65
BAB II KERANGKA METODOLOGIS KRITIK HADIS
Kritik hadis dalam sejarahnya berjalan dinamis seiring dengan perjalanan hadis itu sendiri. Dengan semakin tersebarnya hadis ke
berbagai pelosok negeri, metode kririk hadis juga berkembang semakin luas dan beragam. Hal itu dipengaruhi juga oleh problematika
yang dihadapi oleh hadis itu sendiri saat bersinggungan dengan masyarakat dimana hadis itu berada. Dalam bab ini, akan dipaparkan
beberapa langkah kritik hadis dari mulai zaman Nabi saw, hingga masa tabi‘ tabi‘in dengan model kritik pada masing-masing periode.
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Kritik Hadis
Asal usul penggunaan kata “kritik” berasal dari bahasa Latin yaitu:
critica, yang berarti menilai.
48
Kritik dalam bahasa Arab sering digunakan dengan kata “
naqd” yang memiliki makna pokok “mengeluarkan sesuatu” atau “memisahkan.”
49
Secara bahasa, penggunaan kata
al-naqd bisa juga diartikan dengan arti pengecekan, dan pembedaan.
Dalam terminology ahli hadis, istilah al-naqd diartikan secara
beragam. ‘Azami, dengan mengutip pendapat muh}addithin
mendifinisikan al-naqd kritik dengan:
ﻢﻜﳊﺍ ﻭ ﺔﻔﻴﻌﻀﻟﺍ ﻦﻣ ﺔﺤﻴﺤﺼﻟﺍ ﺚﻳﺩﺎﺣﻷﺍ ﺰﻴﻴﲤ ﺎﳛﺮﲡ ﻭ ﺎﻘﻴﺛﻮﺗ ﺓﺍﻭﺮﻟﺍ ﻰﻠﻋ
“Upaya untuk menyeleksi hadis-hadis yang shahih dari yang dhaif, serta untuk menetapkan status para periwayat hadis dari segi
keandalan dan kecacatannya.
50
Senada dengan itu, Muhammad Ali Qasim al-‘Umari mendefinisikan
naqd al-h}adith kritik hadis dengan:
48
K. Prent, dkk, Kamus Latin-Indonesia Yogyakarta: Kanisius, 1969, 204.
49
Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariyah, Mu’jam Maqays al-Lughah
Bairut: Dar al-Fikr, tth,, juz V, 467.
50
M.M. ‘Azami, Manhaj al-Naqd’Inda al-Muh}addithin Riyad}: al-Umariyah,
1982, 5.
66
ﻢﻜﳊﺍ ﻭ ﺎﻬﻠﻠﻋ ﻥﺎﻴﺑ ﻭ ﺔﻔﻴﻌﻀﻟﺍ ﻦﻣ ﺔﺤﻴﺤﺼﻟﺍ ﺚﻳﺩﺎﺣﻷﺍ ﺰﻴﻴﲤ ﰲ ﺚﺤﺒﻳ ﻢﻠﻋ ﻦﻔﻟﺍ ﻞﻫﺃ ﺪﻨﻋ ﺔﻣﻮﻠﻌﻣ ﻞﺋﻻﺩ ﺕﺍﺫ ﺔﺻﻮﺼﳐ ﻅﺎﻔﻟﺄﺑ ﻼﻳﺪﻌﺗ ﻭ ﺎﺣﺮﺟ ﺎﺍﻭﺭ ﻰﻠﻋ
.
“Ilmu yang membahas tentang proses pengklasifikasian hadis yang shahih dengan yang dhaif dengan menjelaskan cacat yang
terdapat di dalamnya serta status hukum beserta kondisi perawinya dari aspek jarh} dan ta’dil dengan menggunakan istilah-istilah khusus
dan bukti-bukti yang mudah dikenal oleh para ahlinya.”
