Tinjauan hukum Islam terhadap wewenang kepolisisan malaysia dan Indonesia dalam menanggulangi untuk rasa di tempat umum

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP WEWENANG KEPOLISIAN MALAYSIA DAN INDONESIA DALAM MENANGGULANGI UNJUK

RASA DI TEMPAT UMUM

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

MUHAMAD SUKRI BIN NAYAN NIM: 109045200020

K O N S E N T R A S I K E T A T A N E G A R A A N I S L A M

PROGRAM STUDI SIASAH SYARI’YYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A 1432 H / 2011 M


(2)

(3)

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperloleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta: 20 Juni 2011 M 18 Rejab 1432 H


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi Tuhan Semesta Alam, Yang Maha Esa, Yang Maha Kaya, Yang Maha Pencipta, Yang Maha Mengetahui Segala Sesuatu yang ada di langit dan di bumi, yang nyata maupun yang tersembunyi baik dalam terang benderang maupun gelap gulita, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Shalawat dan salam kepada Junjungan Besar kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga serta para sahabat dan pengikut-pengikutnya yang menyeru dengan seruannya, berpedomankan petunjuk-petunjuk Allah SWT serta berpegang teguh dengan tali-Nya (hablullah) sampai akhir zaman.

Alhamdulillah berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan studi dan merampungkan skripsi ini. Dengan berbagai rasa yang menjadi satu, lelah, kesal, sedih bahkan rasa putus asa yang kadang muncul, namum semuanya berakhir dengan kelegaan dan keharuan.

Skripsi ini mungkin jauh dari kesempurnaan, namum meskipun demikian penulis berharap skripsi ini dapat bermafaat bagi pembaca umumnya penulis khususnya. Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tak luput dari dorongan dan bantuan semua pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:


(6)

1. Prof. Dr. H Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM selaku Dekan Fakultas

Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta;

2. Dr. Asmawi, M.Ag dan Afwan Faizin, MA, selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah, yang telah memberikan kemudahan administratif bimbingan akademik sejak awal perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini;

3. Bapak Dr. Asep Saepuddin Jahar MA, selaku dosen pembimbimg yang dengan tulus ikhlas banyak memberikan petunjuk dan panduan bagi penyelesaian skripsi ini;

4. Kepada para pimpinan dan staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas

Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan

fasilitas berupa kemudahan bagi penulis dalam memanfaatkan buku-buku referensi;

5. Ibunda tercinta lagi disayangi Rahmah Binti Mat yang senantiasa mendoakan, menemani, merawat, mengasuh, membesarkan, mendidik dan memberikan motivasi serta di setiap langkah penulis;

6. Kepada keluarga besar Nayan Bin Said, dari K. long hingga ke Abang zahid, yang senantiasa memberi dorongan,semangat dan nasihat yang kadang pahit pada awal untuk ditelan tapi manis bila diakhirnya;

7. Tidak lupa kepada Anak Sedara Isa, Farah, Maya, Muzakir, Shahril, Shahir, dan banyak lagi yang tidak dapat disebut satu persatu, yang sama-sama berjuang dalam


(7)

mendapatkan Ilmu, secara tidak langsung memberi penulis motivasi dalam mencapai kejayaan dalam apa jua keadaan;

8. Kerajaan Malaysia yang memberikan diriku ruang untuk beribadah dan berpartisipasi di dunia ini, dalam hal ini Kedutaan Besar Malaysia di Indonesia atas pengawasan dan kebajikan yang diberikan;

9. Kepada pensyarah Istitut Pengajian Al-Azhar, Ust Muhammad Zain, Ust Muhayyat, Haji wan (sir), Ust Zailani, Ustz Hasanah, cik Jun, dan seluruh tenaga kerja Istitut Pengajian Al-Azhar terima kasih diucapkan;

10.Dato‟ Tuan Guru Haji Harun Taib selaku pengerusi Ahli Majlis Mesyuarat KUDQI dan seluruh Ahli Majlis Mesyuarat KUDQI. Pihak Kolej Universitas Darul Quran Islamiyyah yang telah memberi kesempatan untuk menuntut ilmu yang bermanfaat;

11.Teman-teman seperjuangan yang menempuh susah senang bersama ,Sabri Al-jirani, Samil Toress,Riduan Al-usuli, Munir Katang, Farid hensem, Najmi Bef, Ridhuan Al-Banjari, Hanz, Ust. Azhari, Ramadhan Subky, Nash, Muaz Chicharito, Abang Long Zailani, Ukasyah Otai Raudah, Pijul Bt9, Khalil Gitaris, Emy Caya, Apis Al-Jawawi, Fuad, Amir Naim, Man dan kengkawan Muslimah Mayah, Hidayah, Azidah, Najihah, Alfiyah, zu, Jane, dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan, terimakasih diucapkan atas jasa dan bantuan yang deberikan semoga Ukhuwah kita kekal selamanya;


(8)

12.Teman-teman sekampung, antaranya Azri Al-anjangi, yang bersama menempuh berbagai ujian dan cubaan dari kecil hingga dewasa;

13.Teman-teman dari Universitas Sains Islam Malaysia, Norjumiah Binti Mardi. Universitas Dari Trisakti, koji, sopi, sapiq. Dari Mostopo, We, Azila. Dan teman-teman lain yang tidak dapat penulis tuliskan;

14.Kepada Ibu Ari, yang menyediakan makanan untuk kami, ibu Yuyun dan kengkwannya, yang banyak membantu penulis di Bumi Indonesia ini;

15.Teman-teman Indonesia yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini dan membantu penulis untuk memahami dan sharing lebih dalam mengenai ketatanegaraan Islam.

16.Kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu hingga terselesainya skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih banyak semoga segala bantuan tersebut diterima sebagai amal shaleh di sisi Allah SWT dan memperoleh balasan pahala yang ganda. Amin.

Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan semua ini. Semoga apa yang penulis usahakan ini kiranya dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin.

Ciputat, 22 Mei 2011


(9)

PEDOMAN TRANSLITERASI a. Padanan Aksara

Huruf Arab

Huruf

Latin Keterangan

tidak dilambangkan

B be

T te

Ts te dan es

J je

H ha dengan garis di bawah

Kh ka dan ha

D de

Dz de dan zet

R er

Z zet

S es

Sy es dan ye

S es dengan garis di bawah

D de dengan garis di bawah

T te dengan garis di bawah

Z zet dengan garis di bawah

„ koma terbalik diatas hadap kanan

Gh ge dan ha

F ef

Q ki

K ka

L el

M em

N en

W we


(10)

` apostrof

Y ye

b. Vokal

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

a fathah

i kasra

u dammah

Adapun Vokal Rangkap

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i

و

au a dan u

c. Vokal Panjang

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas

يــــــ î i dengan topi di atas

وـــــــ û u dengan topi di atas

d. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam Bahasa Arab dilambangkan dengan huruf ,

dialih-aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh = al-syamsiyyah, = al-qamariyyah.

e. Tasydîd

Dalam alih-aksara, tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda tasydîd itu. Tetapi hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tasydîd itu terletak setelah kata sandang yang diikuti huruf-huruf samsiyyah.

f. Ta Marbûtah

Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/. begitu juga jika ta marbûtah tersebut diikuti kata sifat (na„t). Namun jika ta marbûtah diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.


(11)

g. Huruf Kapital

Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya . Contoh

= al-Bukhâri.


(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... …… i

DAFTAR ISI ... …… v

BAB I PENDAHULUAN……….………...…1

A. Latar Belakang Masalah………..…….1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……….………..………7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….………....8

D. Review Terdahulu ………...…………9

E. Metode Penelitian ………...…..………...10

F. Sistematika Penulisan………...………...12

BAB II WEWENANG KEPOLISIAN DAN KEDUDUKAN HAK-HAK UNJUK RASA DI MALAYSIA DAN INDONESIA A. Tugas dan Wewenang Kepolisian...13

B. Kedudukan Hak-Hak Unjuk Rasa di Malaysia dan Indonesia………37

BAB III KEDUDUKAN KEPOLISIAN DAN WEWENANG DALAM TINJAUN HUKUM ISLAM A. Pengertian Kepolisian Dalam Hukum Islam……….…49


(13)

C. Wewenang kepolisian Menurut Tinjauan Hukum Islam...56

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP WEWENANG

KEPOLISIAN DAN UNJUK RASA DI TEMPAT UMUM DI MALAYSIA DAN INDONESIA

A. Pengertian Unjuk Rasa……….…………61

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Unjuk Rasa Di Tempat

Umum……….……..………...62

C. Tinjauan Undang-Undang Kepolisian Terhadap Unjuk Rasa di Tempat Umum di Malaysia dan Indonesia……….……….….75

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………85

B. Saran-saran……….……86


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menyebut mengenai “keselamatan” dan “keamanan” akan timbul di pikiran kita bahwa siapakah yang bertanggungjawab untuk memastikan ia wujud di bumi Allah s.w.t. jawabannya sudah pasti satu badan yang disebut pasukan keselamatan. Umumnya telah diketahui bahwa ada dua organisasi yang termasuk sebagai pasukan keselamatan yaitu Polisi dan Tentara. Tapi jika “keselamatan” dan “keamanan” disatukan pasukan Polisi terlihat relevan bagi memainkan peranan keselamatan dan keamanan terus terjamin.

Istilah polisi sepanjang sejarah ternyata mempunyai arti yang berbeda-beda. Pengertian polisi yang sekarang misalnya adalah berbeda dengan pengertian Polisi pada awal ditemukannya istilah Polisi itu sendiri. Adapun pengertian Polisi diantaranya yaitu Pertama kali ditemukannya Polisi dari perkataan Yunani “Politea” yang berarti seluruh pemerintahan negara kota.

Pada masa itu yaitu abad sebelum Masehi, negara Yunani terdiri dari kota-kota tidak saja menyangkut pemerintahan negara kota saja, tapi juga termasuk urusan keagamaan. Baru setelah timbul agama Nasrani, maka pengertian Polisi sebagai pemerintahan negara kota dikurangi urusan agama. Di negara Belanda pada zaman dahulu istilah polisi dikenal melalui konsep Catur Praja dan Van VOLLENHONEN yang membagi pemerintahan menjadi 4 (empat) bagian, yaitu:

1) Bestuur 2) Politie

3) Rechtspraak dan 4) Regeling


(15)

Dengan demikian Politie dalam pengertian ini sudah dipisahkan dari Bestuur dan merupakan bagian pemerintahan tersendiri. Pada pengertian ini Polisi termasuk organ-organ pemerintah yang mempunyai wewenang melakukan pengawasan terhadap kewajiban-kewajiban umum.

