Pembahasasan Pengalaman Awal Mengasuh Anak dengan Penyakit Kronis

51 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009

1.3 Pembahasasan

Anak-anak yang menderita penyakit kronis adalah anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dalam mempertahankan kesehatan tubuhnya, memerlukan perawatan rutin dan cenderung mengalami hospitalisasi atau membutuhkan perhatian tenaga medis Miller, 2004. Mereka akan tergantung pada orang-orang di sekitar terutama keluarganya. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi tubuh kembang anak. Keluarga dengan atau tanpa anak yang menderita penyakit kronis selalu memiliki masalah yang biasanya muncul dalam keluarga. Oleh karena itu , ketika anak menderita penyakit kronis , tugas dan tanggungjawab yang secara normal dihadapi keluarga akan bertambah dan kemungkinan akan menyulitkan anggota keluarga untuk menghadapinya dengan normal NJH,2008. Timbulnya suatu penyakit yang kronis dalam suatu keluarga memberikan tekanan pada system keluarga tersebut dan menuntut adanya penyesuaian antara si penderita sakit dan anggota keluarga yang lain Widyawati, 2002. Menurut Walsh 2008, keluarga akan menghadapi tantangan dalam menerima dan menyesuaikan diri dengan anak-anak mereka seperti stress, perubahan pola hidup keluarga dan tekanan finansial. Selain berusaha untuk beradaptasi dengan kondisi anak, keluarga juga berjuang untuk mampu menghadapi tekanan dalam menjalani pengobatan dan kebingungan dalam menghadapi masa depan untuk anaknya. Berikut diuraikan pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis yang peneliti bagi dalam empat katagori, yaitu pengalaman awal mengasuh anak dengan penyakit kronis , pengalaman tanpa akhir, dampak 52 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009 penyakit kronis terhadap keluarga dan kekhawatiran masa depan anak dengan penyakit kronis.

a. Pengalaman Awal Mengasuh Anak dengan Penyakit Kronis

Melalui wawancara yang dilakukan peneliti diketahui bahwa seluruh responden tidak bisa langsung menerima dan menyesuaikan diri terhadap penyakit kronis yang diderita oleh anggota keluarga mereka. Dibutuhkan penyesuaian bertahap pada awal mengasuh anak mereka sampai akhirnya mereka bisa menerima dan terbiasa menghadapi kondisi anak mereka Cohen, 1999. 1. Respon Emosional Respon emosional berupa perasaan sedih, bingung dan cemas merupakan hal pertama yang dirasakan oleh keluarga ketika mengetahui anak mereka menderita penyakit kronis dan akan bergantung seumur hidupnya terhadap pengobatan dan perawatan. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perasaan tersebut baik dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungannya. Faktor-faktor tersebut jugalah yang mempengaruhi penurunan tingkat emosi keluarga Cohen, 1999. Dari hasil penelitian ini pada umumnya perasaan sedih dialami oleh seluruh partisipan. Hal ini disebabkan adanya ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan yang dialami keluarga karena penyakit yang diderita anak mereka Kozier et al, 2004. Responden A sampai tidak mampu mengatakan apa-apa untuk menunjukkan kesedihan mendalam yang dirasakannya. Perasaaan sedih itu 53 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009 terlihat dari raut mukanya dengan menunduk dan terdiam ketika ditanyakan bagaimana perasaannya. Sedangkan Responden A mengungkapkan kesedihannya karena dia tidak pernah menduga bahwa dua orang anaknya akan menderita penyakit kronis, apalagi salah satu diantaranya telah meninggal. Keluarga, khususnya orang tua selalu mengharapkan yang terbaik bagi anak-anak mereka Friedman, 1995. Perasaan itu sudah dimulai sejak Ibu mengandung anaknya. Namun, kenyataan penyakit yang harus diderita anak mereka dengan segala kondisi dan ketidakberdayaan yang mereka alami menimbulkan kesedihan bagi keluarga. Menurut peneliti, kenyataan yang mereka hadapi tidak seperti yang mereka inginkan selama ini. Sehingga menimbulkan kekecewaan dan kesedihan. Pernyataan peneliti sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Koblenzer 2005, dalam penelitiannya tentang respon emotional Ibu ketika mengetahui