Perspektif M.Quraish Shihab terhadap wanita pekerja

(1)

PERSPEKTIF M. QURAISH SHIHAB TERHADAP WANITA PEKERJA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah ( S.Sy )

Oleh : Nurul Irfan NIM :105044201461

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL AS-SYAKSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431H / 2010 M


(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt, yang telah memberikan rahmat serta hidayah- Nya, Dzat Yang menggenggam langit dan bumi, Yang merajai hati manusia dan mampu meluluhkan dan menguasai hati yang lirih dan yang memberikan kepada penulis kekuatan dan kesabaran sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi ini.

Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada kekasih Allah swt yaitu Nabi Muhammad saw, semoga di hari akhirat nanti seluruh umat Islam mendapatkan

Syafa’atul Uzma dari beliau. Amiiin.

Setelah selesainya skripsi ini atas bantuan dan dukungan serta doa dari berbagai pihak maka penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada:

1. Dekan fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA. MM.

2. Ketua Jurusan Al-Akhwal As-Syakhsiyyah, Drs. H. A. Basiq Jalil SH, MA. Dan Sekertaris Jurusan, Kamarusdiana, S.Ag. MH. Beserta para dosen fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membekali ilmu yang amat bermanfaat bagi penulis. Dan terima kasih kepada pimpinan serta segenap Staf Perpustakaan Jurusan Syari’ah dan Hukum Syarif Hidayatullah Jakarta.


(3)

3. Bapak DR. KHA. Juaini Syukri, Lc, M.A, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya di sela–sela kesibukannya untuk memberi bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

4. Pimpinan serta segenap staf perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan dan pelayanan dalam upaya memenuhi kebutuhan yang berkenaan dengan literatur untuk menyusun skripsi ini.

5. Sembah sujud penulis kepada kedua orang tua penulis yang tercinta yang telah memberikan dorongan dan semangat serta do’a semoga Allah swt selalu menjaga dan melindungi keduanya. Serta adik–adik penulis yang tercinta yang selalu memberikan senyuman, canda dan tawa.

6. Kepada isteri dan anakku tercinta yang membuat penulis selalu tegar di dalam menghadapi segala rintangan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 7. Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada Ustd. Achmad An-Nadawiyyah

yang telah memberikan motivasi, semangat kepada penulis

8. Teman-teman semua khususnya Jurusan Al-Ahwal As-Syakhsiyyah, Administrasi keperdataan Islam angkatan tahun 2005.

Skripsi ini disusun menurut tuntutan zaman saat ini, sebagai sumber acuan yang dibaca, dipelajari dan dipahami penulis dengan segala keterbatasannya. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan ada kekeliruan dalam penulisannya. Oleh karena itu, sumbangan pikiran dari pihak pembaca akan merupakan tambahan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.


(4)

Hanya kepada Allah swt, penulis memohon bimbingan dan menggantungkan semua harapan.

Jakarta, 15 Robiul Awwal 1431 H. 1 Maret 2010 M.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ……….

i

DAFTAR ISI ………

iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ………. 6

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ………... 7

D. Metode Penelitian ……… 7

E. Sistematika Penulisan ……….. 8

BAB II M. QURAISH SHIHAB DAN PEMIKIRANNYA TENTANG KEDUDUKAN WANITA

A. Sejarah Singkat M. Quraish Shihab ……….. 10


(6)

B. Karier Intelektual Dan Karya-karya M. Quraish Shihab ………. 12

C. Kedudukan Wanita Sebagai Isteri ………... 32

D. Pembagian Kerja Dan Hubungan Timbal Balik Antara Suami Isteri …. 34

BAB III WANITA PEKERJA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP HUKUM PERKAWINAN

A. Asal Kejadian Perempuan ……….. 45

B. Hak Dan Kewajiban Belajar Bagi Perempuan ……….... 50

C. Hak Perempuan dalam Memilih Pekerjaan ……… 57

D. Landasan Pemikiran Quraish Shihab Tentang Wanita Pekerja ……….. 61

E. Analisis Penulis ……….. 62


(7)

A. Kesimpulan ………. 67

B. Saran-Saran ………. 69

DAFTAR PUSTAKA ……….


(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Membicarakan perempuan memang menarik, hangat, aktual, dan tak henti-hentinya menjadi agenda dari zaman ke zaman hingga saat ini. Perempuan pernah disanjung dan pernah pula di hina dan direndahkan sampai pernah dipersoalkan apakah ia manusia atau tidak. Pada masa pra Islam pernah terjadi suatu era yang dikenal dengan zaman jahiliyah. Pada masa itu berbagai agama dan peradaban yang ada tidak memberikan tempat yang terhormat dan mulia pada perempuan dan bisa dikatakan hak perempuan hampir tidak ada.1

Perempuan mendapatkan sikap yang rendah dalam realitas kehidupan. Disamping realitas kehidupan juga muncul sikap dan perlakuan yang merendahkan bahkan melecehkan kaum perempuan. Kasus eksploitasi perempuan dalam berbagai bentuknya pembatasan perkembangan potensi perempuan dan pemerkosaan adalah berbagai contoh sikap realitas yang merendahkan martabat perempuan.2

Pemikiran dan realitas tersebut jelas tidak sesuai dengan fitrah manusia dan bertentangan dengan rasa keadilan, sebab hak kemerdekaan dan martabat perempuan tidak ditempatkan secara proporsional.

1999), h. 65 1

Ali Yafie, kodrat, Kedudukan Dan Kepemimpinan Perempuan, (Bandung: Mizan, 2


(9)

Menurut Tasman Hamami dan Siti Bariratun perempuan mengalami ketidakadilan bukan hanya diskriminasi disektor publik, tapi juga melalui cara pendistribusian pekerjaan dalam rumah tangga. Pola kehidupan keluarga saat ini menuntut perempuan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak. Pekerjaan rumah tangga kadang jarang dibagi secara sepadan atau setara bahkan kadang perempuan mencari nafkah dalam upaya membantu kebutuhan keluarga.3

Nikah merupakan sunnah yang dicontohkan Rasulullah SAW, dijalankan oleh para sahabat serta dijunjung tinggi oleh orang sholeh yang berbudi luhur. Nikah disyariatkan agar manusia memiliki keluarga dan keturunan yang sah untuk menuju kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat di bawah naungan kasih sayang yang di ridhoi Allah SWT.

Pernikahan juga merupakan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing berpasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan pernikahan.4

Dengan berlangsungnya pernikahan tersebut, maka masing-masing dari kedua orang yang melakukan pernikahan mempunyai hak dan kewajiban masing- masing menempati posisi yang sesuai. Bagi laki-laki bertanggung jawab penuh terhadap eksistensi keluarga, baik secara jasmani maupun rohani. Sedangkan isteri

3

Tasman Hammami Dan Siti Barirotun, Kedudukan Wanita Dalam Syariat Islam, (t.t. : al-jami’ah, 1994), h. 44

4


(10)

bertanggung jawab atas urusan rumah tangga dan anak-anak serta suami dan hartanya.

Menurut Hendar Riyadi Islam mengatur sejarah kitab suci al-Qur’an adalah sejarah penyelamat dan pembebasan kemanusiaan. Al-Qur’an diturunkan untuk menyelamatkan dan membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan secara moral, sosial, kultural, dan struktural, baik dalam bentuk ide atau pemikiran, maupun dalam wujud praksisnya.5

Keberadaan wanita muslim yang memperihatinkan masih berlangsung hingga zaman modern ini. Pada dasarnya permasalahan ini erat hubungannya dengan milliu selama beberapa abad. Milliu tersebut telah mempengaruhi ragam penafsiran tradisonal. Sementara itu ajaran-ajaran al-Qur’an mengenai wanita pada umumnya meningkatkan posisi dan memperkuat kondisi wanita, sebagaimana al-Qur’an berusaha mengangkat posisi kelompok masyarakat lemah lainnya, misalnya anak yatim, fakir miskin dan budak. Sistem masyarakat Arab dengan tradisi patriarchal, sistem kesukuan, sistem perbudakan, merupakan latar belakang solusi al-Qur’an mengenai persamaan kedudukan jenis kelamin dan persamaan ras manusia. Melalui ajaran persamaan al-Qur’an, Islam menghapuskan setiap perbedaan antara sesama manusia kecuali perbedaan yang timbul karena kebajikan dan taqwa.

Untuk menghilangkan sumber-sumber deskriminasi sesama manusia Nabi berkali-kali mengingatkan bahwa semua manusia adalah keturunan Adam, sedangkan Adam diciptakan dari debu. Persamaan (equality) haruslah dipahami sebagai moral

5


(11)

yang hendak dicapai oleh al-Qur’an melalui seperangkat aturan hukum yang berkaitan dengan latar belakang sosial masyarakat arabiah pada masa turun wahyu dan sebelumnya, seperti aturan poligami, perceraian, waris, hukum perbudakan dan lain-lain.6

Islam pada dasarnya,adalah agama yang menekankan spirit keadilan dan keseimbangan (tawazun) dalam berbagai aspek kehidupan.Relasi gender (perbedaan laki-laki dan perempuan yang non kodrati) dalam masyarakat yang cenderung kurang adil merupakan kenyataan yang menyimpang dari spirit Islam yang menekankan pada keadilan.7

Muhammad Al-Ghazali, salah seorang ulama besar Islam kontemporer berkebangsaan mesir, menulis :“kalau kita mengembalikan pandangan ke masa sebelum seribu tahun, maka kita akan menikmati keistimewaan dalam bidang materi, sosial, yang tidak dikenal oleh perempuan-perempuan di kelima benua. Keadaan mereka ketika itu lebih baik dibandingkan dengan keadaan perempuan-perempuan barat dewasa ini, asal saja kebebasan dalam pergaulan tidak dijadikan bahan perbandingan.”8

Dalam konteks kekinian, manusia modern condong dihadapkan pada arus globalisasi yang mau tidak mau harus mampu bersaing dalam upaya memenuhi

6

Fazhur Rahman, Metodelogi Pembaharuan Hukum Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), h. 172-173

7

Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Dalam Muktamar, Munas, dan Konbes NU ( Surabaya, Diantama, 2005), Cet. Kedua, h. 649

8

Muhammad Al-Ghazali, Al-Islam Wa At-Thaqat Al-Mu’aththalat, (Kairo: Daar al- Kutub, 1964), Juz. Pertama h.138


(12)

kebutuhan dan menumbuhkan kesehjahteraan keluarga agar terbentuk jalinan hubungan yang sakinah, mawaddah, warahmah sebagaimana harapan masyarakat muslim. Globalisasi telah membuka sekat (hijab) yang membatasi gerak hidup manusia. Manusia tidak lagi dikekang oleh batas-batas Negara. Globalisasi adalah peluang bagi menusia yang memiliki ‘sesuatu’ sebagai nilai jual, tetapi bagi manusia yang tidak memiliki ‘sesuatu’ tersebut globalisasi adalah sebuah ancaman.9

Pada saat ini banyak wanita yang menjadi tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah. Hal itu karena dipicu oleh derasnya paham kesetaraan gender yang menjadi kedudukan laki-laki dan perempuan itu sama dalam keluarga. Idealnya yang dipahami masyarakat muslim laki-lakilah yang mempunyai tanggung jawab penuh terhadap kebutuhan keluarga, namun tuntutan zaman berbeda, sehingga tidak asing lagi kehidupan sekarang banyak didominasi oleh kaum hawa dalam masalah pendapatan material keluarga. Pergeseran budaya dan kemajuan zaman menuntut peran ulama atau cendikiawan untuk menegaskan hukum-hukum yang menyangkut hak dan kewajiban perempuan dalam ruang lingkup keluarga.10

M.Quraish Shihab sebagai salah satu tokoh cendikiawan muslim di Indonesia banyak sekali memberikan pandangannya mengenai wanita dalam ruang keluarga. Menurut beliau perempuan dalam pandangan ajaran Islam tidak sebagaimana diduga atau dipraktekan oleh masyarakat banyak. Ajaran Islam pada

9

Syahrin harahap, Islam Dinamis: Menegakan Nilai-Nilai Ajaran al-Qur’an Dalam Kehidupan Modern di Indonesia, ( Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1997), Cet. Ke-I, h. 149

10


(13)

hakikatnya memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan yang terhormat kepada perempuan.

