95 atau tidak dibutuhkan keberadaannya. Namun, mereka berpendapat
bahwa syarat d}abt} sebenarnya sudah inklut di dalam syarat ‘adalah
ﻥﺃ ﺔﻟﺍﺪﻌﻟﺍ ﻡﺯﺍﻮﻟ ﻦﻣ ﻂﺒﻀﻟﺍ
. Seorang perawi yang menyandang status adil, secara otomatis dia adalah seorang yang
d}abit} dengan riwayat-riwayat yang dibawanya
. Maka penyebutan kata“d}abt}” dalam definisi merupakan penyebutan yang sia-sia
ﺍﻭﻐﻟ , atau bisa juga penyebutan
kata itu dimaksudkan sebagai penegas ﺩﻴﻜﺄﺘ
dan bukan sebagai syarat.
Bagi yang berpendapat bahwa d}abt} merupakan syarat dan
berbeda dengan ‘adalah menegaskan, bahwa pencantuman syarat
tersebut untuk menjamin dari kemungkinan terjadinya kelalaian atau kelupaan yang terjadi pada perawi secara tidak sengaja yang
dikhawatirkan dapat berdampak pada kesempurnaan hadis.
140
E. Diskripsi dan analisis kitab-kitab hadis mu‘tamad di kalangan
Syi’ah Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, bahwa kalangan
Syi’ah memiliki sistem tersendiri dalam hal proses periwayatan hadis. Dengan kepemimpinan yang eksklusif, golongan ini hanya menerim
hadis dari para imam yang maksum.
141
Secara doktrinal, sumber hadis di kalangna Syi’ah berbeda dengan kalangan ortodoks muslim.
Sumber hadis, tidak hanya sebatas dari ucapan dan perbuatan Nabi, tetapi mencakup semua ucapan dan prilaku para imam maksum,
termasuk ucapan Fatimah binti Muhammad saw., karena masuk dalam khitab ahl al-bait yang dijamin kesuciannya oleh wahyu.
Tradisi penulisan hadis diyakini telah berkembang sejak zaman Nabi saw. Beliau mendiktekan hadis-hadis kepada Ali ra. yang
kemudian ditulis dalam lembaran-lembaran dan disimpan dalam sarung pedangnya. Tatkala Rasulullah wafat, Ali ra. memeliharanya
dengan baik.
S}ahifah itu kemudian dikenal dengan nama “s}ahifat Ali”. Selain
s}ahifah, yang umumnya memuat tentang hukum diyat dan
140
Muhammad al-‘Ubaidân al-Qathîfiy, http:www.alobaidan.orgindex.php?act=artcid=59
.
diakses pada Mei 28, 2010
141
Berangkat dari doktrin yang didasarkan pada hadis thaqalain bahwa para
imam dari keluarga Nabi tidak dapat dipisahkan dari al-Qur’an, sehingga secara prerogratif menjadi pewaris sah dalam kepemimpinan umat dan spiritual. Sayyid
Muhammad Rid}a Husain, Tadwin al-Sunnah al-Sharif Libanon: Dar al-Hadi, 1413
H, 119.
96 beberapa persoalan lainnya, Rasulullah saw., juga mendiktekan
kepada Ali hadis-hadis lain yang disalinnya ke dalam lembaran- lembaran yang jauh lebih besar yang kemudian dikenal dengan nama
al-Jami’ah.
142
Pada masa kegaiban imam Mahdi, para pengikut Ahlulbait, berusaha membukukan kembali hadis-hadis yang saat itu sempat
tercecer. Mereka memulai dari kitab-kitab yang masih tersisa, melalui periwayatan langsung dari orang ke orang hingga sampai kepada
Rasulullah saw., atau sampai ke salah satu imam dua belas. Hadis- hadis itu di antaranya telah dibukukan oleh Abu Rafi‘ al-Qibt}i al-Shi‘i
dalam kitab
al-Sunan, al-Ah}kam, dan al-Qad}aya.
