39 C. Dasar penolakan Syi’ah terhadap konsep
al-‘Adalah 123
3. Hadis-hadis Rukun Iman dalam perspektif Syi’ah 130
4. Hadis-Hadis Imamah 136
A. Abdullah ibn Saba’ dan slogan wasiat Nabi saw. 138
B. Status pengangkatan dan penunjukan imam 139
C. Kedudukan imam setara nabi 144
D. Status maksum bagi imam 145
5. Hadis-Hadis Taqiyah konsep dan analisa 152
BAB VI PENUTUP 161
A. Kesimpulan 161
B. Implikasi Penelitian 163
C. Rekomendasi 164
Daftar Pustaka 165
Indeks 177
Glosari 181
Riwayat Hidup 189
40 BAB
I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Salah satu perdebatan besar antara Ahlusunnah dan Syi’ah terjadi dalam bidang hadis. Konsep periwayatan hadis yang cenderung
berbeda, acap kali memicu perdebatan dan diskusi panjang antara para ulama, baik di kancah nasional maupun manca negara.
Perbincangan seputar dua kelompok besar ini nampaknya tidak pernah reda dari keilmuan para ulama dan peneliti. Tidak sebatas di
Indonesia, namun perbincangan dan dialog ini sudah sering didiskusikan di forum internasional dengan dihadiri tokoh-tokoh
sunnah dan Syi’ah yang prihatin dengan konflik yang berkepanjangan dalam tubuh umat Islam. Pertemuan ini sendiri bertujuan menggalang
per-saudaraan dan menghindari pertikaian, hingga pada akhirnya terbentuk sebuah organisasi yang menjembatani dua kubu guna
menciptakan kerukunan dan persaudaraan.
1
1
Di Mesir, pada tahun 1948 telah terbentuk satu organisasi yang bernama Lajnat al-Taqrib baina al-Madhahib Tim Pendekatan antarmadzhab, yang diketuai
oleh Shaykh Mahmud Shaltut, yang saat itu menjabat sebagai pemimpin tertinggi lembaga-lembaga al-Azhar. Dalam sidang dan rapat-rapat yang diadakan oleh
organisasi ini, duduklah berdampingan dalam satu majlis ilmu, ulama-ulama aneka madzhab Islam, termasuk di dalamnya Sunni dan Syi’ah, dengan kedua
kelompoknya Imamiyah dan Zaidiyah. Mereka juga menerbitkan majalah dengan nama
Risalah al-Islam, namun sayang pada tahun 1946 M majalah ini terhenti setelah enam tahun eksis. Setelah eksis selama enam tahun, organisasi ini akhirnya
tidak lagi bergeming, hal itu lebih dikarenakan oleh faktor politik. Kini, upaya pendekatan antarmadzhab mulai dirintis lagi setelah revolusi Iran dan lahirlah
Al- Majma’ al-‘Alami li-al-Taqrb baina al-Madhahib, dengan tujuan yang sama serta
diikuti pula oleh banyak ulama dari kelompok Sunnah. Dalam bulan Januari 2007 yang lalu, telah dilakukan sidang-sidang yang diadakan di Qatar dengan
mengundang perwakilan dari beberapa negara termasuk Indonesia. Lalu dilanjutkan dengan pertemuan ulama Sunnah dan Syi’ah di Dauhah Qatar pada Oktober 2008
dengan agenda utama usaha untuk meminimalisir konflik pemikiran antar madzhab dan usaha pendekatan yang lebih intensif khususnya di kalangan Sunnah-Syi’ah
dengan tujuan untuk mengokohkan persatuan umat. M. Quraish Shihab,
Sunnah- Syiah Bergadengan Tangan Mungkinkah? Tangerang: Lentera Hati, cet. III. 1428
H2007 M, 50
41 Di Indonesia, sebagaimana disampaikan oleh Azyumardi Azra
2
bahwa kajian tentang Syi’ah di Indonesia telah dilakukan oleh banyak ahli dan pengamat sejarah, seperti Hamka, Baroroh Baried, M. Yunus
Jamil dan A. Hasymi. Dua yang terakhir, -masih kata beliau- berargumen bahwa Syi’ah pernah menjadi kekuatan politik yang
tangguh di Nusantara. Keduanya mengatakan bahwa kekuatan politik Sunni dan Syi’ah terlibat dalam pergumulan dan pertarungan untuk
memperebutkan kekuasaan di Nusantara sejak awal-awal masa penyebaran Islam di kawasan ini.
Perdebatan antara Ahlusunnah dan Syi’ah, sebenarnya memiliki
akar yang cukup dalam jika dipandang dari fakta sejarah. Perdebatan dan perselisihan ini –dapat
dikatakan- muncul bersamaan dengan munculnya paham Syi’ah itu sendiri. Bahkan muncul sosok aktor yang
diklaim sebagai pelopor muculnya paham Syiah.