Di dalam Encyclopaedia and social Science dikemukakan bahwa pengertian Polisi meliputi bidang fungsi, tugas yang luas, yang digunakan untuk menjelaskan berbagai aspek daripada pengawasan keseharian umum. Kemudian dalam arti yang sangat khusus dipakai dalam hubungannya dengan penindasan pelanggaran-pelanggaran politik, yang selanjutnya meliputi semua bentuk pengertian dan ketertiban umum.

Dengan kata lain Polisi diberikan pengertian sebagai hal-hal yang berhubungan dengan pemeliharaan ketertiban umum dan perlindungan orang-orang serta harta bendanya dari tindakan-tindakan yang melanggar hukum. Dalam rancangan undang-undang dasar Khilafah Islamiyah versi Hizbur Tahrir pasal 71, dijelaskan bahwa Polisi itu ada dua jenis: Pertama, Polisi yang berada di bawah Amirul Jihad atau Direktorat Perang. Kedua, Polisi yang ada bawah penguasa untuk menjaga keamanan. Polisi ini berada di bawah Direktorat keamanan Dalam Negeri.1

Menurut undang-undang No 2 tahun 2002 pasal 8 ayat (1) tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, kedudukan kepolisian itu berada di bawah Presiden. Tugas dan wewenangnya terdapat dalam pasal 13 yaitu : pertama, pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat yang biasa disebut sebagai fungsi polisi. Kedua, penegakan hukum.

1


(16)

Ketiga, adalah memberikan perlindungan, pengayoman, serta pelayanan kepada masyarakat.2

Berdasarkan ketiga tugas pokok tersebut, maka kepolisian mempunyai hubungan erat dengan kekuasaan kehakiman. Karena salah satu tugas kepolisian adalah menegakkan hukum. Dalam sifat peradilan pidana, penegakan hukum oleh kepolisian dilakukan dengan langkah penyelidikan yang dapat dilakukan dengan penyidikan.

Wewenang untuk melakukan tindakan yang diberikan kepada Polisi umumnya dapat dibedakan menjadi dua (2) yaitu: wewenang-wewenang umum yang mendasarkan tindakan yang dilakukan Polisi dan yang kedua adalah wewenang khusus sebagai wewenang untuk melaksanakan tugas sebagai alat negara penegak hukum khususnya untuk kepentingan penyelidikan.3 Sedangkan istilah umum dan khusus hanyalah untuk memudahkan mempelajarinya atau memahaminya kewenangan yang ada pada Kepolisian, tetapi keduanya juga saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.

Begitu juga dengan Kepolisian Diraja Malaysia atau biasanya disebut Polisi Diraja Malaysia ( PDRM ) adalah merupakan salah satu badan di bawah Kementerian Dalam Negeri. Ia juga merupakan antara badan yang mempunyai aktanya tersendiri, yaitu Akta Polisi tahun 1967, peraturan-peraturan Polisi, hukum-hukum tetap, dan tata tertib yang ketat untuk seluruh anggota-anggotanya.

2

Ibid, h 8 33

Hadi Utomo,Warsinto, , Hukum Kepolisiian di Indonesia, ( Jakarta; Prestasi Pustaka Publisher, 2005)


(17)

Kondisi itu adalah penting bagi pasukan Polisi agar dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diamanahkan kepadanya untuk menjalankan tugas-tugas yang tertulis dalam Akta Polisi, serta undang-undang dan peraturan-peraturan yang lain.

Peranan Polisi Malaysia (PDRM) terbukti sesuai dengan apa yang dituliskan di dalam Seksyen 3 Ayat (3) Akta Polisi 1967, yaitu bahwa Pasukan Polisi adalah bertanggungjawab untuk mengekalkan ketentaraman dan undang-undang; memelihara keamanan dan keselamatan Malaysia, mencegah dan menangkap jenayah, menangkap dan mendakwa pesalah, dan mengumpul risikan keselamatan.4

Dalam hal ini, apa yang terkait perbedaan tersebut lebih menfokuskan kepada kedudukan sosial masyarakat dan sistem pemerintahan di dalam kedua-dua Negara tersebut. Dari sisi yang lain, dinamika sosial tidak terlepas dari hal-hal berlakunya konflik.5 Dalam penelitian ini, hal-hal yang terkait timbulnya konfik adalah menfokuskan kenapa wujudnya prilaku unjuk rasa dikalangan masyarakat.6 Agar lebih jelas kajian ini, maka penelitian terhadap masalah ini adalah lebih menfokuskan badan-badan pengadilan atau penegak hukum, seperti bagaimana wewenang kepolisian terhadap unjuk rasa masyarakat di tempat umum.

4

Abas, Tun Mohammad Salleh, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, cet. III,

Ampang/Hulu Kelang Selangor Darul Ehsan: Dawama Sdn.Bhd, 2006

5

Michael Rush and Phillip Althoff, Pengantar Sosialogi politik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Perseda,

2003), cet. 3, h. 46 6

H. Warsinto Hadi Utomo, Hukum Kepolisiian di Indonesia, ( Jakarta; Prestasi Pustaka Publisher, 2005) cet, I, hlm. 35


(18)

Dalam menjaga keamanan awam, PDRM dibantu oleh kumpulan sokongan yang terdiri dari Polisi Tambahan, Sukarelawan Polisi, Polisi Bantuan, Kadet Polisi dan kakitangan awam. Antara persatuan bekas polisi dan tentara yang ada ialah Persatuan Bekas Polisi dan Tentara Malaysia. Rakan Cop merupakan program komuniti polisi yang telah dilancarkan pada tahun 2006. PDRM juga turut mengadakan kerjasama dengan pasukan polisi diseluruh negara termasuk empat jiran terdekatnya iaitu Polisi Nasional Republik Indonesia (POLRI), Polisi Diraja Thailand (Royal Thai Police Department), Polisi Diraja Brunei dan Polisi Republik Singapura (Singapore Police Force).7

Seterusnya, tinjuan terhadap penelitian unjuk rasa sebagai cara menyampaikan pendapat adalah hal yang biasa dalam negara yang menganut demokrasi. Namun, etika tetap harus dijaga. Pengunjuk rasa harus berangkat dari niat baik demi kemajuan bangsa dan negara, karena bagaimanapun juga unjuk rasa merupakan elemen dari demokrasi guna mengemukakan pendapat, bukan memaksakan kehendak. Unjuk rasa harus menjunjung etika dan tidak boleh melakukan kekerasan. Unjuk rasa, apalagi dengan jumlah massa yang besar, tak harus menimbulkanketakutan dalam diri warga lainnya. Tetapi siapa yang berani menjamin keadaan bisa terkendali seperti itu? Sebab pada kenyataannya yang terjadi lebih sering sebaliknya.8

Dengan beberapa permasalah tersebut, pecahan masalah masih lagi berputar pada ruanglingkup undang-undang, lembaga penegak hukum dan respon terhadap prilaku atau struktur sosial. Maka

7

http://ms.wikipedia.org/wiki/Polisi_Diraja_Malaysia 8

Michael Rush and Phillip Althoff, Pengantar Sosialogi politik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Perseda, 2003), cet. 3, h. 46


(19)

hal ini lebih komprehensif atau lengkap jika tijauan ini meneliti terhadap wujudnya akta atau undang-undang penunjuk rasa antara kedua Negara tersebut. Selain ini, mentode penelitian lebih jelas jika di lakukan ke arah studi banding sehingga wujudnya keistemewaan teori antara kedua Negara tersebut yaitu Malaysia dan Indonesia.

Jadi, sebuah penelitian ini sangat menarik untuk di kaji atau di teliti, maka penulis akan membuat sebuat tema ke arah ilmiah, tiada hal-hal yang bahaya, pecahan masalah sangat banyak dan danau maka wujudlah sebuah tajuk

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Wewenang Polisis Malaysia dan Indonesia dalam menanggulangi unjuk rasa di TempatUmum

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah, penulis membatasi ruanglingkup pada teori atau studi banding dalam hal pembentukan undang-undang antara kedua Negara tersebut, agar peneletian ini tidak bertindih dari pecahan masalah tersebut, penulis sekali lagi menfokuskan hanya undang-undang bagi penegak hukum yaitu lembaga kepolisian terdahap unjuk rasa masyarakat ditempat umum.

Dari pembatasan di atas, penulis merumuskan permasalah tersebut adalah;

1. Bagaimanakah terjadinya pembentukan undang-undang unjuk rasa antara kedua negara tersebut?

2. Bagaimanakah peran lembaga penegak hukum dan kepolisian terhadap unjuk rasa masyarakat di tempat umum?


(20)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui terjadinya pembentukan undang-undang unjuk rasa antara kedua negara tersebut

2. Mengetahui peran lembaga penegak hukum dan kepolisian terhadap unjuk rasa masyarakat di tempat umum

3. Memahami Apakan tijuan hukum Islam tehadap ujuk rasa di tempat umum Adapun manfaat yang diharapkan penulis adalah:

1) Dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan bagi penulis, pembaca, serta masyarakat akan pentingnya lembaga kepolisian di Malaysia dan lembaga kepolisian di Indonesia

2) Dapat mengetahui apa saja yang menjadi kewenangan dari lembaga kepolisian.

3) Secara akademis dapat bermanfaat bagi para akademis Fakultas Syari‟ah dan Hukum pada umumnya, dan dapat menjadi salah satu referensi dalam program studi siyasah syar‟iyyah mengenai wewenang kepolisian di negara bagian Selangor dan hukum Islam.

