Kedudukan dan Peranan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dalam

Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 menganggap dengan demikian, sesungguhnya tidak ada kehendak bebas dalam membentuk kesepakatan sehubungan dengan standar kontrak ini. Dari semua hal tentang perjanjian baku tersebut di atas, perlu pula dicermati pendapat daripada Sutan Remi Sjahdeni, yang menyatakan bahwa berbeda dengan perjanjian-perjanjian baku pada umumnya, dalam perjanjian kredit bank harus diperhatikan dan diingat bahwa bank tidak hanya mewakili dirinya sebagai perusahaan bank saja, tetapi juga mengemban kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, di dalam menentukan apakah suatu klausula itu memberatkan, baik dalam bentuk klausula eksemsi atau dalam bentuk yang lain, perimbangannya tentu akan sangat berbeda bila dibandingkan dengan menentukan klausula-klausula dalam perjanjian baku perseorangan pada umumnya. Atas dasar pertimbangan ini, maka tidak dapat dianggap bertentangan dengan ketertiban umum dan keadilan apabila di dalam perjanjian kredit bank dimuat klausul yang dimaksudkan untuk mempertahankan atau untuk melindungi eksistensi bank atau bertujuan untuk melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang moneter. 220

C. Kedudukan dan Peranan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dalam

Memberikan Perlindungan terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR UUPK bukan satu-satunya hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen di Indonesia. Sebelum disahkannya UUPK, pada dasarnya telah ada beberapa peraturan perundang-undangan yang materinya melindungi kepentingan konsumen antara lain: Pasal 202 s.d 205 KUH Pidana, Ordonansi Bahan-bahan Berbahaya 1949, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan 220 Sutan Remi Sjahdeni, Op. Cit., hal. 182-183 dalam Rachmadi Usman, Op. Cit., hal. 266- 267. Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 Terbatas, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, dan sebagainya. Setelah lahirnya UUPK, maka undang-undang terebut diharapkan menjadi payung hukum umbrella act di bidang konsumen dengan tidak menutup kemungkinan terbentuknya peraturan perundang-undangan lain yang materinya memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen dari perilaku yang secara sadar atau tidak sadar dapat merugikan masyarakat konsumen. 221 Memang ironis, dimana tanpa konsumen, pengembang perumahan jelas tak bisa hidup. Bahkan, tak jarang mereka merayu habis-habisan calon konsumennya agar mau membeli rumah yang dibangunnya. Namun, ketika sudah memasuki proses transaksi, sikap para pengembang itu sering kali berbalik 180 derajat. Mereka sering kali mengabaikan hak-hak konsumennya. Karena itu, konsumen harus ekstra hati-hati ketika hendak membeli rumah. Yang terpenting perhatikan aspek legalitasnya, misalnya adalah sertifikat tanah, perizinan kompleks perumahan tersebut Surat Izin Penunjukan Peruntukan Penggunaan Tanah SIPPPT, dan juga draf Perjanjian Perikatan Jual Beli PPJB apabila telah membayar harga awal. 222 Ada yang berubah pada dunia perbankan di Indonesia. Sebelum krisis, kebanyakan menggarap pasar korporasi dengan kredit serba besar. Pascakrisis, hal itu malah terbalik, dimana semua ramai-ramai menerjuni pasar ritel yang nilai kreditnya kecil-kecil seperti kredit pemilikan rumah KPR. Contohnya Bank 221 Erman Rajagukguk, et.al., Hukum Perlindungan Konsumen, Penyunting : Husni Syawali Neni Sri Imaniyati, Bandung : CV. Mandar Maju, 2000, hal. vi. 222 Abdul Wahid Fauzie, Pilihlah Rumah yang Aman dan Nyaman, 22 Maret 2008, dapat dakses di www.kontan-harian.com, terakhir kali diakses pada tanggal 6 Mei 2008. Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 Mandiri yang tersohor sebagai kampiun corporate banking, misalnya, dua tahun terakhir sangat aktif mempromosikan KPR-nya. 223 Pemakaian perjanjian baku menunjukkan perkembangan yang sangat membahayakan kepentingan masyarakat. 224 Klausul eksonerasi dalam perjanjian baku bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, terlebih lagi jika ditinjau dari asas-asas dalam sistem hukum nasional. Di dalam perjanjian baku, kedudukan kreditur dan debitur tidak seimbang, dimana hanya memuat sejumlah kewajiban yang harus dipikul oleh debitur. 225 Oleh karenanya, mengenai ketentuan di dalam mencantumkan klausul baku ini ada diatur secara jelas di dalam Pasal 18 UUPK. 226 223 Majalah ‘Estate’, KPR-KPR Pilihan Konsumen, 30 April 2006. 224 Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit., hal. 35. 225 Ibid., hal. 54. 226 UUPK Bab V tentang Ketentuan Pencantuman Klausula Baku, di dalam Pasal 18 menyatakan bahwa: 1 Pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen danatau perjanjian apabila: a. menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha; b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang danatau jasa yang dibeli oleh konsumen; d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung, maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli olch konsumen secara angsuran. 2 Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. 3 Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum. Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 Selain mengatur tentang batasan klausul baku di dalam UUPK juga diatur secara tegas larangan yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha sama sekali tanpa ada kecuali, yang tercantum dalam mulai dari Bab IV Pasal 8 – 17 UUPK. Pelanggaran atas larangan tersebut yang menimbulkan kerugian bagi konsumen haruslah dipertanggungjawabkan oleh konsumen dengan memberi ganti rugi, terkecuali pelaku usaha sanggup membuktikan bahwa itu adalah kesalahan konsumen lihat dalam Pasal 19 UUPK. Di dalam Pasal 7 huruf f Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha diwajibkan memberikan kompensasi, ganti rugi, danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan. Selain itu, pelaku usaha diwajibkan memberikan kompensasi, ganti rugi, danatau penggantian barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Yang menjadi masalah dalam pemberian ganti rugi ini adalah sampai sejauh manakah ganti rugi itu harus diberikan. 227 Kewajiban pelaku usaha untuk memberikan ganti rugi harus dipenuhi apabila ternyata telah timbul kerugian atas penggunaan produk yang dihasilkan , dan sudah ada keluhanpengaduan dari konsumen. 228 4 Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang ini. 227 Muhammad Eggi H. Suzetta, Loc. Cit. 228 Pasal 23 UUPK menyatakan, Pelaku usaha yang menolak danatau tidak memberi tanggapan danatau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4, dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen. Memang adalah hal yang cukup memberikan jaminan bagi konsumen, dimana untuk hal pembuktian dalam UUPK telah ditempuh upaya pembuktian secara terbalik, dimana pelaku usaha Sugondo : Tinjauan Mengenai Perlindungan Terhadap Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah KPR Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 yang dibebankan kewajiban untuk membuktikan diri tidak bersalah atas kerugian yang timbul lihat dalam Pasal 28 UUPK. Di dalam Bab IX telah dijelaskan bahwa putusan yang dikeluarkan oleh BPSK yang tidak dilaksanakan oleh pelaku usaha, dapat dijadikan sebagai bukti permulaan bagi penyidik. Ini berarti bahwa selain mengatur hubungan keperdataan antara pelaku usaha dan konsumen, UUPK juga mengatur tentang sanksi dalam Bab XIII, mulai dari Pasal 60 – 63 UUPK bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan yang telah diatur UUPK. Hal ini dipertegas lagi dalam rumusan Pasal 45 ayat 3 229 UUPK. 230

D. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen yang timbul di antara