Pengertian dan Kedudukan Konsumen secara Umum

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 41 Selanjutnya definisi tersebut di atas dapat dijabarkan atas bagian-bagian sebagai berikut: 85 a. Tanggung jawab, meliputi baik tanggung jawab kontraktualberdasarkan suatu perjanjian, maupun tanggung jawab perundang-undangan berdasarkan perbuatan melanggar hukum; b. Para produsen, termasuk ini adalah produsenpembuat, grosir whole-saler, leveransir dan pengecer retailer profesional; c. Produk, baik semua benda bergerak atau tidak bergeraktetap; d. Yang telah dibawa produsen ke dalam peredaran, yang telah ada karena tindakan produsen; e. Menimbulkan kerugian, dimana segala kerugian yang ditimbulkandisebabkan oleh produk dan kerusakan atau musnahnya produk; f. Cacat yang melekat pada produk, dimana kekurangan pada produk yang menjadi penyebab timbulnya kerugian.

C. Pengertian dan Kedudukan Konsumen secara Umum

Dalam hukum positif Indonesia, masih sangat sedikit sekali peraturan perundang-undangan yang menyebutkan tentang konsumen. Hal tersebut tidak lain disebabkan perhatian akan kepentingan daripada konsumen selama ini masih belum dianggap serius. Konsumen seringkali masih diperlakukan layaknya ‘lahan’ untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer Inggris- Amerika, atau consumentkonsument Belanda. Secara harfiah, arti kata 85 Ahmadi Miru Sutarman Yodo, Op. Cit., hal. 23. Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 42 consumer itu adalah “lawan dari produsen setiap orang yang menggunakan barang”. 86 Para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah pemakai terakhir dari benda dan jasa uiten delijke gebruiken van guerderen en diensten yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha ondernemer. 87 Sedangkan di dalam UUPK sendiri, dalam Pasal 1 angka 2 88 istilah konsumen didefenisikan sebagai setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 89 Adapun pengertian konsumen consumer menurut Hornby adalah sebagai berikut: 90 1. Seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa. 2. Seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu. 86 AZ. Nasution, Op. Cit., hal. 3. Bandingkan dengan pendapat John Sinclair ed., Collins Cobuild English Language Dictionary, Glasgow : William Collins Sons Co., 1988, hal. 303 dalam Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Op. Cit., hal. 5-6 dimana dinyatakan bahwa ‘Konsumen, secara harfiah adalah seseorang atau sesuatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu, atau sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang’. 87 Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya Kumpulan Karangan, Bandung : Penerbit Alumni, 1981, hal. 47. 88 Lihat Ahmadi Miru Sutarman Yodo, Op. Cit., hal. 5, yang manyatakan bahwa: Hal lain yang perlu dikritisi adalah cakupan pengertian konsumen dalam UUPK yang sempit. Bahwa yang dapat dikualifikasikan sebagai konsumen sesungguhnya tidak hanya terbatas pada subjek hukum yang disebut “orang”, akan tetapi masih ada subjek hukum lain yang juga sebagai konsumen akhir, yaitu “badan hukum” yang mengkonsumsi barang danatau jasa serta tidak untuk diperdagangkan. Oleh karena itu, bila dalam pasal ini menentukan “setiap pihak yang memperoleh barang danatau jasa” yang dengan sendirinya juga tercakup orang dam badan hukum. 89 Walaupun demikian, pengertian konsumen yang dicantumkan di dalam Pasal 1 angka 2 UUPK sangat sesuai sekali dengan pengertian konsumen yang dianggap di dalam masyarakat, dimana konsumen tentunya adalah pengguna terakhir end-user dari barang danatau jasa, tanpa mempermasalahkan hubungan jual-beli yang dilakukannya. 90 Universitas Kristen Maranatha, Hukum Perlindungan Konsumen, tanpa tahun. Bandingkan dengan pengertian konsumen menurut Black’s Law Dictionary: “One who consumers, individuals who purchase, use, maintain and dispose of product and services”, yang artinya: “seseorang yang mengkonsumsi; individu yang membeli, menggunakan, memelihara dan menggunakanmenghabiskan produk dan jasa”. Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 43 3. Sesuatu atau Seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang. 4. Setiap orang yang menggunakan barang atau jasa. Di Prancis, berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang berkembang, konsumen diberikan pengertian sebagai berikut, “The person who obtains goods or services for personal or family purposes.” 91 2 barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarganya. Undang-Undang Jaminan Produk di Amerika Serikat sebagaimana dimuat dalam Magnusson-Moss Warranty, Federal Trade Commission Act 1975 mengartikan konsumen persis sama dengan ketentuan yang dianut di Prancis. Dari definisi itu terkandung dua unsur, yaitu: 1 konsumen hanya orang, dan 92 Pengertian konsumen di dalam kepustakaan ekonomi dikenal ada 2 dua macam, yaitu: 93 1. Konsumen-antara, adalah setiap orang yang mendapatkan barang danjasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barangjasa lain atau untuk diperdagangkan tujuan komersial. 