anaknya menderita penyakit kronis. Dimana harapan yang dimiliki individu terhadap anak-anak mereka sangat memepengaruhi perasaan mereka. Ketika harapan itu tidak sesuai bahkan jauh dari apa yang pernah dibayangkan, akan menimbulkan kesedihan mendalam dalam diri keluarga. Keluarga juga merasakan kebingungan ketika mengetahui anak mereka mengidap penyakit kronis. Berdasarkan wawancara dengan responden C dan D, perasaan bingung yang mereka alami dikarenakan mereka tidak mengerti tentang penyakit yang anak mereka alami. Apalagi bagi Responden D, yang mengaku belum pernah mendengar penyakit thalasemia. Dia merasa cemas melihat kondisi 54 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009 anak-anak penderita thalasemia yang dirawat di rumah sakit, sehingga Ia takut bila membayangkan hal itu terjadi pada anak-anaknya. Menurut Peneliti, perasaan bingung yang dialami oleh responden dikarenakan ketidaktahuan mereka tentang penyakit yang diderita anak mereka. Mereka belum pernah mendengar nama penyakit tersebut namun mereka langsung berhadapan dengan keadaan penyakit itu setelah anak mereka didiagnosa menderita penyakit kronis. Keluarga menjadi kebingungan untuk mengambil keputusan pengobatan, bingung dalam hal perawatan dan bingung dengan prosedur pemeriksaan maupun pelayanan medis yang mereka jalani. Giboa 2000, dalam Giboa 2000, menemukan bahwa keluarga yang tidak mengetahui kondisi sakit yang dialami oleh anggota keluarga akan merasa kebingungan dalam menghadapi dan beradaptasi dengan anak mereka. Dalam penelitiannya Giboa mengidentifikasi sikap bingung yang dialami oleh orangtua dikarenakan mereka belum begitu akrab dengan jenis penyakit yang diderita oleh anaknya dan tidak menyangka bahwa salah satu anggota keluarga mereka mengidap penyakit kronis. Rasa cemas yang ditunjukkan oleh responden E disebabkan oleh ketidaktahuan tentang kondisi anaknya dan prosedur pemeriksaan yang harus dilalui oleh anaknya. Kondisi anaknya yang masih kecil, lemah, ditambah lagi prosedur pemeriksaan yang lama dan menimbulkan rasa sakit pada anaknya membuat responden cemas. Selain itu karena pengetahuan tentang penyakit yang diderita menimbulkan kekhawatiran. 55 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009 Dalam penelitian Martin, dkk 2007, menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara rasa sakit dan ketakutan akan kehilangan yang diderita oleh anak yang menderita penyakit kronis dengan perasaan cemas yang dialami oleh orangtua. Dari penelitian tersebut juga diketahui bahwa orang tua cenderung merasa bahwa tindakan medis yang dialui oleh anak mereka merupakan tindakan yang membahayakan sehingga orang tua cenderung merasa cemas dan sensitif terhadap tindakan medis. Pendapat yang sama dinyatakan Madden dkk 2002, dalam Widyawati 2002 meneliti respon emosi ibu yang mempunyai anak hemofilia, dikatakan bahwa respon ibu bervariasi dari sikap menerima sampai mengalami distres psikologis yang berat. Rasa takut akan akibat pengobatan yang bakal diterima anaknya, seperti kesakitan, handicap, bahkan kemungkinan meninggal, menjadi masalah utama bagi para ibu ini. Sikap ibu yang bisa menerima kondisi anak sepenuhnya akan dapat berpengaruh positif pada menyesuaian disi si anak tersebut. 2. Membawa Anaknya ke Pengobatan di luar Medis Membawa anggota keluarga yang sakit ke fasilitas kesehatan adalah tugas dan tanggungjawab keluarga termasuk memilih fasilitas kesehatan yang tepat Friedman, 1999. Perasaan takut akan kehilangan anak dan kondisi pengobatan yang tidak pasti serta tidak menjamin kesembuhan membuat keluarga sering mencari alternatif lain di luar medis untuk memperoleh kesembuhan. 