Dampak Penyakit Kronis Terhadap Keluarga

47 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009 dan membiayai makanan dan ongkos Ibu. Kalau Ibu kan nggak kerja, Suami Ibu juga sakit stoke. Jadi, cuma bisa menjaga ajalah, nggak bisa cari uang lagi.” “Abangnya kan sudah kerja… Dialah yang bantu. Memang kami pasien jamkesmas, jadi kalau soal darah, pemeriksaan dan obat sudah bisa diringankan. Apalagi ada yayasan yang membantu, yaitu yayasan haemophilia. Orang itu bantu Ibu mencarikan darah, obat dan mengajari Ibu bagaimana cara merawat anak Ibu. Jadi, nggak terlalu repot soal darah. Kalau sudah ada kartu itu, sudah gampang nagambil darahnya ke PMI” Responden D :”Semua mendukunglah…, membantu kalau bisa membantu. Tapi, seberapalah itu. Kalau orang tua Ibu selalu mengingatkan supaya nggak lupa bawa anakku ke rumah sakit. Kek waktu lebaran kemarin kan, nggak pulanglah Ibu ke kampung, nggak bisa nengok orang tua Ibu karena kumat dia. Jadi, dibilang suami dan keluarga ku, lebih baik nggak usah pulang kampung, asalkan ada biaya ke rumah sakit. Biarpun lebaran, makanya trus cepat-cepat aku ke rumah sakit.” Responden E :”Adek kandung saya yang bantu untuk membeli darah dan biaya ongkos kami kalau kontrol”. ”Dari orang-orang dirumah sakit itu, dikenalkan kawan-kawan yang ada di sana yayasan namanya Yayasan Buddha Tsu Chi, mereka mau membantu mencari donor darah dan membiayai darah dari PMI sama mengurus surat dan keperluannya. Tapi, belum saya hubungi rencananya seperti itulah… Karena saya tahu, tidak bisa lagi Adek saya itu membantu terus-menerus, sementara ekonomi saya juga kurang, jadi mungkin saya akan menghubungi yayasan itu. Saya sudah dikasih kartu namanya.” Responden F :“Kakak-kakak saya, ya paling membantu menjaga anak-anak kalau yang paling kecil ini masuk rumah sakit, atau membantu jaga di sana. “ ”Ada teman-teman yang kasih tahu yayasan yang bisa membantu. Tapi, tunggulah dia benar-benar positif anemia aplastik, karena sejauh ini menurut pemeriksaan terakhir sih anemia aplastik, tapi masih ada pemeriksaan lanjutan untuk kemungkinan penyakit yang lain, jadi masih sangkaan… Tapi udah ada yang kasih tahu alamatnya waktu di rumah sakit.“

