Paradigma Baru Sektor Informal

25 Sektor informal dapat dibedakan menjadi beberapa kategori. Sjahrir 1985, membuat garis besar kegiatan sektor informal ke dalam enam kategori yakni; a sektor perdagangan, b sektor jasa, c sektor industri pengolahan, d sektor angkutan, e sektor bangunan, dan f sektor perbankan. Setiap bagian tersebut dibedakan lagi atas sub-sub kegiatan, misalnya di sektor perdagangan terdiri dari penjual makanan, penjual barang bekas, tukang goni botot, penjual obat-obat tradisional, penjual air, dan broker. Sektor jasa terdiri dari pembantu rumah tangga, pelayan toko dan rumah makan. Sektor industri pengolahan terdiri dari pengrajin dan buruh kasar. Sektor angkutan terdiri dari pengemudi becak, pengemudi taksi, dan tukang ojek. Sektor bangunan terdiri dari kuli bangunan, sedangkan sektor perbankan misalnya rentenir. Umumnya pekerja sektor informal ini adalah pendatang baru dari daerah pedesaan yang gagal memperoleh tempat di sektor formal. Motivasi kerja mereka semata-mata terbatas untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan bukan untuk menumpuk keuntungan atau meraih kekayaan. Satu-satunya yang harus dan dapat mereka andalkan hanyalah tenaga atau diri mereka sendiri.

