Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Explanatory Style 1. Pengertian explanatory style

Eva Anggi Sitompul : Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkutan Dikota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style, 2009. penelitian tentang gambaran learned helplessness pada supir angkutan dikota Medan ditinjau dari explanatory style-nya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Alat ukur yang digunakan untuk menggambarkan learned helplessness pada supir angkutan di kota Medan adalah skala explanatory style dengan model Likert yang disusun berdasarkan tiga dimensi explanatory style pervasiveness, permanence, dan personalization. Adapun populasi penelitian ini adalah supir angkutan di kota Medan yang telah memiliki Surat Izin Angkutan Umum, Buku Iuran, dan setoran. Untuk mendapatkan skor tiap dimensi digunakan teknik analisa statistik deskriptif dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 15.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran learned helplessness pada supir angkutan umum di kota Medan ditinjau dari explanatory style.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran learned helplessness pada sopir angkutan umum di kota Medan. Eva Anggi Sitompul : Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkutan Dikota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style, 2009.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat mengenai gambaran learned helplessness pada sopir angkutan umum di kota Medan, baik manfaat secara teoritis maupu n manfaat secara praktis. 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya di bidang psikologi klinis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bagaimana learned helplessness pada supir angkutan umum di kota Medan dan pihak-pihak yang berkaitan dengan sistem transportasi di kota Medan. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada pihak-pihak berwenang yang berhubungan dengan Lalu Lintas dan Angkutan Umum di kota Medan Eva Anggi Sitompul : Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkutan Dikota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style, 2009. Eva Anggi Sitompul : Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkutan Dikota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style, 2009.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Explanatory Style 1. Pengertian explanatory style

Seligman pada tahun 1990 dalam Taylor, 2003 menggambarkan bahwa explanatory style adalah cara dimana individu berpikir mengenai penyebab dari kejadian. Menurut Ormrod pada tahun 1999 dalam Bol, Hacker, Allen, 2005 adalah cara bagaiman individu menginterpretasikan kejadian yang dialaminya sehari-hari dan konsekuensinya. Hal senada juga dikemukakan oleh Schullman, Castellon, dan Seligman pada tahun 1989 Boyer, 2006 yang mengembangkan definisi explanatory style, yaitu individu telah terbiasa memiliki pola dalam menjelaskan apa yang menjadi penyebab dari kejadian-kejadian penting dalam hidupnya. Selain itu, Seligman dalam Schultz, 1994, menyatakan bahwa explanatory style adalah cara seorang individu menjelaskan pada dirinya tentang kejadian yang tidak dapat dikontrol dari lingkungannya. Lebih lanjut, Peterson et al. tahun 1995 Parker, 2005 mendefenisikan explanatory style adalah kecenderungan individu untuk memberikan sekelompok penjelasan yang sama untuk beberapa kejadian kejadian yang berbeda. Kemudian definisi ini dielaborasi oleh Parker Steen pada tahun 2002 Parker, 2005, yang menyatakan bahwa explanatory style adalah suatu cara yang sudah menjadi Eva Anggi Sitompul : Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkutan Dikota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style, 2009. kebiasaan habitual untuk memaknai peristiwa-peristiwa yg terjadi, sehingga membuatnya lebih stabil dari suatu keadaan. Parker 2005 menyatakan bahwa penjelasan terhadap kejadian tersebut dapat diatribusikan sebagai internal versus external, global versus spesifik, dan stable versus unstable , baik ataupun buruk kejadian tersebut. Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa explanatory style adalah cara seorang individu dalam menjelaskan atau memaknai segala peristiwa yang dialaminya, baik maupun buruk, dapat dikontrol maupun tidak dapat dikontrol, yang kemudian individu tersebut menginterpretasikan konsekuensi dari setiap peristiwa yang dialaminya.