143
Pada tahap berikutnya, para ulama Syi’ah berusaha untuk membukukannya ke berbagai macam kitab yang hasilnya antara lain
adalah empat kitab hadis utama yang dikenal dengan al-Kutub al-
Arba’ah, yakni: al-Kafi, Man la yah}d}uruh al-Faqih, Tahdhib al-Ah}kam dan
al-Istibs}ar fi ma Ukhtulifa min Akhbar.
144
5. Us}ul al-Kafi
Kitab al-kafi ditulis oleh Abu Ja’far Muhammad ibn Ya’qub
ibn Ishaq al-Kulaini al-Razi. Wafat pada tahun 328329 H 939940 M riwayat hidupnya sangat sedikit diketahui. Ada perbedaan
pendapat mengenai dirinya, seperti apakah nama yang dinisbatkan kepadanya adalah al-Kulini atau al-Kulaini. Namun disepakati bahwa
Kulain atau Kulin merujuk pada sebuah dusun di Iran asal beliau dilahirkan.
145
Dalam berbagai kitab diungkap bahwa pada masa kecilnya beliau hidup sezaman dengan imam Syi’ah kesebelas, al-Hasan al-
Askari w.260 H.
146
Beliau juga hidup pada masa dinasti Buwaihiyah
142
I.K.A. Howard, “al-Kafi by al-Kulaini, Man la Yah}d}uru al-Faqih by al- S}aduq, Tahdhib al-Ah}kam and al-Istibs}ar by al-T}usi”, terj. Arif Budiarso dalam al-
Serat, Vol. 2, No. 2, 1967, Jurnal Ulumul Qur’an, Vol. 2. No. 4, 2001.
143
Abu Ja’far Muhammad ibn Ya’qub al-Kulaini, Us}ul al-Kafi, naskah diteliti
dan diberi notasi oleh Muhammad Ja’far Syamsuddin Bairut: Dar al-Ta’aruf li-al- Mat}bu’at, 1411 H1990 M, juz I, 3.
144
Lihat misalnya Mircea Eliade, Ed., The Encyclopedia of Religion, Vol. 6
New York: Macmillan Publising Company, 1997 150-151. Murtad}a al-‘Askari, Ma’alim al-madrasatain, juz III, 250-251.
145
Al-Kulaini, Us}ul al-Kafi, juz I, 7.
146
Hasan Ma’ruf al-H{asani, Telaah Kritis atas Kitab Hadis Syi’ah al-Kafi, Jurnal al-Hikmah, No. 6, edisi Juli-Oktober 1992.
97 945-1055 M. pada masa tersebut merupakan masa paling kondusif
bagi elaborasi dan standarisasi ajaran Syi’ah dibandingkan dengan masa sebelumnya.
147
Al-Kafi merupakan kumpulan hadis yang diajarkan Nabi saw. serta para imam dan diteruskan kepada kaum muslimin oleh murid-
murid para imam. Kata “al-Kafi” berarti “yang mencukupi”, sebuah buku yang dimaksudkan untuk menjadi koleksi lengkap hadis Syi’ah
Imamiyah, dan faktor ini pula yang mendorong beliau untuk menyusun buku yang sejatinya dapat dijadikan rujukan penganut
Syi’ah. Hal itu dijelaskan oleh al-Kulaini dalam kata pengantar karyanya tersebut:
“…inilah sebuah buku yang akan mencukupi kafin kebutuhan
keagamaan anda yang mencakup semua aspek pengetahuan
‘ilm agama, yang sesuai bagi para pelajar, dan guru untuk dapat
merujuknya. Dengan demikian buku ini dapat digunakan oleh siapapun yang menginginkan ilmu agama dan hukum praktis
‘amal sesuai dengan hadis yang kuat dari sumber yang sebenarnya…”
148
Untuk menyelesaikan kitab al-Kafi, al-Kulaini memerlukan
waktu yang cukup panjang, yaitu dua puluh tahun.
