dan diskotik. Apakah mereka tidak tahu peraturan yang ada, atau upaya pemerintah kota pekan Baru yang belum
maksimal. Oleh karena itu berdasarkan alasan tersebut di atas penulis sangat tertarik untuk menegtahui pekerja seks komersial di kota pekan Baru serta
bagaimana kebijkan pemerintah pekan Baru melalui undang-undang No. 05 tahun 2002 tentang ketertiban umum dalam menanggulanginya.
B. Perumusan Masalah