3
Pada masa imam Syafi’i 150-198 H, beliau pernah menyinggung masalah kelompok Rafidhah dalam salah satu bait
syairnya saat beliau dituduh bermadzhab Syi’ah karena kecintaan beliau kepada Ahlulbait. Beliau mengatakan:
ﺪﻤﳏ ﻝﺁ ﺐﺣ ﺎﻀﻓﺭ ﻥﺎﻛ ﻥﺇ ﻲﻀﻓﺍﺭ ﱐﺃ ﻥﻼﻘﺜﻟﺍ ﺪﻬﺸﻴﻠﻓ
4
Perdebatan akan akar dan benih munculnya Syi’ah hingga kini belum ditemukan titik sepakat antara dua kubu yang berseteru,
5
dan
2
Azyumardi Azra, “Syiah di Indonesia: Antara Mitos dan Realita”, dalam Jurnal Ulumul Qur’an, no. 4, Vol. VI, tahun 1995.
3
Jika ditelusuri dari buku-buku karya ulama Syi’ah, akan didapatkan kesimpu-lan bahwa Syi’ah muncul bersamaan dengan masa kenabian, sebagaimana
diungkapkan oleh Kashif al-Ghit}a’, As}l al-Shi‘ah wa-Us}uluha, 184-187, demikian
pula Ja’far al S}ubh}ani, Ad}wa’ ‘ala ‘Aqaid al-Shi‘ah al-Imamiyah, h. 19-20. Namun
jika ditelusuri dari karya-karya ulama Sunni akan didapatkan kesimpulan yang hampir sepakat di antara mereka bahwa faham Syi’ah muncul dari benih seorang
Yahudi yaitu Abdullah bin Saba’. Lihat misalnya Nas}ir al-Qifari, Us}ul Madhhab al-
Shi‘ah al-Imamiyah al-Ithna‘ashariyah, 78. Ibrahim bin Ali al-Rah}ili, Al-Intis}ar li- al-As}h}ab wa-Al min Iftiraat al-Samawi al-D}al, 6; Mamduh} Farh}an al-Buh}airi, al-
Shi‘ah Minhum ‘Alaihim, 19.
4
Shah Adul Aziz Ghulam Hakim al-Dahlawi, Mukhtas}ar al-Tuh}fat al-
Ithna‘ashariyah Dammam: ibn Jauzi. 1979, 8.
5
Terdapat beberapa pendapat berkaitan dengan awal lahirnya sekte Syi’ah. Diantaranya, ada yang berpendapat bahwa
tashayyu‘Syiah adalah madzhab pertama yang tumbuh dalam Islam, dan telah muncul pada masa Rasulullah Saw.,
dan nama Syiah adalah nama sekte pertama yang timbul dalam Islam. Pendapat seperti itu tampak pada M.H. T{abat{abai,
Shi’te Islam, edisi bahasa Indonesia Islam Syi’ah Asal Usul dan Perkembangannya,, 32. Muhammad Jawwad Mughniyah, Al-
42 hingga kini perselisihan dan perseteruan ini nampaknya masih
berlanjut dan mungkin akan terus berlanjut dengan sekup yang makin meluas.
Sekalipun banyak harapan agar fenomena perdebatan dua kelompok ini dapat segera berhenti dan diharapkan tidak ada lagi
perbincangan Sunnah versus Syi’ah, namun kenyataannya hal itu hanya sebatas isapan jempol belaka.
6
Sebagai bukti kongkrit bahwa perbincangan Sunnah Syi’ah masih eksis hingga sekarang, munculnya karya-karya yang bertaraf
nasional maupun internasional yang bertemakan usaha–usaha mempersatukan dua kubu yang hingga kini masih nampak berseteru.
Di antaranya:
al-Fus}ul al-Muhimmah fi Ta’lifi al-Ummah
7
, Fiqhiyyat
Baina al-Sunnah wa-al-Shi‘ah,
8
Sunnah Syi’ah Bergandengan Tangan Mungkinkah?
9
Shi‘ah fi al-Mizan Beirut: al-Jil, 1989, 24. Muhammad Husain al-Kashif al-Ghit}a ,
As}l al-Shi‘ah wa-Us}uluha Bairut: Muassasah al-‘Alamiyah al-Mat}bu‘ah, 1413 H1993 M, 116. Bahkan, sebagian ulama Syiah seperti al-Kashif al-Ghit}a malah
mengatakan bahwa adalah Rasulullah Saw. sendiri yang telah menanamkan akar Syiah.
Pendapat kedua mengatakan bahwa jika yang dimaksud adalah Syiah dalam pengertian terminologis, maka ia baru timbul pasca kepemimpinan Ali kw. dalam
rentang waktu yang cukup panjang. Pendapat ini tampak pada penulis-penulis non- Syiah. Terutama Mutazilah, mereka mengatakan bahwa Syiah yang dikenal
sekarang ini baru timbul pada masa Imam Jafar S}adiq 80-148H599M-765M. Melihat data-data yang ada, kedua pendapat di atas dapat digabungkan menjadi satu
kesimpulan: Bahwa jika yang dimaksud dengan terma Syiah adalah sekadar fenomena keinginan sebagian orang untuk mengangkat Ali kw. sebagai khalifah,
maka betul ia adalah mazhab pertama yang dikenal dalam sejarah Islam dan telah tumbuh pada masa akhir hidup Rasulullah Saw. dan awal kekhalifahan Abu Bakar
ra. Namun, jika yang dimaksud dengan terma Syiah adalah sebuah mazhab besar dengan segala teori, pendapat dan perjalanan historisnya, maka ia baru timbul pada
penghujung masa Uthman ra, dan awal masa Ali kw
.