149
Al-Kafi memang sebuah karya yang amat lengkap dan luas, yang isinya dibagi menjadi
tiga bagian: al-us}ul, al-furu’ dan al-Raud}ah.
Pada bagian us}ul berisi hadis-hadis mengenai dasar-dasar
agama dan prinsip-prinsip dimana hukum agama berpijak. Bagian furu’ membahas hadis yang merinci secara detail hukum agama.
Sedangkam raud}ah adalah kumpulan hadis yang menguraikan
147
John L. Esposito, Ensiklopedi Islam Modern, juz V Bandung: Mizan,
2001 302-307. Dikatakan kondusif, karena pada masa-masa sebelumnya merupakan masa-masa sulit bagi kaum Syi’ah untuk mengembangkan eksistensinya. Hal itu
disebabkan oleh adanya pertikaian antara kaum Sunni dengan Syi’ah. Bahkan, untuk melacak sosok al-Kulaini dalam perjalanan hidupnya pada paruh pertama sangatlah
sulit untuk dilakukan. Kota Ray, tempat kelahiran dan tumbuh besarnya al-Kulaini telah porak poranda akibat pertikaian tersebut. Oleh karena itu banyak pengikut
Syi’ah yang melakukan
taqiyah menyembunyikan identitas diri agar selamat dari kejaran kaum Sunni.
148
Abu Ja’far Muhammad ibn Ya’qub al-Kulaini, Us}ul al-Kafi, naskah
diteliti dan diberi notasi oleh Muhammad Ja’far Syamsuddin Bairut: Dar al-Ta’aruf li-al-Mat}bu’at, 1411 H1990 M, juz I, 41.
149
Abu al-Abbas Ahmad ibn Ali ibn Ahmad al-Asadi al-Kufi al-Najashi, Rijal
al-Najashi Qum: Muassasah al-Nashr al-Islami, 1418 H, 266.
98 berbagai segi minat keagamaan dan termasuk beberapa surat dan
khutbah para imam. Ciri utama karya ini adalah hadis-hadis tersebut disajikan
secara sistematis dalam bab-bab yang sesuai dengan pokok persoalan. Sistem ini baru digunakan oleh ulama Islam pada abad kedua dan
ketiga Hijriyah.
150
Dalam hal ini, al-Kulaini bukan ulama Syi’ah Imamiyah pertama yang menggunakan metode ini. Ada karya-karya
dan kumpulan hadis lain yang menggunakan metode yang sama, seperti kitab
al-Mahasin karya Ahmad ibn Muhammad ibn Khalid al- Barqi w. 274 H887 M. Namun demikian,
al-Kâfi adalah karya pertama yang memuat penelitian lengkap hadis Imamiyah dengan cara
ini. Kitab
al-Kafi, terbagi menjadi tiga sentral bahasan, yaitu: us}ul, furu’ dan raud}ah al-Kafi. Kumpulan hadis yang disebut us}ul, adalah
kumpulan hadis-hadis yang didengar langsung dari para imam atau dari tangan kedua perawi yang terkumpul dalam kitab
Ushul arba’miah yang pada masa itu menjadi rujukan para ulama klasik
mutaqaddimin dan sumber utama kebanyakan karya al-Kulaini.
151
Penyusunan bab pada hadis-hadisnya tidak diatur sesuai pokok permasalahannya, melainkan berdasarkan urutan hadis tersebut
didengar, tanpa memperhatikan materi subjek atau dari imam yang mana hal itu didengar.
152
Proses pengumpulan hadis-hadis dalam al-Kafi, selain
berangkat dari ijtihad penyusunnya, juga bertumpu pada sikap percaya dan baik sangka pada sumber penuturnya perawi dari para imam.
