BAB II HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Sejarah Perlindungan Konsumen
Dalam kehidupannya, manusia membutuhkan sarana untuk memuaskan kebutuhannya, baik dari segi fisik maupun rohani. Kebutuhan yang ada tersebut
dapat dibagi ke dalam 3 tiga tingkatan, yakni kebutuhan primer yang sifatnya boleh dikatakan urgen, kebutuhan sekunder, dan terakhir adalah kebutuhan tersier.
Namun bagaimanapun, seperti dalam teori ekonomi pada umumnya, sudah jelas dinyatakan bahwa kebutuhan tersebut tidak akan mungkin untuk terpenuhi
seluruhnya, karena benda danatau jasa yang ada jumlahnya terbatas sedangkan sifat manusia sendiri tidak akan pernah merasa puas. Seperti dikatakan oleh
Winardi,
41
Selain daripada hal itu, di dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas tersebut, manusia tetap menginginkan segalanya berjalan dengan
baik dan tertib. Namun demikian, tetap haruslah disadari bahwa kebutuhan setiap orang berbeda-beda yang tentunya berpotensi untuk menimbulkan benturan satu
dengan lainnya. Untuk menghindari hal tersebut, maka perlu dibuat suatu aturan bahwa apabila semua benda-bendaalat-alat yang dibutuhkan manusia
terdapat dalam jumlah yang berlimpah ruah, seperti umpamanya hawa udara, maka tidak akan ada lagi kebutuhan akan ilmu ekonomi ataupun ahli-ahli
ekonomi.
41
Winardi, Pengantar Ilmu Ekonomi, Edisi ke-V, Bandung : Penerbit Tarsito, 1979, hal. 6.
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
27
bersama yang akan menjadi pedoman yang harus ditaati untuk meminimalkan potensi benturan tadi.
42
Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang danatau jasa yang dapat
dikonsumsi. Barang danatau jasa tersebut pada umumnya merupakan barang danatau jasa yang sejenis maupun yang bersifat komplementer satu terhadap yang
lainnya. Dengan “diversifikasi” produk yang sedemikian luasnya dan dengan dukungan kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika, dimana terjadi
perluasan ruang gerak arus transaksi barang danatau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, konsumen pada akhirnya dihadapkan kepada berbagai jenis
barang danatau jasa yang ditawarkan secara variatif, baik yang berasal dari produksi domestik – dimana konsumen berkediaman – maupun yang berasal dari
luar negeri.
43
Kondisi seperti ini, pada satu sisi memberikan manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang danatau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi,
serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang danatau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Namun,
di sisi lain dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang, dimana seringkali konsumen berada pada posisi yang lemah.
44
Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas, dengan strata yang sangat bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan
distribusi produk barang dan jasa dengan cara-cara yang seefektif mungkin agar
42
Janus Sidabalok, Pengantar Hukum Ekonomi, Medan : Penerbit Bina Media, 2000, hal. 30.
43
Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 11.
44
Ibid, hal. 12.
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
28
dapat mencapai konsumen yang majemuk tersebut. Untuk itu semua cara pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak,
termasuk keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif bahkan tidak terpuji.
45
Konsumen menjadi objek aktifitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan serta
penerapan standar yang merugikan konsumen.
46
Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggalsendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen
untuk suatu produk barang atau jasa tertentu.
47
Keadaan yang universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya berbagai kelemahan, pada konsumen yang
menyebabkan konsumen tidak memiliki kedudukan yang “aman”.
48
Padahal dilihat dari saling ketergantungan antara konsumen dengan pelaku usaha, sudah
seyogianya kedudukan konsumen dan pelaku usaha itu berada pada posisi yang seimbang.
49
Hal tersebut ternyata bukanlah gejala regional saja, tetapi menjadi permasalahan yang mengglobal dan melanda konsumen di seluruh dunia.
Timbulnya kesadaran konsumen ini telah melahirkan salah satu cabang baru ilmu
45
Sri Redjeki Hartono, Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumen dalam Kerangka Era Perdagangan Bebas, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung : Penerbit CV. Mandar Madju,
2000, hal. 34.