D. Review Terdahulu

Sejumlah penelitian tentang lembaga kepolisian sudah dilakukan. Hanya saja secara spesifik merupakan tinjauan lembaga kepolisian adalah karya Furkon Maulana Yusuf dari Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2007, dalam skripsinya yang berjudul kedudukan militer Di Indonesia dalam Tinjauan Hukum Positif dan hukum Islam. Dalam literatur ini dijelaskan bagaimana Sejarah dan Dasar-Dasar militer bisa ada jika dilihat dari sudut


(21)

pandang hukum positif dan hukum Islam. Serta dimana letak persamaan dan perbedaan pandangan hukum positif dan hukum Islam terhadap kedudukan militer Malaysia.

Selain skripsi, literature mengenai wewenang kepolisian juga ditemukan penulis dalam beberapa buku :

1. Buku yang berjudul Syari‟at Islam di Selangor, paradigma kebijakan dan kegiatan memuat tentang dasar hukum pelaksanaan syari‟at Islam di provinsi Selangor, dan paradigma pelaksanaan syari‟at Islam di provinsi Selangor, serta qanun-qanun syari‟at Islam dan pelaksanaannya di Selangor yang salah satunya menjelaskan tentang bagaimana hubungan antara mahkamah syariah dengan kepolisian dan kejaksaan, dan bagaimana pula hubungan dengan lembaga adat dan lembaga penegakan hukum.

2. Buku mengenal hukum kepolisian, perspektif kedudukan dan hubungannya dalam hukum administrasi, memuat tentang kedudukan dan karakteristik hukum kepolisian di Malaysia.Disamping itu buku ini juga mengkaji secara dalam tentang hukum kepolisian dan keterkaitannya dengan hukum administrasi yang lebih spesifiknya lagi tentang kedudukan lembaga kepolisian dalam ketatanegaraan Malaysia. Perlu kita ketahui bahwa hukum kepolisian merupakan dari hukum administrasi yang eksistensinya tidak dapat dipisahkan dengan hukum administrasi sebagai hukum dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan.

E. Mentode Penelitian

Metode merupakan strategi utama dalam pengumpulan data-data yang diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi. Pada dasarnya sesuatu yang dicari dalam

penelitian ini tidak lain adalah “pengetahuan” atau lebih tepatnya “pengetahuan yang benar” dimana pengetahuan yang benar ini nantinya dapat dipakai untuk menjawab


(22)

pertanyaan atau pengetahuan tertentu.9 Penelitian ini dimaksudkan untuk menggali peran lembaga kepolisian di Malaysia dan Indonesia dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

1. Jenis Penelitian

Jenis penilitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penilitian yang berbentuk studi deskriptif kualitatif yang berusaha mengkombinasikan pendekatan normative dan empiris. Sedangkan pendekatan empiris diharapkan dapat menggali data dan informasi sebanyak mungkin tentang kedudukan lembaga kepolisian.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik pengambilan instrument data dengan metode kepustakaan atau studi pustaka (library research). Adapun sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

Pertama, data kumulatif : yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kalimat atau uraian.

Kedua, data tersier : buku, kamus, ensiklopedia, artikel, koran, majalah, situs internet, jurnal politik dan pemerintahan serta makalah-makalah yang berkaitan dengan lembaga kepolisian.

3. Teknik Analisis Data

Semua data yang terkumpul kemudian di identifikasi penelitian mulai dengan mengolah data yang ada secara kualitatif dengan analisa deskriptif sehingga data yang dihasilkan berupa pemaparan yang bersifat pengamatan.

4. Teknik Penulisan 9


(23)

Untuk teknik penulisannya, penulis berpedoman pada buku petunjuk “pedoman penulisan skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta 2007.

F.Sistematika Penulisan

Sebagai pertimbangan dalam mempermudahkan penulisan skripsi saya ini, penulis menyusun melalui sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab, yaitu :

Bab I Pada bab ini memuat tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II Pada bab ini, lebih menfokuskan wewenang kepolisian, kedudukan hak-hak unjuk rasa di Malaysia dan Indonesia serta sub-sub bab tersebut tercantum pada masalah, tugas dan wewenang kepolisian di Indonesia dan Malaysia, kedudukan hak-hak unjuk rasa.

Bab III Pada bab ini, kajian adalah melibatkan tugas, wewenang dan hak-hak unjuk rasa dalam tinjauan hukum islam, dan sub-sub bab tersebut menbincangkan pada masalah tugas dan wewenang dalam tinjauan hukum islam, kedudukan kepolisian dalam tinjauan hukum islam dan kedudukan hak-hak unjuk rasa dalam tinjauan hukum islam.

Bab IV Pada bab ini, kajian lebih mendetil lagi pada permasalahan tinjuan hukum Islam tugas, wewenang kepolisian dalam menanggulangi terhadap ujuk rasa ditempat umum.


(24)

BAB II

WEWENANG KEPOLISIAN DAN KEDUDUKAN HAK-HAK UNJUK RASA DI MALAYSIA DAN INDONESIA

A. Tugas dan Wewenang Kepolisian

1. DiMalaysia

Polisi Diraja Malaysia (PDRM) yaitu sebuah pasukan polisi Malaysia yang terdiri daripada 89,197 orang pegawai dan anggota, dan bertempat di Ibu Pejabat Polisi Bukit Aman, Kuala Lumpur. Lahirnya Polisi ini adalah unik disebabkan berbanding dengan negara lain, pertubuhan ini adalah terpusat, yaitu segala bentuk kepolisan dari polisi tugas umum ke perisikan adalah di bawah bidang kuasanya. Sekarang Ketua Polisi Negara (jawatan tertinggi di PDRM) di jabat oleh Tan Sri Ismail Omar dan Timbalan Ketua Polisi Negara pula di jabat oleh Dato' Seri Hussin Ismail.10

Pasukan Polisi ini kemudian dipanggil Polis Diraja Malaya (PDRM) pada 24 july 1958

apabila DYMM SPB YDP Agong Tunku Abdul Rahman perkenan mengurniakan taraf “ diRaja ” kepada Pasukan Polisi Persekutuan. Walaupun Darurat di isytiharkan tamat pada

10


(25)

tahun 1960, namun ancaman komunis masih lagi berluasa, terutama dipendalaman dan gerakan subsertif. Pasukan PDRM terus beroleh keberhasilan untuk mengekalkan keamanan dan keharmonian agar kegiatan kehidupan rakyat Malaysia seperti aktivitas ekonomi. Polsek, satu legasi kekuatan pasukan PDRM yang ditinggalkan British. Bermula dari Darurat, unit ini berhasil mengunakan kemampuan risikan untuk merancang pergerakan. Ini juga terbukti berkesan dalam konflik komunis serantau dalam tahun 60an dan 70an, di mana begitu banyak aktivitas anasir subsertif dalam tanah air Malaysia.

Salah satu peristiwa antarabangsa adalah Tentara Merah Jepang menceroboh bangunan AIA di Kuala Lumpur yang menempatkan kedutaan Amerika Sarikat dan Sweden. Keberhasilan Polsek sampai kemuncaknya apabila pengarah Polsek Dato‟ Abdul Rahim Noor berjaya berunding dengan Chin Peng dan lain-lain kepimpinan Partai komunis Malaya (PKM) untuk beberapa tahun, di Thailand dan China dan akhirnya pada tahun 1989, persetujuan perdamamaian berjaya ditanda tangani antara Kerajaan Malaysia dan PKM di Hatyai, Thailand. Ini kejayaan terbesar bagi pasukan PDRM yang memerangi PKM selama 41 tahun dan telah mengorbankan banyak nyawa dan harta, kini telah diisytiharkan perletakan senjata mereka secara rasmi. Rahim kemudian dilantik menjadi Dputi IGP dan akhirnya IGP apabila Tun Mohamed Hanif Omar bersara pada tahun 1994.11

a) Tugas Dan Wewenang Polisi Diraja Malaysia (PDRM)

11


(26)

Untuk memperjelaskan lagi peranan dan tugas-tugas dasar anggota-anggota polisi, seksyen 20(3) Akta polisi 1967 menyebutkan bahwa:

“Dengan tiada menyentuh kekuasaan kehendak-kehendak sebarang undang-undang yang lain, maka adalah menjadi tugas pegawai polisi untuk menjalankan maksud-maksud yang tersebut dalam seksyen kecil (3) dalam seksyen 3; dan ia bolehlah mengambil langkah-langkah dan tindakan yang sah seperti yang difikirkan perlu berhubung dengan tugas itu termasuklah;

a. Menangkap semua orang yang dia berhak menangkap menurut undang-undang b. Menjalankan risikan keselamatan

c. Menjalankan pendakwaan

d. Membantu menjalankan kehendak-kehendak sebarang undang-undang mengenai hasil, cukai, kesihatan, kuarantin,imigrasi dan pendaftaran

e. Menolong mengekalkan ketentaraman di pelabuhan, pangkalan dan lapangan terbang dalam Persekutuan dan menguatkuasakan undang-undang pelabuhan f. Mejalankan saman, sapina, waran dan lain-lain proses yang dikeluarkan dengan

sah oleh pihak berkuasa g. Menghebahkan maklumat

h. Menjaga harta-harta yang tiada bertuntut dan yang tercicir serta mencarikan tuannya

i. Menangkap binatang yang merayau dan mengurungkannya dalam tempat kurungan


(27)

j. Menolong menyelamatkan nyawa dan harta benda

k. Menjaga harta orang ramai daripada kehilangan atau kerosakan

l. Menghadiri mahkamah-mahkamah jenayah dan jika diperintahkan dengan khusus, menghadiri mahkamah-mahkamah sivil serta menjaga ketentaraman di dalamnya dan

m. Mengiringi dan menjaga orang-orang salah dan orang lain yang berada di dalam tahanan polisi

Di samping itu juga, kuasa-kuasa yang diberikan di bawah Kanun Produser Jenayah, terdapat juga undang-undang yang memberi kuasa kepada polisi untuk mencegah daripada berlakunya tindak pidana. Ini dinamakan Undang-Undang Pencegahan. Salah satu undang-undang yang sering dipertikaikan sekarang ini adalah Akta Keselamatan Dalam Negeri yang menyebutkan kuasa kepada polisi untuk menahan seseorang dalam tempoh 60 hari ( dalam kondisi biasa hanya 24 jam saja). Dalam tempoh 60 hari itu jika ada asas-asas yang membenarkan seseorang itu ditahan lebih lama. Menteri Dalam Negeri boleh mengeluarkan Perintah Tahanan selama 2 tahun tanpa pembicaraan. Ini adalah kelainan daripada proses biasa dimana hanya mahkamah yang berkuasa untuk memerintah seseorang itu ditahan. Ini adalah satu kuasa eksekutif yanng diperuntukkan oleh undang-undang.12