Sikap ini dilakukan karena beberapa alasan: pertama, karena para
periwayat hadis-hadis tersebut berdekatan masanya dengan para imam;
kedua, sikap dan kepribadian para perawi yang agung, yang secara alami dapat menumbuhkan sikap percaya dan patuh dengan
150
Proses pengumpulan dengan sitem semacam ini juga dikenal dan populer di kalangan Ahlusunnah pada abad ketiga hingga pertengahan abad keempat. Pada
abad tersebut dikenal dengan as}r al-dhahabi masa keemasan. Lihat al-‘Ithr,
Manhaj al-Naqd, 61.
151
Hasyim Ma’ruf al-H{asani, Dirasat fî al-H{adith wa-al-Muh}addithin
Bairut: Dar al-Ta’aruf, t.th, 130
152
Agha Buzurg al-Tihrani, al-Dhari’ah ila Tas}anif al-Shi’ah Najaf: t.p.,
1963, 125-129.
99 karya-karya mereka; dan
ketiga, keyakinan bahwa riwayat-riwayat akhbar tersebut bersumber dari para imam.
153
Dengan demikian, al-Kulaini dalam proses pengumpulan hadis secara teorotis kurang menaruh perhatian terhadap sanad dibanding
dengan matan atau isi hadis. Kadang al-Kulaini melaporkan hadis dengan sanad dari orang-oarang yang bukan langsung murid para
imam, bahkan ada juga yang bersal dari kalangan Zaidiyah,
ghulat dan orang-orang yang tidak ada hubungannya dengan keyakinan Syi’ah.
154
Oleh sebab itu, al-Hasan ibn Yusuf al-H{uli 648-726 H dan juga gurunya Ahmad ibn T{awus w. 693 H yang hidup di abad ke
tujuh Hijriyah mengkritik hadis-hadis dalam al-Kafi. Mereka menilai
bahwa hadis-hadis dalam al-Kafi adalah hasil ijtihad al-Kulaini, maka
dari itu untuk melihat kualitas dari hadis-hadis tersebut harus diuji melalui kaidah-kaidah keshahihan hadis yang berlaku.
Dengan diberlakukannya kaidah keshahihan hadis dalam al-
Kafi, ditemukan bahwa tidak semua hadis dalam al-Kafi yang berjumlah 16199 hadis itu shahih.
155
Setidaknya, para ulama Syi’ah membagi kualitas hadis-hadis
al-Kafi menjadi lima kategori, yaitu: 1 s}ah}ih}, berjumlah 5072; 2 h}asan, berjumlah 144; 3 muwaththaq,
berjumlah 1128; 4 qawi, berjumlah 302; dan 5 d}a‘if, berjumlah
9485.
156
153
Hasyim Ma’ruf al-Hasani, Dirasat fi al-H{adith wa-al-Muh}addithin
Bairut:Dar al-Ta’aruf, t.th, 133-134
154
Hasyim Ma’ruf al-Hasani, Dirasat fi al-H{adith wa-al-Muh}addithin, 137-
138
155
Banyak versi yang menyebutkan jumlah hadis dalam al-Kafi, dan satu
sama lain cenderung berbeda. Perbedaan ini bisa jadi dipicu oleh penggabungan beberapa sanad yang terulang dengan satu matan. Penghitungan yang dilakukan oleh
Muhammad Ja’far Syamsuddin muh}aqqiq berjumlah 15176 sesuai dengan
penomeran yang terdapat dalam kitab al-Kafi cetakan Dar al-Ta’aruf li-al-Mat}bu’at,
Bairut. Namun Hasyim Ma’ruf al-Hasani lebih memilih angka 16199 sebagaimana pernyataan beberapa ulama Syi’ah. Lihat
muqaddimah dalam al-Kafi, 23, dan Abdul Rasul Abdul Hasan al-Ghifari,
al-Kafi wa-al-Kulaini, Qum: Muassasah al-Nashr al- Islami, 1416 H 401. Muhammad Baqir Taqi al-Majlisi berpendapat, bahwa jumlah
hadis-hadis al-Kafi adalah 16121. Lihat Mirat al-Uqul, Teheran: t.tp, cet. III, 1363
H, juz II, 437. Jumlah hadis-hadis al-Kafi jauh lebih banyak bila dibanding dengan
jumlah hadis-hadis yang terdapat dalam al-kutub al-sittah di kalangan Ahlusunnah.