2. Dimensi-dimensi explanatory style

Abramson et al. dalam Taylor, 2003 membuat teori tentang tiga dimensi explanatory style, yaitu: a. Pervasiveness Dimensi pervasiveness berkaitan dengan area-area kehidupan yang dianggap oleh individu sebagai efek dari penyebab dari suatu kejadian. Ketika penyebab selalu hadir dalam sejumlah situasi maka disebut sebagi global attribution. Namun ketika penyebab hadir hanya dalam suatu situasi tertentu, maka disebut spesific attribution. Gejala depresi umumnya lebih mengarah pada pervasive keseluruhan. Eva Anggi Sitompul : Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkutan Dikota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style, 2009. b. Permanence Dimensi permanence berkaitan dengan persepsi individu terhadap lamanya waktu terjadinya suatu peristiwa kejadian Seligman, 1990, dalam Taylor, 2003. Bila kejadian yang tidak dapat dikontrol dianggap berhubungan dengan faktor –faktor yang tidak konsisten sementara waktu maka disebut unstable attribution. Namun bila kejadian tersebut dianggap berhubungan dengan faktor-faktor yang konsisten sepanjang waktu maka disebut stable attribution. Gejala depresi umumnya terjadi dalam jangka waktu yang lebih lama. c. Personalization Dimensi personalization berhubungan dengan penjelasan tentang apa atau siapa penyebab dari suatu kejadian, misalnya diri sendiri atau orang lain. Peterson, Semmel, von Bayer, Abramson, Metalsky, dan Seligman pada tahun 1982 dalam Taylor, 2003 menjelaskan bahwa ketika kejadian yang tidak dapat dikontrol diatribusikan pada segala sesuatu tentang diri seseorang internal attribution, atau pada segala sesuatu dari situasi external attribution. Gejala depresi dialami oleh individu yang kehilangan harga diri. Peterson Seligman, 1984 dalam Taylor 2003 memprediksi bahwa explanatory style secara global, stable, dan internal diimplementasikan ketika kejadian yang buruk yang terjadi cenderung dihubungkan dengan depresi.

3. Tipe-tipe explanatory style

Explanatory style terdiri dari atas 2 jenis Schultz Schultz, 1993 yaitu: Eva Anggi Sitompul : Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkutan Dikota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style, 2009. a. Pessimistic explanatory style, jenis ini dapat menyebabkan learned helplessness dalam seluruh fase kehidupan. b. Optimistic explanatory style, jenis ini dapat membuat individu mampu mencegah terjadinya learned helplessness dalam hidupnya. Fresco, Rytwinski, dan Craighed 2007 juga menyatakan bahwa pessimistic explanatory style merupakan kecenderungan individu untuk memandang kejadian negatif muncul dari penyebab internal, global, dan stabil. Sementara optimistic explanatory style merupakan kecenderungan untuk memandang kejadian negatif muncul dari penyebab eksternal, spesifik, dan tidak stabil. Individu yang optimis cenderung menggunakan strategi coping yang aktif dan adaptif, seperti pendekatan masalah secara langsung, pengakuan, dan berusaha keras untuk merubah situasi yang tidak terkontrol, berusaha mengatasi kesengsaraan, dan mempertahankan penyempurnaan tujuan Carver et al., 1993; Puskar, Sereika, Lamb, Tusaic-Mumford, Mc Guinness, 1999, dalam Hirsch Conner, 2006. Optimistic explanatory style cenderung tidak mudah untuk memiliki pikiran atau tindakan bunuh diri Vailant, 2003, dalam Hirsch Conner, 2006. Individu yang pesimis mengalami level prestasi akademik yang lebih rendah, lebih banyak mengidap penyakit fisik, meningkatkan gejala depresi, dan cenderung tidak memiliki pengharapan Gillham et al., 2001; Schulman, castellon, Seligman, 1989, dalam Hirsch Conner, 2006. Pessimistic explanatory style juga berkaitan erat dengan ide untuk bunuh diri Priester Clum, 1992, dalam Hirsch Conner, 2006. Eva Anggi Sitompul : Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkutan Dikota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style, 2009.