Sehubungan dengan latar belakang masalah tersebut, maka penulis berusaha mengangkat judul yang berhubungan dengan wanita pekerja dan implikasinya terhadap hukum perkawinan dengan judul :

PERSPEKTIF M. QURAISH SHIHAB TERHADAP WANITA PEKERJA B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

Pembatasan Masalah

Agar pembahasan ini lebih terarah, maka penulis perlu memberikan pembatasan masalah dan perumusan masalah yang berkaitan dengan latar belakang masalah tersebut sebagai berikut :

1. Penelitian ini berfokus pada wanita pekerja menurut M. Quraish Shihab 2. Kedudukan Wanita pekerja dalam hukum Islam

3. Peran wanita dalam rumah tangga menurut M. Quraish Shihab Perumusan Masalah

Pada umumnya ulama cenderung membatasi peran wanita diruang publik. Namun dalam hal ini M. Quraish Shihab menunjukkan sikap yang berbeda, hal ini dapat dilihat dari latar belakang kehidupan keluarganya maupun gagasannya terkait tentang peran wanita, oleh karena itu fenomena atau masalah ini akan di rumuskan dalam beberapa pertanyaan pemikiran sebagai berikut :

1. Bagaimana pendapat M. Quraish Shihab tentang kedudukan wanita pekerja dalam keluarga?


(14)

2. Apa yang menjadi dasar pemikiran M. Quraish Shihab tersebut?

3. Bagaimana dampak hukum dari pendapat M. Quraish Shihab tentang kedudukan wanita pekerja dalam hukum perkawinan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pendapat M. Quraish Shihab tentang kedudukan wanita pekerja dalam keluarga.

2. Untuk mengetahui dasar pemikiran M. Quraish Shihab tersebut.

3. Untuk mengetahui dampak hukum dari pendapat M. Quraish Shihab tentang kedudukan wanita pekerja dalam hukum perkawinan.

Manfaat Penelitian

Melalui analisa dari hasil penelitian ini, maka manfaat yang di wujudkan adalah:

a. Untuk memberikan informasi yang jelas kepada seluruh masyarakat mengenai kedudukan wanita pekerja implikasinya terhadap hukum perkawinan

b. Agar menjadi sumbangan pemikiran yang di harapkan akan menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa jurusan Administrasi Keperdataan Islam untuk mengetahui Kedudukan wanita pekerja implikasinya terhadap hukum perkawinan. D. Metode Penelitian


(15)

Dalam penyusunan skiripsi ini, penulis lebih memilih studi kepustakaan (library research). Penulis mencari bahan–bahan dari sumber data, tulisan yang berhubungan dengan wanita pekerja dan implikasinya terhadap hukum perkawinan.

Sumber data ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu sumber data primer dan sumber data skunder, sumber data primer yang digunakan penulis adalah buku-buku karya M. Quraish Shihab yang antara lain adalah.

1. Tafsir Al-Misbah 2. Wawasan Al-Quran 3. Membumikan Al-Quran

Sedangkan data skundernya yang digunakan oleh penulis adalah buku- buku lain yang berkaitan dengan masalah penelitian sebagai penunjang untuk menghasilkan kesimpulan dari sebuah penelitian yang dilakukan.

Penelitian ini memerlukan kualifikasi, yaitu peneliti harus memiliki sifat yang reseptif (mau menerima) yang berarti harus selalu mencari informasi, bukan menguji kebenaran suatu teori dan peneliti harus memiliki kekuatan integratif, yaitu kekuatan untuk memadukan berbagai informasi yang diperoleh menjadi satu kesatuan penafsiran.

Adapun tekhnik yang digunakan adalah mengikuti ketentuan–ketentuan yang ada dalam buku pedoman penulisan skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.


(16)

Dalam penyusunan skripsi ini penulis membahas dengan membagi bab dan kemudian penulis membagi kedalam beberapa sub bab, adapun perinciannya sebagai berikut:

Bab Pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, pembatasan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian.

Bab Kedua Disini penulis akan membahas tentang M. Quraish shihab dan pemikirannya tentang kedudukan wanita dalam pandangan Islam yang membahas tentang biografi Quraish shihab yang isinya Sejarah Hidup M. Quraish Shihab, Karier Intelektual Quraish Shihab, Karya-karya M. Quraish shihab, Kedudukan Wanita Sebagai Isteri, Pembagian Kerja Dan Hubungan Timbal Balik Antara Suami Isteri,

Bab Ketiga Disini penulis akan memaparkan Wanita Pekerja Dan Implikasinya Dalam Perkawinan yang isinya Asal Kejadian Perempuan, Hak Perempuan Dalam Memilih Pekerjaan, Hak dan kewajiban belajar bagi perempuan, Landasan Pemikiran Quraish Shihab Tentang Wanita Pekerja, Analisis Penulis

Bab Keempat merupakan hasil kesimpulan dari pengkajian bab–bab sebelumnya. serta daftar pustaka yang menjadi rujukan penulis ditempatkan pada akhir penulisan.


(17)

BAB II

M. QURAISH SHIHAB

DAN PEMIKIRANNYA TENTANG KEDUDUKAN WANITA

A. Sejarah Singkat M. Quraish Shihab

Muhammad Quraish Shihab dilahirkan dari keturunan Arab yang berpendidikan dan mempunyai kecintaan yang besar terhadap tafsir al-Quran, ini terbukti dari latarbelakang pendidikan ayahnya yang bernama Abdurrahman Shihab (1905-1986).11 Beliau adalah alumnus dari lembaga pendidikan Jami’atul Khaier Jakarta. Sebuah lembaga pendidikan Islam tertua yang berusaha mengakses gagasan- gagasan pemikiran Islam modern. Dan beliau juga (Abdurrahman Shihab) tercatat sebagai guru besar dalam bidang tafsir yang pernah menduduki jabatan sebagai Rektor di IAIN Alaudin Ujung Pandang, dan merupakan pelopor pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI), yang juga terletak di kota Ujung Pandang, Abdurrahman Shihab juga seorang wiraswastawan yang senantiasa meluangkan waktunya untuk kepentingan dakwah dan mengajar pada lembaga pendidikan dan Universitas yang telah disebutkan di atas di sela-sela kesibukannya berwiraswasta. Bahkan hartanya dipergunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan baik dengan cara membiayai atau menyumbangkan buku-buku bacaan untuk lembaga pendidikan tersebut.12

11

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan,1994), h. 14 12 Ibid.,


(18)

Figur sang ibu yang konsekwen terhadap ajaran agama juga menjadi aset penting dalam kesuksesan Quraish Shihab dalam studi al-Qur’annya. Kekonsekwenan sang ibu tersebut itu dapat dilihat dari sudut pandang keagamaanya yang senantiasa harus sesuai dengan al-Qur’an dan Hadist. Bahkan sampai saat ini Quraish Shihab sudah mempunyai gelar doktor, ibunya tidak segan-segan menegurnya tutur Quraish Shihab.13

Muhammad Quraish Shihab dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1944 di sulawesi Selatan tepatnya di daerah Rappang. Sebagai mana ayahnya, beliau juga mempunyai kecintaan terhadap tafsir al-Qur’an. Kecintaan ayahnya terhadap ilmu pengetahuan terutama Pada bidang ketafsiran inilah yang bisa menjadi motivasi dalam studinya. Bahkan minatnya terhadap studi al-Qur’an sangat dipengaruhi oleh sang ayah karena semenjak kecil sejak 6-7 tahun Quraish Shihab diharuskan mengikuti pengajian al-Qur’an yang diajarkan ayahnya. Disamping harus membaca al-Qur’an Quraish Shihab juga harus mendengarkan penjelasan dari kisah-kisah al- Qur’an yang disampaikan ayahnya dalam pengajarannya.14 Bahkan tidak jarang pada suatu ketika ayahnya sering mengajak duduk bersama dan mendengarkan petuah- petuah keagamaannya. Banyakdiantara petuah-petuahnya itu ternyata diketahui kemudian oleh Quraish Shihab sebagai ayat al-Qur’an atau petuah Nabi, sahabat, atau

13 Ibid., 14


(19)

pakar-pakar al-Qur’an hingga kini masih diingatnya. Dari masa-masa itu pula benih- benih kecintaan dan minat terhadap studi al-Qur’an mulai mengakar dalam jiwanya.15

Dari kecintaannya terhadap studi al-Qur’an tersebut akhirnya Quraish Shihab berinisiatif melanjutkan studinya pada jurusan tafsir di Universitas Al-Azhar Mesir, seperti yang telah dituturkannya :

“Ketika belajat di Universitas Al-Azhar saya bersedia mengulang satu tahun untuk mendapatkan kesempatan melanjutkan studi saya di jurusan tafsir, walaupun jurusan lainnya pada fakultas lain membukan pintu lebar-lebar untuk saya.”16

B. Karier Intelektual Dan Karya-karya M. Quraish Shihab

Karir Intelektual Quraish Shihab

Seperti layaknya anak–anak yang lain pendidikannya dimulai dari pendidikan dasar, begitu juga dengan Quraish Shihab, melalui pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) di tempat kelahirannya yaitu di Ujung Pandang, sambil belajar ilmu keagamaan (mengaji) kepada ayahnya (Abdurrahman Shihab) sampai tepat pada tahun 1956. Dan semenjak tahun tersebut beliau melanjutkan pendidikan menengahnya di kota Malang Jawa Tengah, serta mengikuti pengajian di pondok Pesantren Darul Hadist Al-Fiqhiyyah Malang sejak tahun 1956-1958.17

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di tanah air kemudian pada tahun 1958 tepatnya pada saat beliau mencapai usia 14 tahun, Quraish Shihab berangkat ke Kairo Mesir, untuk melanjutkan studinya. Keberangkatannya itu