51
Sementara al-Jawabi mendifinisikan naqd al-h}adith dengan:
ﻪﻠﻫﺃ ﺪﻨﻋ ﺔﻣﻮﻠﻌﻣ ﻞﺋﻻﺩ ﺕﺍﺫ ﺔﺻﺎﺧ ﻅﺎﻔﻟﺄﺑ ﻼﻳﺪﻌﺗ ﻭ ﺎﳛﺮﲡ ﺓﺍﻭﺮﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﻢﻜﳊﺍ ﻝﺎﻜﺷﺃ ﻊﻓﺮﻟ ﻭ ﺎﻬﻔﻴﻌﻀﺗﻭﺃ ﺎﻬﺤﻴﺤﺼﺘﻟ ﺎﻫﺪﻨﺳ ﺢﺻ ﱵﻟﺍ ﺚﻳﺩﺎﺣﻷﺍ ﻥﻮﺘﻣ ﰲ ﺮﻈﻨﻟﺍ ﻭ
ﺘﺑ ﺎﻬﻨﻴﺑ ﺽﺭﺎﻌﺘﻟﺍ ﻊﻓﺩ ﻭ ﺎﻬﺤﻴﺤﺻ ﻦﻣ ﻼﻜﺸﻣ ﺍﺪﺑ ﺎﻤﻋ ﺔﻘﻴﻗﺩ ﺲﻴﻳﺎﻘﻣ ﻖﻴﺒﻄ
.
“Proses penetapan status keadilan dan kecacatan para periwayat hadis dengan menggunakan lafald-lafald khusus berdasarkan dalil-
dalil yang diketahui oleh ahlinya, serta pemeriksaan terhadap matan- matan hadis berikut menghilangkan kemusykilan dan kontradiksi di
antara matan-matan hadis itu dengan menerapkan standart yang cermat.
52
Sekalipun terdapat sedikit perbedaan mengenai batasan naqd al-
h}adith, namun secara umum obyek pembahasan studi ini tidak berubah, yakni menyangkut 2 aspek: a Mata rantai transmisi hadis
sanad; b isi kandungan hadis matan. Pada aspek sanad yang diperiksa adalah status maqbul dan tidaknya sanad itu, sementara
pada aspek matan yang diperiksa adalah status maqbul dan tidaknya matan.
Namun penggunaan istilah “Kritik Hadis” naqd al-h}adith
sering kali menimbulkan mispersepsi atau kesalahfahaman bagi sebagian umat Islam. Sejauh ini, muncul kesan di masyarakat,
termasuk kaum intelektualnya, bahwa kririk hadis merupakan upaya untuk melecehkan kedudukan dan fungsi hadis dalam agama Islam.
Karena itu, merekapun menganggap bahwa istilah kritik hadis itu
51
Muhammad Ali Qasim al-‘Umari, Dirasat fi Manhaj al-Naqd ‘Inda al-
Muh}addithin Yordania: Dar al-Nafa`is, 1420 H2000 M, 11.
52
Muhammad T{ahir al Jawabi, Juhud al-muh}addithin fi Naqd Matn al-H}adith
al-Nabawi al-Sharif t.t.: Muassasah Abdul Karim, t.th, 34.
67 datang dari kaum orientalis Barat, dan pada gilirannya selalu
dikonotasikan negatif.
53
Anggapan yang berkembang di kalangan sebagian masyarakat ini tentu saja tidak dapat diterima. Pasalnya, sebagai sebuah istilah,
kritik hadis jelas telah muncul jauh sebelum para sarjana Barat melakukan kajian hadis. Istilah
al-naqd kritik sendiri ternyata sudah mulai digunakan oleh beberapa sarjana hadis pada awal abad II H,
54
dan imam Muslim 261 H adalah kategori orang pertama yang berbicara masalah kritik hadis dalam bukunya al-Tamyiz.
