Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
Selain tujuan daripada penulisan skripsi, perlu pula diketahui bersama bahwa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut : 1.
Secara teoritis Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan yang cukup berarti bagi
perkembangan ilmu pengetahuan secara umum, dan ilmu hukum pada khususnya, dan lebih khususnya lagi adalah di bidang perlindungan konsumen
perumahan. Selain itu, skripsi ini diharapkan juga dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat ketentuan di bidang perlindungan konsumen.
2. Secara praktis
Melalui penulisan skripsi ini, diharapkan dapat memberikan masukan dan pemahaman yang lebih mendalam bagi aparat penegak hukum dan masyarakat
sehingga akan lebih mengetahui bagaimanakah aspek perlindungan hukum yang sebenarnya yang harus diberikan kepada konsumen di bidang
perumahan, khususnya yang menyangkut Kredit Kepemilikan Rumah KPR.
D. Keaslian Penulisan
Karya tulis ini merupakan karya tulis asli, dimana dalam hal ini segenap gagasan dan sudut pandang tentang perlindungan konsumen telah berupaya untuk
dituangkan. Sepanjang yang ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang “Tinjauan mengenai
Perlindungan terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR dalam Kaitannya dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen” belum pernah ditulis sebelumnya. Walaupun dalam
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
beberapa penulisan sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Hukum Ekonomi mungkin dapat dijumpai kesamaan dari
segi substansi dasar mengenai hukum perlindungan konsumen, akan tetapi penulisan skripsi yang memfokuskan kepada perlindungan konsumen perumahan
dalam kaitan dengan KPR melalui bank belumlah dijumpai. Dengan demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang hendak
dicapai melalui penulisan skripsi ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini adalah merupakan karya sendiri yang asli dan bukan jiplakan dari skripsi orang
lain, dimana diperoleh melalui pemikiran para pakar praktisi, referensi buku- buku, bahan seminar, makalah-makalah, media cetak seperti koran-koran, media
elektronik internet serta bantuan dari berbagai pihak, berdasarkan kepada azas- azas keilmuan yang jujur, rasional, dan terbuka. Semua ini tidak lain adalah
merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga hasil penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
Uraian dalam penulisan skripsi ini adalah seputar masalah perlindungan terhadap konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR dalam kaitannya dengan
penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Untuk itu, sebagai tahap awal perlu terlebih dahulu diberikan batasan
mengenai arti dari konsumen itu sendiri.
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer Inggris- Amerika
15
, atau consumentkonsument Belanda. Secara harfiah, arti kata konsumer itu adalah “lawan dari produsen setiap orang yang menggunakan
barang”.
16
Dalam kamus ekonomi, konsumen consumer diartikan sebagai seseorang yang menikmati penggunaan fisik sesuatu benda atau jasa ekonomis.
17
Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai, pemakai produksi
terakhir dari benda dan jasa uiten delijke gebruiken van goederen en diensten. Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan
pemakai terakhir konsumen antara dan konsumen pemakai terakhir. Konsumen dalam arti luas mencakup kedua kriteria itu, sedangkan konsumen dalam arti
sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir.
18
Pengertian tersebut dapat diparalelkan dengan definisi konsumen, yaitu: setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
19
produk Dalam hal ini, yang lebih ditekankan sebagai
pengertian konsumen adalah orang yang menjadi pemakai terakhir. Pengertian yang dimaksudkan di sini senada juga dengan pengertian yang diuraikan bahwa
konsumen adalah seseorang atau sekelompok orang yang membeli suatu
15
Consumer is person who buys goods __________, Oxford Learners Pocket Dictionary, Op. Cit., hal. 89. Bandingkan juga dengan David Oughton John Lowry, Textbook on Consumer
Law, London : Blackstone Press Limited, 1997, hal. 1, yang menyatakan, However, the term ‘consumer’ can also be used to describe a person who makes use of the services provided by
public-sector bodies or privatised monopolies subject to public control or scrutiny.
16
AZ. Nasution, Op. Cit., hal. 3.
17
Winardi, Kamus Ekonomi, Edisi ke-8, Bandung : Penerbit Alumni, 1984, hal. 126.
18
Shidarta, Op. Cit., hal. 3. Bandingkan dengan Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 17, yang menyatakan
Konsumen umumnya juga diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha.
19
Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 5.
