208
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan
Studi dalam disertasi ini meneliti tentang Syi’ah dengan langkah
dan metode yang berbeda dari peneliti lain. Dengan merekonstruksi terhadap model penelitian yang berjalan selama ini, dan dengan
menggunkan teori pemahaman theory of understanding serta teori
penafsiran theory of interpretation peneliti menemukan fakta bahwa
kajian-kajian yang telah berjalan selama ini metodologi yang digunakan tidak tepat. Dengan alasan, 1 Kajian yang berjalan selama
ini tidak berusa mehami Syi’ah secara utuh, karena Syi’ah memiliki sekte yang amat banyak. 2 Tidak terdapat pemilahan antaupun
klasifikasi terhadap redaksi-redaksi yang dikaji, sehingga terjadi campur aduk antara teks yang disepakati otentitasnya dengan yang
tidak. 4 Kajian yang dilakukan terhadap riwayat Syi’ah cenderung tekstual dan parsial, serta tidak terdapat usaha untuk klarifikasi
kepada tafsiran dan penjelasan atas makna yang dimaksud oleh riwayat. 5 Tidak membedakan antara pendapat yang disepakati
dengan pendapat yang diperselisihkan, atau pendapat individu dengan pendapat jumhur.
Dengan menggunakan teori kajian sebagaimana disebut di atas, disertasi ini mampu mengungkap mispersepsi atau kesalahfahaman
yang banyak terjadi dalam kajian-kajian dan juga kesimpulan Ahlusunnah baca: al-Qifari tentang Syi’ah.
Di antara temuan dalam kajian disertasi ini adalah: 1 Syi’ah yang selama ini diklaim meyakini adanya distorsi
dalam al-Qur’an dan dituduh memiliki al-Qur’an yang berbeda dengan yang dimiliki oleh umat Islam pada umumnya merupakan kesimpulan
yang tidak benar. Karena redaksi-redaksi Syi’ah yang selama ini dijadikan argumen oleh kalangan Ahlusunnah al-Qifari merupakan
redaksi yang memiliki pemaknaan yang berbeda dengan apa yang difahami oleh Ahlusunnah, baik dari aspek redaksi maupun dari aspek
kualitas;
2 konsep al-‘adalah serta sikap Syi’ah Imamiyah terhadap
sahabat-sahabat Nabi saw. memang cenderung berbeda dengan yang diyakini oleh mayoritas Ahlusunnah. Syi’ah tidak sependapat dengan
konsep jeneralisasi keadilan sahabat. Sikap itu berpijak pada beberapa
209 redaksi ayat maupun hadis yang dalam pandangan Syi’ah mengandung
informasi ketidaksetaraan sahabat dalam status ‘udul. Namun
demikian, sikap ini tidak mendorong mereka untuk mencaci atau mengutuk para sahabat sebagaimana dilakukan oleh
ghulat Shi’ah sekte Syi’ah yang ekstrim. Sehingga tidak benar kesimpulan yang
menyatakan bahwa Syi’ah Imamiyah menilai semua sahabat cacat kecuali beberapa orang saja;
3 Adanya butir-butir Rukun Iman yang berbeda, baik dari aspek redaksi maupun kuantitas, tidak mengindikasikan adanya
keyakinan yang berbeda antara Ahlusunnah dengan Syi’ah. Perbedaan itu terjadi bukan pada
us}uluddin dasar-dasar agama atau substansi dari rukun iman, namun lebih kepada
us}ul al-madhhab dasar-dasar madzhab, yang tidak dinilai cacat keimanan seseorang jika
mengingkari salah satu dari butir-butirnya; 4 Konsep
al-imamah dalam sekte Syi’ah Imamiyah merupakan ciri khas madzhab ini. Namun tidak semua Syi’ah dinamakan
Imamiyah. Gelar atau julukan ini hanya disandang oleh mereka yang meyakini dengan kepemimpinan dua belas imam dari keturunan Ali
ibn Abi Thalib sebagai pengganti Nabi saw.
5 Konsep taqiyah yang terkesan longgar dalam komunitas Syi’ah, banyak dipengaruhi oleh kondisi dan situasi pemerintahan saat
itu dinasti Bani Umayyah dan Abbasiyah yang melakukan diskriminasi dan intimidasi terhadap Ahlulbait dan Syi’ah Ali ra. dan
6 Penilaian yang tidak tepat juga terjadi saat al-Qifari menilai kualitas
al-kutub al-arba‘ah dalam Syi’ah sebagai kitab yang shahih sebagaimana kitab
s}ah}ih}ain Bukhari dan Muslim, padahal tidak demikian adanya. Sekalipun diistilahkan dengan shahih, namun lebih
dari separuh dari hadis-hadis di dalamnya berstatus tidak shahih atau dha’if. Sehingga, seorang peneliti tidak dapat menilai Syi’ah dengan
sebatas melihat atau membaca riwayat-riwayat yang terdapat dalam al-kutub al-arba’ah. Oleh sebab itu, dalam madzhab Syi’ah, pintu
ijtihad selalu terbuka bagi para ulama yang hendak menilai dan ataupun mengkritisi riwayat-riwayat yang terdapat dalam
al-kutub al- arba’ah.
Studi dalam disertasi ini juga menemukan adanya kesan bahwa perbedaan antara Ahlusunnah dan Syi’ah amat menyolok, sehingga
terkesan sulit untuk dapat diakurkan, padahal tidak demikian adanya. Dalam kajian Nashir Abdullah al-Qifari didapatkan juga proses
kajian yang bertujuan untuk mencari perbedaan bukan mencari
210 persamaan atau titik temu, sehingga dikhawatirkan penganut dua
kelompok tersebut akan sulit untuk bersikap toleran dengan sesama.
B. Implikasi Penelitian