15 Ibid., 16

Ibid., h. 14 17


(20)

terlaksana atas bantuan beasiswa dari pemerintah daerah Sulawesi yang pada masa itu belum dibagi menjadi Sulawesi Utara dan Selatan. Universitas al-Azhar di Kairo Mesir, seperti telah kita ketahui, merupakan pusat gerakan pembaharu Islam yang juga disana adalah tempat yang cocok untuk pengkajian studi al-Qur’an. Seperti diketahui pula sejumlah tokoh kenamaan pada Universitas tersebut dalam bidang studi al-Qur’an atau ketafsiran diantaranya adalah Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho. Hingga tidak heran apabila banyak peminat studi keislaman tertarik untuk ikut serta mengenyam pendidikannya dilembaga tersebut. Begitupun dengan figur Quraish Shihab yang memang mempunyai latar pendidikan yang kuat dalam bidang studi al- Qur’an, sangatlah relevan jika beliau ikut mengenyam pendidikan pada universitsas al-Azhar tersebut karena hal ini merupakan kelanjutan dari pendidikan dan minatnya pada studi al-Qur’an. Kesungguh-sungguhan Muhammad Quraish Shihab pada studi al-Qur’annya itu dibuktikan dengan kesediannya untuk mengulang satu tahun karena tidak di izinkan masuk fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadist di Universitas al- Azhar, dikarenakan nilai Bahasa Arab yang dicapai ditingkat menengah kurang memenuhi syarat. Yang padahal jurusan lain di lingkungan Universitas al-Azhar pada masa itu mau menerima Quraish Shihab. Bahkan beliau diterima di Universitas Kairo dan Daarul Ulum. Pada akhirnya Quraish Shihab menyadari bidang tersebut merupakan minatnya, juga akhir-akhir ini dirasakan umat Islam pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya dirasakan besar kebutuhannya akan al-Qur’an, serta penafsiran dan pemikiran-pemikiran tentang studi al-Quran itu sendiri.18

18


(21)

Seperti layaknya mahasiswa penerima beasiswa yang lain, Quraish Shihab berlaku hidup sederhana ketika sedang menjalani studinya di al-Azhar. Sebagaimana yang dituturkannya: “inilah yang mengantarkan saya untuk tidak merokok hingga sekarang.” Dalam rutinitas kampus Quraish Shihab tidak banyak melibatkan diri dalam aktivitas kemahasiswaan, walaupun demikian Quraish Shihab sangat aktif memperluas pergaulannya terutama dengan sejumlah mahasiswa yang berasal dari negara-negara lain. Karena dengan demikian ada manfaat yang dapat di ambil oleh Quraish Shihab dan juga dapat memperluas wawasan, terutama mengenai kebudayaan-kebudayaan bangsa lain. Dan juga dapat memperluas wawasan dan wacana keilmuwan Quraish Shihab. Sistem pendidikan di Mesir sangat menekankan pada aspek hapalan, maka jika jawaban ujian tidak persis dengan catatan nilainya akan kurang. Oleh karena itu pula jumlah mahasiswa yang ikut belajar di Mesir setiap waktu semakin berkurang terutama penurunan itu terlihat pada masa-masa ujian, banyak orang yang belajar sambil berjalan-jalan. Ini adalah suatu penomena yang tidak akan ditemui dilembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, sebab selain harus menguasai dan memahami teks yang sedang dipelajari, mereka harus menghapalnya, hal yang sama juga saya lakukan ketika saya belajar di Mesir.19

Sementara rutuinitas Quraish Shihab dalam belajar menghafal teks adalah dilakukan setelah usai shalat shubuh yang selanjutnya sambil berjalan-jalan beliau menghafal teks tersebut. Quraish Shihab tampaknya sangat mengagumi kuatnya 1993), h. 10

19 Ibid., h.11


(22)

hafalan orang-orang, terutama dosen-dosen di Universitas Al-Azhar. Bahkan menurut Quraish Shihab sistem belajar cara menghafal sangat bernilai positif apalagi jika dibarengi dengan kemampuan analisis hal ini akan menambah point tersendiri dalam sistem belajar. Masalahnya bagaimana menggabungkan kedua hal ini, katanya.20

Pada tahun 1967 akhirnya Quraish Shihab mampu menyelesaikan studinya dengan meraih gelar Lc, (S-1) pada Fakultas Ushuludin Jurusan Tafsir Hadist Universitas Al-Azhar. Quraish Shihab merasa belum puas dengan ilmu yang dimiliknya di S-1 dengan gelar Lc. Oleh karenanya beliau langsung melanjutkan studinya melalui program pasca sarjana di Universitas yang sama.beliau menyelesaikan pasca sarjana dengan tidak ada halangan dan rintangan hingga beliau dapat menyelesaikannya dalam waktu kurang lebih dua tahun.beliau kini mendapatkan gelar Master of Arts (MA) tepatnya pada tahun 1969 dengan tesis yang berjudul al-I’jaz al-Tasyri’I Li al-Qur’an al-Karim. Setelah menyelesaikan program master pada tahun 1969, beliau kembali ke Indonesia pasa tahun 1970.Beliau aktif mengajar di IAIN Ujung Pandang, selain itu juga beliau dipercaya untuk menjabat wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN yang sama.Selain itu beliau diserahi jabatan–jabatan lain seperti: Koodinator Perguruan Tinggi Swasta pembantu Pimpinan Kepolisian Indonesia bagian Timur, dalam bidang pembinaan mental. Sebagai seorang cendikiawan, Quraish Shihab juga aktif melakukan

20


(23)

penelitian, terutama yang menyangkut masalah-masalah keagamaan. Meskipun telah diduduki sejumlah jabatan di tanah air, Quraish Shihab kembali ke kairo untuk melanjutkan pendidikannya untuk mencapai gelar Doktor pada tahun 1980 di Universitas Al-Azhar Kairo.Hingga tepat pada tahun 1982 beliau berhasil meraih gelar doctor dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur’an, dengan mendapatkan penghargaan tingkat I (Mumtaz Ma’a Martabat Al-Asyaraf Al-Ula) dengan yudicium Summa Cumlaude, dengan disertasi doktornya yang berjudul Al-Durrar Li Al-Biqaiy: Tahqiq

Wa Dirrasah.21 Hal ini dengan sendirinya menobatkan ia menjadi orang pertama di

Asia Tenggara yang mendapatkan gelar Doktor dalam bidang ilmu al-Qur’an dalam bidang tafsir dari Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Setelah meraih gelar doktornya pada tahun 1982 beliau kembali ke Indonesia. Sekembalinya dari Mesir, sejak 1984 sampai sekarang, beliau mengajar di fakultas Ushuludin dan pasca sarjana di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sekarang bernama UIN Jakarta.sama halnya pada kepulangan yang pertama, pada kepulangannya kali ini beliau dipercayakan untuk menduduki sejumlah jabatan, seperti: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional, Asisten Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) selanjutnya sejak tahun 1992-1998 Quraish Shihab mendapat kepercayaan untuk menduduki jabatan Rektor di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta jabatan Rektor IAIN yang memproklamirkan diri sebagai “Kampus Pembaharu” ini, jelas merupakan posisi strategis untuk merealisasikan

21


(24)

gagasan-gagasanya. Disamping itu juga,pada tahun 1997 beliau mendapatkan jabatan sebagai anggota DPR RI dari fraksi FKP pada tahun 1997-2003. Dalam Pemerintahan Quraish Shihab juga tercatatat juga pernah menduduki jabatan sebagai Menteri Agama RI dan menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Mesir.22 Pengabdian utamanya sekarang adalah dosen, guru besar Pasca Sarjana (UIN) Jakarta, dan direktur Pusat Penelitian Studi Al-Qur’an (PSQ) Jakarta, sosoknya juga sering tampil diberbagai media memberikan siraman rohani dan intelektual.

Karya-Karya M.Quraish Shihab

Meskipun Quraish Shihab mempunyai banyak kesibukan atas jabatan yang beliau emban, tetapi ia tidak meninggalkan kegiatan dalam dunia ilmiahnya baik di dalam maupun diluar negeri. Dan yang tidak kalah pentingnya Quraish Shihab juga aktif dalam kegiatan tulis menulis. Tercatat dalam beberapa surat kabar beliau mengisi rubrik khusus dan beberapa majalah. Di surat kabar Pelita, pada setiap hari Rabu dia menulis dalam kolom rubrik Pelita hati, beliau juga mengasuh rubrik tafsir pada majalah yang terbit dua mingguan, Amanah yang kemudian dikenal dengan

tafsir Al-Amanah di Jakarta. Selain itu, beliau juga tercatat sebagai anggota dewan

redaksi pada majalah Ulumul Qur’an dan Mimbar Ulama.

Selain kontribusi dalam berbagai suntingan dan jurnal-jurnal ilmiah hingga kini telah banyak buku-buku yang telah di tulisnya. Dari buku-bukunya itu Howard. M. Federspiel, seorang professor dari institut studi Islam Universitas Mc

22


(25)

Gill di Kanada, melakukan penelitian tentang kajian-kajian al-Qur’an di Indonesia, ia berpendapat bahwa, Quraish Shihab dengan karya-karyanya telah meletakan standar baru bagi studi-studi al-Qur’an yang digunakan oleh penduduk muslim awam.23

Walaupun karya-karyanya mulai ditulis dalam bentuk buku setelah beliau meraih gelar doktor, namun terdapat banyak karya yang telah ia tulis seperti tesis dan disertasinya karena dari situlah ia memulai analisis-analisis terhadap studi-studi al- Qur’an. Oleh karenanya di bawah ini akan dibahas tentang karya-karya Quraish Shihab.

a. Al-I’jaz At-Tasyri’Li Al-Qur’an Al-Karim

Karya ilmiah ini merupakan tesis yang ditulis oleh Muhammad Quraish Shihab untuk meraih gelar MA. Di Universitas Al-Azhar Kairo, pilihan untuk memilih tesis mengenai mukjizat ini bukan sesuatu yang kebetulan. Tetapi memang didasarkan kepada hasil penelitian Quraish Shihab terhadap masyarakat muslim yang diamatinya. Menurut beliau gagasan tentang kemukjizatan al-Qur’an dikalangan masyarakat muslim telah berkembang sedemikian rupa hingga sudah tidak jelas lagi, mana yang mukjizat dan mana yang hanya merupakan keistimewaan. Mukjizat dan keistimewaan al-Qur’an, menurut Quraish Shihab, merupakan dua hal yang berbeda. Akan tetapi, keduanya masih sering dicampur adukan bahkan oleh kalangan ahli tafsir sekalipun. 24

Cet. 1, h. 295 23

Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an Di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1996), 24


(26)

Dengan tesisnya tersebut Quraish Shihab menganalisa buku-buku yang berbicara tentang kemukjizatan al-Qur’an. Hasilnya ia menjumpai kenyataan dan sampai pada suatu kesimpulan, bahwa terlalu banyak isi al-Qur’an yang dianggap sebagai mukjizat oleh kaum muslimin, yang sebenarnya tidak bisa dikategorikan sebagai mukjizat. Sebab, apa yang dianggap sebagai mukjizat itu sebenarnya lahir dari subjektifitas kaum muslimin dan mufasir semata.hal inilah yang ingin diluruskan oleh Quraish Shihab. Quraish Shihab menunjuk sejumlah contoh, pertama, dalam karangan Manjahjul’Irfan, karangan seorang ulama besar Mesir, Imam Al-Jarqoni, dikatakan bahwa al-Qur’an itu mukjizat dari sisi pemenuhan kebutuhan umat manusia. Pernyataan Al-Jarqoni ini merupakan hasil subjektifitasnya sebagai seorang muslim. Sebab, pernyataan seperti ini pasti akan ditolak oleh kalangan non-muslim. Kedua, dalam beberapa kitab tafsir dikatakan bahwa Al-Qur’an itu mukjizat, karena mampuh menyentuh hati pembacanya. Pernyataan ini juga patut dipersoalkan, karena banyak pembaca al-Qur’an bahkan dari kaum muslimin sendiri, ternyata tidak tersentuh hatinya. Selanjutnya ditemukanlah pernyataan bahwa al-Qur’an itu mukjizat dari segi bahasa.hal ini dapat dimengerti karena memang al-Qur’an memiliki nilai sastra yang tinggi, tetapi ini hanya berlaku bagi bangsa Arab yang memang memahaminya, sedangkan bagi bangsa yang tidak memahami bahasa Arab, seperti bangsa Indonesia, jelas tidak akan dapat menyelami kandungan sastra al-Qur’an Ketiga, sementara ini masih banyak dari kalangan kaum muslimin yang beranggapan bahwa, karena al-Qur’an itu mukjizat ia mampu melakukan segala sesuatu di luar hukum kausalitas seperti dijadikan azimat, dipakai mengusir anjing dan lain


