Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010.
Dengan berdirinya sekolah sekolah Belanda tersebut, missionaris membuat perbedaan antara pendidikan Belanda dengan yang dikelola oleh missionaris.
Tujuannya agar masyarakat dapat membedakan mana pendidikan Belanda dan mana pendidikan yang dikelola oleh missionaris. Para missionaris dalam mengembangkan
pendidikan lebih mengutamakan pendidikan keimanan. Di luar sekolah, sikap, cara hidup dan pergaulan di tengah-tengah masyarakat diupayakan lebih mendekatkan diri
kepada masyarakat. Dengan demikian semakin runtuhlah anggapan bahwa kegiatan missionaris
adalah untuk kepentingan penjajahan Belanda. Berkembangnya agama Kristen semakin menghilangkan nilai- nilai religius magis dan diganti dengan gereja sebagai
wadah pelaksanaan proses berhubungan dengan Allah. Pengaruh Kristenisasi membuat masyarakat percaya kepada kebesaran Tuhan sebagai pencipta manusia dan
pemberi berkat atas segala kehidupannya.
3.3 Kendala Kendala Yang Dihadapi Oleh Missionaris Dalam Penyebaran Agama Katolik
Sebelum masuknya agama Katolik di Lintongnihuta telah ada Regement Op het Beleid der Regering Van Nederland Indies UU tahun 1854 pasal 123 untuk
mempersempit agama Katolik di Tapanuli sampai kepedalamannya seperti Lintongnihuta, dimana dengan adanya UU tersebut sehingga Pemerintah Hindia
Belanda melarang misi berganda double zending pada satu wilayah yang sama. Dengan demikian agama Katolik terlambat masuk ke Tapanuli dan pedalamannya.
Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010.
Jika dibandingkan dengan daerah lainnya, agama Katolik lebih berkembang di daerah lain di Indonesia seperti Medan, Maluku, Sulawesi, Kalimantan, dan Nusa Tenggara.
Agama Kristen Protestan masuk dan berkembang pada abad ke 20 yang disebarkan oleh Ignatus Nonmensen, seorang doktor teologia berkebangsaan Jerman.
Dia memulai misinya di Lembah Silindung tahun 1864. Pusat misi agama Kristen Protestan di Pea Raja, Tarutung. Oleh karena itu, pemerintah Hindia Belanda pada
waktu itu tidak lagi memberi izin masuk bagi missionaris Katolik. Tetapi dengan adanya I.R Indische Staat Regering pasal 177 tahun 1925 maka agama Katolik
diperbolehkan melakukan penyebaran Injil dalam satu wilayah yang sama dengan menjamin ketertiban dan keamanan Rust en Order.
Masyarakat Batak Toba yang berdiam di Lintongnihuta, sebelum masuknya pengaruh agama Kristen telah memiliki budaya tradisional. Pada awalnya para
missionaris tidak mudah memasyarakatkan injil kepada masyarakat Batak Toba yang masih terikat dengan norma-norma tradisional tersebut. Pada saat mewartakan injil
para missionaris mendapat bermacam macam tantangan, baik yang berasal dari masyarakat maupun tantangan berupa kekurangan materi. Tantangan yang diperoleh
dari masyarakat adalah sulitnya orang Batak Toba melepaskan budaya tradisional yang tidak sesuai dengan agama Kristen, antara lain mereka sangat mempercayai
kekuatan mistik yang ada pada mereka. Kemudian ditambah dengan adanya anggapan bahwa missionaris merupakan mata-mata Belanda yang hendak menguasai wilayah
Toba. Missionaris berupaya untuk membuat masyarakat tertarik dengan ajaran- ajaran agama Katolik melalui tingkah laku dan perbuatan-perbuatan yang dapat menarik
simpatik masyarakat.
Antonius P. Manalu : Perkembangan Agama Katolik Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Di Lintongnihuta 1937 – 1985, 2010.