56 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009 Hal tersebut ditunjukkan oleh dua orang responden yaitu Responden B dan C yang mengaku membawa anak mereka ke pengobatan alternatif di luar medis atau yang biasa disebut ke pengobatan tradisional. Mereka berharap dengan membawa anak mereka ke berbagai pengobatan, anak mereka akan mendapatkan kesembuhan. Terkadang responden mengunjungi lebih dari satu pengobatan tradisional. Hal ini dianggap sebagai suatu bentuk usaha dari keluarga untuk kesembuhan anaknya. Ketidakpastian kesembuhan melalui jalan medis sering menimbulkan da ketidakpuasan pada keluarga dalam mengupayakan kesehatan anaknya. Hal ini akan menambah beban psikologis pada anak dan keluarga, menurunkan kemampuan keluarga untuk meningkatkan kesehatan anak-anak, dan berdampak dalam mencari dan pemanfaatan pelayanan medis secara berlebihan Farmer, 2004. Pengaruh lingkungan dan keluarga besar juga menjadi pendorong bagi keluarga untuk membawa anaknya ke pengobatan tradisional. Hal ini sangat jelas diungkapkan oleh responden C. Para orang tua dan keluarga yang dihormatinya menyarankan agar anaknya diobati dengan pengobatan tradisional dan saran itu sulit ditolaknya karena mereka adalah orang dihormati dan dituakan di keluarganya. Sementara responden A, D, E pernah disarankan untuk menjalani pengobatan di luar medis oleh keluarga dan lingkungannya, tetapi mereka meilih untuk tidak memanfaatkannya. Banyak orangtua yang berusaha mencari pengobatan alternatif di luar medis yang dipercaya mampu untuk menyembuhkan anggota keluarga. Hal ini 57 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009 juga dipengaruhi perasaan denial penolakan terhadap diagnosa medis terhadap kondisi anaknya. Terkadang orang tua mencari pengobatan yang berlebihan dengan memanfaakan pelayanan kesehatan dan tradisional pada saat yang bersamaan. Mereka tidak menyadari bahwa tindakan seperti itu malah membuat kondisi kesehatan anaknya memburuk termasuk keluarga itu sendiri Widyawati, 2002. Prilaku mencari pengobatan alternatif di luar medis juga dipengaruhi oleh budaya yang berlaku dan lingkungan. Bangsa Indonesia memang sangat dekat dengan pengobatan tradisional. Bukan hal yang aneh jika masyarakat lebih menyukai pengobatan tradisional karena pengaruh orang-orang di sekitar terutama orang yang dianggap bijaksana atau dituakan yang menyarankan keluarga untuk membawa anaknya ke pengobatan tradisional Widyawati, 2002. Namun, berbeda dengan empat responden lainnya yaitu responden A,D,E dan F yang mengetahui adanya pengobatan alternatif atau tradisional namun tidak memanfaatkannya. Mereka berpendapat pengobatan seperti itu tidak menjamin kesembuhan anak mereka. Hal itu juga dipengaruhi oleh pengalaman orang di sekitar mereka yang sering memanfaatkan pengobatan tradisional namun tetap tidak mendapatkan perkembangan berarti bahkan terkadang malah memburuk. Penjelasan dari medis dianggap lebih masuk akal dari pada harus mencari-cari pengobatan lain. Prilaku mencari pengobatan di luar medis dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan lingkungan Friedman, 1995. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang dan pengetahuan akan pengobatan medis akan menurunkan 58 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009 kecenderungan pemanfaatan pengobatan tradisional Widyawati, 2002. Pengalaman dari orang di sekitar juga berpengaruh besar bagi keluarga untuk memilih pengobatan yang tepat melaui pengobatan medis ketimbang pengobatan alternatif Cadman dkk, 1991. 3. Mencari Informasi Berdasarkan wawancara dengan responden peneliti menemukan bahwa seluruh responden berusaha mencari informasi tentang apa dan bagaimana kondisi penyakit yang diderita oleh anak mereka. Hal ini dilakukan untuk memenuhi rasa igin tahu mereka tentang perawatan dan pengobatan yang harus dijalani oleh anaknya. Mereka khawatir bila ketidaktahuan mereka tentang kondisi kronis yang dialami oleh anak mereka akan berdapampak buruk terhadap kesehatan. Bertanya adalah salah satu cara orang tua untuk mencari informasi. Mereka akan bertanya tentang jenis penyakit, prosedur pengobatan, cara merawat, tanda-tanda kekambuhan, dan lain-lain. Para medis dan orang-orang yang sudah berpengalaman dalam menghdapi anak yang sakit kronis merupakan sumber informasi utama yang dicari keluarga. Berbagi pengalaman dan sharing dengan orang lain adalah cara keluarga untuk memenuhi keingintahuan mereka. Hal senada ditemukan Cohen dalam Cohen, 1999 dalam penelitiannya tentang respon keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. Mencari