46
Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Loc. Cit.
47
Zumrotin K. Susilo, Penyambung Lidah Konsumen, Jakarta : Puspa Swara, 1996, hal. 11.
48
Sri Redjeki Hartono, Op. Cit., hal. 33.
49
Bandingkan dengan David Oughton and John Lowry, Op. Cit., hal. 15, yang menyatakan “It is necessary to consider how this imbalance of power has come about, how the use of common
law rules and legislation has sought to combat it and whether regulation of trade practices is truly in the consumer interest. To say that regulation in the consumer interest is justified in order to
counteract inequalities of bargaining power is not helpful unless the reasons for this alleged inequality are articulated. A consumer is not in a position of equal bargaining power principally
because of difficulties in obtaining information. The consumer does not have the ability to acquire the necessary information to be on the same level as the supplier with whom he deals.”
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
29
hukum, yaitu hukum perlindungan konsumen atau yang kadang kala dikenal juga dengan hukum konsumen consumers law.
50
Sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan
dan dibuat batasannya.
51
Perkembangan hukum konsumen di dunia bermula dari adanya gerakan perlindungan konsumen consumers movement.
52
Perhatian terhadap perlindungan konsumen, terutama di Amerika Serikat era 1960-an – 1970-an
mengalami perkembangan yang sangat signifikan dan menjadi objek kajian bidang ekonomi, sosial, politik, dan hukum.
53
Secara historis, perlindungan konsumen diawali dengan adanya gerakan-gerakan konsumen di awal abad ke-19,
dimana pada tahun 1891 terbentuk Liga Konsumen untuk pertama kalinya di New York, dan menyusul pada tahun 1898 dibentuk Liga Konsumen Nasional The
National Consumer’s League yang pada kelanjutannya semakin berkembang pesat meliputi 20 negara bagian.
54
Selanjutnya di dalam perjalanannya, gerakan perlindungan konsumen juga mengalami berbagai hambatan dan rintangan. Setelah gagal berulang kali, pada
tahun 1906 dihasilkan The Food and Drugs Act dan The Meat Inspecton Act. Menyusul setelahnya, pada tahun 1914 dibuka kemungkinan membentuk komisi
50
Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Loc. Cit.
51
AZ. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur, dan juga
mengandung sifat yang melindungi konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara
berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup AZ. Nasution, Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum
pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995, hal. 64-65 dalam Shidarta, Op. Cit., hal. 11.
52
Shidarta, Ibid.
53
Ibid., hal. 35.
54
Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 12-13.
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
30
yang bergerak di bidang perlindungan konsumen dengan lahirnya The Federal Trade Commission Act. Pada 1938, sesuai dengan tuntutan keadaan diadakan
amandemen terhadap The Food and Drugs Act yang melahirkan The Food, Drugs and Cosmetics Act.
55
Pada era 1960-an, sejarah gerakan perlindungan konsumen mengalami perubahan penting ditandai pada saat Presiden AS, John F. Kennedy
menyampaikan pidato kenegaraan berjudul “A Special Message of Protection the Consumer Interest” di hadapan Kongres Amerika Serikat, dimana dikemukakan 4
empat hak konsumen dikenal juga sebagai consumer bill of rights
56
sebagai berikut:
57
1. The right to safety – to be protected against the marketing of goods that are
hazardous to health or life. 2.
The right to be informed – to be protected against fraudulent, deceitful, or grossly, misleading information, advertising, labeling, and other practices,
and to be given the facts needed to make informed choices.
55
Ibid., hal. 14.
56
Keempat hak tersebut merupakan bagian dari Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia yang dicanangkan oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948, masing-masing pada Pasal 3, 8, 19, 21,
dan Pasal 26 Ahmadi Miru Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2004, hal. 39.
