21
1.6. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapatlah dirumuskan masalah pokok dalam penelitian ini sebagai berikut:
Bagaimanakah peran pasar dalam pengembangan wilayah di Kecamatan Deli Tua? Apakah faktor modal, jam kerja, lama berjualan, lokasi usaha, dan tingkat pendidikan
berpengaruh terhadap pendapatan pedagang tradisional di Kecamatan Deli Tua?
1.7. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan profil pedagang Tradisional di Kecamatan Deli Tua. 2. Menguraikan peran pedagang Tradisional Deli Tua Kota dalam menyerap tenaga
kerja. 3. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang Tradisional
Deli Tua
1.8. Manfaat Penelitian
1.4.1. Teoritis
Penelitian ini berguna dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama menyangkut ilmu perencanaan dan pengembangan wilayah pedesaan dan
perkotaan.
1.4.2. Praktis
Universitas Sumatera Utara
22
1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Deli Serdang khususnya Dinas Pasar tentang peran serta pasar tradisional Deli Tua dalam penciptaan
lapangan kerja tersedianya tempat bekerja masyarakat di sektor informal, serta peningkatan pengelolaan pasar tradisional Deli Tua.
2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pasar tradisional dan
penciptaan lapangan kerja terutama pada sektor informal. 3. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat tentang pasar tradisional Deli Tua dan
penciptaan lapangan kerja.
BAB II
Universitas Sumatera Utara
23
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian dan Ciri-ciri Sektor Informal
Sektor pekerjaan formal dan informal menurut Jayadinata 1999, dapat dibedakan dari bentuk usaha, cara kerja serta sumber biayamodal. Sektor formal
adalah kegiatan usaha yang bentuknya terorganisasi, cara kerjanya teratur dan pembiayaannya dari sumber resmi, menggunakan buruh dengan tingkat upah tertentu.
Sedangkan sektor informal bentuknya tidak terorganisasi kebanyakan usaha sendiri, cara kerjanya tidak teratur, modal kerja dibiayai sendiri atau sumber tak resmi, serta
dikerjakan oleh anggota keluarga. Istilah “sektor informal” pertama kali dikembangkan oleh Hart 1971,
bermula dari penggambaran kehidupan angkatan kerja perkotaan yang berada di luar pasar tenaga kerja yang terorganisir. Pengertian dari sektor pekerjaan yang
kurang terorganisir itu mencakup pengertian yang seringkali diistilahkan secara umum dengan “usaha sendiri”. Suatu jenis pekerjaan yang sulit dicacah, karena itu
sering dilupakan dalam sensus resmi, serta akhirnya merupakan kesempatan kerja yang persyaratan kerjanya jarang dijangkau oleh aturan-aturan hukum.
Berbagai jenis pekerjaan sektor informal terutama yang berkembang di kota-kota negara Dunia Ketiga menurut Bremen 1980, adalah; pedagang kaki
lima, penjual koran, anak-anak penyemir sepatu, penjaga kios, pelacur, pengemis, penjaja barang, pengemudi becak dan seterusnya. Pekerja sektor informal ini
merupakan kumpulan pedagang kecil; pekerja yang tidak terikat dan tidak terampil 6
Universitas Sumatera Utara
24
serta golongan-golongan lain dengan pendapatan rendah serta tidak tetap; hidup mereka serba kesusahan dan semi-kriminal pada batas-batas perekonomian kota.
Hart 1971, merangkum beberapa ciri sektor informal yakni; bersifat padat karya, kekeluargaan, pendidikan formal rendah, skala kegiatan kecil, tidak ada
proteksi pemerintah, keahlian dan keterampilan rendah, mudah dimasuki, tidak stabil, dan tingkat penghasilan rendah. Sedangkan Todaro 1998, mencirikan pekerjaan
sektor informal melalui; kegiatan produksinya berskala kecil, unit-unit produksinya dimiliki secara perorangan atau keluarga, padat karya, menggunakan teknologi yang
sederhana, dan biasanya tidak memiliki pendidikan formal. Di samping itu, mereka tidak memiliki keterampilan khusus dan sangat kekurangan modal kerja.
Produktivitas dan pendapatan mereka relatif rendah, tidak memiliki jaminan keselamatan kerja maupun fasilitas-fasilitas kesejahteraan.
Menurut Wirosardjono 1985, sektor informal dicirikan sebagai berikut; pola kegiatannya tidak teratur dalam artian baik waktu, permodalan maupun
penerimaannya tidak tersentuh oleh peraturan atau ketentuan yang ditetapkan pemerintah; modal peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan
diusahakan atas dasar hitungan harian; umumnya tidak mempunyai tempat usaha lain yang besar; dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang berpendapatan
rendah; tiap-tiap satuan usaha mempekerjakan tenaga yang sedikit dan dari lingkungan hubungan keluarga, kenalan atau berasal dari daerah yang sama; serta
tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan, perkreditan dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
25
Sektor informal dapat dibedakan menjadi beberapa kategori. Sjahrir 1985, membuat garis besar kegiatan sektor informal ke dalam enam kategori yakni; a
sektor perdagangan, b sektor jasa, c sektor industri pengolahan, d sektor angkutan, e sektor bangunan, dan f sektor perbankan. Setiap bagian tersebut
dibedakan lagi atas sub-sub kegiatan, misalnya di sektor perdagangan terdiri dari penjual makanan, penjual barang bekas, tukang goni botot, penjual obat-obat
tradisional, penjual air, dan broker. Sektor jasa terdiri dari pembantu rumah tangga, pelayan toko dan rumah makan. Sektor industri pengolahan terdiri dari pengrajin dan
buruh kasar. Sektor angkutan terdiri dari pengemudi becak, pengemudi taksi, dan tukang ojek. Sektor bangunan terdiri dari kuli bangunan, sedangkan sektor perbankan
misalnya rentenir. Umumnya pekerja sektor informal ini adalah pendatang baru dari daerah
pedesaan yang gagal memperoleh tempat di sektor formal. Motivasi kerja mereka semata-mata terbatas untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan bukan untuk
menumpuk keuntungan atau meraih kekayaan. Satu-satunya yang harus dan dapat mereka andalkan hanyalah tenaga atau diri mereka sendiri.
2.2. Paradigma Baru Sektor Informal