Sekali lagi bahwa, kegiatan kritik hadis dilakukan bukan untuk menggugat ke-
hujjah-an hadis Nabi yang memiliki otoritas dalam menetapkan Syariat, melainkan untuk melihat sejauh mana hadis
tersebut benar-benar bersumber dari Nabi saw. oleh sebab itu, dalam kritik hadis, untuk melihat keshahihan hadis dilakukan dengan dua
cara, yaitu: a kritik sanad
al-naqd al-khariji dan kritik matan al- naqd al-dakhili.
55
Sementara ibn abi H{atim al-Razi w.327 H dalam pendahuluan kitabnya,
al-Jarh} wa-al-Ta’dil, telah menyebutkan istilah kritik dan kritikus hadis
al-naqd wa-al-naqqad di sejumlah tempat.
56
Bahkan, salah satu karya al-Dhahabi w. 748 H yang berkaitan dengan
al-Jarh} wa-al-Ta’dil diberi judul Mizan al-I’tidal fi Naqd al-Rijal.
Namun perlu diakui, meski ada beberapa sarjana hadis yang telah menggunakan istilah
al-naqd, terminologi ini tidak cukup populer di kalangan mereka. Para sarjana hadis lebih senang
menamakan ilmu yang membahas tentang kritik hadis dengan sebutan al-Jarh} wa-al-Ta’dil.
57
Belakangan ini, beberapa sarjana hadis mulai
53
Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996 xiv.
Rif’at Fauzi Abdul Mut}t}alib juga mengakui bahwa sekarang ini telah berkembang penggunaan istilah
naqd kritik secara salah dengan maksud “mengunggapkan cacat-cacat”. Sehingga
naqd al-h}adith diartikan sebagai upaya untuk menjelaskan cacat-cacat dalam hadis. Lihat Rif’at Fauzi,
Tauthiq al-Sunnah fi al-Qarn al-Thani al-Hijri Mesir: Maktabah al-Khanji, 1981 22.
54
M.M. ‘Azami, Stadies in Hadith Methodology Indianapolis: Islamic
Theacing Center, 1977, 47.
55
Muh}ammad abu Shuhbah, Difa’ ‘an-al-Sunnah, Kairo: Maktabat al-
Sunnah, 1409 H1989 M 31. Nuruddin ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-H}adith
Damaskus: Dar al-Fikr, 1997, 469.
56
Abu Muhammad Abdul Rahman ibn abu H{atim al-Razi. Al-Jarh} wa-al-
Ta’dil, Beirut: Dar al-Fikr, tth., jilid I, di antaranya h. 2, 6, 32, 55, 126 232, dan 251.
57
‘Azami, Hadith Methodology, 48.
68 tertarik untuk menggunakan istilah
al-nagd dalam judul-judul buku yang mereka tulis. Sementara itu, sebagai sebuah praktek, kritik hadis
telah dimulai sejak periode nabi saw. dan berlanjut pada periode- periode berikutnya.
Dengan melihat realita di atas, maka lingkup naqd al-h}adith
dapat dikatakan lebih luas dibandingkan ilmu al-Jarh} wa-al-Ta’dil.
Lingkup pembahasan al-Jarh} wa-al-Ta’dil berkisar pada keadilan dan
kedhabitan para periwayat hadis berikut kecacatan mereka, sementara lingkup pembahasan
naqd al-h}adith berkisar pada keadilan dan kedhabitan para periwayat hadis, ketersambungan sanad serta ada
tidaknya shudhudh kejanggalan dan ‘illah cacat.
Kendati demikian, ada juga sarjana hadis yang mengartikan ilmu al al-Jarh} wa-al-Ta’dil secara lebih luas dan umum. Azami misalnya,
pernah mengatakan ilmu al-Jarh} wa-al-Ta’dil dengan “the knowledge
of invaliditing and declaring reliable in Hadith.”
58
Dengan pemahaman ini, maka ilmu
al-Jarh} wa-al-Ta’dil dapat disejajarkan dengan
naqd al-h}adith.
B. Akar Historis Kritik Hadis