Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.
kebersihan alat reproduksi sehingga meminimalisir penularan ICA, 2009; Dinkes
Surabaya, 2009.
2.1.7. Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual
Penanganan infeksi menular seksual yang ideal adalah penanganan berdasarkan mikroorganisme penyebabnya. Namun, dalam kenyataannya
penderita infeksi menular seksual selalu diberi pengobatan secara empiris
Handsfield, 2001; Murtiastutik, 2007.
Penanganan infeksi menular seksual Daili, 2007 secara komprehensif mencakup diagnosa yang tepat, pengobatan yang efektif, pemberian konseling
kepada pasien dalam rangka memberikan K.I.E. komunikasi, informasi, dan edukasi, dan penanganan pasangan seksualnya. Menurut Barakbah 2003,
konseling adalah suatu proses yang dapat membantu seseorang untuk mengetahui dan menyelesaikan masalah dengan baik, serta mampu memotivasi individu
tersebut untuk merubah perilakunya. Dalam praktiknya, konseling perlu dibedakan dengan bimbingan guidance. Oleh karena infeksi menular seksual
terdiri dari bermacam-macam penyakit dengan derajat kesakitan yang berbeda,
maka konseling untuk setiap penyakit tidak akan sama.
Menurut WHO 2003, penanganan pasien infeksi menular seksual terdiri dari dua cara, bisa dengan penanganan berdasarkan kasus case management
ataupun penanganan berdasarkan sindrom syndrome management. Penanganan berdasarkan kasus yang efektif tidak hanya berupa pemberian terapi antimikroba
untuk menyembuhkan dan mengurangi infektifitas mikroba, tetapi juga diberikan perawatan kesehatan reproduksi yang komprehensif. Sedangkan penanganan
berdasarkan sindrom didasarkan pada identifikasi dari sekelompok tanda dan gejala yang konsisten, dan penyediaan pengobatan untuk mikroba tertentu yang
menimbulkan sindrom.
2.2. Pengetahuan dan Sikap
2.2.1. Pengetahuan
Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang overt behavior. Menurut Rogers 1974 dalam Soekidjo 2007, sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru berperilaku baru, di dalam diri
orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness kesadaran, yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui ada stimulus objek terlebih dahulu, b.
Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus, c.
Evaluation, yakni sikap responden menimbang-nimbang apakah stimulus tersebut baik atau tidak terhadap dirinya,
d. Trial, yakni orang mulai mencoba perilaku baru,
e. Adoption, yakni subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan
bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden Notoatmodjo, 2007.
2.2.2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Dari berbagai batasan tentang sikap, dapat disimpulkan
bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial. Menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial,
Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.
menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak,
dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Menurut Allport 1954 dalam Soekidjo 2007, sikap mempunyai 3
komponen pokok, yakni:
a. Kepercayaan keyakinan, ide, dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak tend to behave.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh total attitude. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya pengetahuan,
sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:
1. Menerima receiving
Menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.
2. Merespon responding
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai valuing
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab responsible
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan- pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden sangat setuju,
setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju Notoatmodjo, 2007.
Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.