2. Konsumen-akhir, adalah setiap orang alami yang mendapatkan dan menggunakan barang danatau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan 91 Perancis juga mendefinisikan konsumen sebagai; A privat person using goods and services for privat ends. Sementara Spanyol menganut definisi konsumen sebagai berikut: Any individual or company who is the ultimate buyer or user of personal or real property, products, services, or activities, regardless of wheter the seller, supplier or producer is a public or private entity, acting alone or collectively. Lihat dalam Marianus Gaharpung, Upaya Perlindungan Hukum bagi Konsumen, Surabaya, diperoleh dari http:www.google.co.id, terakhir kali diakses pada tanggal 6 Mei 2008. 92 Muhammad Eggi H. Suzetta, Loc. Cit. 93 Penjelasan Pasal 1 angka 2 UUPK menyatakan bahwa pengertian konsumen yang dimaksudkan di dalam UUPK adalah konsumen akhir. Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 44 hidupnya pribadi, keluarga, dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali non-komersial. Dari pengertian di atas terlihat bahwa ada pembedaan antara konsumen sebagai orang alami atau pribadi kodrati dengan konsumen sebagai perusahaan atau badan hukum. Pembedaan ini penting untuk membedakan apakah konsumen tersebut menggunakan barang tersebut untuk dirinya sendiri atau untuk tujuan komersial dijual, diproduksi lagi. Banyak negara secara tegas menetapkan siapa yang disebut sebagai konsumen dalam perundang-undangannya. Pasal 7 huruf c dari Consumer Protection Act No. 68 of 1986 membatasi pengertian konsumen sebagai setiap orang yang membeli barang yang disepakati, baik menyangkut harga dan cara-cara pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan komersial. 94 Pengertian konsumen menurut pendapat dari AZ. Nasution dijabarkan dalam 3 tiga pengertian, yakni meliputi pengertian konsumen di atas, ditambah lagi dengan pengertian konsumen secara umum, adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa dan digunakan untuk tujuan tertentu. Pengertian yang terakhir ini adalah merupakan pengertian konsumen secara luas, dimana di dalamnya sudah termasuk konsumen-antara dan konsumen-akhir. 95 Adapun hak konsumen secara umum meliputi 4 empat hak dasar, yang pernah dikemukakan oleh Presiden AS, John F. Kennedy, yang meliputi hak memperoleh keamanan the right to safety, hak atas informasi yang jujur the right to be informed, hak untuk memilih the right to choose, dan hak untuk didengar the right to be heard. Hak-hak ini diakui secara internasional, yang 94 Marianus Gaharpung, Loc. Cit. 95 AZ. Nasution, Op. Cit., hal. 13. Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 45 dalam perkembangannya ditambah lagi dengan hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian, hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, dan lain sebagainya. Sementara itu, oleh Masyarakat Ekonomi Eropa Europese Economische Gemenschaap juga ada dirumuskan 5 lima hak dasar konsumen, yaitu sebagai berikut: 96 1. Hak perlindungan kesehatan dan keamanan recht op bescherming van zijn gezondheid en veilegheid, 2. Hak perlindungan kepentingan ekonomi recht op bescherming van zijn economische belangen, 3. Hak mendapat ganti rugi recht op schadevergoeding, 4. Hak atas penerangan recht op voorlichting en vorming, dan 5. Hak untuk didengar recht omte worden gehord. Menilik kedudukan konsumen dalam perlindungan konsumen tentu tidak lepas dari pembahasan akan hak dan kewajiban daripada konsumen itu sendiri. Pada dasarnya jika hendak berbicara tentang hak dan kewajiban, maka senantiasa harus mengacu kembali kepada undang-undang, dalam hal ini adalah Undang- Undang Perlindungan Konsumen. Di dalam UUPK sendiri, hak-hak daripada konsumen ada diatur di dalam Pasal 4. Setiap kali menyinggung tentang masalah hak, tentulah sangat erat sekali pembahasan tentang kewajiban yang juga harus dipenuhi oleh konsumen, seperti diatur dalam Pasal 5 UUPK. 97 96 Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya Kumpulan Karangan, Op. Cit., hal. 53. 97 Pasal 4 UUPK menyebutkan bahwa, Hak konsumen adalah: a. hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsurnsi barang danatau jasa; Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 46 Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI juga telah ikut berperan dalam memperjuangkan dihormatinya hak-hak konsumen, yang kemudian dikenal dengan istilah ‘Panca Hak Konsumen’. 98 Walaupun kemudian daam perkembangannya hak-hak konsumen yang telah ada tersebut juga ikut berkembang dengan penambahan satu hak konsumen lagi, yakni hak untuk mendapatkan ganti rugi, apabila ternyata konsumen berada pada posisi yang dirugikan oleh produsen atau pelaku usaha. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa hubungan antara produsen dengan konsumen adalah hubungan yang saling menguntungkan. Oleh karena itu, tidak seharusnya ada salah satu pihak yang justru dirugikan dengan adanya hubungan tersebut. 