Lihat al-Sayyid Hasan al-S}adr, Ta’sis al-Shi‘ah li-‘Ulum al-Islam, Qum: al-Amir,
t.th., 288.
156
Hadis shahih adalah: hadis yang bersambung sanadnya kepada sosok yang maksum, diriwayatkan oleh perawi-perawi yang bermadzhab Syi’ah Imamiyah
yang berstatus adil, dan berkesinambungan pada setiap tingkatannya. Muwaththaq
100 Namun, riwayat-riwayat
d}a’if lemah yang terdapat dalam al- Kafi bukan berarti bahwa riwayat-riwayat tersebut tidak dapat
diamalkan apalagi dicampakkan, karena riwayat yang berkualitas d}a’if
karena faktor sanad bisa jadi dia shahih dari aspek matannya. Misalnya, riwayat-riwayat tersebut jika ditinjau dari aspek makna
sejalan dengan makna al-Qur’an atau hadis-hadis Nabi yang lain. Atau, dari aspek keberadaan sumbernya, riwayat-riwayat tersebut
terdapat dalam
al-us}ul al-arba’miah, atau terdapat dalam salah satu kitab yang
mu’tabar, atau kandungan riwayat tersebut termasuk yang diamalkan oleh para ulama, sehingga menjadikan kualitasnya sejajar
dengan yang shahih.
157
Al-Kulaini sendiri, dalam proses pengumpulan hadis-hadis dalam
al-Kafi tidak mengklaim bahwa semua hadis dalam bukunya tersebut shahih. Namun, beliau berharap, apa yang dilakukan ini
sesuai dengan harapan yang diinginkan, yaitu mengumpulkan hadis- hadis yang dapat dijadikan sebagai sandaran dan pegangan dalam
agama.
158
Selain hadis-hadis Nabi saw., terdapat pula dalam al-Kafi
ucapan para imam, dan hal itu diakui sebagai hadis. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa, ada anggapan teologis, di mana para imam
yang maksum memiliki otoritas dalam menyampaikan syariat yang bersumber langsung dari Nabi saw. Oleh sebab itu, tidak heran jika
surat-surat, khutbah dan lain-lain yang memiliki keterkaitan dengan syariat didudukkan setara dengan hadis. Hal ini nampak dari apa yang
dilakukan oleh al-Kulaini yang ditampilkan dalam juz terakhir yang disebut dengan
al-Raud}ah. Adapan
Furu’ al-Kafi, berisi uraian rinci hukum-hukum Islam yang mencakup prilaku manusia terhadap Tuhan-nya dan hubungan
manusia dengan sesamanya. Dalam Furu’, hadis-hadisnya lebih
adalah: hadis yang diriwayatkan oleh orang yang dipercaya tingkat kejujurannya namun memiliki aqidah yang cacat fasid al-aqidah. Hadis muwaththaq ini oleh
sebagian ahli hadis Syi’ah seperti Ja’far Subhani disinonimkan dengan hadis qawi. Adapun hadis dha’if adalah hadis yang tidak memiliki kriteria yang terdapat pada
tiga jenis hadis diatas.
157
Hasyim Ma’ruf al-Hasani, Dirasat fi al-H{adith wa-al-Muh}addithin, 136-
137
158
Abu al-Qasim al-Musawi al-Khu’i, Mu‘jam Rijal al-Hadith Qum: t.tp.,
1398 H, juz I, 88. Al-Kulaini, Muqaddimah Us}ul al-Kafi, 4-5
101 banyak dari pada yang terdapat dalam
Us}ul, demikian pula dengan bab-babnya.