6
Haidar Bagir, “Syi’ah versus Sunnah: Biarlah Menjadi Sejarah Masa Lampau”,
Jurnal Ulumul Qur’an, no. 4, Vol. VI, tahun 1995.
7
Abdul Husain Sharafuddin al-Musawi Najaf: Al-Nu’man, Cet.IV 1967.
8
‘Atif Salam, Fiqhiyyat Baina al-Sunnah wa-al-Shi‘ah Qum: Barnamij al-
Mu‘jam al-‘Aqaidi, 1422 H2001 M
9
M. Quraish Shihab, Sunnah Syi’ah Bergandengan Tangan Mungkinkah
Jakarta: Lentera hati, 2007. Karya terakhir ini telah dibantah isinya oleh tim pengkaji dari pondok salaf Sido Giri Pasuruan Jatim yang kemudian dibukukan
dengan judul “Mungkinkan Sunnah Syi’ah dalam Ukhuwah?” diterbitkan oleh
penerbit Pustaka Sido Giri, 2007. Terlepas dari sepakat atau tidak dengan isi diskusi ini, yang pasti bahwa, dengan munculnya diskusi tertulis tersebut mengindikasikan
43 Adapun buku-buku yang berisi perdebatan dan bantahan atas
tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh salah satu kelompok pada kelompok lain, di antaranya:
As}l al-Shi‘ah wa Us}uluha,
10
al-Shi‘ah fi Aqa’idihim wa-Ah}kamihim,
11
al-Muraja-‘at,
12
a l-Shi‘ah: Shubuhat
wa-Rudud,
13
al-Adillah al-Bahirah ‘ala nafyi al-Baghd}a’ baina al- S}ah}abah wa-al-‘It}rah al-T}ahirah.
14
Mukhtas}ar al-Tuh}fah al- Ithna’ashariyah.
15
Sekalipun buku-buku ini sebagiannya terbit tahun delapan puluhan, namun hingga kini buku-buku tersebut masih sering
dijadikan sebagai rujukan utama oleh kedua belah pihak dalam kajian- kajian mereka.
Lebih dari itu, di kalangan para akademisi, kajian dan penelitian ilmiah seputar Syi’ah juga masih sering dilakukan. Disertasi terakhir
dalam tema ini ditulis oleh H. M. Attamimy dengan judul ”
Habib
Husein Al-Habsyi dan Perannya dalam Perkembangan Syi’ah di
Bangil
16
, Muhammad Baharun tahun 2006 di IAIN Sunan Ampel Surabaya, dengan judul
Tipologi Pemahaman Doktrin Syi’ah di Jawa Timur, dan tesis dengan judul Konsep Hadis Shahih menurut Sunni da
Syi’i, ditulis oleh Fadhlullah Muh. Said, UIN Jakarta, 2004. Sebelumnya, Nashir bin Abdullah bin Ali al-Qifari tahun 1994 di
Universitas Imam Muhammad ibn Sa’ud al-Islamiyah dengan judul Us}ul Madhhab al-Shi‘ah al-Ithna‘ashariyah.
bahwa perdebatan seputar topik ini nampaknya masih menarik untuk diperbincangkan.
10
Muhammad Husain al-Kashif al-Ghit}a’. As}l al-Shi‘ah wa Us}uluha, Buku
ini berbicara tentang sejarah munculnya Syi’ah dan beberapa prinsip ajaran Syi’ah seperti
imamah, ‘adl, dan al-bada’ serta beberapa hal yang terkait dengan al-ah}}wal al- shakhs}iyah.
11
Sayyid Amir Muhammad al-Kadzimi al-Quzwaini, al-Shi‘ah fi Aqa’idihim
wa-Ah}kamihim, 1987.
12
Abdul Husain Sharafuddin al-Musawi, Bagdad, 1982. Buku ini berisi tentang prinsip-prinsip ajaran syi’ah dan beberapa usaha untuk meluruskan beberapa
pemahaman seputar ajaran Syi’ah yang dinilai kurang tepat.
13
Makarim al-Shirazi, al-Muraja-‘at Qum: Sulaimanazadah. 2006
14
Umar Abdullah Kamil, al-Adillah al-Bahirah ‘ala nafyi al-Baghd}a’ baina al-
S}ah}abah wa-al-‘It}rah al-T}ahirah Oman: Dar al-Razi. 2007
15
Shah Adul Aziz Ghulam Hakim al-Dahlawi, Mukhtas}ar al-Tuh}fah al-
Ithna‘ashariyah Dammam: ibn Jauzi. 1979
16
Telah diujikan dan dinyatakan lulus pada bulan April 2009 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
44 Dengan melihat banyaknya karya-karya yang muncul,
nampaknya penelitian tentang Sunnah Syi’ah masih layak untuk dikaji, namun bukan pada tataran mencari mana yang benar dan mana
yang salah, dan bukan juga mencari persamaan dan perbedaan, karena keduanya sudah jelas memiliki perbedaan dan persamaan, namun yang
lebih bijak adalah dengan mengkaji ajaran-ajaran mereka sesuai dengan kaidah yang mereka miliki dengan meletakkan sudut pandang
yang benar dalam melihat dan menilai satu kelompok tersebut secara ilmiah tanpa didorong oleh fanatisme dan tendensi tertentu.