informasi sebanyak mungkin merupakan salah satu bentuk koping keluarga 59 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009 terhadap kondisi kronis yang dihadapi anaknya. Mereka akan berusaha mengetahui dan memperlengkapi dirinya dengan pengetahuan yang luas. Mereka takut akan lalai atau salah mengambil tindakan akibat kurangnya informasi yang mereka miliki. Menurut orang tua yang bergabung dalam JLS Foundation orang tua memang harus memperlengkapi dirinya dengan pengetahuan dan informasi yang cukup dan tepat untuk mencegah terjadinya kesalahan dan kelalaian orangtua dalam merawat anaknya. Bertanya adalah respon yang positif. Dokter, perawat, ahli terapi dan orang sudah berpengalaman merupakan sumber informasi yang tepat. Kadang-kadang anak-anak akan bertanya tentang kondisi penyakit yang dideritanya. Untuk itu, orang tua perlu mempelajari bagaimana teknik yang baik dalam menjawab pertanyaan anak-anak agar tidak menimbulkan kekhawatiran kepada anak-anaknya. Hal seperti akan diketahui bila orang tua mau bertanya dan sharing dengan orang yang sudah berpengalaman JLS, 2008. 4. Aspek Budaya Banyak hal yang dilakukan orang tua pada tahap awal sakit kronis yang dialami oleh anaknya baik itu melalui pendekatan medis,non medis, bahkan adat- atau istiadat. Seperti halnya responden B yang bersuku Jawa, mengatakan bahwa dalam sukunya ada suatu acara doa bersama yang fungsinya untuk memperoleh kesembuhan apabila ada aggota keluarga yang sakit. Keluarga besarnya akan datang membawa makanan khususnya makanan kesukaan penderita lalu berkumpul bersama untuk berdoa. Responden C juga mengakui hal tersebut, 60 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009 hanya saja Ia melakukannya di kampung halamannya saja. Sementara di tempat tinggalnya, hal itu tidak dilakukannya. Dua responden mengakui bahwa menurut suku atau budaya yang mereka, memang mengenal acara-acara tersebut, namun memilih untuk tidak memanfaatkannya dengan alasan bahwa kondisi lingkungan mereka tinggal terdiri dari berbagai macam budaya. Tempat tinggal di daerah perkotaan juga merupakan salah satu alasan mengapa hal itu tidak dilakukan karena orang-orang yang tinggal di sekitar mereka tidak memandang hal tersebut menjadi suatu keharusan. Selain itu, responden E menganggap hal itu sudah tidak perlu dilakukan karena doa tidak perlu dengan acara khusus. Budaya tidak pernah lepas dari kondisi sehat-sakit seseorang. Keyakinan budaya memaknai pengalaman sehat dan sakit individu untuk menyesuaikan diri secara kultural dengan penyebab penyakit yang rasional, aturan dalam mengekspresikan gejala, norma interaksi, strategi mencari pertolongan, dan menentukan hasil yang diinginkan Kleinman ,1980 dalam C. Menurut Arthur Kleinman dalam penelitiannya tentang sistem kesehatan menurut berbagai budaya, adanya budaya yang berbeda-beda juga membuat kesehatan memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang, kita mengenali dan mengukur perubahannya dengan berbeda Anderson dan Mc.Farlane 2001. Oleh karena itu cara-cara yang ditempuh juga berbeda untuk mempertahankan kesehatan. Dalam keadaan sakit kronis, biasanya keluarga akan menghubungi keluarga besar dan para penatua untuk mengadakan acara doa bersama. 61 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009 Pada keadaan tertentu faktor budaya jugalah yang mempengaruhi responden C untuk mengambil keputusan dalam merawat anaknya. Orang-orang yang dituakan di keluarganya untuk membawa ke pengobatan yang dianjurkan oleh keluarga besarnya. Ia merasa harus melaksanakannya karena itu adalah nasehat orang tua atau orang yang dihormati sehingga Ia tak kuasa menolaknya. Dalam konteks sehat-sakit, kepercayaan, simbol dan kebiasaan kelompok etnis menjadi referensi yang digunakan oleh anggotanya untuk menilai ketepatan keputusan da tindakan mereka Kleinman, 1978, dalam Anderson dan Mc.Farlane 2001. Kadang-kadang kompponen budaya dan etnisitas memegang peran yang lebih besar dalam perawatan kesehatan dari pada pengalaman dan pengobatan medis Anderson dan Mc.Farlane.

b. Pengalaman Tanpa Akhir