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
untuk dipakai sendiri dan tidak untuk dijual kembali. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali jawa: kulakan, maka dia disebut pengecer
atau distributor.
20
Konsumen diartikan tidak hanya individu orang, tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Adapun yang perlu
diperhatikan di sini, konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli.
21
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan LNRI Tahun
1992 No. 100 Dalam hukum positif Indonesia dapat dilihat untuk memberikan
pengertian konsumen digunakan beberapa istilah, antara lain sebagai berikut :
Undang-undang ini tidak menggunakan istilah konsumen untuk pemakai, pengguna barang danatau pemanfaat jasa kesehatan. Untuk maksud itu
digunakan beberapa istilah. Antara lain istilah setiap orang Pasal 1 Angka 1, Pasal 3, 4, 5, dan Pasal 56; juga istilah masyarakat Pasal 9, 10, dan 21.
Pengertian masyarakat sebagai dijelaskan dalam Penjelasannya diartikan sebagai termasuk perorangan, keluarga, kelompok masyarakat, dan
masyarakat secara keseluruhan Penjelasan Pasal 10.
22
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPer dan Kitab Undang-Udang
Hukum Dagang KUHD Betapapun menurut SEMA 31963 bahwa KUHPerdata tidak lagi dipandang
sebagai undang-undang, terdapat beberapa istilah yang perlu diperhatikan.
20
http:id.wikipedia.org terakhir kali diakses pada tanggal 17 Maret 2008.
21
Shidarta, Op. Cit., hal. 4.
22
AZ. Nasution, Op. Cit., hal. 5.
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
Adapun istilah ‘pembeli’ Pasal 1460, 1513 dst. jo. Pasal 1457, ‘penyewa’ Pasal 1550 dst. Jo. Pasal 1548, ‘penerima hibah’ Pasal 1670 dst. Jo. Pasal
1666, ‘peminjam pakai’ Pasal 1743 jo. Pasal 1740, ‘peminjam’ pasal 1744 dan sebagainya. Sedangkan di dalam KUHD ditemukan istilah ‘tertanggung’
Pasal 246 dst., ‘penumpang’ Pasal 393, 394 dst. Jo. Pasal 341.
23
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Undang-undang ini memuat suatu defenisi tentang konsumen, yaitu setiap
pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan orang lain. Batasan ini mirip dan garis
besar maknanya sebagian besar diambil alih oleh UUPK.
24
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang ini tentu memuat arti daripada konsumen, khusus di dalam Pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai
barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan
25
Dalam perkembangan sebelumnya, istilah konsumen juga telah pula digunakan dalam putusan pengadilan. Di dalam Putusan Mahkamah Agung MA
.
23
Ibid., hal. 8.
24
Shidarta, Op. Cit., hal. 2.
25
Pengertian tentang konsumen di dalam UUPK tersebut juga ada dimuat di dalam Pasal 1 angka 2 pada sejumlah Peraturan Pemerintah setelahnya PP 5701 tentang Badan Perlindungan
Konsumen Nasional; PP 5801 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen; PP No. 5901 tentang Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
No. 341, pengertian khalayak ramai yang terdapat dalam UU No. 21 Tahun 1961 ditafsirkan pula sebagai konsumen.
26
Rumusan-rumusan berbagai ketentuan itu menunjukkan sangat beragamnya pengertian konsumen. Masing-masing ketentuan memiliki kelebihan
dan kekurangan. Untuk itu, dengan mempelajari perbandingan dari rumusan konsumen, masih perlu dilihat kembali pengertian konsumen yang terdapat di
dalam Pasal 1 angka 2 UUPK, dimana unsur-unsur daripada konsumen adalah:
27
1. Setiap orang
Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang danatau jasa. Istilah “orang” sebetulnya
menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut sebagai natuurlijke persoon atau termasuk juga badan hukum rechtpersoon.
Hal ini berbeda dengan pengertian yang diberikan untuk “pelaku usaha” dalam Pasal 1 angka 3, yang secara eksplisit membedakan kedua pengertian
‘persoon’ di atas, dengan menyebutkan kata-kata: “orang perseorangan atau badan usaha.” Tentu yang paling tepat tidak membatasi pengertian konsumen
itu sebatas pada orang perseorangan. Namun, konsumen harus mencakup juga badan usaha, dengan makna lebih luas daripada badan hukum.
