Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010.
BAB IV PENGARUH DAN PELAYANAN AGAMA KATOLIK
4.1 Pengaruh dalam Adat Perkawinan.
Umumnya pada masyarakat Batak Toba, perkawinan merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki laki dengan seorang wanita, tetapi juga
mengikat dalam suatu hubungan
54
54
T. M Sihombing, Jambar Hata Dongan Tu Ulaon Adat, Jakarta: CV. Tulus Jaya,1991., hal .30.
. Pihak dari penerima istri disebut dengan paranak, dan pihak dari pemberi istri disebut parboru. Menurut adat tradisional Batak Toba,
seorang laki laki tidak bebas memilih jodohnya. Perkawinan yang ideal dalam masyarakat Batak Toba adalah perkawinan antara marpariban yaitu perkawinan
antara seorang anak laki laki dengan anak perempuan dari saudara laki laki ibunya. Dengan demikian maka seorang laki laki Batak Toba sangat pantang kawin dengan
seorang wanita dari marganya sendiri dan juga dengan anak perempuan dari saudara perempuan ayah namboru.
Perkawinan di tengah masyarakat Batak Toba pada garis besarnya ada dua bentuk yaitu perkawinan antara sepasang pemuda dan pemudi yang disebut dengan
mangalua, dan yang kedua adalah perkawinan lanjutan atas janda dengan duda yang disebut dengan mangabia.
Perkawinan mangoli dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu marunjuk dan mangalua. Marunjuk adalah bentuk perkawinan melalui syarat syarat meminang
Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010.
dengan pembayaran sinamot sebagai imbalan ganti rugi atas lepasnya anggota marga pihak pengantin perempuan masuk kelompok marga pengantin laki laki. Sinamot
diatur urutan yang paling berhak menerima imbalan
55
55
Ismail Manalu, Op-Cit., hal.42.
. Jika diukur secara materi, sinamot yang harus disediakan oleh calon pengantin
laki laki sungguh berat. Untuk menghindari pembayaran sinamot tersebut, timbullah bentuk perkawinan mangalua yang lazim disebut dengan kawin lari. Menghindari
pembayaran sinamot dalam cara kawin lari tidak berarti menghapus sama sekali kewajiban pihak pengantin Laki laki untuk membayar hutang adat. Cara ini dilakukan
hanya memberi peluang bagi pihak pengantin laki laki sampai suatu saat dia sanggup membayar hutang adat sinamot. Apabila suatu saat pengantin laki laki telah sanggup
untuk membayar hutang adat sinamot maka pelaksanaannya sama dengan pelaksaanaan perkawinan marunjuk.
Perkawinan lanjutan terjadi apabila seorang pemuda mengawini janda dari marganya, dimana keharusan membayar sinamot sudah tidak diperlukan lagi dan ini
disebut Mangabia. Biasanya hal ini terjadi apabila seseorang meninggal dunia dengan meninggalkan isteri dan anak yang masih kecil kecil dan perlu perlindungan, maka
saudaranya memjadi pengganti posisi sebagai suami. Mangabia dilakukan agar si istri tersebut tidak kawin kepada orang lain yang berarti hilangnya hak keluarga mantan
suami kepadanya.Dalam masyarakat Batak Toba, setiap tatanan kehidupan dipengaruhi oleh unsur unsur budaya yang bersifat tradisional. Ajaran-ajaran agama
Kristen tidak sepenuhnya mengatur kehidupan masyarakat dalam kegiatan sehari hari.
Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010.
Demikian juga dalam struktur sosial masyarakat, masyarakat tidak terlepas unsur dalihan natolu yaitu somba marhula hula, manat mardongan tubu, elek marboru.
Hubungan antara unsur dalam dalihan natolu saling berhubungan antara satu unsur dengan unsure yang lain. Dalihan Natolu memberikan suatu pengelompokan terhadap
masyarakat maupun keluarga sehingga masyarakat dapat mengetahui kedudukannya apakah dia sebagai hula hula, dongan tubu, ataupun boru.
Masyarakat Batak Toba mengenal sistem patrilineal yaitu garis keturunan dari ayah ataupun laki laki
56
56
T. M Sihombing, Op-Cit., hal.57
. Marga bagi masyarakat Batak Toba merupakan suatu identitas sekaligus menunjukkan garis keturunan. Demikian juga dalam proses
perkawinan masyarakat Batak Toba, unsur Dalihan Natolu berlaku dalam acara pesta. Setiap yang datang menghadiri acara pesta mempunyai peran masing masing apakah
dia berkedudukan sebagai hula hula, boru maupun dongan tubu. Masyarakat Batak Toba mempunyai pandangan bahwa Perkawinan
merupakan suatu kewajiban. Perkawinan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keturunan dalam melanjutkan generasi. Seseorang yang tidak
mempunyai keturunan, maka otomatis garis keturunan sislsilah akan hilang. Orang yang tidak mempunyai keturunan akan merasa sedih karena dianggap suatu aib
keluarga. Anak laki laki dalam masyarakat Batak Toba sangat penting, karena hanya anak laki laki lah yang dianggap sebagai penerus generasi. Jika keluarga tidak
mempunyai anak laki laki, keluarga tersebut dianggap kurang sempurna. Jika perkawinan tidak menghasilkan anak laki laki, maka pihak dari si laki laki
Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010.