. Kedudukan Kepolisian Dalam Ketatanegaraan Malaysia, pemerintahannya

12

Lembaga Penyelidik Undang-Undang, perlembagaan Persekutuan, ( Selangor Darul Ehsan: International Law Book Service, 2009), cet. I, h. 77


(28)

Mengikut teori perasingan kekuasaan yang dibuat oleh Montesquieu, pemerintah adalah salah satu daripada tiga kekuasaan dalam sebuah negara. Tugas pemerintah adalah menjalankan kuasa yang diberikan oleh undang-undang Dalam Perlembagaan Malaysia, kuasa memerintah yang dipunyai oleh Persekutuan terletak pada Yang di-Pertuan Agong dan kuasa ini boleh dijalankan oleh Yang di-Pertuan agong sendiri atau oleh jemaah menteri ataupun seseorang menteri yang ditauliahkan oleh jemaah menteri. Tetapi Parlemen boleh dengan undang-undang, memberikan tugas kepada orang lain seperti pengawal kastam, Suruhanjaya Perkhidmatan Awam, Lembaga Lektrik Malaysia, Majlis Amanah Rakyat, orang-orang lain dan perbadanan lainnya.13

Apabila Yang di-Pertuan Agong sendiri menjalankan kuasa pemerintahan ini, maka hendaklah baginda mengikuti nasihat jemaah menteri atau seseorang menteri yang ditauliahkan oleh jemaah menteri, melainkan kuasa itu kuasa yang sememangnya boleh dijalankan oleh baginda atas budi bicara baginda sendiri. Oleh sebab itu Perlembagaan ini mempunyai konsep kerajaan yang bertanggungjawab, maka kuasa yang boleh dijalankan oleh Yang di-Pertuan Agong atas budi bicaranya sendiri amatlah sedikit, iaitu dalam tiga perkara saja:

a. Untuk melantik seorang perdana menteri

b. Untuk menolak permintaan Perdana Menteri supaya dibubarkan Parlemen yang ada dan

13

Tun Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, ( Ampan/Hulu Klang Selangor


(29)

c. Untuk memanggil Majlis Raja-raja supaya bersidang semata-mata bagi membicarakan hak keutamaan, kedudukan, kemulian dan darjat raja-raja Melayu dan apa-apa tindakan yang akan diambil dalam persidangan majlis itu.

Ini berkmakna walaupun Yang di-Pertuan Agong mempunyai semua kuasa pemerintahan, boleh dikatakan hampir kesemuanya dijalankan oleh jemaah menteri atau dijalankan oleh baginda sendiri atas nasihat jemaah menteri. Jika kuasa itu dijalankan oleh jemaah menteri atau oleh seseorang menteri yang diberi kuasa oleh jemaah menteri, Yang di-Pertuan Agong berhak mendapat maklumat-maklumat tentang pemerintahan negeri, kiranya maklumat itu ada pada jemaah menteri.

Oleh sebab kuasa pemerintahan ini dijalankan oleh jemaah menteri dan jika dijalankan oleh Yang di-Pertuan Agong sendiri mengikut nasihat jemaah menteri, maka tanggungjawab dalam hal ini tidaklah semestinya terletak pada Yang di-Pertuan Agong, bahkan hendaklah dipikul oleh menteri-menteri itu. Perlembagaan telah memperuntukkan iaitu jemaah menteri bertanggungjawab bersama kepada Parlemen. dengan sebab ini terlepaslah Yang di-Pertuan Agong dari beban dan tanggungjawab dari segi politik tentang perjalanan kuasa pemerintah itu. Kedudukan yang seperti inilah yang dikatakan bahwa Yang di-Pertuan Agong itu ialah seorang raja berperlembagaan yaitu raja yang mempunyai kuasa terhad dan bukannya kuasa mutlak, dan tentang kuasa ini Yang


(30)

di-Pertuan Agong hanya duduk di atas tahta kerajaan saja manakala pemerintah dijalankan oleh menteri-menteri.14

Perdana Menteri boleh menjabat jawatanya selagi beliau mendapat kepercayaan lebih dari saparuh anggota Dewan Rakyat. Ini bermakna apabila Perdana Menteri itu tidak lagi mendapat kepercayaan, beliau hendaklah meletakkan jawatannya supaya Yang di-Pertuan Agong dapat melantik seorang Perdana Menteri yang lain. Sebaliknya beliau tidak semestinya meletakkan jawatan, jika Yang di-Pertuan Agong membubarkan Parlemen atas permintaan Perdana Menteri itu. Dalam hal apabila beliau telah dikalahkan dalam suatu perbahasan dalam Parlemen, beliau bolehlah memilih membuat salah satu daripada dua perkara ini, yaitu:

a. Meletakkan jawatannya, diikuti oleh semua menteri lain meletakkan jawatan mereka bersama-sama dengannya, atau

b. Menasihatkan Yang di-Pertuan Agong untuk membubarkan ParlemenSama ada dibubarkan Parlemen atau tidak, ini merupakan satu kuasa yang boleh dijalankan oleh Yang di-Pertuan Agong tanpa menerima nasihat Perdana Menteri itu. Apabila Parlemen dibubar, Perdana Menteri dan menteri-menteri lain tidak perlu untuk meletakkan jawatan mereka melainkan jika mereka kalah dalam Pemilu Umum yang diadakan berikutan pembubaran Parlemen itu.15

14

Koh Boh Boon, dkk, Pengajaran dan Pembelajaran Sivik di Sekolah-Sekolah Malaysia (Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd, 1983), h 10.

15


(31)

Selain mereka mesti meletakkan jawatan bersama-sama Perdan Menteri apabila Perdana Menteri itu telah hilang kepercayaan lebih dari separuh anggota Dewan Rakyat, seorang menteri itu boleh dilucutkan jawatannya oleh Yang di-Pertuan Agong jika dinasihatkan berbuat demikian oleh Perdana Menteri. Selain itu menteri-menteri itu sendiri boleh meletakkan jawatan masing-masing.

Oleh sebab para menteri itu bertanggungjawab kepada Parlemen, maka ketinggian Parlemen itu dapat di kekalkan. Satu daripada tugas Parlemen ialah untuk mengarahkan dasar yang dibuat oleh jemaah menteri. Setiap anggota dewan Parlemen boleh menyoal mana-mana menteri tentang hal-ehwal kementeriannya. Begitu juga perbahasan boleh diadakan tentang sesuatu hal ini kalau satu notis meminta perbahasan itu diberi tidak kurang dari tempoh 14 hari sebelum tarikh hendak diadakan perbahasan itu. Tapi, andainya suatu hal itu melibatkan kepentingan awam dan perlu dibincangkan dengan segera, setiap anggota Dewan Rakyat boleh meminta supaya perbicaraan lain ditangguhkan dan perkara yang penting itu dibincangkan dulu. Apabila pihak pemerintah telah kalah undi dalam sesuatu perbahasan di Parlemen, maka undi itu adalah itu telah dianggap sebagai undi tidak percaya, dan Perdana Menteri serta menteri-menteri yang lain mestilah meletakkan jawatan mereka melainkan Parlemen dibubarkan oleh Yang di-Pertuan Agong mengikut nasihat Perdana Menteri.

Sehingga dikatakan Parlemen boleh mengawal pemerintah dan memaksanya melepaskan kuasanya menerusi undi tidak percaya, hal ini hanyalah benar jika jemaah menteri itu sendiri dari beberapa partai politik dan tidak ada satu dasar yang boleh


(32)

menyatukan mereka. Jika para menteri itu terdiri dari satu partai atau campuran beberapa partai yang mempunyai dasar yang teguh, para menteri pula yang boleh mengawal Parlemen. Pemerintah yang mempunyai suara mayoritas boleh membuat sedikit sebanyak dalam Parlemen dan boleh mengalahkan mana-mana tangtangan yang dibuat terhadapnya. Inilah hakikat demokrasi, yaitu mayoritas mempunyai kuasa manakala minoritas yang berhak berkata-kata saja. Akhirnya, kawalan Parlemen ke atas pemerintah dan tanggungjawab pemerintah kepada Parlemen merupakan satu teori Pemerintahan saja, karena persetujuan Parlemen sentiasa didapati apabila Pemerintah mempunyai mayoritas.

Konsep tanggungjawab pemerintah kepada Parlemen yang ada dalam Perlembagaan Malaysia berasal dari Perlembagaan United Kingdom di mana konsep ini bergantung pada saat adat resam Perlembagaan saja, Karena Perlembagaan United Kingdom tidak bertulis. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa sistem Pemerintahan demokrasi melalui Parlemen hanya boleh berjalan dengan rapi jika partai politik yang memerintah mengambil berat menghormati kaedah dan batasan sistem ini.16

secara umumnya, kedudukan kepolisisan di dalam ketatanegaraan Malaysia adalah mempunyai 16 peringkat pangkat mengikut 2 kategori, iaitu kumpulan anggota Kanan Polisi bermula dari pangkat Inspektor sehingga Inspektor General Polisi, dan Kumpulan anggota Rendah Polisi Dan Konstabel.17

16

Abdul Aziz Bari,. “Ketua Negara, Ketua-ketua Negeri dan Majlis Raja-Raja”, dlm. Ahmad Ibrahim et

al., Perkembangan Undang-undang Perlembagaan Persekutuan, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1999), h. 40-99.

17


(33)

Kumpulan anggota Kanan Polisi terbagi kepada dua kelompok di mana anggota berpangkat Penolong Penguasa Polisi ke atas diklasifikasikan sebagai anggota Polisi Diwartakan manakala anggota Polisi berpangkat Inspektor dan Ketua Inspektor pula dikenali sebagai anggota Polisi Tidak Diwartakan. Selain itu, anggota Kanan Polisi juga boleh dikategorikan kepada tiga kumpulan utama, iaitu Kumpulan Pertengahan (ACP - IGP), Kumpulan Diwartakan (ASP - SUPT) dan Kumpulan Tidak Diwartakan (INSP - C/INSP).