2. Pemakai
Sesuai dengan bunyi Penjelasan Pasal 1 angka 2 UUPK, kata “pemakai” menekankan, konsumen adalah konsumen akhir ultimate consumer. Istilah
“pemakai” dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan, barang danatau jasa yang dipakai tidak serta merta
26
AZ. Nasution, Op. Cit., hal. 9.
27
Shidarta, Op. Cit., hal. 5-10.
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
hasil dari transaksi jual beli. Artinya, yang diartikan sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk
memperoleh barang danatau jasa itu. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual the
privity of contract. Konsumen memang tidak hanya sekedar pembeli buyer atau koper, tetapi
mencakup semua orang perorangan atau badan usaha yang mengkonsumsi barang danatau jasa. Jadi, yang paling penting adalah terjadinya suatu
transaksi konsumen consumer transaction berupa peralihan barang danatau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya.
3. Barang danatau jasa
Berkaitan dengan istilah barang danatau jasa, sebagai pengganti terminologi tersebut digunakan kata produk
28
Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dikonsumsi. Pengertian
“disediakan bagi masyarakat” menunjukkan, jasa itu harus ditawarkan kepada . Saat itu, “produk” sudah berkonotasi
dengan barang atau jasa. UUPK mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud, baik
bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau
dimanfaatkan oleh konsumen.
28
Dalam _________, Oxford Learners Pocket Dictionary, Op. Cit., hal. 342, produk diistilahkan sebagai product, yang diartikan sebagai ‘1 thing that is grown or produced, usually
for sale; 2 result of a process’.
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
masyarakat. Kata-kata “ditawarkan kepada masyarakat” itu harus ditafsirkan sebagai bagian dari suatu transaksi konsumen.
4. Yang tersedia dalam masyarakat
Barang danatau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran lihat juga bunyi Pasal 9 ayat 1 huruf e UUPK
29
5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain
. Dalam perdagangan yang makin kompleks dewasa ini, syarat itu tidak mutlak lagi
dituntut oleh masyarakat konsumen. Misalnya, perusahaan pengembang developer perumahan sudah biasa untuk mengadakan transaksi terlebih
dahulu sebelum bangunannya jadi. Bahkan, untuk jenis-jenis transaksi konsumen tertentu, seperti futures trading, keberadaan barang yang
diperjualbelikan bukanlah sesuatu yang diutamakan.
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam defenisi itu
mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang danatau
jasa itu diperuntukkan bagi orang lain di luar diri sendiri dan keluarganya, bahkan untuk makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan. Dari sisi teori
kepentingan, setiap tindakan manusia adalah bagian dari kepentingannya. 6.
Barang danatau jasa itu tidak untuk diperdagangkan Pengertian konsumen dalam UUPK dipertegas, yakni hanya mencakup
konsumen akhir. Batasan itu sudah biasa dipakai dalam peraturan
29
Pasal 9 ayat 1 huruf e UUPK menyatakan bahwa: Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang danatau jasa secara tidak benar, danatau seolah-
olah barang danatau jasa tersebut tersedia.
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
perlindungan konsumen di berbagai negara. Secara teoritis hal demikian terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen itu
sendiri. Setelah mengetahui pengertian daripada konsumen, perlu juga diketahui
pengertian tentang perlindungan konsumen itu sendiri. Istilah ‘perlindungan konsumen’ seringkali dipakai untuk menggambarkan perlindungan dalam bidang
hukum yang diberikan kepada konsumen dalam upaya untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dimaksud terhadap hal-hal yang dapat merugikan
konsumen tersebut
30
Di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen sendiri disebutkan bahwa : Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
.
31
Adapun pengertian perlindungan konsumen dalam literatur luar, misalnya sebagai contoh diambil pengertian yang diberikan oleh Oxford Dictionary of Law,
yang menyatakan bahwa:
32
“Consumer protections are the protection, especially by legal means, of consumers those who contract otherwise than in the course of a business
to obtain goods or services from those who supply them in the course of business. It is the policy of current legislation to protect consumers
against unfair contract terms. In particular they are protected against terms that attempt to exclude or restrict the seller’s implied undertakings
that he has a right to sell the goods, that the goods confirm with either description or sample, and that they are merchantable quality and fit for
their particular purpose Unfair Contract Terms Act 1977. There is also provision for the banning of unfair consumer trade practices Fair Trade
30
Janus Sidabalok, Op. Cit., hal. 9.