Banyak kesalahfahaman yang terjadi antara kelompok Sunnah dan Syi’ah pada saat melakukan kajian. Kesalahan tersebut lebih
dikarena-kan oleh metodologi yang kurang tepat dalam mencermati Syi’ah, atau faktor pandangan yang kabur dalam melihat masalah
yang sebenarnya, atau menjeneralisir satu kesalahan untuk semua kelompok serta kurang jeli dalam membedakan antara sekte yang satu
dengan sekte yang lain
17
, terutama dalam aliran Syi’ah yang memiliki sekian banyak sekte.
18
Dikatakan oleh Hasan Ma’tuq, bahwa:
ﱵﻟﺍ ﺭﻮﻣﻷﺍ ﻦﻣ ﲑﺜﻛ ﰲ ﻉﻮﻗﻮﻟﺍﻭ ﻂﻠﳋﺍﻭ ﻂﺒﺨﺘﻟﺍ ﱃﺇ ﺕﺩﺃ
ﻡﺪﻋ ﺕﺎﻫﺎﺒﺘﺷﻹﺍ ﻦﻣ ﺔﻴﻣﻼﺳﻹﺍ ﻕﺮﻔﻟﺍ ﲔﺑ ﻖﻴﻗﺪﻟﺍ ﺰﻴﻴﻤﺘﻟﺍ
ﺔﻴﻬﻘﻔﻟﺍﻭ ﺔﻳﺩﺎﻘﺘﻋﻹﺍ ﻕﺮﻔﻟﺍ ﲔﺑ ﻖﻳﺮﻔﺘﻟﺍ ﻡﺪﻋﻭ ، ﺎﻫﲑﻏﻭ
19
.
17
Seperti nampak dalam Umar Abdullah Kamil, al-Adillah al-Bahirah ’ ala
nafyi al-baghd}a’ baina al-S}ahabah wa-al-‘It}rah al-T}ahirah Oman: Dar al-Razi, 1428 H2007 M. “Membedah Syi’ah”
Sabili, No.5 Th. XIII 22 September 200518 Sya’ban 1426.
18
Jumlah sekte dalam Syi’ah menurut al-Baghdadi w. 429 H amatlah banyak, namun secara umum mereka terbagi menjadi empat kelompok besar, dan
masing-masing dari kelompok tersebut terbagi pula menjadi beberapa kelompok kecil. Hanya dua kelopok di antara mereka yang dapat dimasukkan ke dalam
golongan umat Islam, yaitu Zaidiyah dan Imamiyah, al-farqu baina al firaq Bairut:
Dar al-Jil, 1987 21. Sedangkan menurut Muhammad abu Zahrah bahwa kelompok Syi’ah yang keluar dari ajaran Islam kini telah punah dan tidak ada lagi
pengikutnya, Tarikh al-Madhahib al-Islamiyah Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, tth.
44. Secara umum mereka dinamai Ghulat kelompok ekstrim. Kolompok Syi’ah
secara rinci akan dibahas dalam bab berikutnya beserta klasifikasi tipenya.
19
Hashim Ma’ruf al-H{asani, Al-Ins}af fi Masa’il al-Khilaf Qum: Shabakah
al-Shi’ah al-‘Alamiyah, 2007, jilid I, 171
45 Hal ini dibenarkan pula oleh Haidar Baqir saat menyinggung
tentang banyaknya sekte-sekte dalam Syi’ah hingga sulit untuk mengatakan bahwa Syi’ah itu benar atau salah tanpa merinci sekte
mana yang dimaksud. Beliau mengatakan: “Ada Syi’ah Itsna’asyariyah yang tradisional messianistik, yang ritualistik, tapi
ada juga yang modernis-progresif. Ada yang serba religius dan mistis, ada yang sosialis-transformatif, bahkan agak “Wahhabi”. Dan masih
tak terhitung lagi pengelompokan yang berdasar pada berbagai faktor lain.
Belum Lagi jika kita masukkan sekte-sekte yang ditolak oleh mainstream Syi’ah, lebih-lebih pendapat-pendapat individual yang
entah menyebal dari yang lazim atau malah samasekali dianggap keliru oleh mereka sendiri.
20
Syekh Muhammad Kashif al-Ghit}a’ mengemukakan: “Kesalahan
yang merupakan musibah yang terjadi menyangkut pandangan keliru terhadap Syi’ah adalah karena para penulis tentang Syi’ah itu, pada
umumnya merujuk kepada ibnu Khaldn yang menulis di Afrika sana Tunis dan ujung bagian Barat Magrib menyangkut Syi’ah yang ada
di Irak dan di ujung Timur atau menukil dari Ahmad bin Abdurabbuh yang berasal dari Andalus kini Spanyol dan orang-orang semacam
mereka.... Adapun merujuk kepada kitab yang ditulis ulama Syi’ah, maka itu tidak pernah terlintas dalam benak salah seorang di antara
penulis-penulis tentang Syi’ah.”