Peringkat Pegawai Rendah Polis dan Konstabel pula bermula dari pangkat Konstabel sehinggalah ke pangkat Inspektor. Pangkat Korperal sehinggalah ke pangkat Sub-Inspektor juga dikenali sebagai anggota Subordinat.Pangkat setiap anggota polisi umumnya dapat di kenali melalui nomor pengenalan polisi. Pemegang pangkat IGP sehingga SUPT menggunakan 'G' sebagai pangkal, INSP sehingga C/INSP menggunakan 'I' dan kumpulan rank and file menggunakan 'RF'.

Berikut adalah senarai bagan-bagan istilah pangkat-pangkat yang terdapat dalam PDRM :-18

Bahasa Inggeris Bahasa Melayu

PEGAWAI KANAN

PEMERINTAH PDRM (DIGP - IGP)

Inspector General of Police Ketua Polis Negara

18


(34)

Deputy Inspector General of Police Timbalan Ketua Polis Negara PEGAWAI KANAN DIWARTAKAN KATEGORI PESURUHJAYA (ACP - CP)

Commissioner of Police Pesuruhjaya Polis

Deputi Commissioner of Police Timbalan Pesuruhjaya Polis

Senior Assistant Commissioner of Police I Penolong Kanan Pesuruhjaya I Polis Senior Assistant Commissioner of Police II Penolong Kanan Pesuruhjaya II Polis

Assistant Commissioner of Police Penolong Pesuruhjaya Polis

PEGAWAI KANAN DIWARTAKAN KATEGORI PENGUASA (ASP - SP)

Superintendant of Police Penguasa Polis

Deputy Superintendant of Police Timbalan Penguasa Polis

Assistant Superintendant of Police Penolong Penguasa Polis

PEGAWAI KANAN TIDAK DIWARTAKAN KUMPULAN INSPEKTOR (Inspektor Percubaan - Ketua Inspektor)

Chief Inspector of Police Ketua Inspektor

Inspector of Police Inspektor

Probationary Inspector of Police Inspektor Percubaan

PEGAWAI RENDAH PDRM(Rank and File, RF)

Sub Inspector of Police Sub Inspektor

Sergeant Major of Police Sarjan Mejar

Police Sergeant Sarjan

Police Corporal Koperal

Police Lance Corporal Lans Koperal

Police Constable Konstabel

2. DiIndonesia

a) Sekilas tentang tokoh pendiri Angkatan Bersenjata Indonesia

sudirman merupakan salah satu pejuang, pemimpin dan juga tokoh besar yang menjadi teladan bangsa ini. Ia dilahirkan di Bodas Karangjati, purbalingga, 24 Januari 1916. Ia memperoleh pendidikan formal dari Sekolah Taman Siswa,


(35)

sebuah sekolah yang terkenal berjiwa nasional yang tinggi. Kemudian ia melanjut ke HIK ( sekolah guru ) Muhammadiyah, Solo tapi tidak sampai tamat. Sudirman terkenal disiplin dan giat di organisasi Pramuka Hizbul Wathan ini kemudian menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap. Kedisiplinan, jiwa pendidik dan kepanduan itulah kemudian bekal pribadinya hingga bisa menjadi pemimpin Angkatan Perang.

Ketika pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah air (Peta) di Bogor yang begitu tamat pendidikan, langsung menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Menjadi Panglima Divisi V / Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia ( Panglima TNI ). Ia merupakan Pahlwan Pembela Kemerdekaan yang tidak peduli pada keadaan dirinya sendiri demi mempertahankan Republik Indonesia yang dicintainya.

Setelah Indonesia merdeka, dalam suatu pertempuran dengan pasukan Jepang, ia berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Bayumas. Itulah jasa pertamanya sebagai tentara kemerdekaan Indonesia. Sesudah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia kemudian diangkat menjadi Panglima Divisi V di Bayumas dengan pangkat Kolonel. Dan melalui konferensi TKR pada tanggal 2 November 1945, ia terpilih menjadi Panglima Besar TKR yaitu Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia.


(36)

b) Pasukan Polisi Negara Republik Indonesia

tumbuh dan berkembangnya Polisi Republik Indonesia tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia sejak promalasi. Kemerdekaan Indonesia, Polri telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain menata keamanan dan ketertiban masyarakat di masa perang, Polri juga terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai operasi militer bersama-bersama kesatuan bersenjata yang lain. Keadaan seperti ini dilakukan oleh Polri karena Polri lahir sebagai satu-satunya kesatuan bersenjata yang relatif lebih lengkap.

Hanya empat hari setelah kemerdekaan, tanggal 21 Agustus 1945, secara tegas pasukan Polisi ini segera mengganti nama menjadi Pasukan Polisi Republik Indonesia yang sewaktu itu dipimpin oleh inspektur Mochammad Jassin di Surabaya, langkah awal yang dilakukan selain mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah juga membangkitkan semangat moral dan patriotisme seluruh rakyat maupun persatuan bersenjata lain yang patah semangat akibat kekalahan perang yang panjang.

Tanggal 29 september 1845 tentara sekutu yang di dalamnya juga terdapat ribuan tentara Belanda menyerbu Indonesia dengan alasan ingin menghalau tentara Jepang dari negara tersebut. Pada kenyataannya pasukan sekutu tersebut justru ingin membantu Belanda menjajah kembali Indonesia. Oleh itu perang antara sekutu dengan pasukan Indonesia terjadi di mana-mana. Klimaksnya


(37)

terjadi pada tanggal 10 November 1945, yang dikenal sebagai “Pertempuran

Surabaya”. Tanggal itu kemudian dijadikan sebagai Hari Pahlawan secara

Nasional yang setiap tahun diperingati oleh rakyat Indonesia.

Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya menjadi sangat penting dalam sejarah Indonesia, bukan hanya karena ribuan rakyat Indonesia gugur, tetapi lebih dari itu karena semangat perwiranya mampu menggetarkan dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) masih melihat eksisnya bangsa dan negara Indonesia di mata dunia. Kini tugas Polri yang utama adalah menjaga keamanan dan ketertiban di dalam negeri dan lain-lain.

c) Tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia

tugas kepolisian dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu tugas represif dan tugas prevensif. Tugas represif ini adalah mirip dengan tugas kekuasaan executive, yaitu menjalankan peraturan atau perintah dari yang berkuasa apabila telah terjadi peristiwa pelanggaran hukum. Sedangkan tugas prevensif dari kepolisian ialah menjaga dan mengawasi agar peraturan hukum tidak dilanggar oleh siapapun. Tugas utama dari kepolisian adalah memelihara di dalam negeri. Dengan ini nampak perbedaan dari tugas tentara yang terutama menjaga pertahanan Negara yang pada hakikatnya menunjuk pada kemungkinan ada serangan dari luar Negeri. Sementara itu, dalam Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 pasal 13 dijelaskan bahwasanya tugas pokok kepolisian adalah:


(38)

b. Menegakkan hukum; dan

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Selanjutnya pada pasal 14 dijelaskan bahawasanya dalam melaksanakan tugas

pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan

d. Turut serta dalam membina hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan kordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai

dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Mengenai ketentuan-ketentuan penyelidikan dan penyidikan ini, lebih jelasnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) yang


(39)

diantaranya menguraikan pengertian penyidikan, penyelidikan, penyidik dan penyelidikan serta tugas dan wewenangnya.

h. Menyelenggarakan indenfikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psaikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi atau pihak yang berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalan lingkup tugas kepolisian serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.19

b) Wewenang Kepolisian

pasal 15 Undang-Undang kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 menyatakan bahawasanya dalam rangka menyelenggrakan tugas sebagaiman dimaksudkan dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:

a. Menerima laporan atau pengaduan;

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga yang dapat menggangu ketertiban umum;

19

H. Warsinto Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia, ( Jakarta; Prestasi Pustaka Publisher, 2005) cet, I, hlm. 40


(40)

c. Mangawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

d. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;

e. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. Mengambil sidik jari dan indentitas lainnya serta memotret seseorang; i. Mencari keterangan dan barang bukti;

j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k. Mengeluarkan surat izin atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.20

Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang:

a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;

20


(41)

b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor; c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;

d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;

e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;

f. Memberikan izin dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;

g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;

i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;

j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;

k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan 14 dibidang proses pidana, maka kepolisian mempunyai wewenang yang telah diatur secara rinci pada pasal selanjutnya. Seorang anggota polisi dituntut untuk menentukan sikap yang tegas dalam menjalankan tugas dan


(42)

wewenangnya. Apabila salah satu tidak tepat dalam menentukan atau mengambil sikap, maka tidak mustahil akan mendapat cercaan dari masyarakat.

Oleh kerana itu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus berlandaskan pada etika moral dan hukum, bahkan menjadi komitmen dalam batin dan nurani bagi setiap insan polisi, sehingga penyelenggaraan fungsi, tugas dan wewenang kepolisian bisa bersih dan baik. Dengan demikian akan terwujud konsep good police sebagai prasyarat menuju good governance, hal yang patut disayangkan saat ini ialah banyaknya polisi yang masih belum bisa menjalankan fungsi dan perannya secara baik dan benar. Polisi yang seharusnya berfungsi sebagai pihak penegak hukum justeru memanfaatkan setatusnya tersebut untuk melanggar hukum, membela pihak yang salah asalkan ada kompensasi dan menelantarkan pihak yang benar yang mestinya mendapatkan pembelaan. sering kita mendengarkan dan menyaksikan kasus-kasus kriminal di mana polisi seringkali terlibat di dalamnya.

. Kedudukan Kepolisian Dalam Ketatanegaraan Indonesia, sistem Pemerintahan Negara Indonesia pada Tahun 1945 – 1949 terjadi penyimpangan dari ketentuan

UUD ‟45 antara lain:

i. Berubah fungsi komite nasional Indonesia pusat dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang MPR.