31
Pengertian yang sama juga dimuat dalam Pasal 1 angka 1 pada PP 572001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional, LN No. 201; PP 582001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen; PP 592001 tentang Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
32
Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 8.
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
Act 1973. Consumers including individual businessmen are also protected when obtaining credit Consumer Credit Act 1974 and there is
provision for the imposition of standards relating to the safety of goods under the Consumer Protection Act 1987 for tort liability under the
Consumer Protection Act.”
Memang di dalam menyusun batasan dari hukum perlindungan konsumen selama ini tampaknya dipersulit oleh belum adanya pengalaman khusus berkaitan
dengan perlindungan konsumen itu.
33
1. Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkannya kepada konsumen barang
dan atau jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati bersama ataupun melanggar ketentuan undang-undang. Dalam keadaan ini termasuk
pula persoalan-persoalan mengenai penggunaan bahan baku, proses produksi, proses distribusi, disain produk dan sebagainya, apakah telah sesuai dengan
standar sehubungan dengan keamanan dan keselamatan konsumen atau tidak. Dalam hal ini, termasuk pula tentang bagaimana konsumen mendapatkan
penggantian atas kerugian yang timbul akibat memakai atau menggunakan produk yang tidak sesuai tersebut.
Perlindungan konsumen itu sendiri memiliki cakupan yang cukup luas, dimana selain meliputi perlindungan terhadap
konsumen barang dan jasa, juga tidak ketinggalan adalah perlindungan hingga kepada akibat-akibat dari pemakaian barang dan jasa yang timbul di kemudian
harinya. Adapun cakupan perlindungan konsumen dalam 2 dua aspeknya tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
2. Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen syarat-syarat yang
tidak adil dan memberatkan satu pihak saja. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan promosi dan periklanan, standar kontrak, harga, layanan
33
AZ. Nasution, Op. Cit., hal. 21.
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
purnajual, dan sebagainya. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan perilaku produsen di dalam memproduksi dan mengedarkan produknya kepada
konsumen.
34
Kemudian istilah kredit ada disebutkan pada Pasal 1 angka 11 dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang pengertiannya adalah sebagai berikut:
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga.” Selain itu, pengertian kredit yang lainnya dapat dilihat sebagai berikut:
35
Dalam praktek perbankan, guna mengamankan pemberian kredit atau pembiayaan, umumnya perjanjian kreditnya dituangkan dalam bentuk tertulis dan
dalam perjanjian baku standard contract. “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
36
34
Janus Sidabalok, Op. Cit., hal. 10.
35
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001, hal. 237.
36
Ibid., hal. 263.
Drooglever Fortuijin, merumuskan bahwa, “Contracten waarvan een belangrijk deel van de inhould word bepaald
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
door een vast semenstel van contracts bedingen”, artinya: Perjanjian yang bagian pentingnya dituangkan dalam susunan perjanjian. Uraian ini menunjukkan bahwa
perjanjian baku adalah perjanjian yang di dalamya dibakukan syarat eksonerasi dan dituangkan dalam bentuk formulir.
37
Klausul eksonerasiperjanjian baku dapat dibedakan dalam 3 tiga jenis, yaitu sebagai berikut:
38
1. Perjanjian baku sepihak, adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak
yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat lazimnya adalah pihak kreditur yang memiliki posisi ekonomi kuat dibandingkan pihak
debitur. Misalnya dalam perjanjian buruh kolektif, dimana kedua belah pihak terikat dalam suatu organisasi.
2. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh Pemerintah, ialah perjanjian baku yang
mempunyai objek hak-hak atas tanah. Dalam bidang agraria misalnya terdapat dalam formulir-formulir perjanjian sebagaimana diatur dalam SK Menteri
Dalam Negeri tanggal 6 Agustus 1977 No. 104Dja1977, yang berupa akta jual beli model 1156727, akta hipotik model 10405055, dan sebagainya.
3. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat, dimana
konsep-konsep perjanjian sejak semula sudah disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan dari notaris atau
advokat yang bersangkutan. Dalam kepustakaan Belanda, jenis perjanjian ini disebut sebagai contract model.
37
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung : Penerbit Alumni, 1994, hal. 47-48.
38
Ibid., hal. 49-50.
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
F. Metode Penulisan