57
Shidarta, Op. Cit., hal. 44-45. Keempat hak tersebut dipergunakan sebagai acuan di dalam memperjuangkan hak konsumen. Tetapi dalam kenyataannya, memang tidak hanya 4 empat hak
itu saja yang diperjuangkan, dimana kemudian hak-hak yang gencar untuk diperjuangkan, antara lain:
1 The right to safety,
2 The right to honesty,
3 The right to fair agreements,
4 The right to know,
5 The right to choose,
6 The right to privacy, the right to correct abuse, and the right to security of employment and
peace of mind, and 7
The right to be heard. Ibid., hal. 183.
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
31
3. The right to choose – to be assured, wherever possible, access to a variety of
products and services at competitive prices. And in those industries in which competition is not workable and government regulation is substitued, there
should be assurance of satisfactory quality and services at fair prices. 4.
The right to be heard – to be assured that consumer interests will receive full and sympathetic consideration in the formulation of government policy and
fair and expeditious treatment in its administrative tribunals. Resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa Nomor 39248 Tahun 1985 tentang
Perlindungan Konsumen Guidelines for Consumer Protection, juga merumuskan berbagai kepentingan konsumen yang perlu dilindungi, yang meliputi :
58
1. Perlindungan konsumen dari bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya.
2. Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen.
3. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk melakukan
pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi. 4.
Pendidikan konsumen. 5.
Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif. 6.
Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk
menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.
Di Indonesia sendiri, walaupun di Amerika Serikat sudah sedemikian gencarnya disuarakan, masalah perlindungan konsumen masih belum begitu
mendapat perhatian serius dari Pemerintah. Bahkan, mengutip pernyataan Erna
58
Muhammad Eggi H. Suzetta, Pengetahuan Hukum untuk Konsumen, laman-blog dalam www.WordPress.com, yang diakses terakhir kali pada tanggal 6 Mei 2008.
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
32
Witoelar, pada saat masih menjabat sebagai Ketua International Organization of Consumers Union IOCI, sekarang Consumers International CI, beliau pernah
berujar bahwa perlindungan konsumen di Indonesia masih tertinggal, bahkan apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga dekat sekalipun.
59
Hal ini terbukti dimana negara-negara di dunia, yang terimbas oleh gerakan
konsumerisme di Amerika Serikat, sudah saling berpacu untuk melahirkan regulasi tentang perlindungan konsumen, seperti contoh berikut:
60
1. Jepang, pada tahun 1968 mengeluarkan The Consumer Protection
Fundamental Act. 2.
Inggris, menerbitkan The Consumer Protection Act pada tahun 1970, yang kemudian diamandemen pada tahun 1971.
3. Singapura, mengeluarkan The Consumer Protection Trade Description and
Safety Requirement Act pada tahun 1975. 4.
Australia, dengan Consumer Affairs Act, pada tahun 1978. 5.
Thailand, pada tahun 1979 mengeluarkan Consumer Act. Sebelum Indonesia merdeka, sebenarnya sudah ada beberapa peraturan
yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, walaupun sebagian besar peraturan tersebut tidak berlaku lagi.
61
Selain itu, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, juga terdapat
ketentuan-ketentuan di dalam beberapa pasal yang isinya bertendensi melindungi konsumen.
62
59
“Tertinggal, Perlindungan bagi Konsumen di Indonesia”, Kompas, 5 September 1994, hal. 8 dalam Shidarta, Op. Cit., hal. 48.
60
Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 15.
61
Ibid., hal. 18.
62
Ibid., hal. 19.
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
33
Kemudian daripada itu, juga telah ada beberapa peraturan di dalam hukum positif Indonesia yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti yang
terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang
Barang menjadi Undang-Undang Lembaran Negara RI Tahun 1961 Nomor 215, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene, Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Peraturan
Pemerintah No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida, Keputusan Menteri No. 950PH165b Tahun 1965
tentang Ketentuan Pemeriksaan dan Pengawasan Produksi dan Distribusi, Keputusan Menteri Kesehatan No. 125 Tahun 1971 tentang Wajib Daftar Obat,
Keputusan Menteri Kesehatan No. 220 Tahun 1976 tentang Produksi dan Peredaran Kosmetika dan Alat Kesehatan, serta berbagai peraturan perundang-
undangan lainnya yang memuat kepentingan konsumen tersebut.