(27)

sebagainya. Sebagai seorang muslim pernyataan-pernyataan seperti itu memang tidak bisa di pungkiri tetapi harus segera dikatakan bahwa hal-hal semacam itu bukanlah mukjizat, melainkan merupakan keistimewaan al-Qur’an. Hal itu didasarkan kepada pengertian mukjizat itu sendiri. Menurut Quraish Shihab, mukjizat itu tidak ditujukan pada masa sekarang ini apakah mampu membungkam lawan dan atau mampu membuatnya percaya?ujarnya.25

Mukjizat al-Qur’an yang sekarang menurut Quraish Shihab ialah jika para pakar al-Qur’an mampu menggali al-Qur’an petunjuk yang dapat menjadi jalan alternatif guna memecahkan problem masyarakat, hal ini sebenarnya sekaligus merupakan tantangan bagi kaum muslimin, terutama tertuju kepada kalangan cendikiawan. Jadi mereka harus mampu merespon problematika masyarakat modern sekaligus memberikan solusinya berdasarkan petunjuk-petunjuk al-Qur’an. Dan disinilah juga penting ilmu-ilmu al-Qur’an itu. Dengan demikian mukjizat al-Qur’an akan mampu membungkam lawan dan membuat mereka percaya. Dari pendapatnya ini dapat disimpulkan bahwa bagi Quraish Shihab konsep mukjizat merupakan sesuatu yang berkembang. Sesuatu yang dulu merupakan mukjizat, sekarang dalam waktu dan konteks yang berbeda hanya akan menjadi keistimewaan al-Qur’an. Quraish Shihab menunjuk bahasa al-Qur’an sebagai salah satu contohnya. Gagasan semacam ini menurut Quraish Shihab, sejalan dengan klaim Universalitas al-Qur’an. Demikian sekelumit persoalan yang diangkat oleh Quraish Shihab dalam tesisnya. Kemudian pembahasan lebih rinci dalam mukjizat ini diuraikan dalam sebuah buku


(28)

yang ditulisnya di Indonesia sekitar tahun 1995 dengan judul “Mukjizat al-Qur’an ditinjau dari Aspek Kebahasaan,Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib.”

b.Al-Durrar al-Biqa’I, Tahqiq Wa dirasah

Judul ini merupakan disertasi Quraish Shihab ketika meraih gelar doktoral di Universitas Al-Azhar Kairo. Dalam disertasinya tersebut Quraish Shihab mencoba mengkaji korelasi (Munasabah) ayat-ayat dan surat-surat Al- Ayat Wa Al Suwar karangan seorang mufassir kenamaan yang tergolong kontroversial, yaitu Ibrahim bin Umar Al-Biqa’i. Beliau tertarik dengan tokoh itu karena ia mampir terbunuh karena kitab tafsirnya tersebut. Selain itu al-Biqa’I juga dinilai oleh banyak pakar sebagai ahli tafsir yang berhasil menyusun suatu karya yang sempurna dalam masalah perurutan, atau korelasi antara ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an. Sementara ahli menilai bahwa kitab tafsir tersebut merupakan ensiklopedi dalam bidang keserasian ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an.

Quraish Shihab menjelaskan, ulama-ulama terdahulu pada umumnya menempuh satu dari tiga cara dalam menjelaskan hubungan antara ayat. Ketiga cara tersebut yaitu: Pertama, mengelompokan sekian banyak ayat dalam satu kelompok tema-tema, kemudian menjelaskan korelasi dengan kelompok ayat-ayat berikutnya misalnya, tafsir Al-Manar dan tafsir Al-Maraghi. Kedua, menemukan tema inti dari suatu surat kemudian mengembalikan uraian kelompok ayat-ayat kepada tema sentral tersebut. Sebagai contoh Quraish Shihab menunjuk tafsir Muhammad Saltut. Ketiga, menghubungkan ayat dengan ayat sebelumnya dengan menjelaskan keserasiannya.


(29)

Dalam hal ini al-Biqa’I menempuh pola (cara) yang Ketiga, tetapi beliau mengungkapkan dengan cara yang sangat menarik serta dengan jangkauan pembahasan yang sangat menarik pula. Ia tidak sekedar menggabungkan ayat dengan ayat tetapi menjelaskan pula hubungan kata demi kata dalam suatu ayat. Misalnya kata Ar-Rahim mengikuti kata Ar-Rahman, dan mengapa kata ini datang sesudah lafadz Allah dan Basmallah. Dalam penelitiannya, Quraish Shihab menemukan paling sedikit tujuh macam keserasian yang diungkapkan Al-Biqa’I, yaitu: (1) Keserasian antara kata demi kata dalam suatu ayat (2) Keserasian antara kandungan satu ayat dengan pashihat (penutup ayat tersebut) (3) Keserasian antara ayat dengan ayat sebelumnya (4) Keserasian antara awalan uraian awal surat dengan akhir uraiannya (5) Keserasian antara akhir dari uraian suatu surat dengan nama surat tersebut (7) Keserasian anatara tema sentral setiap surat dengan nama surat tersebut (7) Kserasian surat dengan surat sebelumnya. 26

Berdasarkan penemuan itu, Quraish Shihab mengomentari al-Biqa’I sebagai pakar tafsir yang telah berhasil melakukan sebuah pekerjaan besar yang belum pernah dilakukan oleh ulama sebelumnya, bahkan oleh ulama-ulama sesusadahnya. Quraish Shihab berpendapat, masalah korelasi antara ayat-ayat al- Qur’an ini layak mendapat perhatian serius setidaknya dilatarbelakangi oleh dua hal: pertama, tentang al-Qur’an yang sering terdengar sumbang seperti dikemukakan orientalis adalah sistematika perurutan ayat-ayat dan surat-suratnya sangat kacau. Uraian ayat-ayat al-Qur’an, dipandang berpindah dari satu uraian yang lain meskipun


(30)

uraian pertama belum selesai. Sedangkan uraian sebelumnya sering tidak mempunyai hubungan dengan uraian terdahulu. Kedua, terjadinya penafsiran al-Qur’an yang bersifat parsial.

Implikasinya dari model penafsiran ini, seperti terlihat dalam sejarah Islam telah melahirkan pertentangan teologis yang tidak berkesudahan. Sebagai contoh Quraish Shihab menunjuk pertentangan teologis yang terjadi antara golongan sunni dan Mu’tazillah. Kedua golongan secara diameteral padahal mereka sama-sama mendasarkan diri kepada al-Qur’an bahkan pada satu ayat yang sama. Jadi, melalui pembahasan korelasi ayat-ayat ini akan didapatkan suatu pemahaman terhadap al- Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh yang saling terkait.

c. Membumikan Al-Qur’an

Membumikan al-Qur’an merupakan sebuah judul dari sebuah kumpulan esai Quraish Shihab. Buku ini diterbitkan oleh penerbit Mizan dan meraih penghargaan sebagai buku terlaris (Best Seller). Judul tersebut merupakan penisbatan terhadap keinginan Quraish Shihab untuk membumikan al-Qur’an, yang telah terpendam sekian lama. Sebab menurut Quraish Shihab selama ini menunjukan bahwa al-Qur’an meskipun dibaca dan dipelajari oleh kaum muslimin tetapi tidak bisa diungkiri bahwa umat masih mempunyai jarak terhadap al-Qur’an selain itu dengan kata membumikan al-Qur’an bisa juga dipahami sebagai suatu usaha menafsirkan al-Qur’an dengan mempersatukan konteksnya27

27


(31)

Buku ini ditulis selama kurang lebih dua puluh tahun. Menurut Federspiel ia sangat tepat memberikan latar belakang terhadap pentingnya studi al-Qur’an, dimana karya-karya yang memperkenalkan al-Qur’an dan pentingnya karya-karya tersebut dikemukakan dan dipaparkan dalam buku ini. Buku ini juga banyak merujuk pada referensi-referensi berbahasa Arab. Setelah disusun dan ditulis dengan baik. Buku ini digunakan oleh kaum muslim awam guna memberikan ikhtisar-ikhtisar nilai-nilai agama yang baru. Seperti telah diulas di atas kata membumikan al-Qur’an bisa juga dipahami sebagai usaha menafsirkan al-Qur’an dengan memperhatikan dan menyatukan, konteksnya.

Menurut Quraish Shihab terbentangnya jarak antara al-Qur’an dan umat dapat ditelusuri dari dua sebab. Pertama, adanya sejumlah syarat yang menurut dia begitu banyak yang ditetapkan oleh para ulama mengenai orang-orang yang diperbolehkan memahami al-Qur’an. Kedua, timbulnya kesan yang sangat kuat dikalangan umat mengenai kesucian dan keagungan al-Qur’an. Akibatnya muncul anggapan-anggapan karena al-Qur’an itu firman Allah dan agung maka jika salah dalam memahaminya meskipun sedikit, akan berdosa. Menurut Quraish Shihab ide yang melahirkan jarak ini memang berasal dari ulama-ulama terdahulu bahkan Muhammmad Abduh pun yang dikenal sebagai salah seorang tokoh pembaharu di Mesir, pernah mengatakan:”sebelum menjama al-Qur’an rasakan dulu

keagungannya.” Quraish Shihab sangat mendabakan agar al-Qur’an bisa lebih dekat

dengan kaum muslimin sebab Allah sendiri ketika berbicara dengan al-Qur’an selalu menggunakan kata ganti “hadzah” sesuatu yang memberi kesan kedekatan. Karena


(32)

terbentangnya jarak ini seakan-akan al-Qur’an itu berada di atas yang tidak terjangkau oleh kaum muslimin. Padahal, al-Qur’an adalah petunjuk yang harus diikuti oleh seluruh kaum muslimin dalam praktek kehidupannya sehari-hari.

