Kepercayaan Masyarakat Lintongnihuta Sebelum Masuknya Ajaran Katolik

Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010.

BAB III TUMBUH DAN BERKEMBANGNYA AGAMA KATOLIK

3.1 Kepercayaan Masyarakat Lintongnihuta Sebelum Masuknya Ajaran Katolik

Sebelum agama Kristen masuk di Lintongnihuta, masyarakat Lintongnihuta telah memiliki kepercayaan tradisional yaitu kepercayaan kepada roh orang meninggal, dan kepercayaan terhadap pohon-pohon besar, dan tempat tempat yang keramat. Di samping itu, masyarakat Lintongnihuta juga percaya kepada Debata Mulajadi Nabolon dengan kemuliaannya di banua atas langit. Kepercayaan masyarakat kepada Debata Mulajadi Nabolon dengan wujud pancaran kekuasaannya adalah Debata Natolu yaitu Batara Guru dengan lambang warna hitam yang menggambarkan hahomion kebijaksanaan, Debata Sori dengan lambang warna putih yang menggambarkan habonaran kesucian, dan Debata Balabulan dengan lambang warna merah yang menggambarkan hagogoon kekuatan. Lambang Debata Natolu merupakan wujud pancaran kuasa Mulajadi Nabolon yang dilambangkan dengan tiga warna hitam, putih, merah. Sebagai penghubung dari ketiga warna ini disebut dengan bonang Manalu 24 Kepercayaan kepada roh orang meninggal disebut dengan istilah sipele begu. Roh orang meninggal atau nenek moyang harus dihormati dengan memberikan makanan dalam bentuk sesajen. Upacara pemberian makanan kepada arwah orang meninggal dilakukan pada acara-acara tertentu berdasarkan tata cara yang dianggap suci untuk melakukan penyembahan . 25 24 DJ Gultom Raja Marpodang, Op-Cit., hal.372. 25 Ismail Manalu, Mengenal Batak, Medan: CV. Kiara, 1985, hal.4. . Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010. Dalam acara menghormati roh orang meninggal, dilakukan dengan memberikan sesajen dalam bentuk napinadar sajian makanan yang terdiri dari nasi yang diwarnai dengan kunyit dan daging ayam yang dimasak dengan pedas dan naniura sajian makanan yang terdiri dari nasi yang diwarnai dengan kunyit dan ikan mas yang dimasak tanpa menggunakan api, tetapi dengan menggunakan asam. Sesajen yang sudah dipersiapkan diletakkan dalam lage tiar tikar yang terbuat dari daun pandan berukuran kecil yang diletakkan diatas gobuk tempat penyimpanan padi. Sesajen tersebut dibiarkan dalam beberapa menit, sesudah itu makanan diambil dan dibagi bagikan kepada seluruh anggota keluarga. Pemberian makanan kepada roh orang meninggal dipercaya akan mendatangkan berkat dan perlindungan bagi seluruh anggota keluarga. Pemberian sesajen ini dilakukan pada acara ritual seperti mangongkal holi saring saring membingkan tulang belulang kerabat keluarga yang sudah lama meninggal untuk dimasukkan ke dalam tugu 26 Kepercayaan masyarakat Lintongnihuta sebelum masuknya ajaran Kristen di Lintongnihuta terhadap pohon pohon besar sangatlah kuat. Masyarakat mempercayai bahwa pohon besar merupakan tempat tinggal roh roh orang meninggal dan nenek moyang. Pohon besar yang dianggap sakral ini disebut dengan hau jabi jabi pohon , menjelang musim tanam padi dan musim panen padi, jiarah ke kuburan dan kepercayaan kepercayaan kepada roh yang dianggap sakral oleh masyarakat. 26 Tugu merupakan kuburan yang dibuat dari semen dan menyerupai bentuk rumah Batak Toba. Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010. beringin. Sebelum melakukan kegiatan pengolahan sawah untuk menanam padi, masyarakat akan membuat suatu acara ritual sebagai isyarat meminta izin kepada roh roh yang bertempat tinggal di hau jabi-jabi 27 Menurut pandangan masyarakat Batak Toba, dunia ini terbagi atas tiga bagian yaitu Banua ginjang yang disebut dengan benua atas, merupakan tempat kuasa Mulajadi Nabolon yang dihuni oleh orang-orang suci, sedangkan banua Tonga merupakan tempat berdiam makhuk-makhluk ciptaan Mulajadi Nabolon termasuk manusia, dan banua holing yang disebut dengan benua bawah merupakan tempat tingga l dari roh-roh jahat yang selama hidupnya mengganggu kehidupan manusia . Upacara ini biasanya dilakukan oleh satu kampung yang dipimpin oleh natua tua ni huta pengetua kampung. 28 Pandangan masyarakat Batak Toba terhadap kematian merupakan sebuah ketakutan manusia. Penyebab kematian manusia adalah oleh begu . 29 untuk menghubungkan parsimangotan arwah orang meninggal meminta petunjuk agar begu tidak mengganggu hidup manusia. Setiap datu yang dipanggil untuk menghubungkan manusia dengan roh nenek moyangnya, selalu membuat interpretasi sendiri akan hubungan keluarga dengan roh nenek moyang tersebut. Agar begu tidak yang dapat menghantui hidup manusia. Begu sering mengganggu kehidupan manusia, bila manusia selama hidupnya tidak bagus di dunia, begitu jugalah roh rohnya akan selalu mengganggu manusia setelah meninggal. Begu yang sering mengganggu manusia merupakan roh roh manusia yang sering berbuat jahat sewaktu hidup. Untuk menghindari gangguan dari begu ini manusia memanggil datu dukun 27 Ibid., hal .8. 28 DJ Marpodang, Op-cit, hal.435. Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010. mengganggu keluarga, diberikanlah sesajen dalam bentuk napinadar ataupun naniura untuk diberikan kepada roh roh jahat setelah dimanterai oleh datu. Untuk menjaga dan memelihara hubungan antara manusia dengan roh-roh nenek moyang, tiap-tiap individu dalam masyarakat Batak Toba harus melakukan berbagai aturan kepercayaan antara lain: setiap anak yang baru lahir dan sesudah berumur tujuh hari, bayi harus dibawa keluarga martutu aek. Martutu aek adalah acara kepercayaan, memperkenalkan bayi pada ciptaan Mulajadi Nabolon dan meminta agar bayi itu disucikannya, setelah itu bayi dibawa maronan yaitu sebuah acara untuk kepercayaan memperkenalkan pada kehidupan dunia atau kehidupan manusia 30 Setelah anak dewasa dibuat acara mangalontik ipon yaitu meratakan giginya sebagai pertanda bahwa ia telah dewasa. Dengan tanda itu maka ia akan bertanggungjawab akan sikap sopan santun bagaimana bersikap perilaku seorang dewasa. Jika si anak akan kawin, ruhut-ruhut aturan kepercayaan dan adat harus dipenuhinya, dan acara perkawinan itu disebut pasu pasu raja. Acara perkawinan pasu pasu raja inilah sebagai pertanda bahwa perkawinan itu sah berdasarkan kepercayaan dan adat. Setelah uzur dan mendekati ajal, maka turunannya akan memberikan sulang-sulang yang disebut juga pasahat sipanganon natabo. Pasahat sipanganon natabo kepada orangtua merupakan pemberian makanan yang lezat kepada orangtua sebelum ajalnya. Pada saat acara manulangi itulah orangtua . 29 Begu artinya hantu 30 Ibid., hal. 25. Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010. memberkati anak anaknya, menggariskan penggunaan warisan, memberi nasehat dan petunjuk perhadap anak anaknya. 3.2 Proses Masuknya Agama Katolik 3.2.1 Agama Katolik di Sumatera Utara