Eva Anggi Sitompul : Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkutan Dikota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style, 2009.
B. Supir Angkutan Umum 1. Pengertian supir angkutan umum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, supir adalah pengemudi mobil. Sementara angkutan adalah barang-barang orang-orang, dan sebagainya yang
diangkut. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan di pungut bayaran Undang Undang Lalu
Lintas No.14 Tahun 1992 Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa sopir angkutan umum
adalah individu yang mengangkut barang ataupun orang dengan menggunakan salah satu kendaraan umum yang dipergunakan oleh umum dengan dipungut
bayaran.
2. Sistem angkutan umum dan kondisi kerja sopir angkutan umum
Pengoperasian angkutan umum berada dalam sistem biaya tinggi, yaitu: a.
Biaya yang tinggi dimulai dari pengajuan izin trayek yang tidak memiliki tarif yang resmi, dari 2 juta sampai 5 juta, tergantung “gemuk” tidaknya
rute tersebut. b.
Biaya administrasi, penomoran label rute dan uang pelicin teknis. c.
Pungutan uang Kir uji kelayakan kendaraan setiap 6 bulan sekali, dengan biaya mulai dari Rp 100000,- sampai Rp 150000.
d. Iuran kepada perusahaan angkutan umum sebesar Rp 20000 setiap bulan.
e. Pungutan-pungutan di jalan oleh oknum petugas yang ada diterminal-
terminal bus.
Eva Anggi Sitompul : Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkutan Dikota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style, 2009.
Sedangkan kondisi fisik lingkungan pekerjaan para sopir angkot ini adalah jalan-jalan yang padat, panas, berpolusi udara, macet, dan adanya cacian oleh
penumpang serta ulah pemerasan oleh aparat.
C. Gambaran Learned Helplessness pada Sopir Angkutan Umum di Kota Medan
Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta
mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan Negara. Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa
angkutan bagi mobilitas orang serta barang dari dan ke seluruh pelosok tanah air, bahkan dari dan ke luar Negri. Transportasi juga berperan sebagai penunjang,
pendorong, dan pengerak bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi namun belum berkembang dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil-
hasilnya Undang-undang Lalu Lintas No.14 Tahun 1992. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa pentingnya peranan transportasi
menyebabkan lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa
transportasi yang serasi dengan kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang tertib, selamat, aman, nyaman, cepat, tepat, teratur, lancar, dan dengan biaya
yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Namun pada kenyataannya di lapangan, kondisi transportasi di Indonesia
khususnya di kota Medan, tidak sejalan dengan apa yang diharapkan. Murniati
Eva Anggi Sitompul : Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkutan Dikota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style, 2009.
1995 menyatakan bahwa pada dasarnya supir angkutan umum dituntut untuk menjamin keselamatan banyak orang namun dilain pihak imbalan yang diberikan
baik dalam bentuk materi pendapatan dan non materil pujian dan penghargaan sangatlah tidak memadai. Selain itu adanya sistem angkutan umum yang tidak
efisien seperti pengajuan izin trayek, sistem peraturan, pembagian jalur yang tumpang tindih sehingga membuat tingkat kompetisi yang tinggi antar sesama
supir angkutan umum. Terlebih adanya setoran yang mereka bayarkan pada pihak pemilik angkutan. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya hak supir untuk
menaikkan ongkos angkutan per penumpang karena hal ini di kontrol oleh pemerintah.
Kondisi ini menyebabkan banyak supir angkutan melakukan berbagai tindakan untuk menambah pendapatan mereka tanpa memperdulikan keselamatan
diri dan penumpang Muluk, 1995. Hal ini terlihat pada perilaku mereka yang ugal-ugalan di jalan seperti menjalankan kendaraan dengan kecepatan tinggi
ngebut, saling mendahului kendaraan umum lain dengan kecepatan tinggi, mengemudikan kendaraan bukan di jalurnya, menginjak rem dengan mendadak,
menurunkan penumpang dan dipindahkan ke kendaraan lain, menjejalkan penumpang walaupun sudah penuh, menurunkan penumpang walaupun kendaraan
masih berjalan, seenaknya berhenti tanpa memperdulikan kendaraan lalu lintas disekelilingnya Murniati, 1995.
Tuntutan dan stress yang dialami oleh para supir angkutan ini lama kelamaan dapat mengarah pada perasaan apatis, tidak perduli dan tidak bertanggung jawab,
karena mereka belajar dari pengalaman bahwa sistem tidak memihak pada mereka
Eva Anggi Sitompul : Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkutan Dikota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style, 2009.
untuk berlaku benar, disiplin dan teratur. Jadi mereka mulai berpikir mengapa harus bersusah payah untuk berlaku benar dan disiplin. Dengan kata lain supir
angkutan belajar dari lingkungan mereka bahwa tidak ada gunanya bagi mereka untuk metaati peraturan sementara jajaran penegak hukum dan birokrasi justru
seolah-olah dibuat untuk mempersulit para supir angkutan umum tersebut. Persepsi yang terbentuk ini sebenarnya merupakan sumber stress yang
potensial bagi supir angkutan ditambah dengan kenyataan dilapangan. Sehingga salah satu usaha untuk mengatasinya adalah dengan melakukan tindakan ugal-
ugalan seperti yang telah disebutkan sebelumnya karena mereka sudah frustasi dan tidak berdaya melakukan kontrol terhadap sistem yang dirasakan menghimpit
mereka. Oleh karena itu, berbagai perilaku ugal-ugalan dapat dipandang sebagai
manifestasi dari berkurangnya rasa tanggung jawab supir angkutan serta meningkatnya ketidakpedulian mereka yang menurut Seligman 1975 adalah
manifestasi dari perasaan ketidakberdayaan helplessness akibat himpitan stress kerja yang terlalu tinggi dalam Muluk, 1995.
Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran learned helplessness pada supir angkutan khususnya di kota Medan.
Eva Anggi Sitompul : Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkutan Dikota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style, 2009.
Eva Anggi Sitompul : Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkutan Dikota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style, 2009.
BAB III METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta, karakteristik
mengenai learned helplessness pada supir angkutan umum di kota Medan.
A. Identifikasi Variabel Penelitian