C. Dampak Penyakit Kronis Terhadap Keluarga

48 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009 1. Keterbatasan Keluarga yang bertanggungjawab dalam perawatan anak atau anggota keluarga mereka yang sakit kronis memiliki keterbatasan dalam ruang gerak karena pengaruh dari penyakit kronis yang diderita anak mereka. Responden A :” Yah…, kayak ginilah…, dia kan lagi di ruang isolasi, gampang kali dia sakit. Kayak sekarang…,dia baru kena batuk, demam…, jadi rewel.. Ditelponlah aku biar datang dulu untuk menjaga, kan jadi nggak bisa kerja lagilah aku.” Responden B :“Paling Ibu takut kalau dia main jauh-jauh.. Dia suka naik sepeda Ibu harus perhatikan.” Responden C :”Nggak marahnya dia… Malah kawan-kawannyapun membantu. Cuman, nggak bisalah dia banyak-banyak main Di rumah aja terus.” Responden D : “Manalah bisa, nggak bisa aku jauh-jauh… Orang si Zulnya gak bisa ditinggal. Paling kalau ada orang yang nyuruh pergi kerja ke ladangnya, ikutlah dia. Kubiarkanlah dia main-main di situ. Cuma Bapaknya yang bisa pergi kerja. Itupun gitu-gitu ajalah.” Responden E : “Tapi, kalau di rumah, memang cuma saya yang bisa menjaga bergantian dengan Ibunya.” ”Kakak maunya gitu…, cuma sekarang lagi butuh penjagaan sama perhatian semuanya kan? Masih kecil-kecil anak Kakak. Gimana mau kerja kalau harus ngurus Adek ini kalau sakit? 2.Persaingan Saudara Sekandung Dua responden mengeluhkan adanya persaingan antar saudara sekandung dalam bentuk perasaan cemburu dan iri karena perbedaan perhatian dari orang tua. Responden A :“Oh…, kalau itu pernah lah… Contohnya kalau soal mainan, kayak tembak-tembak-an itu, mau rebutan.., Abangnyalah mau menguasai. Sesekali pernah dibilangnya, kenapa terus-terusan Adek ke rumah sakit? Gitu katanya… Tapi, ya kujelaskanlah…” Responden B :“Oh…, itu. Ya iya Kan si Adeknya yang sering dibeliin mainan jadinya… Abangnya marah Kenapa Adek terus yang dijagai ? 49 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009 Diurusin terus Katanya Soalnya, kita kan jadi lebih menuruti kemauan Adeknya dari pada Abangnya… Lebih perhatikan adeknya…” 3. Lebih Perhatian dengan Pola Hidup dan Nutrisi Anak Lima orang Responden menyadari bahwa pola hidup dan nutrisi yang dijalani oleh anak-anak mereka akan mempengaruhi kehidupan dan kesehatan anak mereka. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi bagian dari tugas keluarga untuk lebih menjaga dan memperhatikannya. Responden B :”Nggak terlalu pahamlah… Tapi, dijagalah makannya, mainnya, supaya nggak sering-sering kambuh…” Responden C :”Kan sudah diajari dari dulu… Dia nggak boleh capek. Saya jaga dia. Makanannya saya atur, trus dia nggak boleh banyak main, takut luka Dia ini kan gampang sakit, jadi nggak bisa capek. Mau ke sekolah atau pulang selalu dijemput. Takut kenapa- kenapa.” Responden D :”Selalulah kujaga makannya. Jangan dia capek, sesekali kalau ada uang kubelilah susunya. Ga boleh lupa tanggal kontrolnya. Pokoknya, jangan sampai Hbnya turunlah.” Responden F:”Ya, aku mulai menjaga makanannya lah, nggak mau sembarangan lagi, kayak dulu, suka pakai penyedap. Harus berubah, harus ngasih makanan sehat. Cuma yang kutakutkan, kalau dia sudah mulai besar, nanti dia sembarangan makan, main, takut jadinya…., salah-salah.. Tapi, ya sudahlah…, lihat nanti aja semuanya… “ D.Kekhawatiran terhadap Masa Depan Anak 50 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009 Tiga orang responden menunjukkan adanya kekhawatiran terhadap masa depan anaknya jika ditanyakan tentang bagaimana harapan mereka terhadap anaknya di masa yang akan datang. Responden A :“Ga adalah apa-apa Dek… Cuma sampai kapanlah aku sanggup kayak gini terus-terusan…, gitu aja Tapi, kan harus kujalaninya… Ekonomi inilah yang kupikirkan. Tapi, ngutang pun gak pa-palah… Tapi, besarnya dia nanti kekmana ya…?” Responden D:”Ya, nggak ada apa-apalah… Gimana juga dia mau sekolah kalau kek gitu sakitnya. Kakinya kecil juga, nggak bisa masih jalan.” Responden F :”Sebenarnya, Kakak nggak terlalu memikirkan ke depannya gimana. Kakak ini tipikalnya enjoy ajalah jadi Ibu. Hadapilah semua sesuai alurnya. Bagaimana dia dewasanya, lihat nanti aja. Pasrahlah… Tapi, memang kadang sakit kepala juga.” Responden C memang tidak khawatir akan masa depan anaknya karena menurutnya anaknya tetap bisa hidup normal bila sedang tidak sakit. Namun Ia menunjukkan kekhawatirannya teradap tindakan medis yang diterima anaknya terus menerus dan tidak menaruh harapan besar kepada anaknya. Responden C: “Mengikuti aja. Namanya juga anak, itu yang dikasih, itulah yang kita terima. Banyak berdoa ajalah. Mau maccam mana lagi kan? Kalau kulihat lagi tangannya sudah biru-biru bekas suntik sama infuse, dah kayak pecah lah pembuluh darahnya kutengok. Tapi, bisanya dia sekolah, sudah senang Ibu.” Responden B tidak menunjujukkan kekhawatirannya secara verbal namun ekspressi wajahnya menunjukkan adanya kekhawatiran. Responden : Diam… Tersenyum Mau ndak mau, ya harus siap….” Berbeda dengan responden E, Ia tetap merasa optimis dan mengharapkan kesembuhan bagi anaknya di masa yang akan datang. Responden E :”Saya tetap mengharapkan kesembuhan.” 51 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009

1.3 Pembahasasan