159
Sedangkan dalam Raud}ah al-Kafi, al-Kulaini tidak mengikuti
metode sistematika yang digunakan dalam Us}ul dan Furu’. Hadis-
hadisnya satu sama lain tersusun dalam urutan yang nampak hampir tidak beraturan, dan tidak sesistematis sebagaimana yang disajikan
dalam dua bagian yang lain.
Secara umum, dalam menyajikan hadis-hadis dalam al-Kafi
dan pendekatan yang digunakan, penyusunnya lebih bersikap membiarkan hadis-hadis tersebut berbicara untuk mereka sendiri.
Campur tangan dirinya sendiri amatlah sedikit. Namun satu hal yang patut untuk dicatat adalah sumbangsih beliau dalam pengumpulan dan
penyuntingan besar-besaran riwayat-riwayat hadis, dan itu layak untuk mendapatkan apresiasi dan penghormatan dari para ulama.
Terlebih selama tiga abad
al-Kafi populer dan diterima oleh para ulama dan selalu dikaji hingga kini. Semua ini terjadi, tidak lepas dari
kepercayaan para ulama terhadap tingkat keilmuan dan kredibilitasnya penyusunnya.
160
Keberadaan al-Kafi sebagai sebuah karya kumpulan hadis
sangatlah nyata. Al-Kafi yang dianggap sebagai satu dari empat buku
hadis utama Syi’ah, membawa pada sejumlah komentar dan sanjungan yang ditulis oleh para tokoh Syi’ah, di antaranya, Muhammad Baqir
ibn Damad w. 1040 H, Mulla Sadr al-Din al-Siyrazi w. 1050 H, al- Mazandarani w. 1080 H, al-Qazwini w. 1089 H, dan al-Majlisi w.
1110 H.
Banyak ulama yang menilai positif adanya al-Kafi dan
sekaligus memberikan perhatian dalam bentuk syarah dan penjelas atas kitab tersebut. Tidak kurang dari dua puluh buku yang berisi
komentar, syarah baik syarah lengkap maupun sebagian, hashiah
penjelas dan juga ringkasan atas al-Kafi.
6. Man la Yah}d}uruhu al-Faqih
Kitab Man la Yah}d}uruhu al-Faqih ditulis oleh Abu Ja’far
Muhammad ibn Ali ibn Babawaih al-Qummi yang digelari dengan al- S{aduq. Beliau mendapat gelar ini karena keluasan pengetahuan dan
ketelitiannya dalam proses periwayatan hadis serta kekuatan
159
Dalam al-Kafi terdapat 34 kitab tema yang terbagi menjadi 326 bab.
160
Hashim Ma’ruf al-H{asani, Dirasat fi al-H{adith wa-al-Muh}addithin, 138.
102 hafalannya yang menjadikan setiap orang yang mendengar riwayat
dari beliau merasa yakin akan kebenaran hadis yang diriwayatkannya. Beliau juga dikenal sebagai salah satu tokoh besar hadis dalam kamus
ulama Syi’ah. Tidak banyak informasi yang merekam sejarah kelahiran al-
S{aduq. Namun, ulama-ulama Syi’ah memperkirakan kelahiran beliau pada tahun 305 H berdasarkan pertemuan ayahnya dengan Abu al-
Qasim al-Husain ibn Rawh yang hidup hingga awal abad ke tiga.
Selama hidupnya banyak karya yang telah beliau hasilkan. Al- T{usi mengatakan bahwa karya beliau mencapai tiga ratusan,
sedangkan al-Najasyi berpendapat bahwa karya al-S{aduq sekitar seratus sembilan puluhan. Namun sayangnya, karya-karya tersebut
tidak semuanya lestari hingga kini. Banyak dari karya-karya tersebut yang hilang, dan ada pula yang masih dalam bentuk manuskrip.