2.2. Paradigma Baru Sektor Informal

Mengukuti alur teori dualisme dalam ekonomi, munculnya sektor informal disebabkan karena kehadiran industri dalam sektor modern ternyata tidak mampu menyerap angkatan kerja yang kian lama tumbuh berkembang. Dengan kata lain, kehadiran industri modern yang diharapkan mampu menyerap pertumbuhan angkatan Universitas Sumatera Utara 26 kerja yang sebagian besar dialihkan dari sektor subsisten desa agar terlibat dalam sistem perkonomian non-pertanian, ternyata tidak mampu mengimbangi kelebihan angkatan kerja dimaksud. Tingkat industrialisasi yang rendah dan terjadinya kelebihan tenaga kerja menjadi sebab utama timbulnya sistem dualistis ekonomi di perkotaan. Dengan demikian menurut Gordon 1972, sektor informal dalam konteks dualisme ekonomi muncul dari massa pekerja kaum miskin yang produktifitasnya rendah bila dibandingkan dengan pekerja di sektor formal, sehingga menutup kesempatan bagi mereka untuk dapat bekerja pada sektor tersebut. Sektor informal menurut International Labour Organization 1976, menjadi penampung “sisa” penduduk kota. Definisi ini sangat menyudutkan pekerja sektor informal yang menempatkannya pada posisi subordinat, karena pekerja sektor informal dianggap sebagai parasit yang dapat memperburuk suasana kota. Munculnya pandangan seperti ini, akibat dari kurangnya pengetahuan tentang aspek sosial budaya orang miskin, sehingga sektor informal sering dianalogikan sebagai sektor tradisional, antitesis dari sektor modern. Sering terjadi kontribusi sektor informal terhadap pembangunan kota menjadi terlupakan. Untuk merumuskan kerangka yang tepat, analisis sektor informal dapat dilihat dari aspek latar belakang usaha, besar usaha, dan komposisi usaha. Sehingga dengan memahami ruang lingkup determinan-determinan sosialnya, seperti pendapatan yang rendah; pekerjaan yang tidak tetap; pendidikan yang tidak memadai; tingkat Universitas Sumatera Utara 27 organisasi yang rendah; serta unsur-unsur lain yang dapat menjadi sumber ketidakpastian, dapat menghindari salah tafsir terhadap sektor informal. Pandangan sebelah mata terhadap eksistensi sektor ini segera berubah, manakala ditemukan fakta bahwa sektor informal memberi nilai manfaat ekonomis yang sangat efisien dan menguntungkan terutama terhadap kesempatan kerja Miraza, 1989. Dalam perspektif ekonomi, sektor informal dipandang sebagai suatu sistem produksi mode of production yang lebih menekankan pada aspek lingkungan tempat bekerja dan bukan pada jenis pekerjaannya. Namun di sisi lain, sektor informal tidak dapat dibatasi hanya pada suasana ekonomi semata, banyak variabel yang mesti dipertimbangkan. Penelitian-penelitian dalam bidang ini menunjukkan bahwa menggunakan berbagai pendekatan, seperti sosiologi, geografi, antropologi dalam merumuskan kebijakan masalah sektor informal sangat memberi arti bagi upaya penetapan konsep yang tepat Wirosardjono, 1985. Menggunakan pendekatan antardisiplin ilmu dalam pengkajian sektor informal dapat membantu penelusuran ilmiah, sehingga kerangka konsep tentang sektor informal dapat tersusun secara sistematis. Berdasarkan studi-studi yang pernah dilakukan, misalnya Miraza 1989; Zahrah 2003; Tohar 2003; menyimpulkan bahwa pekerjaan sektor informal telah berhasil menurunkan tingkat urbanisasi dan para pekerjanya dilahirkan di daerah kota atau setidaknya telah lama tinggal di kota. Dengan demikian pekerja sektor informal tidak melulu kaum migran yang berasal dari desa. Sehingga masalah sektor informal erat kaitannya dengan masalah kemiskinan dan kesempatan kerja yang tersedia Universitas Sumatera Utara 28 di perkotaan. Sektor informal tidak lain merupakan bagian dari kota, jalinan paling istimewa antara sektor informal dengan lingkungan adalah menyangkut pertukaran timbal balik antara kota dan desa serta cara produksinya masing-masing. Untuk merubah pandangan subordinat terhadap pekerjaan sektor informal, maka antara sektor formal dan informal perlu dilihat secara objektif dan seharusnya tidak perlu dipertentangkan. Dalam kenyataannya, selama ini terjadi ketimpangan struktural dalam menafsirkan segala sesuatu yang berhubungan dengan sektor informal. Padahal sektor ini dalam berbagai bentuk kegiatan perekonomian kota, dapat menampung angkatan kerja yang masih menganggur. Peran yang dimainkannya begitu signifikan sebagai penyangga buffer zone dalam proses pembangunan. Banyak kegiatan perekonomian sektor informal yang memberikan pekerjaan kepada penduduk, meningkatkan pendapatan walaupun sedikit dan tidak tetap, namun mereka bisa mempertahankan kehidupan yang subsisten. Munculnya paradigma baru yang menepis pertentangan antara sektor formal dan informal serta ketimpangan struktural, ditandai dengan pencabutan peraturan- peraturan diskriminatif dan tindakan-tindakan yang merintangi upaya berkembangnya sektor informal. Melalui paradigma baru ini, telah mendorong lahirnya pemikiran yang apresiatif terhadap sektor informal, dan kedudukannya dengan sektor formal berada pada posisi yang sejajar. Bahkan dalam kedudukannya masing-masing keduanya berperan dalam pembangunan dan pengembangan wilayah. Bremen 1980, sebagai penggagas paradigma baru ini menggunakan berbagai sudut pandang dalam melihat peran sektor informal yang memberikan andil yang Universitas Sumatera Utara 29 cukup besar dalam peningkatan produk nasional. Mengingat perannya yang signifikan dalam pembangunan, strategi pembinaan sektor informal masih terus berlanjut, terutama dalam hal pemberian program bantuan terencana oleh pemerintah. Pemerintah perlu membantu dalam pemberian fasilitas kredit. Begitu juga kepedulian kaum profesional pengusaha, pemilik modal sangat dituntut dalam pemberian penyuluhan manajemen; penataran keterampilan; promosi pemasaran; penyediaan bahan baku; kepada pekerja sektor informal yang muaranya adalah untuk meningkatkan daya saing ekonomi pelaku-pelaku usaha kecil mikro. Bahwa masalah utama yang dihadapi pekerja sektor informal menurut Todaro 1998, adalah menyangkut keterbatasan modal kerja. Oleh karenanya, pemberian kredit lunak akan sangat membantu unit-unit yang lebih banyak, sehingga pada akhirnya akan menciptakan pendapatan dan lapangan kerja yang lebih banyak lagi. Untuk dapat meningkatkan modal, pekerja sektor informal memperoleh kemudahan memperoleh skim kredit lunak dari lembaga-lembaga keuangan perbankan.

2.3. Dampak Eliminasi Sektor Informal