21
Dengan memperhatikan beragamnya sekte dalam satu aliran, sulit bagi kita untuk mengatakan bahwa aliran tersebut benar atau
salah tanpa merinci lebih jauh sekta mana yang dimaksud, terlebih aliran Syi’ah yang memiliki sekian banyak sekte sebagaimana disebut
di atas.
Namun ironisnya, mayoritas penulis Ahlusunnah yang menulis
dan mengkaji tentang Syi’ah hampir sepakat dengan kesimpulan besar bahwa Syi’ah adalah kelompok yang menyimpang, tanpa merinci
sekte mana yang dimaksud, dan hal itu didasarkan pada teks-teks ajarannya yang menginformasikan makna tersebut.
20
Haidar Bagir, “Syi’ah Versus Sunnah: Biarlah Menjadi Sejarah Masa Lampau.
Jurnal Ulumul Qur’an, no. 4, Vol. VI, tahun 1995.
21
Muh}ammad H}usein Kashif al-Ghit}a’, As}l al-Shi’ah wa-Us}uluha Bairut:
Muassasah al-‘Alamiyah al-Mat}bu’ah, 1413 H1993 M 102-103.
46 Melihat kondisi ini, keprihatinan mulai muncul, terlebih saat
mendapatkan beberapa tulisan atapun penelitian tentang Syi’ah yang tidak objektif dalam melihat perbedaan-perbedaan tersebut, sehingga
menghasilkan kesimpulan yang bias dan sulit untuk diterima kebenaran-nya.
22
Banyaknya kesimpulan yang bias ini, secara langsung mendorong adanya penelitian yang tepat dan objektif yang bertumpu
pada meto-dologi yang kredibel serta kaidah yang diyakini kebenarannya oleh masing-masing kelompok guna mendapatkan
pemahaman dan kesimpulan yang tepat dan juga ilmiah.
Dalam penelitian yang akan dilakukan adalah mencermati sejauh mana ketepatan metodologi kritik yang dilakukan oleh para peneliti
dari kelompok Ahlusunnah terhadap kolompok Syi’ah sebagaimana
tercermin dalam buku-buku yang banyak diterbitkan oleh kelompok Ahlusunnah.
Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa, penilaian para penulis Ahlusunnah
terhadap hadis-hadis yang terdapat dalam kitab karya ulama-ulama Syi’ah perlu untuk diuji kembali kebenarannya.
23
Hal itu dikarenakan adanya beberapa kemungkinan,
pertama, hadis-hadis Syi’ah yang dikritik oleh kelompok Ahlusunnah
merupakan hadis yang dinilai bermasalah oleh kalangan Syi’ah sendiri;
kedua, hadis- hadis tersebut bersumber dari kelompok sempalan Syi’ah;
ketiga, kesimpulan yang terdapat dalam buku-buku Syi’ah merupakan
pendapat individu yang tidak mewakili kelompok mayoritas ajaran Syi’ah, yang kemudian difahami oleh para pengkritiknya sebagai
ajaran Syi’ah secara utuh;
keempat, kesimpulan yang difahami oleh Ahlusunnah
dari teks-teks Syi’ah bisa jadi berbeda maksudnya dengan apa yang dipahami oleh ulama Syi’ah.
24
22
Dapat dilihat misalnya pada situs http:www.islamicweb.comarabicshia. Dalam situs ini terdapat berbagaimacam artikel yang berisi kritikan, tuduhan dan
bantahan terhadap tuduhan-tuduhan Syi’ah atas Ahlusunnah.
23
Pengertian hadis dalam mainstream Syi’ah adalah: hadis yang bersambung sanadnya kepada orang yang maksum, diriwayatkan oleh orang yang adil dari
kelompok Imamiyah dari orang yang sepertinya dalam seluruh tingkatan sanad. Al- ‘Askari,
Ma’alim al-Madrasatain Teheran Muassasah al-Bi’thah, 1407 H
24
Perbedaan internal di kalangan Syi’ah sendiri amatlah kaya. Syi’ah bukan merupakan entitas yang monolitis. Sekedar menyebut beberapa ilustrasi , kitab
hadis al-Kafi – yang seluruh kandungannya pernah dianggap shahih- sekarang sudah
menjadi sasaran studi kritis oleh para ahli hadis Syi’ah sendiri. Haidar Bagir,
47 Dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan di atas,
maka kesimpulan yang dibangun oleh penulis Ahlusunnah perlu dikaji
kembali dan dibuktikan kebenarannya dengan cara menelusuri eksistensi dan validitas hadis-hadis yang dikritik melalui kitab-kitab
standart Syi’ah dan kaidah periwayatan hadis versi Syi’ah serta pendapat para ulama Syi’ah akan makna dari hadis-hadis tersebut
beserta kedudukannya sebagaimana tertera dalam kitab-kitab mereka.
Hal ini penting untuk dilakukan tidak sebatas untuk mengetahui eksistensi hadis dan makna yang sebenarnya sebagaimana tertuang
dalam teks yang dikaji, namun juga penting untuk mengetahui secara tepat teks-teks tersebut milik kelompok yang mana dari sekte Syi’ah,
serta untuk memperjelas antara ajaran murni yang disepakati dan pendapat individu yang diperselisihkan.