Kitab Man la yah}d}uruh al-Faqih menekankan pada masalah al-
furu’, dan telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan baik oleh E.G. Briwn, dengan judul
“Every man his own lawyer”.
161
Kitab Man la yah}d}uruh al-Faqih berisi ringkasan semua hadis
yang dikumpulkan sendiri oleh al-S{aduq. Buku ini disusun dengan tujuan sebagai rujukan hukum agama yang berkisar pada masalah
hukum halal haram dan al-ah}wal al-shakhs}iyah. Berdasarkan
penghitungan yang dilakukan oleh al-Shaykh Ali Akbar al-Ghifari, didapatkan bahwa hadis-hadis yang terdapat dalam kitab ini
berjumlah 5920 hadis dengan kualitas yang berbeda-beda.
Di sisi lain, buku ini juga diharapkan untuk dapat menjadi rujukan masyarakat awam Syi’ah dalam praktek kebutuhan hukum
Islam, dan tidak ditujukan khusus bagi para sarjana dan peneliti. Hal itu nampak dari metode penjelasan yang disesuaikan dengan taraf
pemahaman kalangan awam.
162
Ciri lain dari karya ini, penulis menggunakan metode dengan tidak membiarkan hadis-hadisnya berbicara sendiri, tetapi menarik
ketentuan-ketentuan dan penjelasan maksud dari hadis. Sesekali nampak dalam penjelasan, hadis yang relatif singkat namun mendapat
porsi penjelasan yang panjang.
Man la yah}d}uruh al-Faqih, baru-baru ini telah diterbitkan di Teheran dan dicetak dalam empat jilid. Sebagai lazimnya satu dari
161
Abu Ja’far Muhammad ibn al-Hasan al-T{usi, Al-Istibs}ar fi ma ukhtulifa
min al-Akhbar, 1390 H., juz I, 3
162
Lihat pengantar al-Musawi dalam Tahdhib al-Ah}kam, juz I, 46.
103 empat karya besar hadis, buku ini mendapat banyak respon dan
komentar. Di antaranya, komentar yang ditulis oleh al-Sayyid Ahmad ibn Zainal ‘Abidin al-‘Alawi al-Amili w. 1060 H dan juga penulis
besar Syi’ah Muhammad Taqi al-Majlisi al-Awwal w. 1070 H.
7. Tahdhib al-Ah}kam
Kitab Tahdhib al-Ah}kam ditulis oleh ulama besar Syi’ah Abu
Ja’far Muhammad ibn al-Hasan ibn Ali al-T{usi yang lahir di Iran pada tahun 385 H. Karirnya menandai puncak kejayaan pendidikan dan
pengajaran Islam Syi’ah.
Masa kejayaan Islam Syi’ah diawali oleh al-Kulaini dengan karya besarnya
al-Kafi. Kemudian dilanjutkan oleh al-Shaykh al- S}aduq ibn Babawaih, lalu dinapaktilasi oleh al-T{usi dengan dua
karyanya, Tahdhib al-Ah}kam dan al-Istibs}ar fi ma ukhtulifa min al-
Akhbar. Kitab
al-Tahdhib, pada awalnya dimaksudkan sebagai syarah utuh dari kitab
al- Muqni’ah karya gurunya, al-Mufid. Namun melihat banyaknya perselisihan masyarakat saat memahami teks-teks yang
terkait dengan masalah al-furu’ dalam al-Muqni’ah, beliau
memutuskan untuk fokus mensyarahkan hadis-hadis yang terkait dengan masalah-masalah
furu’ saja dan meninggalkan al-us}ul.
163
Metode yang digunakan oleh al-T{usi adalah dengan mengutip hadis-hadis dalam
al-Muqni’ah dengan komentar al-Mufid lalu diuraikan oleh beliau beserta komentar dan analisanya, bahkan tidak
jarang terjadi diskusi dalam penjelasan tersebut. Karya al-T{usi ini, berisi kajian yang amat luas tentang hadis-hadis Syi’ah yang
mencakup banyak aspek permasalahan hukum.