(43)

ii. Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer berdasarkan usul BP – KNIP.21

Seterusnya pada Tahun 1949 – 1950 Didasarkan pada konstitusi RIS. Pemerintahan yang diterapkan saat itu adalah system parlementer cabinet semu (Quasy Parlementary). Sistem Pemerintahan yang dianut pada masa konstitusi RIS bukan cabinet parlementer murni karena dalam system parlementer murni, parlemen mempunyai kedudukan yang sangat menentukan terhadap kekuasaan pemerintah. Pada Tahun 1950 – 1959 Landasannya adalah UUD ‟50 pengganti konstitusi RIS ‟49. Sistem Pemerintahan yang dianut adalah parlementer cabinet dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu. Ciri-ciri:

a. presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat. b. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan. c. Presiden berhak membubarkan DPR.

d. Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.

Tahun 1959 – 1966 (Demokrasi Terpimpin) Presiden mempunyai kekuasaan mutlak dan dijadikannya alat untuk melenyapkan kekuasaan-kekuasaan yang menghalanginya

21

H. Warsinto Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia, ( Jakarta; Prestasi Pustaka Publisher, 2005) cet, Im hlm. 35


(44)

sehingga nasib parpol ditentukan oleh presiden (10 parpol yang diakui). Tidak ada kebebasan mengeluarkan pendapat.22

Tahun 1966 – 1998 Orde baru pimpinan Soeharto lahir dengan tekad untuk melakukan koreksi terpimpin pada era orde lama. Namun lama kelamaan banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan. Soeharto mundur pada 21 Mei ‟98.23

Tahun 1998 – Sekarang (Reformasi)Pelaksanaan demokrasi pancasila pada era reformasi telah banyak memberikan ruang gerak pada parpol maupun DPR untuk mengawasi pemerintah secara kritis dan dibenarkan untuk unjuk rasa. Secara gambaran umum, kedudukan sistem pemerintahan mengikut kedudukan sejarah adalah;

Pertama,Sistem Pemerintahan menurut UUD ‟45 sebelum diamandemen: a. Kekuasaan tertinggi diberikan rakyat kepada MPR.

b. DPR sebagai pembuat UU.

c. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan. d. DPA sebagai pemberi saran kepada pemerintahan. e. MA sebagai lembaga pengadilan dan penguji aturan. f. BPK pengaudit keuangan.

Kedua, Sistem Pemerintahan setelah amandemen (1999 – 2002) a. MPR bukan lembaga tertinggi lagi.

b. Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih oleh rakyat.

22

Ibid, hlm. 40 23


(45)

c. Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat. d. Presiden tidak dapat membubarkan DPR.

e. Kekuasaan Legislatif lebih dominan.

Kedudukan kepolisisan di dalam ketatanegaraan Indonesia adalah posisi Polri dalam konstelasi ketatanegaran disimak bersama sejarah perjalanannya ;1 April 1999 Presiden BJ Habibie konsisten terhadap keputusan politiknya, sebagaimana diucapkan pada HUT ABRI 5 Oktober 1998 memisahkan Polri dari stuktur Komando ABRI. Konsistensi itu memberi kedudukan Polri sebagai lembaga yang berdiri sendiri diberikan otonomi dalam melaksanakan tugasnya sekalipun masih berada dengan Menhankam / Pangab.24

Kendatipun Polri sudah keluar dari struktur ABRI namun masih ada intervensi terhadap pelaksanaan tugasnya -- karena Polri masih harus tunduk pada UU no 20 tahun1982 tentang Pokok- pokok Pertahanan Keamanan Negara dan UU no 2 tahun 1998 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Indonesia. Sebagai aparat penegak hukum dimana Polri berada dalam satu tatanan yaitu Criminal Justice System di satu fihak harus berperan sebagai penegak hukum dalam sistim peradilan , disisi lain harus tunduk pada “ hukum tentara, dalam UU No 28 tahun 1997 tentang Polri nampak memiliki otoritas hukum secara penuh, namun dalam UU no 2 tahun 1998 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Indonesia , jika tidak patuh dan loyal maka kena sangsi tidak naik pangkat, tidak memangku jabatan. Ironisnya bisa terlunta-lunta.

24

H. Warsinto Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia, ( Jakarta; Prestasi Pustaka Publisher,


(46)

Sebagai institusi penegak hukum yang berada dalam Criminal Justice System, Polri tidak boleh ditempatkan di departemen manapun atau bahkan membentuk departemen sendiri sebab departemen mengemban fungsi eksekutif. Karena Polri bukan perangkat kebijakan maka tak dapat dikelompokan ke dalam fungsi eksekutif. Polri juga tak bisa ditempatkan dilembaga yudikatif , agar dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum ada check and balance. Perannya terbatas untuk merumuskan peraturan pelaksanaan bersifat administratif. Mencermati perkembangan Polri dalam konstelasi ketatanegaraan, Presiden Abdurahman Wahid mengambil keputusan politik yang sangat arif yaitu menerbitkan Surat Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 2000 tentang Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia tertanggal 1 Juli 2000.25

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai tugas pokok menegakkan hukum,ketertiban dan memelihara keamanan dalam negeri. KepolisianNegara Republik Indonesia berkedudukan langsung di bawah Presiden. Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Kepolisian Negara Republik Indonesia berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung , Departemen Hukum Perundangan dan HAM dan dalam urusan yustisial dan dengan Deperteman Dalam Negeri dalam urusan ketentraman dan ketertiban umum. Penegakkan supremasi hukum di Indonesia bukan hanya dituntut oleh masyarakat Indonesia, namun

25


(47)

masyarakat internasional khususnya kalangan investor mereka menuntut adanya kepastian penegakkan hukum dan jaminan keamanan untuk mengamankan investasinya.26

Di dalam Pasal7 ; tentang susunan dan Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia ; ayat ( 1 ) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan Kepolisian Nasional yang organisasinya disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai daerah.

Ayat ( 2 ) Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah Presiden. Ayat( 3 ) Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Sejalan dengan komitmen reformasi, kalangan Parlemen cerdas melihat kepentingan nasional serta internasional, maka dalam Sidang Tahunan 2000 menerbitkan TAPMPR VII/ 2000. Dalam eleborasinya, Bab II tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 6 ; peran Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Kesimpulannya, perbandingan sistem pemerintahan Indonesia dengan sistrem pemerintahan negara lain adalah Berdasarkan penjelasan UUD ‟45, Indonesia menganut sistem Presidensia. Tapi dalam praktiknya banyak elemen-elemen Sistem Pemerintahan Parlementer. Jadi dapat dikatakan Sistem Pemerintahan Indonesia adalah perpaduan antara Presidensial dan Parlementer.

26


(48)

B. KEDUDUKAN HAK-HAK UNJUK RASA DI MALAYSIA DAN INDONESIA

Pengertian unjuk rasa atau demonstrasi ( demo ) adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum.27 Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau menentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok. Unjuk rasa umumnya dilakukan oleh kelompok mahasiswa yang menentang kebijakan pemerintah, atau para buruh yang tidak puas dengan perlakuan majikannya. Namun unjuk rasa juga dilakukan oleh kelompok-kelompok lainnya dengan tujuan lainnya.28 Sementara perkataan (de·mon·stra·si) pernyataan protes yg dikemukakan secara massal; unjuk rasa. adapun menurut Oxford Dictionary (de.mon.stra.ion) (also informal demo especially in BrE) [C] ~ (against sb/sth) a public meeting or march at which people show that they are protesting against or supporting sb/sth: to take part in / go on a demonstration to hold / stage a demonstration mass demonstrations in support of the exiled leader anti-government demonstrations a peaceful / violent demonstration.)29

unjuk rasa sebagai cara menyampaikan pendapat adalah hal yang biasa dalam negara yang menganut demokrasi. Namun, etika tetap harus dijaga. Pengunjuk rasa harus

27

Y. Istiyono Wahyu dan Ostaria Silaban, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, (Batam, Karisma Publishing Group, 2006), h. 200.

28

Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer Referensi Ilmiah Ideologi, Politik, Hukum, Ekonomi, Budaya,

dan Sains, (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), cet. I, h. 39 29


(49)

berangkat dari niat baik demi kemajuan bangsa dan negara, karena bagaimanapun juga unjuk rasa merupakan elemen dari demokrasi guna mengemukakan pendapat, bukan memaksakan kehendak. Unjuk rasa harus menjunjung etika dan tidak boleh melakukan kekerasan. Unjuk rasa, apalagi dengan jumlah massa yang besar, tak harus menimbulkan ketakutan dalam diri warga lainnya. Tetapi siapa yang berani menjamin keadaan bisa terkendali seperti itu? Sebab pada kenyataannya yang terjadi lebih sering sebaliknya.

Pada setiap kegiatan unjuk rasa, kata-kata kotor seakan menjadi lagu wajib yang harus dinyanyikan dengan penuh semangat sebagai media guna mencaci maki, menghasut, bahkan tidak jarang memprovokasi sehingga berujung pada anarki.30 Jika sudah demikian, pelajaran demokrasi, akhlaq, dan budi pekerti yang diajarkan di sekolah seolah sama sekali tak lagi berarti. Sungguh mengherankan dalam keadaan seperti ini masih saja ada

orang berucap “Inilah Pendidikan Politik!”31

1. kedudukan Hak-Hak Unjuk Rasa Di Malaysia

Apa yang terkait terhadap hak unjuk rasa ditempat umum hanyalah menfokuskan hak yang terkait berpolitikan, seperti demontrasi massa berkaitan hak melibatkan ketidakpuasan terhadap pemerintahan, ekonomi, sosial dan sebagainya. Dalam hal ini, konstitusi Malaysia telah menyatakan bahwa hak kebebasan warga negara atau hak

30

Dede Rosyada, dkk., Pendidikan Keawarganegaraan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyrakat Madani, (Jakarta: Tim ICCE UIN Syyarif Hidayatullah Jakarta dan Prenada Media, 2003), Cet. I, Edisi Revisi, h. 202

31

Michael Rush and Phillip Althoff, Pengantar Sosialogi politik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Perseda,


(50)

kewarganegaraan merupakan status istimewa yang harus dinikmati oleh warga dalam sebuah negara. Kedudukan ini memberikan hak dan kemudahan tertentu. Status kewarganegaraan ini juga sekaligus menuntut tanggung jawab tertentu pula. Hak-hak yang diperoleh oleh seorang warga negara yaitu:

1. Berhak menjadi pemilih dalam pemilihan raya (pemilihan umum);

2. Berhak untuk turut ikut atau aktif dalam politik termasuk berkompetisi dalam pemilihan raya untuk menduduki jabatan politik seperti menteri dan lain-lain;

3. Berhak mengisi jabatan ekslusif yang dikhususkan untuk warga negara saja;

4. Bebas memiliki tanah serta layak dipertimbangkan untuk mendapat keistimewaan-keistimewaan yang berhubungan dengan pembangunan harta;

5. Berhak menerima berbagai faedah dan kemudahan dalam negerinya termasuk pelayanan, pendidikan dan sebagainya;

6. Bebas bergerak dalam negeri; dan

7. Tidak boleh dibuang atau diasingkan ke luar negeri.32

Kebebasan untuk berunjuk rasa dijamin di dalam Konstitusi Malaysia, sebagaimana yang diatur di dalam pasal 10 bahwa, “ setiap orang bebas untuk mengeluarkan pendapat, berkumpul dan lain-lain”. Perlembagaan Persekutuan menjamin kebebasan berpendapat, berkumpul dan sebagainya. Walau bagaimanapun parlemen dapat memberikan batasan yang dirasakan perlu demi menjaga keselamatan Persekutuan dan negara-negara bagian untuk ketentaraman umum.