Ketika dibandingkan karya-karya Quraish Shihab lainnya, buku ini menjelaskan sikap-sikap yang lebih kontemporer mengenai pentingnya agama dalam kehidupan kaum muslimin Indonesia. Ia memusatkan pada isu-isu khusus yang relefan bagi masyarakat modern seperti permasalahan tentang Islam, gizi, kesehatan umum dan penduduk serta lingkungan.28

d.Wawasan Al-Qur’an

Buku ini merupakan sebuah karya penafsiran al-Qur’an yang dibuat oleh Quraish Shihab, dengan menggunakan metode tematik (maudhu’i), yang di dalamnya terkandung berbagai persoalan-persoalan dalam seputar kehidupan umat yang cukup aktual dewasa ini. Pada awalnya buku ini merupakan hasil kumpulan dari makalah- makalah Quraish Shihab yang disajikan jamaah pengajian kaum executive di masjid Istiqlal, pengajian yang diadakan sebulan sekali, dirancang oleh para pejabat baik dari kalangan pemerintah maupun swasta, namun walaupun demikian pengajian ini juga terbuka bagi umum, ini terbukti dengan banyaknya peserta yang hadir dari kalangan umum tidak hanya dari kalangan executive saja.29

Seperti juga buku-buku sebelumnya, banyak di antara rujukannya mempergunakan sumber-sumber Arab. Suatu rancangan yang baik dan juga mudah

28

Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an Di Indonesia, h. 297

29


(33)

untuk dipahami serta memiliki sistem penulisan yang lebih canggih dari kebanyakan entri lainnya. Seperti buku ini dibuat untuk dipergurnakan oleh kaum muslimin awam tetapi juga buku ini ditujukan kepada pembaca yang cukup memiliki wawasan. Ia dapat diklasifikasikan sebagai karya yang sangat kuat dan merupakan batu uji pemahaman yang lebih baik tentang Islam.

Di antara hal penting yang perlu dianalisis pada buku ini adalah penekanan Quraish Shihab tentang konsep tauhid, yang bergerak sepanjang teks dan secara khusus di kerangkakan dalam bab aktivitas manusia. Di sini ia menggunakan tujuh urusan manusia yang akan tertangani dengan baik jika di lihat dan dipahami melalui prinsip keesaan, keesaan ilmu, keesaan kepercayaan, keesaan rasionalitas, keesaan personalitas manusia dan keesaan individu dan masyarakat. Dengan melihat semua faktor ini, terkait dengan Tuhan dan kekuasaan-Nya sebagai pencipta, seseorang memperoleh yang tepat tentang bagaimana mengatasi seluruh rentang kehidupan manusia.

Pada bab terakhir Quraish Shihab mencoba menjernihkan beberapa persoalan khusus yang menarik minat kaum muslimin kontemporer dan menyajikan bahasan tentang musyawarah antara penguasa dan rakyat, persaudaraan dan kerjasama antara kaum muslimin,beragam cara berjuang di jalan Allah, malam kekuatan (Qadar), dan makna waktu.Dalam membahas jihad, beliau mengakui peran penting membela agama dari komunitas muslim secara fisik, tetapi beliau menggaris bawahi bahwa perjuangan keras non fisik juga diwajibkan dalam membela agama khususnya dalam dalam mengendalikan nafsu dan keimanannya.dengan demikian


(34)

beliau membahas makna yang lazim dari istilah itu, namun juga memberikan wawasan tambahan yang berkaitan langsung dengan kehidupan kontemporer di Indonesia.30

e. Mukjizat Al-Qur’an

buku ini disusun dari sekian banyak saran rekan Quraish Shihab untuk membuat sebuah buku yang mudah dicerna menyangkut mukjizat dan keistimewaan al-Qur’an. Saran itu kemudian ditanggapi oleh Quraish Shihab dengan sangat antusias dikarenakan menurut Quraish Shihab, kaum muslimin sekarang ini hanya mendengarkan keistimewaan al-Qur’an dan tidak mempungsikannya sebagai hudan

atau petunjuk serta pembeda antara yang haq dan yang bathil. Sebagaimana Qurasih Shihab tuturkan dalam sekapur sirih bukunya :

“selama ini banyak diantara kita yang hanya mempungsikan al-Qur’an sebagai mukjizat, padahal al-Qur’an buat kaum muslimin tidak dimaksudkan sebagai mukjizat namun sebagai hudan atau petunjuk?, bukankah selama ini ada ayat-ayat yang digunakan tidak sesuai dengan pungsinya?, ambilah sebagai contoh ayat: Tsummu bukmun’Umyun fahum laa Yarji’un(tuli, bisu dan buta, maka mereka tidak akan kembali) (Al-Baqarah:18), yang dibaca untuk mengusir anjing dan menghentikan gonggongannya.” 31

Tampaknya buku ini merupakan pengungkapan kembali ide tentang kemukjizatan al-Qur’an yang dituliskan dalam sebuah tesis untuk meraih gelar MA, di Universitas Al-Azhar dulu. Dengan motivasi seperti di atas, maka Quraish Shihab menganggap penting penyusunan buku ini untuk kepentingan umat di Indonesia. Bahasa pertama buku ini membahas sekitar tinjauan mukjizat menurut agama Islam,

30

Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an Di Indoensia., h. 299

31


(35)

yaitu sekitar unsur-unsur yang menyertai mukjizat, hal atau peristiwa yang luar biasa, apakah mukjizat dapat terjadi, perlukah bukti untuk suatu mukjizat dan macam- macam mukjizat, serta tentang makna mukjizat al-Qur’an.

Kemudian bahasan selanjutnya adalah masuk kepada bahasan mukjizat al- Qur’an yang berbicara sekitar susunan kata dalam kalimat al-Qur’an baik dari segi akta dan antonimnya, kata yang menunjukan kepada akibatnya, keseimbangan antara bilangan kata yang menunjuk kepada akibatnya, keseimbangan antara bilangan kata dengan penyebabnya. Kemudian bahasan selanjutnya dia membahas isyarat-isyarat ilmiah al-Qur’an yang berbicara ikhwal reproduksi manusia, kejadian alam semesta, pemisahan dua laut, alam, gunung, pohon serta kalender syamsiyah dan qomariyyah. Dalam hal estetika ia juga berbicara tentang hal-hal gaib yang diuraikan dan diutarakan dalam al-Qur’an. Berita-berita itu seputar berita-berita tentang masa lampau seperti cerita tentang Ashabul Kahfi, juga berbicara seputar berita gaib tentang masa depan yang ternyata terjadi seperti kemenangan Romawi setelah kekalahannya, kasus Al-Wahid bin Mughirah dan Kasus Abu Jahal. Dalam babak terakhir ia memaparkan tentang bukti-bukti lain mukjizat al-Qur’an yaitu petunjuk al- Qur’an sebagai mukjizat serta pengaruh al-Qur’an terhadap jiwa manusia.

Dari uraian tersebut diatas maka terlihat bahwa Quraish Shihab ingin mengemukankan hal-hal baru tentang pandangan masyarakat terhadap kemukjizatan al-Qur’an. Ia meletakan konteks mukjizat dalam arti yang sebenarnya tidak seperti yang dipahami oleh kaum muslimin pada umumnya, ia meletakan mukjizat yang terkandung dalam al-Qur’an menurut yang di inginkan oleh ajaran Islam.


(36)

f. Tafsir Al-Amanah

Kuatnya orientasi fiqih yang beragam menurut Quraish Shihab telah banyak menyebabkan orang hanya menggunakan pendekatan ushul fiqih dalam hal memahami al-Qur’an. Padahal kaidah ushul fiqih hanya berlaku dalam bidang fiqih belaka bukan untuk bidang yang lain, walaupun mereka membawa pemahaman- pemahaman yang baru tetapi kebanyakan tanpa dibarengi dengan metodelogi yang jelas bahkan menurut Quraish Shihab mereka juga masih memahami al-Qur’an secara parsial (tidak utuh). Sebagai contoh dalam surat al-Baqarah :156 menerangkan bahwa ada denda sepuluh hari bagi yang mengambil haji tamatu yang tiga hari dilaksanakan dalam masa ibadah haji dan tujuh hari dikerjakan di rumah.32 Menurut Quraish Shihab ini adalah suatu kepastian. Tapi dalam kasus penyebutan angka juga seperti ayat menjelaskan bahwa Allah menciptakan “tujuh”langit, kata”pasti” tidak bisa diterapkan. Disinilah para ulama tafsir tidak bersedia menggunakan kaidah ushul fiqih

Tafsir al-Amanah menggunakan metode maudhu’I dikarenakan metode

maudhu’I bisa mendapatkan pemahaman yang lengkap. Metode maudhu’I ini

memang baru muncul sekitar tahun 609-nan tetapi benihnya sudah ada jauh sebelum ulama al-Azhar menegaskan bahwa orang yang pertama menemukan metode ini adalah Dr.Ahmad Al-Quni ketua Jurusan Tafsir yang mendapat gelar julukan ustadz

al-Jail (guru besar generasi) karena dia mengajar tiga generasi ulama,namun dalam

waktu yang hampir bersamaan Baqir Al-Sadr mencetuskan gagasan yang kurang 32


(37)

lebih sama,yaitu metode Al-Tafsir Al-Tauhidi (tafsir kesatuan) alasannya metode ini menghampiri ayat-ayat.

Sementara menurut Abdul Hay Al-Farmawi benih tafsir maudhu’I sudah ada semenjak zaman Nabi Muhammad Saw. Buku susunan al-Farmawi sendiri yaitu

al-Biyah Tafsir Maudhu’I belum diikuti oleh perkembangan yang berarti, baru

belakangan ini metode ini populer dikalangan ahli tafsir dan peminat ilmu-ilmu al- Qur’an. Di sisi lain al-Sathibi juga menerapkan semacam metode ini, tetapi korelasi (munasabah ayat) hanya dicari dalam satu surat saja, sebab menurut dia, sebuah surat pasti mempunyai satu tema sentral, di mana ayat mengacu ke sana. Namun sampai sejauh ini, memang baru berkembang pada tingkat permulaan.

Berdasarkan realitas itu dalam tafsir al-Amanah yang secara serial ditulis dalam majalah Amanah, Quraish Shihab menempuh cara yang tergolong baru.Pertama, selain menggunakan metode maudhu’I juga menggunakan metode

tahlili, dengan berusaha memahami makna kosakata Al-Qur’an sesuai dengan

penggunaannya oleh Al-Qur’an itu sendiri. Dalam tafsir al-Amanah juga menggunakan semacam penggabungan antara kedua metode di atas (Mauhu’Idan

Tahlili) ditambah dengan metode yang lain. Pada proses awal dalam pencarian makna

kata dipergumakan metode Maudhu’I, sedangkan pada pemecahan masalahnya memanfaatkan metode Tahlili, sedangkan dalam penarikan maknanya juga diusahakan dengan melihat munasabah dengan yang lain.