Dalam kitab Tahdhib al-Ah}kam ini terapat beberapa
karekteristik, di antaranya: 1
Mencakup banyak hadis-hadis hukum fiqih, baik yang disepakati keshahihannya maupun yang diperselisihkan.
2 Terdapat beberapa penjelasan ta’wil terkait dengan
hadis-hadis yang dinilai bertentangan oleh sebagian orang. 3
Dalam mencantumkan riwayat-riwayat hadis, beliau melakukan beberapa tahapan, yaitu dengan memulai dari
hadis-hadis shahih yang disandarkan pada para penutur
163
Muhammad ibn Ali ibn Babawaih al-Qummi, Man la yah}d}ur al-Faqih, juz I,
2.
104 yang dikenal otoritasnya, lalu pada tahapan berikutnya
mencantumkan riwayat-riwayat yang berstatus dhaif. 4
Bermaksud untuk mensyarahkan kitab al-Muqni’ah, maka susunan dalam kitab ini berdasarkan susunan kitab fiqih.
5 Terdapat peringkasan sanad, yang kemudian beliau
cantumkan penjelasan keutuhan sanad tersebut pada akhir kitabnya.
164
8. Al-Istibs}ar fi ma Ukhtulifa min al-Akhbar
Kitab al-Istibs}ar adalah karya keempat dan terakhir dari karya
kitab utama madzhab Syi’ah. Isinya mencakup bidang yang sama dengan
al-Tahdhib, namun dengan porsi yang lebih singkat, atau lebih tepat jika dikatakan bahwa kitab terakhir ini merupakan ringkasan
dari kitab al-Tahdhib, dan dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan
riwayat-riwayat yang dinilai bertentangan. Proses peringkasan ini dilakukan oleh penyusunnya sebagai
jawaban dari permintaan beberapa rekan beliau yang mengharap adanya buku yang ringkas yang berisi hukum-hukum agama yang
sejatinya dapat dijadikan rujukan dan pegangan bagi para pemula yang hendak mengkaji hukum-hukum agama.
165
Metode yang digunakan dalam buku ini serupa dengan buku sebelumnya, hanya saja dalam penjelasan dan kutipan hadis-hadisnya
nampak lebih singkat dan padat. Bahkan dalam beberapa hal, nampak mirip dengan yang terdapat dalam
al-Tahdhib. Demikian gambaran global kitab-kitab
mu‘tamad Syi’ah yang selalu dijadikan sebagai rujukan dan kajian keagamaan mereka.
Keempat buku besar ini dengan tiga penulisnya telah memberikan gambaran umum pemikiran hukum Islam Syi’ah.
Perlu digaris bawahi, bahwa sekalipun empat kitab ini telah menjadi kitab sandaran hadis, namun hadis-hadis yang terdapat di
dalamnya tidak disepakati oleh ulama Syi’ah sebagai hadis-hadis yang shahih secara keseluruhan. Mereka mengakui, bahwa di dalam kitab-
164
Muhammad al-‘Ubaidan al-Qat}ifi, http:www.alobaidan.orgindex.
diakses pada Agustus 08, 2010.
165
I.K.A. Howard, al-Kafi by al-Kulaini, Man la Yah}d}uru al-Faqih by al- S}aduq, Tahdhib al-Ahkam and al-Istibs}ar by al-T{usi, terj. Arif Budiarso dalam al-
Serat, Vol. 2, No. 2, 1967, Jurnal Ulumul Qur’an, Vol. 2. No. 4, 2001
105 kitab tersebut terdapat sekian banyak hadis yang masih
diperselisihkan kualitas keshahihannya.
166
F. Pandangan dan Penilaian ulama Syi’ah terhadap al-kutub al-