32

Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, cet. III, (Ampang/Hulu


(51)

Kebebasan mengeluarkan pendapat ini dibatasi dengan kata-kata yang tidak menjadi fitnah, provokatif, tidak menghina Pengadilan dan kata-kata yang melanggar hak keutamaan Parlemen dan Dewan Negeri. Mengeluarkan kata-kata fitnah dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Barang siapa yang berkata, menulis, mencetak, menjual atau menyebarkan perkataan-perkataan yang bersifat provokatif dapat dianggap oleh undang-undang telah melakukan kesalahan yang dapat dihukum hingga lima tahun penjara atau denda RM 5000.33 Pasal 28 Akta Keselamatan Dalam Negeri menyebutkan bahwa siapa saja yang menyebarkan berita palsu yang menakut-nakuti masyarakat umum, demikian juga dibuat dengan ucapan atau pun tulisan dapat dianggap telah melakukan suatu kesalahan.

Bahan-bahan tertulis diawasi oleh undang-undang, jika seseorang hendak membuka atau mendirikan penerbitan atau pun surat kabar (media cetak), harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari Menteri Dalam Negeri, setiap surat kabar atau bentuk tulisan apa pun hendaklah memiliki dan mencantumkan nama dan alamat penerbitnya dalam bahasa Melayu atau bahasa Inggris di halaman depan atau akhir. Ketentuan ini menunjukkan bahwa Pemerintah mempunyai wewenang untuk menutup setiap surat kabar (media cetak), buku-buku atau pun bahan-bahan bertulis lainnya agar perizinan itu tidak dipersalahkan gunakan. Bahkan sangat penting bagi pemerintah mengawasi penerbitan-penerbitan surat kabar (media cetak) atau buku-buku secara tegas yang mungkin dapat

33


(52)

merusak suasana politik dan keamanan di Malaysia.34

Pengawasan kebebasan berpendapat bukan hanya dalam bentuk tulisan dan ucapan saja, bahkan juga dalam setiap permainan, pertunjukan, hiburan atau acara-acara yang serupa dengan itu. Menteri Dalam Negeri dapat menutup atau melarang setiap acara jika dianggap dapat mengakibatkan gangguan keamanan negara Malaysia. Untuk menjamin bahwa sekolah-sekolah, tempat-tempat atau yayasan-yayasan pendidikan digunakan hanya untuk mendapatkan pendidikan dan terhindar dari ajaran-ajaran politik komunis serta ajaran-ajaran yang dapat menggangu keamanan negara, maka Pemerintah berwenang:

(a) Membuat Undang-undang supaya tidak melantik guru atau pensyarah (Dosen) yang akan membahayakan kepentingan negara;

(b) Membuat Undang-undang supaya menutup setiap sekolah atau lembaga pendidikan, jika sekolah atau lembaga pendidikan tersebut digunakan untuk mengganggu kepentingan negara; dan

(c) Membuat Undang-undang supaya para pelajar, mahasiswa, guru dan dosen tidak boleh membuat perkumpulan (organisasi) kecuali telah mendapat izin dari polisi.35 Dalam hal kebebasan berkumpul, hendaklah dalam keadaan aman dan tidak bersenjata, Parlemen dapat membuat Undang-undang untuk menjaga kepentingan dan keselamatan negara. Berdasarkan Poin 27 Akta Polis 1967, setiap perhimpunan, perkumpulan atau pertemuan (konvensi) hendaklah dilakukan dengan mendapat izin dari polisi terlebih

34

Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, h. 302 35


(53)

dahulu dan polisi berwenang tidak mengeluarkan izin tersebut jika dianggap bahwa perhimpunan, perkumpulan atau pertemuan itu akan membahayakan keselamatan negara. Jika perhimpunan, perkumpulan atau pertemuan (konvensi) dilakukan tanpa mendapat izin, polisi berhak menghentikan dan membubarkannya dan setiap orang yang bertanggung jawab dapat dihukum karena melakukan kesalahan.

Kemudian kebebasan untuk membentuk persatuan atau organisasi, ada undang-undang yang mengaturnya juga, yaitu Akta Pertubuhan tahun 1966. berdasarkan Pasal 5 Akta ini, Menteri Dalam Negeri berhak membuat keputusan yaitu suatu organisasi adalah dilarang keras jika organisasi tersebut digunakan untuk tujuan yang dapat membahayakan kepentingan dan keamanan negara. Suatu lembaga atau organisasi yang termasuk dalam jenis di atas tidak boleh didaftarkan, dan jika telah terdaftar maka akan dicabut keabsahannya.36

Dari penjelasan di atas, dapat di pahami bahwa adanya pengaturan dalam undang-undang tentang pembatasan hak dan kebebasan warga negara, ditujukan untuk menjaga dan memelihara kepentingan serta keamanan negara. Jika undang-undang yang dibuat oleh Parlemen telah menghalangi warga negaranya untuk bebas bergerak di wilayah Malaysia atau membatasi kebebasan berpendapat, berkumpul atau berorganisasi, kebebasan beragama dan lain-lain, karena pembatasan yang dibuat itu adalah untuk menjaga keselamatan dan keamanan negara, maka Undang-undang tersebut adalah sah dan tidak boleh ditentang demikianlah penjelasan tentang hak dan kewajiban warga negara Malaysia yang diatur dalam Perlembagan.

36


(54)

2. Kedudukan Hak-Hak Unjuk Rasa Di Indonesia

Disini, akan menjelaskan hak-hak unjuk rasa yang sudah termuat di dalam undang-undang adalah ;37

a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia;

b. bahwa kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

c. bahwa untuk membangun negara demokrasi yang menyelenggarakan keadilan sosial dan menjamin hak asasi manusia diperlukan adanya suasana yang aman, tertib, dan damai;

d. bahwa hak menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d,

perlu dibentuk Undang-undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memutuskan:

37

UNDANG-UNDANG Nomor 9 Tahun 1998, tentang Kemedekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum


(55)

Menetapkan Undang-Undang Dewan tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Kemerdekaan menyampaikan pendapat tersebut sejalan dengan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang berbunyi: "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dan dengan tidak memandang batas-batas".Perwujudan kehendak warga negara secara bebas dalam menyampaikan pikiran secara lisan dan tulisan dan sebagainya harus tetap dipelihara agar seluruh tatanan sosial dan kelembagaan baik infrastruktur maupun suprastruktur tetap terbebas dari penyimpangan atau pelanggaran hukum yang bertentangan dengan maksud, tujuan dan arah dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum sehingga tidak menciptakan disintegrasi sosial, tetapi justru harus dapat menjamin rasa aman dalam kehidupan masyarakat.

Kesimpulannya dengan demikian, maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang antara lain menetapkan sebagai berikut:38

38

Dede Rosyada, dkk, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), cet. I h. 73


(56)

1. setiap orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat yang memungkinkan pengembangan kepribadiannya secara bebas dan penuh;

2. dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang harus tunduk semata-mata pada pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban, serta kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis;

3. hak dan kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalankan secara bertentangan dengan tujuan dan asas Perserikatan Bangsa Bangsa. Dikaitkan dengan pembangunan bidang hukum yang meliputi materi hukum, aparatur hukum, sarana dan prasarana hukum, budaya hukum dan hak asasi manusia, pemerintah Republik Indonesia berkewajiban mewujudkannya dalam bentuk sikap politik yang aspiratif terhadap keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum. 39

Bertitik tolak dari pendekatan perkembangan hukum, baik yang dilihat dari sisi kepentingan nasional maupun dari sisi kepentingan hubungan antar bangsa, maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus berlandaskan:

1. asas keseimbangan antara hak dan kewajiban; 2. asas musyawarah dan mufakat;

3. asas kepastian hukum dan keadilan; 4. asas proporsionalitas;

39


(57)

5. asas manfaat.

Kelima asas tersebut merupakan landasan kebebasan yang bertanggung jawab dalam berpikir dan bertindak untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Berlandaskan atas kelima asas kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum tersebut maka pelaksanaannya diharapkan dapat mencapai tujuan untuk:40

1. mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945;

2. mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat;

3. mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi;

4. menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.

Sejalan dengan tujuan tersebut di atas rambu-rambu hukum harus memiliki karakteristik otonom, responsif dan mengurangi atau meninggalkan karakteristik yang represif. 41 Dengan berpegang teguh pada karakteristik tersebut, maka Undang-undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, merupakan ketentuan

40

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Poiltik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2008) cet. I, h. 372

41

Dede Rosyada, dkk, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), cet. I h. 73


(58)

peraturan perundang-undangan yang bersifat regulatif, sehingga di satu sisi dapat melindungi hak warga negara sesuai dengan Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945.

BAB III

KEDUDUKAN KEPOLISIAN DAN WEWENANG DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

A. Pengertian Kepolisian Dalam Perspektif Islam

Pada masa Khulafa‟ur Rasyidin keberadaan kegiatan pengawasan dan pencegahan


(59)

pokok kepolisian yang terpenting adalah menjaga dan memelihara ketertiban umum serta tegaknya amar ma‟ruf nahi mungkar. Dalam hukum Islam polisi di sebut sebagai syurthah karena mereka adalah kesatuan terbaik yang menonjol daripada tentara. Dan syurthah adalah bentuk tunggal dari asy-syurath yakni kesatuan terbaik yang terjun dalam perang dan mereka siap untuk mati.