Cara yang ditempuh oleh Quraish Shihab ini menurut penjelasannya merupakan suatu yang belum banyak dipergunakan oleh para mufasir, paling tidak


(38)

para mufasir di Indonesia, karena secara umum dikalangan para mufasir pun cara ini baru dipakai oleh Bintu Al-Sathi’seorang mufasir berasal dari Mesir.Kedua al- Amanah ditulis sedapat mungkin sesuai dengan kronologis turunnya ayat.Gagasan Quraish Shihab ini, boleh dikatakan gagasan yang tergolong moderat karena menurut Quraish Shihab ”kalau kita tidak bisa menerapkan al-Qur’an seperti pesan yang tertulis, maka kita tidak bisa melaksanakan “jiwa”suatu nash dalam hal-hal selain ibadah.”33

g. Tafsir al-Qur’an al-karim: Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan

Turunnya Wahyu

Karya yang satu ini sangat berbeda dengan karya-karya Quraish Shihab yang lainnya seperti Wawasan al-Qur’an atau Lentera Hati, kerana metode antara yang satu dengan yang lainnya sangat berbeda. karya seperti Wawasan al-Qur’an dibuat oleh Quraish Shihab dalam kerangka metode Maudhu’I sedangkan dalam karyanya beliau menggunakan metode tahlili. Hal ini mengherankan kita, mengingat Quraish Shihab sangat menekankan penafsiran al-Qur’an dengan cara menggunakan metode maudhu’I dikarenakan menurutnya metode ini sangat relevan dengan tantangan zaman yang sedang di hadapi. Karya ini seperti tercantum dalam judulnya adalah menafsirkan saurat-surat pendek berdasarkan urutan turunnya wahyu. Dalam karyanya ini Quraish Shihab amat memprihatikan arti kosa kata atau ungkapan al- Qur’an dengan merujuk kapada pandangan pakar-pakar bahasa, kemudian

33


(39)

memperhatikan bagaimana kosakata atau ungkapan itu digunakan al-Qur’an, lalu memahami arti surat atas dasar penggunaan kata tersebut oleh al-Qur’an.34

h. Karya-karya lainnya

Selain karya-karya di atas banyak karya-karya yang lainnya yang semuanya berkaitan dan memang membahas sekitar penafsiran al-Qur’an seperti

Lentera Hati (1994), Manusia Menurut al-Qur’an, Mahkota Tuntunan Ilahi (1998),

dan lain sebagainya. Untuk lentera hati, Howard M. Federspiel mempunyai pandangan khusus tentangnya, seperti yang dikatakan dalam kutipannya berikut ini :

“ lentera Hati adalah sebuah antologi esay tentang makna dan ungkapan

Islam sebagai sistem religius bagi individu mukmin dan bagi komunitas muslim Indonesia. Terungkap di dalamnya pendekatan sebagaimana yang di ambil dalam kebanyakan leterature inspirasional mutakhir yang ditulis oleh para penulis Indonesia, yang banyak sekali mengacu kepada tulisan muslim Timur Tengah yang berbahasa Arab. Lentera Hati merupakan buku penting dan bermanfaat bagi kaum muslim awam dalam meletakkan dasar bagi kepercayaan dan praktek Islam yang benar. Sementera beberapa esay pertamanya membahas al-Qur’an dan seringnya kutipan dari al-Qur’an dilakukan sepanjang kajian”

C. Kedudukan Wanita sebagai Isteri

Apabila seseorang wanita memasuki masa perkawinan, ia tidak kehilangan haknya yang telah ia miliki sebagai anggota masyarakat. Ia tetap bebas melakukan pekerjaan apa saja, bebas membuat perjanjian, bebas membelanjakan harta miliknya sesuka hatinya dan ia tak sekali-kali meleburkan dari dalam suami. Tetapi memang benar, bahwa wanita memasuki masa perkawinan, ia harus memikul

34

Quraish shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim:Tafsir Atas Surat-Surat Pendek Berdasarkan Atas Turunnya Wahyu, (Bandung: Mizan, 1997), h. 6


(40)

tanggung jawab kehidupan yang baru, yang mendatangkan hak dan kewajiban yang baru pula.35 Al-Qur’an menggariskan suatu prinsip sebagai berikut :

ë,}ü¶&

õdÈoÎ ™9ßÁÏÎ/©¶

˚f“)

}7”9æ™å

í“U

õd”h”nä´ç“/

(228

:

)

$

™ø¢=¯

(#ˇ¶„ä#©ë¶&

Artinya: “dan istri mempunyai hak yang sama seperti kewajiban yang dipikulkan

kepadanya dengan cara yang baik" (QS.Al-baqarah: .228)

Inilah hak dan kewajiban dalam rumah tangga. Selain al-Qur’an hadist pun menggambarkan kedudukan wanita dalam rumah tangga sebagai ra’iyyah atau pemimpin. “ Setiap orang di antara kamu adalah pemimpin, dan setiap orang diantara kamu akan diminta pertanggung jawabannya mengenai rakyat yang dipimpinnya: raja adalah pemimpin; suami adalah pemimpin yang memimpin seluruh keluarganya, istri adalah pemimpin rumah tangga, dan setiap orang dintara kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawabannya mengenai rakyat yang dipimpinnya"

Jadi mengenai rumah tangga, istri mempunyai kedudukan sebagai pemimpin, dan rumah tangga adalah daerah kekuasannya. Begitu seorang wanita kawin, ia menduduki kedudukan yang tinggi dan memperoleh hak istemewa, tetapi disamping itu, ia dibebani tanggung jawab baru. Adapun hak yang diberikan kepada istri oleh suami, itu dikuatkan oleh sebuah hadist yang menerangkan sabda Nabi Muhammad kepada Abdullah bin Umar sebagai berikut ” Tubuhmu mempunyai hak

35


(41)

atas engkau, dan jiwamu mempunyai hak atas engkau, dan istrimu mempunyai hak diatas engkau” (HR.Bukhari.67:90) 36

D. Pembagian Kerja dan Hubungan Timbal Balik antara Suami Isteri

Pembagian kerja

Tugas suami dan istri amat berlainan, dan masing-masing disertai tugas dengan kodratnya. Dalam al-Qur’an dikatakan bahwa Allah membuat pria dan wanita mempunyai kelebihan masing-masing dalam suatu perkara. Kaum pria melebihi wanita dalam hal kekuatan fisik dan resam tubuh, yang sanggup memikul pekerjaan yang sukar-sukar dan menghadapi mara bahaya yang besar. Sebaliknya wanita mempunyai kelebihan dari kaum pria dalam sifat kasih sayang. Untuk membantu pertumbuhan makhluk, alam telah manganugrahkan kepada kaum hawa atau makhluk betina, tabiat cinta yang lebih besar daripada yang diberikan kepada Adam atau makhluk jantan.37

Oleh sebab itu secara alamiah telah tercipta pembagian kerja antar kaum pria dan wanita, yang masing-masing harus melaksanakan tugas pokok guna kemajuan umat manusia secara keseluruhan. Karena kaum pria dianugerahi fisik yang kuat, maka tepat sekali jika mereka memikul tugas perjuangan hidup yang penuh kesukaran, sedang kaum wanita yang dianugerahi tabi’at cinta kasih sayang yang berlebih-lebihan, tepat sekali dianugerahi tugas mengasuh anak-anak. Maka dari itu

XI, h. 84 36

M. Quraish Shihab, Wawasans Al-Qur’an, h. 295 37


(42)

tugas kaum pria adalah menanggung jawab pemeliharaan keluarga, sedang tugas kaum wanita adalah mengasuh anak-anak, dan masing –masing diberi kekuasaan penuh untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka.38

Peradapan modern akhirnya berpendapat, bahwa kemajuan umat manusia menuntut adanya pembagian kerja, dan bahkan pada umumnya, tugas mencari nafkah adalah tugas kaum pria, sedang tugas mengurus rumah tangga dan mengasuh anak- anak adalah tugas kaum wanita. Pembagian kerja tersebut di atas hanyalah suatu kelaziman, dan itu sekali-kali berarti bahwa kaum wanita dikecualikan dari lain-lain kegiatan. Menilik bunyinya hadist terang sekali bahwa sekalipun tugas utamanya ialah mengurus rumah tangga lainnya. Namun harus ikut serta dalam kegiatan nasional.Jangan sekali-kali pekerjaan pekerjaan mengasuh anak-anak menjadi penghalangnya untuk ikut menjalankan shalat berjamah di masjid, (HR. Bukhari 10: 162, 164), dan jangan pula pekerjaan mangasuh anak-anak dijadikan rintangan untuk membantu pasukan digaris depan. Misalnya menyangkut bahan makanan (HR. Bukhari, 56. 67), menyingkirkan diri dari medan pertempuran prajurit yang luka dan gugur (HR.Bukhari,56.68) atau di mana perlu, ikut bertempur sungguh-sungguh (HR Bukhari, 56. 62, 63, dan 65). Bahkan Abu Jahal al-Fadl Syihabuddin Ahmad bin Ali dalam kitab Fath al-baari mengatakan salah seorang istri Nabi Muhammad SAW, yaitu zainab menyamak kulit binatang, dan hasilnya dijual guna keperluan sedekah.

Wanita juga harus membantu suami di ladang, melayani tamu pria pada waktu mengadakan pesta dan berniaga, mereka boleh melakukan jual beli dengan

38


(43)

kaum pria. Seorang wanita ditunjuk oleh kahlifah’ Umar sebagai pengawas pasar Madinah. Tetapi itu adalah keadaan luar biasa. Adapun lingkungan wanita adalah mengurus anah-anak dan rumah tangga.39

Hubungan Timbal Balik Antara Suami Isteri

Hubunngan timbal balik antara suami dan isteri, itu digambarkan oleh al- Qur’an sebagai satu jiwa dalam dua tubuh., sebagaimana firman Allah SWT :

˚f¶&

ˇ¬”ü”Gø´É#©Ë

¯ d”B©¶

˙NË3…ô‰ˇR¶& ¯ d”mB /Ë3™9 ´,¢=}r

(#XßÁ^Ë3

ô´F”n9

%

dæ©¶¸u¶&

N‰6©^˚è´/ ó@}Ï}c©¶ $}k¸ä™9“)

í“U £f“) æ•} ¯ ü©ë©¶4 ^§£ä©ß£B

5Q˙ß™)”n9

;Mø´ÉY}

}7”9æ™å

(21:

)

´f¶Áç¨3

ˇ´G´É

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Rum:21)

Mawaddah merupakan cinta plus’ yang mempunyai dampak pada perbuatan hati suami dan istri lapang dan kosong dari keburukan sehingga tidak ada celah untuk dihinggapi keburukan lahir dan batin. Adapun rahmah adalah kondisi psikologis yang muncul dalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan. Hal ini


(44)

membuat suami isteri berupaya dengan sungguh-sungguh dan susah payah untuk mendatangkan kebaikan pasangan dan mencegah segala yang mengganggunya.40

Selain itu, hubungan suami dan isteri digambarkan sebagai libas di dalam al-Qur’an ”Mereka adalah pakaian bagi kamu, dan kamu adalah pakaian mereka(istri)” sebagaimana firman Allah :

õd„k¨9

£$´6”9

˙

˙NÎFR¶&©¶NË3¨9

£$´6”9

dÏh

Artinya: mereka adalah Pakaian bagimu, dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka. (QS. Al-Baqarah: 187)

Kata libas digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan pakian lahir dan bathin. Hal ini menunjukkan bahwa suami istri saling membutuhkan pada pakaian. Lebih dari itu, mereka juga dituntut menutupi kekurangan pasangannnya seprt i pakaian yang dapat menutupi ‘aurat’ kekurangan manusia.41

Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 77, juga dijelaskan bagaimana hubungan timbal balik antara suami isteri : ”Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir dan bathin

satu kepada yang lain.42

Tak ada gambaran yang lebih tepat lagi untuk menggambarkan eratnya hubungan antara suami dan istri, namun sekalipun demikian. Islam adalah agama