63
Sesungguhnya sudah sejak lama hak-hak konsumen diabaikan oleh para pelaku usaha, bahkan setelah lahirnya UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Walaupun terlihat bahwa peraturan perundang-undangan yang menyinggung masalah
konsumen sudah ada secara sporadis, namun peraturan-peraturan yang ada tersebut tidak secara langsung memberikan perlindungan kepada konsumen, dan
tidak mengatur secara khusus tentang fungsi dan hak serta kewajiban daripada konsumen.
63
AZ. Nasution, Op. Cit., hal. 54. Bandingkan dengan Shidarta, Op. Cit., hal. 96-96.
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
34
Perlindungan Konsumen.
64
Adanya keinginan dan desakan masyarakat untuk melindungi dirinya dari barang yang rendah mutunya telah memacu semua pihak
untuk memikirkan secara sungguh-sungguh usaha untuk melindungi konsumen, sehingga dimulailah gerakan untuk merealisasikan cita-cita tersebut.
65
Dilihat dari sejarahnya, gerakan perlindungan konsumen di Indonesia baru benar-benar dipopulerkan sekitar 20 dua puluh tahun yang lalu, yakni dengan
berdirinya suatu lembaga swadaya masyarakat non-governmental organization yang bernama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI.
66
Lahirnya yayasan ini pada bulan Mei 1973, secara historis pada awalnya sebenarnya
dilandasi oleh rasa mawas diri terhadap promosi untuk memperlancar barang- barang dalam negeri.
67
Setelah itu, baru kemudian muncul organisasi serupa, antara lain Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen LP2K di
Semarang, Yayasan Lembaga Bina Konsumen Indonesia YLBKI di Bandung, dan lembaga lain yang tersebar di berbagai propinsi di Tanah Air.
68
Perlindungan konsumen ternyata memiliki arti yang cukup penting, dimana tanpa adanya perlindungan dan kepastian hukum bagi konsumen, maka
Indonesia hanya akan menjadi ajang dumping barang dan jasa yang tidak bermutu. Yang lebih mengkhawatirkan adalah kesejahteraan rakyat juga menjadi lebih sulit
untuk diwujudkan.
69
64
Anggara, Persoalan-persoalan di Seputar Perlindungan Konsumen, laman-blog dalam
Perlindungan konsumen memang merupakan suatu hal yang “cukup baru” dalam dunia peraturan perundang-undangan di Indonesia, meskipun
www.WordPress.com, terakhir kali diakses pada tanggal 16 Mei 2008.
65
Taufik H. Simatupang, Aspek Hukum Periklanan dalam Perspektif Perlindungan Konsumen, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2004, hal, 52.
66
Shidarta, Op. Cit., hal. 49. Motto dari YLKI ada 3 tiga, yaitu melindungi konsumen, menjaga martabat konsumen, dan membantu pemerintah.
67
Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 15.
68
Shidarta, Loc. Cit.
69
Sudaryatmo, Op. Cit., hal. 84.
Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
35
“dengungan” mengenai perlunya peraturan perundang-undangan yang komprehensif bagi konsumen tersebut sudah digaungkan sejak lama.
70
Perlindungan terhadap konsumen mensyaratkan adanya pemihakan kepada yang lemah konsumen. Dan setiap keputusan yang menyangkut kepentingan
hajat hidup orang banyak, harus berorientasi kepada kepentingan publik.
71
Perhatian terhadap gerakan perlindungan hak-hak konsumen konsumerisme
72
bahkan mendapat pengakuan dan dukungan dari Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, melalui resolusinya No. 2111 Tahun 1978. Kemudian juga pada 16 April
1985 dengan resolusinya Nomor ARES39248, Majelis Umum PBB juga menyerukan penghormatan terhadap hak-hak konsumen.
73
B. Prinsip-prinsip Hukum Perlindungan Konsumen