Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010.
mempelai telah diberkati digereja pamasu masuon ni huria. Gereja merupakan lembaga yang merestui dan meresmikan sah atau tidaknya sebuah perkawinan.
Upacara pemberkatan perkawinan di gereja disesuaikan dengan tata ibadah gereja Katolik dan kedua pengantin disahkan dan diberkati oleh pastor.
Ajaran Katolik tentang perkawinan bahwa hanya boleh terjadi sekali saja antara sepasang suami istri, artinya suami hanya beristeri satu, demikian juga istri
harus satu suami. Suami istri tidak boleh cerai kecuali bila salah satu diantaranya meninggal dunia. Jika salah seorang di antara suami istri meninggal dunia, maka yang
satunya lagi dapat kawin apabila ada persetujuan gereja dan persetujuan adat. Khusus untuk perkawinan namarimbang seorang suami atau istri kawin lagi, dan
perkawinan natarsosak di luar nikah gereja tidak merestui perkawinan ini, bahkan diberikan sanksi dan keluar dari anggota jemaat gereja.
Setelah acara peresmian perkawinan di gereja, barulah acara yang berhubungan dengan adat istiadat Batak Toba dilakukan. Agama Katolik tidak
melarang adat istiadat Batak Toba dilaksanakan seperti pembagian Jambar pemberian berupa uang atau daging kepada setiap undangan pesta dan juga
pemberian ulos kepada pengantin.
4.2 Pengaruh dalam Adat Orang Meninggal
Menurut pandangan masyarakat Lintongnihuta sebelum masuknya agama Kristen di Lintongnihuta, kematian merupakan perputaran berkala yaitu: kelahiran
dan kematian . perputaran ini pada dasarnya hanya bersifat pengulangan saja. Jika saatnya sudah tiba dan Debata Mulajadi Nabolon telah memanggil, tak seorang pun
Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010.
dapat menolaknya. Manusia yang hidup di bumi ini hanyalah untuk menjalankan undangan dan hukum, sampai kelak ajalnya akan datang. Kematian tidak dapat
ditolak jika Debata Mulajadi Nabolon telah memanggil dan ajal akan kembali ke tempat yang telah digariskan oleh Debata Mulajadi Nabolon.
Debata Mulajadi Nabolon adalah permulaan dan akhir. Debatalah yang menentukan awal dan akhir manusia di dunia ini, semua berada dalam kuasanya.
Panggilan debata inilah yang merupakan keyakinan bahwa Debata inilah yang mengambil nafas kehidupan manusia meninggal.
Selain percaya terhadap Debata Mulajadi Nabolon, mereka juga yakin akan adanya kuasa dalam setiap diri orang Batak. Keyakinan manusia akan adanya kuasa
dalam diri orang ini disebabkan manusia itu terdiri atas jiwa dan roh tondi. Dalam hubungan antara manusia dan roh, masyarakat Batak Toba telah mengenal beberapa
konsepsi antara lain yang disebut tondi, sahala dan begu. Dalam pengertiannya tentang tondi, masyarakat mempunyai asosiasi pikiran dengan roh.
Masyarakat Batak Toba meyakini bahwa setiap kematian yang dialami oleh seseorang merupakan kematian jasmaniah, sedangkan rohnya tondi akan pergi
melanglang buana menjadi begu. Begu tersebut diyakini suatu saat akan menempati suatu yang ada di alam dimana dianggap cocok sebagai tempat bersemayam,
misalnya seperti pohon, sungai, gunung, lembah dan lain lain. Masyarakat mempunyai keyakinan bahwa begu tersebut sangat mempengaruhi kehidupan
manusia, bisa mengarah kepada hal yang baik, dan kadanga mengarah kepada hal hal yang tidak baik.
Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010.