Namun, bukan berarti bahwa penelitian ini akan membuktikan bahwa semua kesimpulan Ahlusunnah
itu salah dalam memandang Syi’ah, bisa jadi malah sebaliknya, yaitu semakin mempertegas
kebenaraan dari kesimpulan Ahlusunnah tentang Syi’ah selama ini.
Syi’ah yang memiliki kaidah-kaidah tersendiri dalam proses penerimaan hadis tentu tidak bisa disamakan dengan Ahlusunnah
yang juga memiliki metodologi tersendiri dalam penerimaan hadis.
25
Us}ul al-hadith Syi’ah memiliki perbedaan yang cukup signifikan bila dibanding dengan
Us}ul al-hadith Ahlusunnah. Mereka tidak menerima hadis kecuali yang bersumber dari
a`immah.
26
Dalam tataran ini, penghampiran teologis terhadap konsep- konsep Syiah nampak makin mengental. Di sini, kita memang
dituntut untuk lebih banyak lagi mencurahkan perhatian dan energi. Karena konsep-konsep ilmu hadis Syi’ah berlainan atau malah dalam
beberapa segi, berseberangan dengan konsep hadis dalam wacana keilmuan Ahlusunnah. Oleh karena itu, pada sub-judul yang akan
datang peneliti akan memberikan perhatian khusus pada kajian hadis dalam wacana keilmuan Syi’ah.
“Syi’ah Versus Sunnah: Biarlah Menjadi Sejarah Masa Lampau”. Jurnal Ulumul
Qur’an, no. 4, Vol. VI, tahun 1995
25
Lihat misalnya dalam Muhammad Ali al Hasan, Dirasat fi ‘Aqaid al-Shi’ah
al Imamiyah Beirut, 1989 360. Husein al-Kashif Ghit}a, As}l al-Shi‘ah wa-Us}uluha Bairut: Muassasah al-Alamiyah al-Mat}bu’ah, 1413 H1993 M, 145.
26
Ja’far Subh}ani, Us}ul al-H}adith wa-Ah}kamuhu fi al-Îlmi al-Dirayah Qom:
Lajnat Idarat al-Hauzat al- Îlmiyah, 1412 H, 57-58
48 Dengan konsep kepemimpinan yang eksklusif, golongan ini
hanya menerima hadis yang diriwayatkan dari para imam ma’s}um.
27
Dalam kenyataannya, kaum Syi’ah merupakan madzhab utama dalam Islam, yang secara doktrinal berbeda dari kalangan ortodoks muslim,
ternyata memiliki kumpulan hadis yang sama sekali berbeda.
28
Sumber hadis bukan saja sebatas dari ucapan dan perbuatan Nabi, tetapi mencakup seluruh ucapan dan prilaku para Imam
ma’s}um, termasuk ucapan Fatimah binti Muhammad, karena masuk dalam
khitab ahl al-bait Nabi yang dijamin kesuciannya oleh wahyu.
29
Perbedaan kriteria ini pada gilirannya memicu perbedaan dalam menentukan status hadis dan pembagiannya, dari mulai yang shahih
hingga yang dha’if. Shahih dalam pandangan Ahlusunnah juga
berbeda dengan shahih dalam pandangan Syi’ah. Dengan perbedaan
us}ul al-hadith yang sangat signifikan seperti ini, nampaknya tidak akan pernah bisa menghasilkan kesimpulan yang
objektif jika kelompok Syi’ah didekati dan dikaji dengan pendekatan kaidah
us}ul al-hadith Ahlusunnah. Demikian pula sebaliknya, kelompok Syi’ah tidak akan pernah menghasilkan kesimpulan yang
benar tentang Ahlusunnah jika proses pengkajiannya menggunakan
sudut pandang dan kaca mata Syi’ah. Kesalahan metodologis kerap kali menyebabkan seorang peneliti
gagal dalam menemukan kebenaran. Kesalahan metodologis ini, berimplikasi pada hasil dan temuan yang akan disimpulkan.
Kredibilitas serta validitas hasil temuan akan selalu dipermasalahkan atau mungkin akan sulit untuk dipertanggung jawabkan.
Jika terus dilakukan penelitian dengan model yang telah berjalan selama ini, maka tidak menutup kemungkinan akan menciptakan
perselisihan dan perpecahan serta memicu terciptanya jurang pemisah yang semakin besar antara dua kelompok tersebut, serta sulitnya
mendapatkan titik temu yang diharapkan. Lebih-lebih jika proses penelitian itu cenderung subjektif dan tendensius serta tanpa
27
Berangkat dari doktrin yang didasarkan pada hadis thaqalain bahwa para
Imam dari keluarga Nabi tidak dapat dipisahkan dari al-Qur’an, sehingga secara prerogratif menjadi pewaris sah dalam kepemimpinan umat dan spiritual. Sayyid
Muhammad Ridha Husain, Tadwin al-Sunnah al-Sharifah Libanon: Dar al-
Hadi,1413 H, 119.
28
Fazlur Rahman, Islam Chicago: Chicago University Press, 1979, 76.
29
QS. al-Ahzab 33:33.