Di dalam literatur Islam, kepolisian dikenali sebagai Hisbah, diperkenalkan oleh Al-Mawardi di dalam bukunya Alkamul Sulthaniyah.42 Menurut Al-Mawardi lembaga yang menegakkan amar ma‟ruf dan nahi mungkar dikenali sebagai Mustahib, bermakna petugas Hisbah.Merujuk kepada firman Allah ta‟ala:

                      

104. Dan hendaklah ada di antara kamu satu puak Yang menyeru (berdakwah) kepada kebajikan (mengembangkan Islam), dan menyuruh berbuat Segala perkara Yang baik, serta melarang daripada Segala Yang salah (buruk dan keji). dan mereka Yang bersifat demikian ialah orang-orang Yang berjaya.

42

Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, Hukum-Hukum Peneyelenggaraan Negara Dalam Syariat Islam, Penerjemah Fadli Bahri, (Jakarta: Darul Falah, 2006) Cet II, hlm. 398.


(1)

BAB V PENUTUP

Pada bab terakhir ini penulis memberikan beberapa kesimpulan dari apa yang telah penulis paparkan pada bab-bab sebelumnya, kemudian penulis juga mnyampaikan saran-saran kepada pihak-pihak yang terkait.

A. Kesimpulan

Dari penjelasan bab-bab terdahulu dan untuk mengakhiri pembahasan dalam skripsi ini, penulis membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pembentukan undang-undang yang terkait unjuk rasa di Malaysia dan Indonesia banyak menfokuskan hal-hal terkait sosial masyarakat, filsofis, politik dan juga ekonomi, dalam hal ini, secara umumnya, jika menfokuskan pembentukkan undang-undang dengan hubungan politik maka jauh berbeda kedua buah negara tersebut, yaitu di Indonesia mangamalkan sistem pemerintahan prensidensial sementara di Malaysia mengamalkan sistem perlimenter, maka gambaran pembentukan undang-undang unjuk rasa di Malaysia adalah menfokuskan yang terkait beberapa faktor seperti tempat, kepolisian dan sebagainya. Dalam ini sama juga terjadi di Indonesia.

2. Kedudukan sistem kepolisian antara Malaysia dan Indonesia tidak banyak berbeda, hanya terdapat sedikit perbedaan dari beberapa hal yang terkait wewenangnya,


(2)

seperti sistem penangkapan, administrasi dan sebagainya. Seterusnya wewenang yang terkait hak dalam menangulangi unjuk rasa terdapat beberapa hal perbedaan, seperti wewanang kepolisian Indonesia lebih komprehensif berbanding sistem kepolisian Malaysia. Dan ini hanya terjadi hubungan undang-undang kepolisian dengan undang-undang unjuk rasa.

3. Secara umumnya, ditinjau dari sudut hukum Islam bermula laterure atau kajian historis, teks samada dalam bentuk leteral atau konteks, maka sudah dijelaskan dengan detil, bermula perjalanan sejarah para khulafa‟ pada saat berlakunya penberontakan dan juga di tinjau beberapa hadis yang di riwayat para muhidissin. Maka inti dari dasar-dasar hukum ini, para ulama Islam mengeluarkan beberapa fatwa yang terkait dengan masalah unjuk rasa yang dilakukan oleh missal . hal ini secara umumnya unjuk rasa pada saat ini tetapberlaku walaupun pada saat ini juga sudah digelar sebagai negara yang menuju dunia ke-3. Dinamilka hukum Islam tetap merespon apa yang terjai masalah ini untuk melahirkan hukum Islam tidak pasif terhadap praktek sosial dan sebagainya.

B. Saran-saran

Berkaitan dengan wewenang kepolisian Malaysia dan Indonesia terhadap ujuk rasa, maka penulis memberi saran-saran sebagai berikut:

1. Bahawa, sistem kepolisian yang terdapat di Malaysia atau Indonesia sudah terbentuk sistem komrehensif atau undang-undang yang teratur dalam menjalankan tugas, cuma harapan para pihak aparat negara atau kepolisian


(3)

hendaklah menjalankan tugas sebaiknya untuk menjaga nama baik agama dan negara.

2. Hendak apa yang terjadi gerakan massal atau unjuk rasa, keperluan terhadap undang-undang dan keamanan negara atau kepolisian sangan memerlukan, maka hal ini, agar kedua buah negara tersebut yaitu Malaysia dan Indonesia hendak menjaga nama baiknya, maka pemerintah jangan berlaku hal-hal penimpangan sehingga timbul ketidakpuasan warga sehingga terjadi unjuk rasa sehingga berlaku pembunuhan dan kerosakan samada ditempat umum atau tertutup.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Proyek Pengadaan al-Qur‟an Al-Karim Depertemen Agama RI, 1971 al-Qur‟an dan Terjemahnya, Jakarta

Abas, Tun Mohammad Salleh, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, cet. III, Ampang/Hulu Kelang Selangor Darul Ehsan: Dawama Sdn.Bhd, 2006 Abdullah, Abu Bakar Ke Arah Pelaksanaan Undang-undang Islam di Malaysia: Masalah

dan penyelesaiannya, Kuala Terengganu: Pustaka Damai, 1986, cet. I

Ahmad, Siti Rosnah Haji, Pemerintah dan Pemimpin-peminpin Kerajaan Malaysia, Selangor: Golden Books Centre Sdn. Bhd, 2006, cet. I

Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945; Kajian Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalaam Masyarakat Majemuk, Jakarta: UI Press; 1995

Aini, Noryamin, Pengantar Dasar Konsep Hak Asasi Manusia, makalah Mata Kuliah HAM, Syari‟ah dan Hukum, Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007

Anggota Persatuan Penerbit Buku Malaysia, Malaysia Kita Panduan Dan Rujukan Untuk Peperiksaan Am Kerajaan, Selangor: Golden Books Centre Sdn. Bhd, 2007, cet. VIII

Awang, Muhammad Kamil, Sultan dan Perlembagaan, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2001, cet. I

Ayub, Abdul Razak, Perpecahan Bangsa Melayu, Selangor: Dewan Pustaka fajar, 1985, cet. I

Baharom, Hajah Noresah Binti, dkk., Kamus Dewan Bahasa, Edisi Ketiga, cet. VII, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, 2002 Bari, Abdul Aziz, Perlembagaan Malaysia: Asas-asas dan Masalah, Selangor: Dewan

Bahasa dan Pustaka, 2001, cet. I

---, Majelis Raja-raja: Kedudukan dan Peranan dalam Perlembagaan Malaysia, cet. II, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006

Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, cet. XXVII, Jakatra: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005


(5)

Hadi Utomo,Warsinto, , Hukum Kepolisian di Indonesia, ( Jakarta; Prestasi Pustaka Publisher, 2005) cet. I

Hussin, Hasnah dan Mardiana Nordin. Pengajian Malaysia, Selangor: Oxford Fajar, 2007, cet. I

Institut Tadbiran Awam Negara (INTAN) Malaysia, Pentadbiran dan Pengurusan Awam Malaysia, Kuala Lumpur: Institut Tadbiran Awam Negara (INTAN) Malaysia, 2006

Iqbal, Muhammad, Fiqh Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam), Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001, cet. I

Ka‟bah, Rifyal, Politik dan Hukum dalam Al-Qur‟an, Jakarta: Khairul Bayan, 2005, cet. I Kencana, Inu, Al-Quran dan Ilmu Politik, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996, cet. I

Marbun, B. N., Kamus Politik, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996, cet. I

Mufid, Moh., Politik dalam Perspektif Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004, cet. I Muhammad, Nazaruddin Hj., Pengajian Malaysia: Kenegaraan dan Kewarga-negaraan,

cet. V, Selangor: Prentice Hall, 2004

Momo Kelana, Hukum Kepolisian, (Jakarta: CV Sandaan, 1984), cet. I

Nordin, Hasnah Hussin dan Mardiana, Pengajian Malaysia, Selangor Shah Alam: Oxford Fajar Sdn Bhd, 2007

Nowak, Manfred, Introduction to The International Rights Regime, Leiden, the Netherlands: Martinus Nijhoff Publishers, 2003

Partanto, Pius A. dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola: 1994 Pong, Thock Ker, Ketuanan Politik Melayu: Respon Masyarakat Cina, Kuala Lumpur:

Universiti Malaya, t.th.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indoesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. III, edisi ke-III, Jakarta: Balai Pustaka, 2005

Ramanathan, K., Konsep Asas Politik, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, 1998

Rasyid, Abdul, Ilmu Politik Islam, Bandung:Pustaka, 2001, cet. I

Rosyada, Dede, dkk, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003, cet. I


(6)

Salim, Abd. Muin, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran, cet. II, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995

Saefuddin, A. M., Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, cet. I

Sakdan, Mohd. Foad, Asas Politik Malaysia, cet. II, Ampang/ Hulu Kelang Selangor Darul Ehsan: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1997

Siong, Gouw Giok, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jakarta: Kinta, 1962, Jilid 2 Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,

Jakarta: Prenada Group, 2003, cet. Revisi

Watt, W. Montogomery, Muhammad at Medina, London: Oxford University Press, 1991 Perlembagaan Persekutuan, cet. V, Ulu Kelang Kuala Lumpur: MDC Penerbit

Pencetakan Sdn Bhd, 1995

Khairul Azmi Mohamad Faizal, keselamatan dan keamanan kepolisian malaysia, 1998, cet 2

Situs Internet:

http://ms.wikipedia.org/wiki/Parlimen_Malaysia

http://ms.wikipedia.org/wiki/Polis_Diraja_Malaysia

http://www.komisikepolisianmalaysia.com/secondPg.php?cat=sekilas&id=30 http://dnuxminds.wordpress.com/2011/04/14/penjelasan-dan-hukum-syara-terkait

demonstrasi-unjuk-rasa/

http://mmursyidpw.wordpress.com/2010/03/05/unjuk-rasa-tinjauan-dari-sudut