Keyakinan agama Kristen tidaklah terlalu jauh perbedaannya dengan agama tradisional Batak Toba. Agama Kristen menyembah Tuhan allah sedangkan agama
tradisional Batak Toba menyembah Debata Mulajadi Nabolon. Menurut ajaran Kristen seluruh yang ada di muka bumi ini baik terhadap yang hidup maupun orang
yang sudah meninggal semuanya di bawah kekuasaan Tuhan. Tidak ada yang paling berkuasa di muka bumi ini selain Tuhan. Tuhan menjadikan apa saja yang ada di
dunia ini, semua adalah atas perintahnya. Sehingga dalam ajaran Kristen beranggapan bahwa tondi orang yang telah meninggal tidak mempunyai kekuatan.
Pada masyarakat Batak Toba di Lintongnihuta, bila seseorang meninggal maka kerabatnya akan meratapi dengan nyanyian ratapan andung-andung. Dalam
sastra Batak andung-andung merupakan rangkaian kalimat kalimat yang dinyanyikan sambil menangis. Andung-andung tersebut berisikan cerita tentang kehidupan yang
meninggal tersebut sewaktu ia masih hidup di dunia ini. Melalui andung-andung masyarakat Batak Toba menguraikan isi hatinya, kesedihannya dan keresahannya.
Dengan demikian melalui andung-andung yang diutarakan oleh pihak keluarga yang meninggal dapatlah diketahui bagaimana perangai atau sifat orang yang meninggal
tersebut sewaktu dia masih hidup. Melalui tangisan yang dibarengi dengan andung- andung dapat juga
menyadarkan seseorang atau sekelompok masyarakat untuk mengurangi rasa sedih keluarga. Andung-andung juga mengutarakan keinginan, kemauan dan maksud hari
kepada orang lain, setelah mendengarkan andung-andung dari keluarga yang ditinggalkan. Dengan demikian peranan andung-andung sangat menonjol di dalam
kebudayaan masyarakat Batak Toba, dan hal ini pun masih dapat diterima oleh agama
Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010.
Kristen baik Katolik maupun Protestan. Kebudayaan masyarakat Batak Toba juga mengatur upacara upacara adat dalam kematian, semakin tinggi tingkat usianya,
semakin banyak keturunannya dan mempunyai harta yang banyak, maka upacara penguburannya dilakukan dengan upacara besar.
Ajaran agama Katolik mengarahkan umatnya kepada kepercayaan tentang adanya kuasa Tuhan, dan jangan mempercayai kepercayaan magis yang dimiliki
masyarakat tradisional yang belum mengenal ajaran agama Kristen. Ajaran yang menganggap bahwa benda benda memiliki kuasa dan kekuatan dan mempercayai
setiap orang meninggal akan selalu berhubungan dengan orang yang masih hidup merupakan kepercayaan tradisional yang harus ditinggalkan apabila dia menjadi
seorang penganut agama Katolik. Adat istiadat untuk orang meninggal yang dilakukan oleh masyarakat Batak
Toba di Lintongnihuta sesudah masuknya ajaran agama Katolik tidak lagi memakai pola kepercayaan tradisional sebagaimana nenek moyang mereka dahulu. Upacara
kematian telah disesuaikan dengan ajaran gereja. Kepercayaan akan adanya kuasa orang mati sebagai dasar untuk melakukan upacara adat penguburan mayat
dihilangkan. Penguburan dilakukan berdasarkan sakramen orang meninggal yang sesuai dengan ajaran agama katolik
59
59
Hasil wawancara yang dilakukan kepada Uskup Agung Medan, Mgr. Anicetus Sinaga tanggal 5 Agustus 2009 pukul 14.00 Wib.
. Biasanya bila yang meninggal adalah pengetua gereja, sebelum melakukan upacara penguburan maka mayat terlebih dahulu di bawa
ke gereja dan akan dilakukan upacara kebaktian sesuai dengan ajaran agama Katolik. Sebelum ajaran Katolik masuk di daerah Lintongnihuta, upacara penguburan
Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010.
dipegang oleh datu, tetapi setelah masyarakat memeluk agama Katolik, penguburan dilakukan oleh pengetua gereja atau pastor. Apabila yang meninggal sudah lanjut
usia, maka upacara adat yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama Katolik. Dalam masyarakat Lintongnihuta penguburan biasanya dilakukan
setelah acara adat Batak Toba selesai dilaksanakan.
4.3 Pelayanan dalam bidang pendidikan