49 mengenal toleransi, atau bahkan klaim sebelumnya bahwa sekte yang
akan diteliti tersebut adalah sekte yang menyimpang. Padahal, seorang peneliti semestinya menempatkan aliran-aliran
Islam pada jarak yang sama secara kritis, tanpa ada pretensi untuk membenarkan suatu pandangan yang dominan. Jika seorang ilmuwan
telah terlibat dalam pembenaran salah satu klaim, maka ia tidak lagi berposisi sebagai ilmuwan, melainkan sebagai seorang yang
partisipan.
30
Sekali lagi, bahwa titik temu akan semakin sulit untuk dicapai jika masing-masing menggunakan sudut pandang dan barometer yang
diklaim kebenarannya secara sepihak. Ahlusunnah menilai bahwa
kaidah-kaidah yang mereka miliki dalam kaitannya dengan proses penerimaan hadis dan penilaian terhadap sebuah hadis sudah benar
dan tepat. Sementara di sisi lain, Syi’ah yang juga memiliki kaidah- kaidah yang berkaitan dengan proses penerimaan dan penilaian
tehadap hadis menilai bahwa kaidah-kaidah merekalah yang benar dan tepat.
Dengan melihat kondisi penelitian sunnah syi’ah yang berjalan selama ini dan dengan memperhatikan kesimpulan serta dampak yang
memprihatinkan yang ditimbulkan dari penelitian-penelitian tersebut, maka dirasa penting untuk dilakukan penelitian dan kajian yang
berbeda dari apa yang berjalan selama ini.
Pentingnya dilakukan penelitian ini dengan beberapa alasan metodologis:
pertama, penelitian yang berjalan selama ini tidak berusaha untuk mengklasifikasikan kualitas hadis-hadis yang diteliti.
Sehingga argumen yang disajikan nampak kurang relefan dengan kenyataannya, akibat campur aduk antara hadis yang shahih dengan
hadis yang tidak shahih, atau paling tidak, yang dinilai bermasalah oleh kalangan Syi’ah sendiri.
Kedua, tidak mengindahkan kaidah- kaidah
us}ul al-hadith dalam mainstream Syi’ah yang secara signifikan berbeda dengan
us}ul al-hadith di kalangan Ahlusunnah. Ketiga, terdapat interpretasi sepihak terhadap teks-teks hadis yang dikaji.
Bagaimana bisa benar, jika hadis riwayat Syi’ah di sharahkan oleh
Ahlusunnah dengan mainstream Ahlusunnah. Keempat, hasil temuan
tidak ditindaklanjuti dengan bentuk klarifikasi yang serius, sehingga menimbulkan kesimpulan dan pemahaman yang bias.
30
Arkoun, al-Fikr al-Islami, Naqd wa-Ijadah London: Dar al-Saqi, 1990,
247
50 Dengan alasan-alasan tersebut di atas, maka peneliti melakukan
penelitian tentang Syi’ah dengan langkah dan metode yang berbeda dari peneliti sebelumnya. Bukan hadis-hadis Syi’ah yang akan dikaji
dengan mainstream Ahlusunnah, namun peneliti mencoba untuk
memahami hadis-hadis Syi’ah yang dikritik oleh Ahlusunnah dengan menggunakan
mainstream Syi’ah. Hal ini dilakukan karena selama ini penelitian dan kajian yang dilakukan oleh Ahlusunnah dinilai kurang
objektif karena tidak berusaha untuk melakukan klarifikasi atas pemahaman teks tersebut.
31
Dengan penelitian semacam ini, diharapkan dapat menemu-kan teori baru, metodologi baru atau
pendekatan baru yang lebih objektif dalam mengkaji suatu sekte atau ideologi kelompok tertentu.
Dalam penelitian ini, penulis mengambil objek kajian sebuah disertasi yang telah dicetak menjadi buku dengan judul
Us}ul al- Madhhab al-Shi‘ah al-Imamiyah al-Ithna‘ashariyah; ‘ard} wa-naqd,
yang ditulis oleh Nashir bin Abdullah bin Ali al-Qifari dari Saudi Arabia pada tahun 1993 dan telah diujikan di
al-Jami’ah al-Imam Muh}ammad bin Saud al-Islamiyah fakultas Aqidah dan telah
dinyatakan lulus dengan yudisium al-Sharaf al-Ula.
32
Secara garis besar, buku ini membahas tentang: ajaran Syi’ah secara utuh, mulai dari keyakinan Syi’ah terhadap sumber-sumber
hukum Islam; al Qur’an, hadis dan ijma. Bab berikutnya berkaitan dengan
us}ul al-din; tauhid dengan berbagai aspeknya. Pada bab III tentang keyakinan
us}ul al-madhhab, antara lain: al-‘is}mah, al-taqiyah, al-Mahdi, dan al-bida’. Kemudian diakhiri dengan karya-karya ulama
Syi’ah klasik dan korelasinya dengan karya ulama kontemporer dan ditutup dengan pernyataan tentang status Syi’ah dalam pandangan
Islam serta dampaknya di dunia Islam.