40 Jurnal Kebudayaan Dan Keberadaban Ulumul Qur’an, 1997 h. 33 41 Ibid.,

42


(45)

yang praktis, yang tak menutup mata terhadap kenyataan hidup yang penuh kesukaran. Islam menggambarkan keluarga sebagai unit kecil dalam unit nasional yang besar. Sebagaimana dalam organisasi nasioanal yang besar ada sebagai orang yang mengemudikan pemerintahan, demikian pula dalam organissasi keluarga yang kecil, tak mungkin terpelihara dengan baik tanpa adanya peraturan semacam itu.Oleh sebab itu suami dikatakan lebih dahulu sebagai “peminpian keluarga,” kemudian istri dikatakan sebagai ”pemimpin rumah tangga.” Jadi kelurga dan rumah tangga adalah kerajaan kecil yang diperintahkan oleh suami dan istri. Tetapi untuk menghindari agar tak terjadi kekacauan dalam memerintah, perlu salah seorang diberi kekuasaan tertinggi.43 Dalam al-Qur’an diuraikan kekuasaan tertinggi kepada pihak suami dan diberikan pula alasannya.Sebagaimana firman-Nya:

í¢

´Á xgßÁBæ°ß™% ÁA%}d–lç9$#

ó@ñ÷™˝

$} “/

”Ë!$sô”m]9$#

4í¢

´Á

O„kó÷˚Ï´/

!$#

(#߉)

ˇR¶& !$} “/©¶ <›˚Ï´/

4

˙N“k”9æ©ß¸B¶&

¯ d”B

Mø´G”^ø™%

‰Mø}™“=øö 9$$™˝

$} “/

Õ=¸ã´

˝=”n9

Mø™‰”ˇø}ü

ÕLø¨9$#©¶ 4

!$#

”ˇ}ü

Ïh}u߉¥ÏS

õdÏh¶Áç‰j˚h$#©¶

…c$ó÷} ¸9$#

´fßÏ˝$™É¶B

Ïhß·‰”Ï™˝

í“U

˚f“*™˝

(

õdÏhßÎ/“é¯

$#©¶

(#ßË

˙7™

ó

™˝

˙N‰6©^˚Ï™

¶&

£f“)

3

º

ã“6}w

õd

o˙é¢=´Á

)

#^éç“6ó2 $®ä“=´Á xg%

. ¨!$#

(34

:

43

Budi Munawar-Rahman dkk, Rekontruksi Fiqih Perempuan Dalam Peradaban Masyarakat Modern, (Yogyakarta: Ababil, 1996), Cet-I. h. 6


(46)

Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri, ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

(QS. An-Nisa: 34)

Para lelaki, yakni jenis kelamin atau suami adalah qowwamun, pemimpin

dan penanggung jawab atas para wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka, yakni laki-laki secara umum atau suami telah menafkahkan sebagian dari harta mereka untuk membayar mahar dan biaya hidup untuk istri dan anak-anaknya. Sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah yang taat kepada Allah dan suaminya, Kepemimpinan untuk setiap unit merupakan suatu yang mutlak lebih-lebih bagi setiap keluarga, karena mereka selalu bersama dan merasa memiliki pasangan dan keluarganya. Persoalan yang dihadapi suami istri, sering kali muncul dari sikap jiwa yang tercermin dalam keceriaan wajah atau cemberutnya, sehingga persesuaian dan perselisihan dapat muncul seketika, tapi boleh jadi juga sirna seketika. Kondisi seperti ini membutuhkan adanya seorang pemimpin, melebihi kebutuhan satu perusahaan yang bergelut dengan angka-angka, bukan dengan perasaan, serta diikat oleh perjanjian rinci yang dapat diselesaikan melalui pengadilan Nah, siapakah yang harus memimpin? Allah swt. menetapkan lelaki sebagai pemimpin dengan dua pertimbangan pokok, yaitu :


(47)

Pertama, ( ) Bima Fadhala –llahu ba’dhahum ‘ala ba’dh/karena Allah melebihkan mereka atas sebagian yang lain, yakni masing-masing memiliki keistimewaan-keistimewaan. Tetapi keistimewaan yang dimiliki lelaki, lebih menunjang tugas kepemimpinan daripada keistimewaan yang dimiliki perempuan. Disisi lain keistimewaan yang dimiliki lebih menunjang tugasnya sebagai pemberi rasa damai dan tenang kepada lelaki serta lebih mendukung fungsinya dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya44

Ada ungkapan yang menyatakan bahwa fungsi menciptakan bentuk atau bentuk disesuaikan dengan fungsi. Mengapa pisau diciptakan lancip dan tajam mengapa bibir gelas tebal dan halus, mengapa tidak sebaliknya? Jawabaannya adalah ungkapan di atas. Yakni pisau diciptakan demikian, karena ia berfungsi untuk memotong, sedang gelas untuk meminum. Kalau bentuk gelas sama dengan pisau, maka ia berbahaya dan gagal dalam fungsinya. Kalau pisau dibentuk seperti gelas, maka sia-sialah kehadirannya dan gagal pula ia dalam fungsinya.

Sejak dahulu, orang menyadari adanya perbedaan, bahkan kini, para pakar pun mengakuinya. Cendikiawan Rusia pun saat komunisme berkuasa di sana mengakuinya. Anton Nemiliov dalam bukunya yang diterjamahkan ke bahasa Inggris dengan judul The Biologi Tragedy of Women menguraikan secara lebar perbedaan-

44

M.Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta :Lentera Hati,2005), Vol. Ke-2, h. 425


(48)

perbedaan tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ilmiah dan kenyatan- kenyataan yang ada.45

Murthadha Muthhari seorang ulama terkemuka Iran dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Abu az-Zagra’an-Najafi ke dalam bahasa Arab dengan judul

Nizham Huquq al-Mar’ah menulis lebih kurang sebagai berikut “lelaki secara umum

lebih besar dan tinggi dari perempuan suara lelaki dan telapak tangan kasar, berbeda dengan suara dan telapak tangan perempuan, pertumbuhan perempuan lebih cepat dari lelaki, tetapi perempuan lebih mampu membentengi diri dari penyakit dibanding lelaki, dan lebih cepat berbicara,bahkan dewasa dari lelaki. Rata-rata bentuk kepala lelaki lebih besar dari perempuan, tetapi dibandingkan dari segi bentuk tubuhnya, maka sebenarnya perempuan lebih besar. Kemampuan paru-paru lelaki menghirup udara lebih besar banyak dari perempuan, dan denyut jantung perempuan lebih cepat dari denyut lelaki”

Kedua, ( ! $ !% ) bima anfaqu min amwalihim/disebabkan

karena mereka telah menfkahkan sebagian harta mereka. Bentuk kata kerja past

tense/masa lampau yang digunakan ayat ini “ telah menafkahkan” menunjukkan bahwa memberi nafkah kepada wanita telah menjadi suatu kelaziman bagi lelaki, serta kenyataan umum dalam masyarakat umat manusia sejak dulu.Penyebutan konsideren itu oleh ayat ini menunjukkan bahwa kebiasaan lama itu masih berlaku hingga kini.

45


(49)

Dalam konteks kepemimpinan dalam keluarga, alasan kedua agaknya cukup logis. Bukankah dibalik setiap kewajiban ada hak? Bukankah yang membayar memperoleh fasilitas? Tetapi pada hakikatnya ketetapan ini bukan hanya di atas pertimbangan materi.

Wanita secara psikologi enggan diketahui membelanjai suami, bahkan kakasihnya, disisi lain pria malu jika ada yang mengetahui bahwa kebutuhan hidupnya di tanggung oleh istrinya. karena itu, agama Islam yang tuntunan- tuntunannya sesuai dengan fitrah manusia, kewajiban suami untuk menanggung biaya hidup istri dan anak-anaknya. Kewajiban itu diterima dan menjadi kebanggaan suami, sekaligus menjadi kebanggaan istri yang dipenuhi kebutuhan dan permintaannya oleh suami, sebagai tanda cinta kepadanya.

Dalam kontek pemenuhan kebutuhan istri secara esktrim dan berlebihan, pakar Islam Ibn Hazm, berpendapat bahwa wanita pada dasarnya tidak berkewajiban melayani suaminya dalam hal meyediakan makanan, menjahit, dan sebagainya. Justru sang suamilah yang berkewajiban menyiapkan untuk istri dan anak-anaknya pakaian jadi, dan makanan yang siap dimakan. Nah, dari kedua factor yang disebutkan di atas keistimewaan fisik dan psikis, serta kewajiban memenuhi kebutuhan dan anak-anak lahir hak-hak suami yang harus pula dipenuhi oleh istri. Suami wajib ditaati oleh istrinya dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama, serta tidak bertentangan dengan hak pribadi sang istri. Bukan kewajiban taat secara mutlak. Janganlah terhadap suami, terhadap ibu-bapak pun kebaktian kepada mereka tidak boleh mencabut hak-hak seorang anak. Pakar tafsir Rasyid Ridho menulis makna


(50)

bakti kepada orang tua bahwa ”tidak termasuk sedikitpun dalam kewajiban berbuat baik/berbakti kepada keduanya sesuatu yang mencabut kemerdekaan dan kebebasan pribadi atau rumah tangga atau jenis-jenis pekerjaan yang bersangkut paut dengan pribadi anak,agama atau Negaranya.”46

Perlu digaris bawahi bahwa kepemimpinan yang dianugerahkan Allah kepada suami tidak boleh mengantarnya kepada kesewenang-wenangan. Bukankah “Musyawarah” merupakan anjuran al-Qur’an dalam menyelesaikan setiap persoalan,termasuk persoalan yang dihadapi keluarga?

Sepintas terlihat bahwa tugas kepemimpinan ini merupakan keistimewaan dan “derajat/tingkat yang lebih tinggi” dari perempuan bahkan ada ayat yang menegaskan”derajat” tersebut, yaitu firman-Nya “Para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami

mempunyai satu derajat, atas mereka (para istri). (QS.al-Baqarah 2:228)

Derajat itu adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk meringankan sebagian kewajiban istri, karena itu Guru besar para pakar tafsir, yaitu Imam ath-Thabari mengatakan ”Walaupun ayat ini disusun dalam redaksi berita, tetapi maksudnya adalah perintah kepada para suami untuk memperlakukan istri secara terpuji, agar suami dapat memperoleh derajat itu.”

Imam Al-Ghazali menulis ”Ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan perlakuan baik terhadap istri, bukanlah tidak mengganggunya, tetapi bersabar dalam

46


(51)

gangguan/kesalahan serta memperlakukannya dengan kelembutan dan maaf, saat ia menumpahkan emosi dan kemarahan” Keberhasilan pernikahan tidak tercapai kecuali jika kedua belah pihak memperhatikan hak pihak lain. Tentu saja hal tersebut banyak, antara lain adalah bahwa suami bagaikan pemerintah/pengembala dan dalam kedudukannya seperti itu, dia berkewajiban untuk memperhatikan hak dan kepentingan rakyatnya (istrinya). Istri pun berkewajiban untuk mendengar dan mengikutinya.47

47


(52)

BAB III

WANITA PEKERJA DAN IMPLIKASINYA DALAM HUKUM PERKAWINAN

A. Asal Kejadian Perempuan

Berbedakah asal kejadian perempuan dari lelaki? Apakah perempuan diciptakan oleh tuhan kejahatan ataukah mereka merupakan salah satu najis (kotoran) akibat ulah setan? Benarkah yang digoda dan diperalat oleh setan hanya perempuan dan benarkah mereka yang menjadi penyebab terusirnya manusia dari surga?