4. Learned helplessness

Peterson, Maier, Seligman pada tahun 1975 Cemalcilar, dkk, 2003, bahwa learned helplessness adalah suatu keadaan ketika pengalaman dengan kejadian yang tidak dapat dikontrol mengarah pada harapan bahwa kejadian-kejadian di masa mendatang akan tidak dapat dikontrol juga. Selanjutnya diungkapkan oleh Abraham et al. dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2003, learned helplessness adalah ketidakmampuan individu untuk mengendalikan lingkungannya yang akan membimbingnya pada sikap menyerah atau putus asa dan mengarahkan pada atribusi diri yang kuat. Ide dasar yang melatarbelakangi learned helplessness adalah bahwa orang mungkin sadar akan tidak adanya kontrol terhadap apa yang terjadi pada beberapa situasi. Kesadaran ini timbul melalui kurangnya ‘contingency’ antara usaha-usaha terdahulu untuk mengubah situasi dengan hasil yang berhubungan dengan usaha- usaha tersebutMuluk, 1995

5. Efek learned helplessness

Seligman dalam Muluk, 1995 mengemukakan empat hal sebagai akibat learned helplessness sebagai berikut: a. Jika seseorang sering mengalami kejadian-kejadian yang tidak dapat dikontrolnya, hal ini akan berakibat pada penurunan motivasi individu untuk bertingkah laku dengan cara tertentu yang sebenarnya dalam situasi tertentu dapat merubah hasil akhir dari suatu kejadian. Eva Anggi Sitompul : Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkutan Dikota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style, 2009. b. Pengalaman masa lalu dengan kejadian yang tidak dapat dikontrol akan mengurangi kemampuan individu untuk belajar bahwa kejadian-kejadian tertentu dapat diubah dengan tingkah laku tertentu pula. c. Pengalaman yang berulang-ulang dengan kejadian-kejadian yang tidak dapat dikontrol akan mengarah pada perasaan tidak berdaya. Individu-individu akan mengatribusikan ketidakberdayaan pada diri mereka sendiri atau pada kejadian-kejadian khusus dan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Maier Seligman dalam Taylor, 2003, learned helplessness menghasilkan penurunan dalam tiga area, yaitu: a. Motivational Individu belajar bahwa hasil yang diperoleh dari suatu kejadian merupakan hal yang tidak dapat dikontrol, sehingga individu cenderung kurang dapat memulai berespon. b. Cognitive Secara kognitif, individu belajar bahwa hasil yang diperoleh dari suatu kejadian merupakan pembelajaran tersembunyi yang tidak dapat dikontrol. c. Emotional prediksi emosional meliputi perasaan depresi setelah belajar bahwa hasil merupakan hal yang tidak dapat dikontrol. Eva Anggi Sitompul : Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkutan Dikota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style, 2009.

6. Kaitan explanatory style dengan learned helplessness

Dweck dalam Leitzel, 2000 menyatakan bahwa teori utama dari kontrol individu adalah atribusi yaitu penjelasan yang digunakan individu untuk menginterpretasi perilaku dan kejadian. Teori atribusi fokus pada faktor yang dimiliki individu dalam mengatribusikan kesuksesan dan kegagalannya Seligman; dalam Leitzel, 2000. Weiner kemudian mengelaborasinya bahwa motivasi dan emosi dianggap sebagai konsekuensi dari causal beliefs atribusi, daripada arti dimana individu memaknai dunia. Peterson Steen menambahkan bahwa teori learned helplessness membentuk sebuah jembatan penting antara teori atribusi dan model explanatory style dengan memberikan dukungan empiris bagi peran kepercayaan dalam penentuan hasil dalam Leitzel, 2000. Lebih lanjut, Peterson Stunkard mengemukakan bahwa ide dari explanatory style muncul dari perumusan kembali model learned helplessness. Berdasarkan model ini, ada tiga dimensi digunakan individu untuk menjelaskan mengapa kejadian terjadi, yaitu pervasiveness global vs. spesific, permanence stable vs. unstable, dan personalization internal vs. external. Dengan menggunakan dimensi-dimensi ini untuk kejadian yang buruk, explanatory style yang dimiliki individu dapat dikarakteristikkan sebagai pessimistic global, stable, dan internal atau optimistic explanatory style specific, unstable, dan external. Sebaliknya, untuk penjelasan kejadian yang baik dikarakteristikkan sebagai optimistic yang merupakan hal yang stable, global dan internal. Sedangkan unstable, specific, dan external dianggap lebih mengarah pada pessimistic untuk menjelaskan kejadian yang baik. Eva Anggi Sitompul : Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkutan Dikota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style, 2009.

B. Supir Angkutan Umum 1. Pengertian supir angkutan umum