Buku atau disertasi ini memberikan kesimpulan bahwa, ada sekian banyak perbedaan yang sangat signifikan antara faham
31
Objektif adalah pengkaji yang dapat melaporkan suatu penemuan berdasarkan data yang diperoleh dan berdasarkan kefahaman yang jitu terhadap
suatu perkara tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak bersifat akademik. http:sampangmangazou.blogspot.com200810objektif-dalam-penyelidikan.html.
diakses pada juli 16, 2009
32
Setelah dinyatakan lulus, disertasi ini kemudian dicetak –sebagaimana pesan dari para pengujinya- menjadi sebuah buku dengan judul yang sama, dan pada
tahun 1994 sudah tercetak untuk yang ketiga kalinya. Disertasi ini –setelah dicetak- menjadi referensi penting bagi para pengkaji tentang Syi’ah. Hal ini nampak dalam
artikel-artikel yang banyak tersebar dalam beberapa situs di internet.
51 Ahlusunnah
dan Syi’ah, khususnya dalam menilai masalah ushul, dan perbedaan yang terdapat pada ajaran madzhab Syi’ah cenderung
menyimpang dan keluar dari koridor Islam. Secara spesifik, disertasi ini dipilih dengan alasan: 1 Disertasi
ini berbicara tentang sekte Syi’ah secara universal. Sebagaimana disampaikan oleh penulisnya dalam
muqaddimahnya, “saya menyadari, bahwa penelitian yang saya lakukan ini cukuplah berat,
karena kami akan meneliti sebuah agama baca:keyakinan secara utuh dan bukan sebuah buku kecil.”
33
2 Banyak dijadikan rujukan oleh para peneliti yang hendak mengkaji tentang Syi’ah. 3
Ketokohan penulisnya, beliau adalah dekan fakultas Akidah Universitas al-Qas}im dan anggota senat di perguruan tinggi tersebut.
Memiliki banyak karya tulis, baik yang bernuansakan Syi’ah maupun tema-tema yang lain,
34
serta seorang aktifis yang produktif yang telah memberikan banyak sumbangan keilmuan di berbagai bidang,
khususnya di Saudi Arabiyah. 4 Disertasi ini merupakan kelanjutan dari tesis beliau yang juga bertemakan Syi’ah, dengan judul
Fikrah al- Taqrib baina Ahl al-Sunnah wa-al-Shi‘ah, sehingga proses penulisan
disertasi ini telah melalui penelitian dan kajian yang cukup panjang. Alasan mengapa penulis memilih disertasi sebagai objek kajian,
karena disertasi adalah satu penelitian yang dilakukan dengan tahapan-tahapan yang begitu ketat, dengan prosedur ilmiah dan sudah
diujikan di hadapan para penguji serta diakui kebenaran hasilnya.
Adapun ketertarikan penulis meneliti madzhab Shi’ah al-
Ithna’ashariyah, dikarenakan: 1 Ithna’ashariyah merupakan sekte Syi’ah yang terbesar dan masih eksis hingga sekarang.
35
2 Memiliki
33
Nashir Abdullah al-Qifari, Us}ul Madhhab al-Shi‘ah al-Imamiyah al-
Ithna’ashariyah, 8
34
Beberapa judul buku yang beliau tulis di antaranya: Us}ul Madhhab al-
Shi’ah tiga jilid, Muqaddimah fi al-I’tiqad, Muqaddimah fi al-Milal wa-al-Nih}al, Nawaqid} Tauh}id al-Asma’ wa-al-S}ifat, al-Bid’ah al-Maliyah ‘inda al-Shi’ah al-
Imamiyah.
35
Sekte ini disebut juga dengan Imamiyah atau Ja’fariyah. Sekarang ini jika disebut kata “Syi’ah” maka selalu identik dengan kelompok ini. Imamiyah masih
mempertahankan ajaran Ahl al-bait secara utuh dan kaya akan ajaran-ajarannya.
Mengalami perkembangan dan pertumbuhan pengikutnya yang amat signifikan bila dibanding dengan kelompok yang lain. Lebih dari itu, pada dua dasawarsa terakhir,
Imamiyah berhasil membentuk sebuah pemerintahan berdasar Wilayah al-Faqih
ajaran fundamental yang merupakan konsekwensi turunan dari tauhid. Husein Muhammad al-Kaff, “Sunnah-Syi’ah, Mestikah Bertikai?”
Jurnal Al-Huda, no. 6, Vol. II, tahun 2002, 31-32.
52 khizanah intelektual yang kaya dan didukung dengan karya-karya
ilmiah yang begitu banyak, baik yang klasik maupun yang kontemporer.
36
3 Seringnya terjadi gesekan dan benturan dengan kelompok Ahlusunnah, karena adanya keyakinan yang dinilai berbeda
antar keduanya. 4 memiliki konsen dan motifasi yang tinggi untuk menyebarkan pemikiran madzhabnya ke berbagai negara Islam.
37
5. Satu-satunya sekte Syi’ah yang selalu berusaha untuk melakukan
langkah-langkah taqrib dengan Ahlusunnah, sehingga terbentuklah
beberapa organisasi yang bertujuan untuk merealisasikan persatuan dan persaudaraan antar keduanya.
38
Berdasarkan butir-butir pemikiran yang tersaji di muka, maka diketahui bahwa penelitian tentang kredibilitas kritik Ahlusunnah
terhadap hadis-hadis Shi’ah Ithna’asyariyah penting dan menarik untuk dilakukan dalam tataran studi hadis guna melihat seberapa jauh
ketepatan kritik-kritik tersebut.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah 1. Identifikasi Masalah.