Demikian sebagaimana pertanyaan yang dijawab dengan pembenaran oleh sementara pihak sehingga menimbulkan pandangan atau keyakinan yang tersebar pada masa pra-Islam dan yang sedikit atau banyak masih berbekas dalam pandangan beberapa masyarakat abad 21 ini. Pandangan-pandangan keliru tersebut dibantah oleh al-Qur’an,48 antara lain melalui ayat pertama surat an-Nisa:

Ê£$£^9$#

4$•oxâ¶' ø´É

ì”%¨!$# ÁNË3 /©ë (#߉)±

$#

;§}┢橶 <°¸ˇ R d”mB /Ë3™)¢=™r

$}k}c˚¶}u $•o˚a”B ´,¢=}~©¶

^®%}d

ë

$©KÈo˚a”B

õa´/©¶

(1

:

)

Ë!$sô“S©¶

#^éç”[

.

Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah

menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang

biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (QS. An-nisa:1)

48


(53)

Dengan demikian al-Qur’an menolak pandangan-pandangan yang membedakan (lelaki dan perempuan) dengan menegaskan bahwa dari keduanya secara bersama-sama Tuhan mengembangbiakan keturunannya baik lelaki maupun perempuan. Bahwa benar ada suatu hadist Nabi yang dinilai shahih (dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya) yang berbunyi:

$

)

$

*

$

%

+

$*

)

,-)

/

$

/

,-)

?

>

!6!;

9*

6

!

5

:

5

9;

9

9

*

?

G

FE

B

C

!

!

B

"

$

49

(

#

M

F ) *>

!6!;

!

!

K

Saling pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan,karena

mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, maka jika engkau paksa meluruskannya niscaya(patah), dan jika engkau biarkan saja senantiasa ia bungkuk”(riwayatkan Imam Bukhari)

Benar ada hadist yang berbunyi demikian dan yang dipahami secara keliru bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam, yang kemudian mengesankan kerendahan derajat kemanusiaan dibandingkan dengan lelaki. namun cukup banyak ulama yang telah menjelaskan makna sesungguhnya dari hadist tersebut.50

Muhammad Rasyid Ridha, dalam tafsir al-manar, menulis ”seandainya tidak tercantum kisah Adam dan Hawa dalam kitab perjanjian lama (KejadianII:21)

49

Abi Abdillah, Imam, Muhammad ibni Ismail ibni Ibrahim ibni Mughirah ibni Barzah ibni Al-Bukhari Al-Ju’pi, Shahih Bukhari, ( Libanon : Daarul Fikr,1995), Cet. Ke-5, h. 273

50


(1)

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan penelitian yang dituangkan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bagian akhir ini penulis mencoba menyimpulkan permasalahan sebagaimana berikut :

1. M. Quraish Shihab berpendapat Para wanita boleh bekerja dalam berbagai bidang, di dalam atau di luar rumah, baik secara mandiri atau bersama orang lain dengan lembaga pemerintah atau swasta, selama pekerjaan tersebut dilakukan dalam suasana terhormat, sopan, serta selama mereka dapat memelihara agamanya, serta dapat pula menghindari dampak-dampak negative dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya

2. Landasan pemikiran Quraish Shihab mengenai wanita yang bekerja untuk keluarganya berdasarkan al-Qur’an surah An-Nisa Ayat 32, dan surat Attaubah ayat 71 yang mengandung prinsip-prinsip kerja yang menghargai perempuan sepenuhnya untuk memilih pekerjaan untuk menafkahi kelurganya. Walaupun di dalam al-Qur’an dijelaskan perbedaan antara laki-laki dan perempuan,yaitu laki- laki mencari nafkah dan perempuan mengurus rumah tangga dan anak-anaknya, itu bukan suatu halangan bagi perempuan untuk bekerja mencari nafkah, hal ini berdasarkan situasi dan kondisi yang dihadapinya.


(2)

3. Di Indonesia dampak pemikiran yang demikian sebetulnya telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam pasal 97 KHI, ”Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan” Mengenai harta bersama baik itu dihasilkan oleh laki-laki ataupun oleh perempuan, ketika terjadi perceraian maka keduanya mendapatkan separuh dari harta yang dimiliki mereka, dengan kata lain dapat dibagi dua (sama rata). Karena secara filosofi sang istri yang mengerjakan pekerjaan dalam rumah tangga adalah bekerja dan dinilai sebanding dengan kerja suami. Sehingga apabila seorang istri yang mencari nafkah, dan suami mengerjakan pekerjaan rumah, keduanya bersifat saling melengkapi satu sama lain. Posisi ini dibenarkan dan dipertahankan secara tegas. Pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang sebagai pekerjaa produktif bahkan memiliki andil yang cukup besar dalam kepemilikan harta keluarga dan harus diberikan penghargaan penuh.

4. Hak dan kewajiban dalam rumah tangga. Selain al-Qur’an hadist pun menggambarkan kedudukan wanita dalam rumah tangga sebagai ra’iyyah atau pemimpin. “ Setiap orang di antara kamu adalah pemimpin, dan setiap orang diantara kamu akan diminta pertanggung jawabannya mengenai rakyat yang dipimpinnya: raja adalah pemimpin; suami adalah pemimpin yang memimpin seluruh keluarganya, istri adalah pemimpin rumah tangga, dan setiap orang dintara kamu adalah pemimpin ,dan akan dimintai pertanggungjawabannya mengenai rakyat yang dipimpinnya"


(3)

5. Bekerja adalah suatu aktifitas yang membawa kemaslahatan dan dianjurkan oleh agama. Banyak ayat al Qur’an maupun teks hadist yang menyebutkan bahwa yang terbaik bagi seseorang adalah makan dari hasil usahanya sendiri, bukan dengan meminta. Perintah zakat, infaq dan sadaqah berarti mendorong untuk bekerja. Tanpa bekerja maka seseorang tidak akan bisa mengeluarkan zakat atau memberikan sadaqah.

B Saran-Saran

1. Hendaknya pekerjaan perempuan itu tidak sampai mengabaikan tugas-tugas lainnya yang memang tugas-tugas tersebut tidak boleh diterlantarkan, seperti tugasnya kepada suami dan anak-anaknya yang notabenya merupakan tugas pokok dan utama

2. Hendaknya pekerjan itu yang disyariatkan Islam, dengan kata lain pekerjaan itu bukan sesuatu yang diharamkan atau pekerjaan itu akan menjurus kepada perbuatan yang haram.

3. Apabila perempuan itu kedudukannya sebagai isteri hendaknya, di dalam bekerja keluar rumah mendapatkan izin dari suami atau walinya. (ibu-bapaknya)

4. Hendaknya apabila perempuan keluar rumah ia tetap memperhatikan adab perempuan meslimah, baik busana, berjalan, berbicara maupun bergerak. Dengan selalu mengedepankan nilai-nilai hukum, agama, dan asusila


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Al-Wajir, Bin, Ibrahim, Dr. Ala Masyarif Al-Qarun Al-Khamis ‘Asyar, Kairo: Dar Al-Syuruq, 1979

A Mi’roj, Choliq, Muslimah Berkarir, Terhadap Fiqih dan Realitas, Yogyakarta: Qudsi Media, 2004, Cet. Ke- 1

Abi Abdillah, Muhammad Yazid Al-Fadz’waini, Sunan Ibnu Majah, Arab:Daarul Ihya,t.th., Cet. Ke-1

Abi Abdillah, Imam, Muhammad ibni Ismail ibni Ibrahim ibni Mughirah ibni Barzah ibni Al-Bukhari Al-Ju’pi, Shahih Bukhari, Libanon: Daarul Fikr, 1995, Cet. Ke- V

Abi Husain, Imam, Muslim Ibni Hajjaz ibni Muslim Qusyairi Nasyaiburi, Shahih Muslim, Beirut: Daarul Fikr, t.th., Cet. Ke- IV

Departemen Agama RI, Al–Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 2006

Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: t.p., 1998

Al-Ghazali, Muhammad, Al-Islam Wa At-Thaqat Al-Mu’aththalat, Kairo: Daar al- Kutub, 1964, Cet. ke-I

Hammami, Tasman Dan Barirotun, Siti, Keduduakn Wanita Dalam Syariat Islam, t.t. :Al-Jami’ah, 1994

Harahap, Syahrin, Islam Dinamis: Menegakan Nilai-Nilai Ajaran Al-Qur’an Dalam Kehidupan Modern Di Indonesia, Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1997, Cet. I

Isytibasyaroh,Hak-hak Perempuan Relasi Gender Menurut Tafsir As-syara’wi, Jakarta: Teraju, 2004, Cet. 1

Mahfudh, Sahal, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Dalam Muktamar, Munas, dan Konbes NU , Surabaya: Diantama, 2005, Cet. II

M. Howard, Federspiel, Kajian Al-Qur’an Di Indoensia ,Bandung: Mizan, 1996, Cet. 1


(5)

Muhammad, Husein, Fiqih Perempuan Repleksi Kiyai Atas Wacana Agama Dan Gender, Yogyakarta: LKiS,2001, Cet. Ke-1

Munawir, Kamus Al-Munawir Arab Indonesia Terlengkap,Surabaya :Prustaka Progresif, 1997

Muriah, Siti ,Wanita Dalam Bingkai Islam, Bandung: Angkasa t.t., Cet, Ke-1

Munawar, Budi-Rahman dkk, Rekontruksi Fiqih Perempuan Dalam Peradaban Masyarakat Modern, Yogyakarta: Ababil, 1996, Cet-I.

Qordhawi, Yusuf.,Dr. Panduan fiqih perempuan, Jogjakarta: Salma Pustaka, 2004, Cet-I

Rahmat, Jalaludin, Islam Actual, Bandung: Mizan, 1991

Riyadi, Hendar, Tafsir Emansipatoris Arah Baru Studi Kasus Al-Qur’an, t.p., 2005 Rahman, Fazhur, metodelogi pembaharuan hukum islam, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 1997

Riaz, Lily, Hasan : Keragaman Iman, Jakarta :Raja grafindo persada, 2006 Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah, Bandung: PT Al-Ma’arif, 1991

Shihab, Quraish, Membumikan Al-Qur’an Bandung: Mizan, 1994

Shihab, Quraish., Tafsir Al-Qur’an Al-Karim: Tafsir Atas Surat-Surat Pendek

Berdasarkan Atas Turunnya Wahyu, Bandung: Mizan, 1997, Cet-VI

Shihab, Quraish., Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2003 Shihab, Quraish, , Tafsir Al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002 Shihab, Quraish., Mu’jizat Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2003

Tahiddo. Huzaemah, Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer , Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2001, Cet. Ke-1

Yafie, Ali, kodrat Kedudukan Dan Kepemimpinan Perempuan, Bandung: Mizan, 1999


(6)

Zakiah, Lily, Munir, Memposisikan Kodrat, Bandung : Mizan, 1999, Cet. Ke-1

Majalah:

Jurnal Kebudayaan Dan Peradaban Ulumul Qur’an, Jakarta: PT Sumber Bahagia, 1993

Jurnal Kebudayaan Dan Peradaban Ulumul Qur’an, Jakarta: PT Sumber Bahagia, 1997

Internet:

http://media.isnet.org/islam/Quraish/Quraish.

http://ichwanzt.blogspot.com/2008/06/biografi-quraish-shihab.html http://www.rahima.or.id/Index.htm