Tinjauan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 perbankan yang lazim, tetap akan mengadakan studi kelayakan terlebih dahulu sebelum mencairkan kredit dimaksud. 123

B. Tinjauan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang

Perumahan dan Permukiman dalam hal Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam rangka peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan dan kesejahteraan tersebut bagi setiap keluarga Indonesia, pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian dari pembangunan nasional perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu, terarah, berencana, dan berkesinambungan; peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu diupayakan sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya untuk mendukung ketahanan nasional, mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 124 Berturut-turut pada tahun 1985 dan 1992 telah lahir UU Rumah Susun No. 16 Tahun 1985 UURS dan UU Perumahan dan Permukiman Nomor 4 Tahun 123 Pasal 8 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menentukan bahwa, Dalam memberikan kredit, bank wajib mempunyai keyakinan terhadap debitur. Kemudian di dalam Penjelasan Pasal 8 tersebut dengan jelas ditegaskan bahwa untuk memperoleh keyakinan tersebut, maka pihak bank sebelum memberikan kredit harus terlebih dahulu melakukan penilaian yang seksama terhadap beberapa hal, sebagai berikut: a. Character watak; b. Capacity kemampuan; c. Capital modal; d. Collateral agunan; e. Condition of economy prospek perusahaan dari nasabah. Lihat juga dalam Rachmadi Usman, Op. Cit., hal. 247-248. 124 Lihat bagian dari konsiderans ‘Menimbang’, UUPK No. 8 Tahun 1999. Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 1992 UUPP. 125 Kedua UU ini pada hakikatnya mempunyai kaitan yang sangat erat dengan UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 UUPA. 126 Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mempengaruhi perkembangan segala produk, termasuk pula perkembangan sektor properti. Pertumbuhan dan perkembangan tersebut di satu pihak membawa dampak positif, antara lain yang dapat disebutkan: tersedianya kebutuhan dalam jumlah yang mencukupi, mutunya yang lebih baik, serta adanya alternatif pilihan bagi konsumen dalam pemenuhan kebutuhannya. Akan tetapi di lain pihak terdapat dampak negatif, yaitu perubahan perilaku bisnis yang mempengaruhi masyarakat konsumen. Para produsen atau pelaku usaha akan mencari keuntungan yang setinggi-tingginya sesuai dengan prinsip ekonomi. Dalam rangka mencapai untung yang setingi-tingginya itu, para produsenpelaku usaha harus bersaing antar sesama mereka dengan perilaku bisnisnya sendiri-sendiri yang dapat merugikan konsumen. 127 Menurut UU Perumahan Permukiman, pada Pasal 1 ayat 1 dikatakan bahwa rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Oleh karenanya, setiap warga negara mempunyai 125 Kementerian Negara Perumahan Rakyat Kemenpera sedang melakukan pembahasan revisi Undang-Undang No. 161985 tentang Rumah Susun dan UU No. 41992 tentang Perumahan Permukiman, dan setelah selesai akan diserahkan kepada Departemen Hukum HAM. Pada intinya revisi kedua UU itu disesuaikan dengan UU Otonomi Daerah dan kebutuhan perumahan yang semakin hari kian meningkat. Di dalamnya juga akan diatur, antara lain tentang hubungan penghuni rumah susun dan pengembang, juga penguatan pengenaan sanksi, sehingga menjamin hak konsumen, produsen, pemerintah dalam masalah perumahan. Salah satu esensi dari revisi ini adalah bagaimana pemerintah daerah Pemda dapat menyediakan hunian sehat bagi masyarakat terkait dengan masalah rumah merupakan hak dasar bagi rakyat. Bisnis Indonesia Online, UU Terkait Perumahan Direvisi, 15 April 2008, dapat diakses di www.Bisnis.com, terakhir kali diakses pada tanggal 16 Mei 2008. 126 Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Masalah Pokok dalam UU Perumahan dan Permukiman dalam Aneka Hukum Bisnis, Op. Cit., hal. 178. 127 Gultom, Efektifitas Undang-Undang Perlindungan Konsumen bagi Perlindungan Hukum Konsumen Pengguna Jasa Bengkel Secrvice Mobil, 09 Desember 2007, dapat diakses di www.blogkomunitashukum.com, terakhir kali diakses pada tanggal 16 Mei 2008. Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 hak untuk menempati dan atau menikmati danatau memiliki rumah. 128 Karena demikian halnya di dalam bisnis perumahan, banyak pelaku usaha yang bermunculan sehingga mengakibatkan ketatnya persaingan dalam bisnis ini. Ketatnya persaingan dapat mengubah perilaku ke arah persaingan yang tidak sehat karena para pelaku usaha memiliki kepentingan yang saling berbenturan antara mereka. Persaingan tidak sehat ini dikhawatirkan pada gilirannya dapat merugikan konsumen. 129 Penting dan mendesaknya masalah perumahan ini telah diantisipasi oleh Kabinet Pembangunan dengan membentuk Kantor Menteri Negara dan Perumahan. Pembentukan kementerian tersebut menunjukkan bahwa masalah perumahan merupakan masalah yang kompleks dan karena itu dibutuhkan penanganan yang khusus. 130 Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985, serta Penjelasan Umum undang-undang tersebut, dalam Penjelasan Pasal 3 dinyatakan bahwa: Yang dimaksud dengan perumahan yang layak adalah perumahan yang memenuhi syarat-syarat teknis, kesehatan, dan norma-norma sosial budaya. Peningkatan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan harus sesuai dengan tata ruang kota dan tata daerah serta tata guna tanah demi keserasian dan keseimbangan. 131 128 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Op. Cit., hal. 183. 129 Pada kenyataannya proses persaingan belum tentu dilakukan sesuai dengan apa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam upaya untuk menjaga perilaku pelaku usaha tunduk pada aturan murni yang berlaku, maka Hukum Persaingan merupakan elemen esensial yang bertindak sebagai rambu-rambu atau sebagai “code of conduct” bagi pelaku usaha untuk bersaing di pasar. Sejalan dengan proses menuju sistem ekonomi pasar, maka Indonesia juga telah memberlakukan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang berlaku efektif sejak 5 Maret 2000 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2004, hal. 21-22. 130 Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit., hal. 180-181. 131 Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta : Sinar Grafika, 2007, hal. 243. Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 Meskipun sudah ada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman disingkat UU Rukim, kepentingan konsumen masih tak terlindungi. Pada umumnya, kontrak standar dibuat dan dipersiapkan oleh pihak yang secara ekonomi kedudukannya lebih baikkuat dari pihak lainnya, misalnya hubungan antara nasabah dengan pihak bank, dimana pada umumnya kontraknya sudah dibuat secara standarbaku oleh pihak bank sedangkan nasabah tinggal menandatanganinya. 132 Istilahnya ‘bak kerbau dicocok hidung’, dimana konsumen mematuhi saja segala persyaratan jual beli yang dipatok oleh pengembang, 133 Namun, bertolak belakang dari pernyataan di atas, di dalam UUPP, ada juga diatur tentang batasan yang tidak boleh dilakukan oleh pengembang, khususnya dalam Pasal 26 ayat 1 yang menyatakan bahwa: Badan usaha bidang pembangungan perumahan yang membangun lingkungan siap bangun, dilarang menjual kavling tanah matang ataupun oleh pihak bank. 134 132 Sudargo Gautama, Hukum Antar Golongan, Jakarta : Ichtiar Baru van Hoevet, 1991, hal. 62. Baca juga Sutan Remi Sjahdeni, Op. Cit. dalam Yusuf Shofie, Op. Cit., hal. 80. 133 Riza Sofyat, Dedi Setiawan, dan M. Agus Yozani, Duit Amblas, Apartemen Bablas, Majalah TRUST, No. 12, bulan Januari 2008. 134 Pasal 1 angka 10 UUPP memberikan pengertian, Kavling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan sesuai dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah, dan rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan. tanpa rumah. Bahkan di dalam Pasal 36 ayat 1 diatur bahwa apabila ternyata ada unsur kesengajaan dari pengembang dalam menjual kavling siap bangun, maka dapat diancam dengan pidana penjara selama- lamanya 10 sepuluh tahun danatau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000.000,- seratus juta rupiah; ada unsur kelalaian, dapat diancam dengan pidana kurungan Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 selama-lamanya 1 satu tahun danatau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- seratus ribu rupiah. 135

C. Menelusuri Pelayanan Bank dan Pemberian Informasi terhadap