mendorong si laki-laki untuk kawin lagi marimbang. Ada anggapan bagi masyarakat bahwa jika si laki laki tersebut tidak kawin lagi, maka si laki laki akan
kehilangan silsilah tarombo . Biasanya dalam upacara adat Batak Toba, seseorang yang tidak mempunyai anak laki laki, dia tidak berhak untuk mendapatkan upacara
adat penuh yaitu upacara besar-besaran dalam upacara adat kematian saur matua . Semarga bagi masyarakat Batak Toba yaitu berasal dari satu darah, satu
daging, dan satu silsilah, dengan demikian perkawinan satu marga dilarang. Perkawinan satu marga dianggap sebagai penyimpangan terhadap adat sehingga jika
seseorang kawin semarga maka akan dikucilkan dari adat dan masyarakat. Sebelum masuknya agama Kristen di Tapanuli, khususnya di Lintongnihuta,
seseorang yang akan melakukan perkawinan selalu berdasarkan petunjuk dari datu dukun. Datu mempunyai andil yang besar baik dalam menentukan jodoh maupun
menentukan tanggal perkawinan
57
Adat yang demikian memang bertentangan dengan ajaran agama Katolik. Dalam ajaran agama Katolik, hidup berumah tangga tidak boleh lebih dari satu istri
suami. Perceraian tidak boleh terjadi dalam ajaran Katolik, satu suami untuk satu istri dan satu istri untuk satu suami selama hidupnya, karena perkawinan merupakan
sesuatu yang suci dan diberkati Tuhan. Sesuai dengan ajaran missionaris, adanya kesatuan dalam rumah tangga
karena dipersatukan oleh Tuhan, perceraian tidak diizinkan walaupun tidak . Jika datu menganggap antara salah satu dari calon
pengantin tidak cocok, maka keluarga akan membatalkan rencana perkawinan.
57
A. Lumban Tobing, Makna wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1992., hal .64.
Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010.
menghasilkan anak keturunan. Pelaksanaan adat juga ditinjau dari sudut pandangan ini dan harus dilakukan oleh setiap masyarakat Batak Toba yang akan membentuk
maupun yang telah membentuk rumah tangga bagi yang beragama Kristen Katolik maupun Kristen Protestan.
Adat yang berlaku ditengah masyarakat Batak Toba sebelum masuk agama Katolik, sebahagian bertentangan dengan ajaran agama Katolik. Ini menjadi
tantangan bagi missionaris untuk mengubah adat ini agar sesuai dengan ajaran agama Kristen. Perubahan dapat terlihat dari pengurangan peranan datu dalam menentukan
perkawinan. Sejak agama Kristen masuk dan berkembang, peranan datu ini hilang, dan digantikan dengan ajaran agama Kristen
58
58
Ibid., hal .78.
. Sesuai dengan keyakinan para missionaris bahwa tidak ada yang tidak berubah jika Tuhan menghendaki.
Sebelum masuknya missionaris di Lintongnihuta adat istiadat perkawinan yang sah adalah pasu-pasu raja. Pasu pasu raja dilakukan dengan mengumpulkan
pengetua pengetua adat untuk pemberitahuan kepada raja adat bahwa seorang pengantin laki-laki dan pengantin perempuan telah membentuk suatu rumah tangga
yang baru. Biasanya acara pasu pasu raja dilakukan pada pagi hari sebelum upacara adat Batak Toba dilakukan. Setelah selesai acara pasu pasu raja dilakukan, baru acara
adat yang berhubungan dengan adat Batak Toba dilaksanakan. Setelah masyarakat menganut agama Katolik, acara pasu-pasu raja
dihapuskan, karena bertentangan dengan ajaran Katolik. Dengan masuknya agama Katolik di Lintongnihuta,Perkawinan yang sah dalam masyarakat adalah jika kedua
Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010.
mempelai telah diberkati digereja pamasu masuon ni huria. Gereja merupakan lembaga yang merestui dan meresmikan sah atau tidaknya sebuah perkawinan.
Upacara pemberkatan perkawinan di gereja disesuaikan dengan tata ibadah gereja Katolik dan kedua pengantin disahkan dan diberkati oleh pastor.
Ajaran Katolik tentang perkawinan bahwa hanya boleh terjadi sekali saja antara sepasang suami istri, artinya suami hanya beristeri satu, demikian juga istri
harus satu suami. Suami istri tidak boleh cerai kecuali bila salah satu diantaranya meninggal dunia. Jika salah seorang di antara suami istri meninggal dunia, maka yang
satunya lagi dapat kawin apabila ada persetujuan gereja dan persetujuan adat. Khusus untuk perkawinan namarimbang seorang suami atau istri kawin lagi, dan
perkawinan natarsosak di luar nikah gereja tidak merestui perkawinan ini, bahkan diberikan sanksi dan keluar dari anggota jemaat gereja.
Setelah acara peresmian perkawinan di gereja, barulah acara yang berhubungan dengan adat istiadat Batak Toba dilakukan. Agama Katolik tidak
melarang adat istiadat Batak Toba dilaksanakan seperti pembagian Jambar pemberian berupa uang atau daging kepada setiap undangan pesta dan juga
pemberian ulos kepada pengantin.
4.2 Pengaruh dalam Adat Orang Meninggal