99 Prinsip-prinsip yang muncul tentang kedudukan konsumen dalam hubungan hukum dengan pelaku usaha berangkat dari doktrin atau teori yang b. hak untuk memilih barang danatau jasa serta mendapatkan barang danatau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa; d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan; e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi danatau penggantian, apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Sedangkan pada Pasal 5 UUPK disebutkan bahwa, Kewajiban konsumen adalah: a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang danatau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa; c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. 98 Hak-hak konsumen yang terdapat di dakam ‘Panca Hak Konsumen’, terdiri dari: a. Hak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan; b. Hak untuk mendapatkan informasi yang benar dan jujur; c. Hak untuk memilih barang dan jasa yang dibutuhkan; d. Hak untuk didengat pendapatnya; dan e. Hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat. 99 Zumrotin K. Susilo, Op. Cit., hal. 8. Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 47 dikenal dalam sejarah hukum perlindungan konsumen. Termasuk di dalam kelompok ini adalah: 100 1. Prinsip Let the buyer beware caveat emptor Doktrin let the buyer beware adalah sebagai embrio dari lahirnya sengketa di bidang transaksi konsumen. Asas ini berasumsi bahwa pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi si konsumen. Tentu saja dalam perkembangannya, konsumen tidak mendapat akses informasi yang sama terhadap barang dan atau jasa yang dikonsumsinya. Ketidakmapuan itu bisa dikarenakan keterbatasan pengetahuan konsumen, namun lebih banyak disebabkan oleh ketidakterbukaan pelaku usaha terhadap produk yang ditawarkannya. Akhirnya, konsumen pun didikte oleh pelaku usaha. Jika konsumen mengalami kerugian, pelaku usaha dapat dengan ringan berdalih, semua itu karena kelalaian konsumen sendiri. Doktrin ini ditentang oleh pendukung gerakan konsumerisme, karena menurut prinsip ini adalah kesalahan pembeli sendiri apabla sampai ia mengkonsumsi barang yang tidak layak, karena yang wajib berhati-hati adalah pembelikonsumen. Dengan adanya UUPK, kecenderungan caveat emptor dapat mulai diarahkan sebaliknya menuju kepada caveat venditor pelaku usaha yang berhati-hati. 2. Prinsip The due care theory Doktrin ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasyaratkan produk, baik barang dan jasa. Selama 100 Shidarta, Op. Cit., hal. 61-64. Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 48 berhati-hati dengan produknya, ia tidak dapat dipersalahkan. Jika ditafsirkan secara a-contrario, maka untuk mempermasalahkan si pelaku usaha, seseorang itu harus dapat membuktikan pelaku usaha tersebut telah melanggar prinsip kehati-hatian. Dalam hal ini, terdapat kelemahan dimana akan sangat sulit bagi konsumen untuk membuktikan perbuatan daripada pelaku usaha yang dengan berbagai keunggulannya akan dapat dengan mudah berkelit. 3. Prinsip The privity of contract Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika di antara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat dipersalahkan atas hal-hal di luar yang diperjanjikan. Artinya, konsumen boleh menggugat berdasarkan wanprestasi contractual liability, tidak berdasarkan perbuatan melawan hukum tortious liability. Kelemahan daripada prinsip ini adalah dengan adanya fenomena kontrak- kontrak standar yang banyak beredar di masyarakat, yang jelas memposisikan konsumen pada kedudukan yang lemah, dimana pelaku usaha bisa sesuka hati menghapuskan kewajiban yang seharusnya dipikulnya. 4. Prinsip kontrak bukan merupakan syarat Seiring dengan bertambah kompleksnya transaksi konsumen, maka prinsip the privity of contract tidak mungkin lagi dipertahankan secara mutlak untuk mengatur hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen. Jadi, kontrak bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu hubungan Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 49 hukum. Namun, ada yang beranggapan hal tersebut hanya bisa diterapkan untuk objek transaksi berupa barang, tidak untuk objek jasa. 101 101 Lihat juga Law and Trade Issues of The Japanese Economy, American and Japanese Perspectives, Seattle and London : University of Washington Press, 1986, hal. 211, “The non- contractual supplier of a service is not immune from liability as he may owe a duty of care to the consumer of service. Alternatively, the fault of the supplier may consist of giving misinformation which induces the consumer to enter into the supply contract. In such a case, the misleading information may not be regarded as part of the contract, but the supplier of the service may nevertheless be liable for misrepresentation.”

BAB III KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH KPR DI INDONESIA