Minimnya Perhatian Pemerintah dalam Persoalan Pekerja Anak yang Berkonflik Dengan Hukum

B. Minimnya Perhatian Pemerintah dalam Persoalan Pekerja Anak yang Berkonflik Dengan Hukum

Pekerja anak merupakan salah satu anak yang berkonflik dengan hukum dan merupakan kategori anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Persoalan pekerja anak di Sumatera Utara khususnya kota Medan sebagi ibu kota propinsi, belum ada titik terang penyelesaian dan penanggulangan yang jelas hingga sekarang. Dari evaluasi dan monitoring yang dilakukan Pusaka Indonesia selama dapat disimpulkan bahwa persoalan pekerja anak ini tidak sanggup hanya dilakukan oleh pemerintah tanpa ada dukungan oleh masyarakat, begitu juga halnya dengan Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada belum begitu mampu membantu pemerintah dalam hal penaganan pekerja anak ini. Sehingga saat ini dibutuhkan sebuah pola koordinasi yang utuuh untuk penyelesaian persoalan pekerja anak tersebut secara efektif dan parsipatif. Sama halnya dengan penaganan dan pembinaan pekerja anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta. Dimana masih minimnya apresiasi dan partisipasi pemerintah dalam mendukung upaya pembinaan anak-anak yang digolongkan undang-undang sebagi anak nakal. Satu hal yang sangat memprihatinkan adalah akibat kurangnya pembinaan yang dilakukan di Lembag Pemasyarakatan Anak tersebut dikhawatirkan akan melahirkan generasi-generasi baru yang rentan melakukan perbuatan melawan hukum. Artinyajika pembenahan dan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak tersebut sangat minim, maka lembaga tersebut yang tadinya merupakan lembaga pembinaan anak akan menjadi lembag yang memproduksi penjahat-penjahat baru. Kekhawatiran itu juga muncul pada persoalan pekerja anak. Kita sangat mengkhawatirkan anak-anak jalanan atau pekerja anak yang ada saat ini, kalu tidak dibina dan dibenahi dengan baik, kita tidak tahu kelak bagaimana mereka dewasa dengan kebebasan hidup dijalanan. Sementara penanganan dan penaggulangan pekerja anak yang dilakukan pemerintah sebagai pihak yang bertanggungjawab dapat dikatakan belum meletakkan konsentarsi penaganan bagi pekerja anak yang membutuhkan perhatian khusus tersebut. Secara umum dapat disimpulkan lemahnya konsentrasi pemerintah dalam penganan pekerja anak terlihat dari sisi: 1. Belum adanya peraturan perundang-undangan baik local maupun nasional yang dikhususkan bagi penanganan dan perlindungan pekerja anak. Pada hal pekerja anak merupakan generasi penerus bangsa yang mempunyai perjuangan dan kemandirian yang kuat. 2. Di Sumatera Utara khususnya di kota Medan belum ada konsep pembinaan dan perlindungan yang jelas terhadap pakerja anak. Hal ini yang menyebabkan gerakan penganan dan penaggulangan pekerja anak yang selama ini belum bersatu-padu secara terkoordinasi, baik antara pemerintah maupun pemerintah dengan masyarakat. 3. Minimnya dana yang dianggarkan untuk menangani persoalan kesejahteraan anak secara umum. Kita melihat betapa minimnya dana yang dianggarkan dalam upaya peningkatan kapasistas pembinaan anak di Sumatera Utara secara umum. Baik dalam bidang pendidikan, kesejahteraan maupun dalam hal kesehatan. 4. Belum tepatnya sasaran solusi yang dilakukan pemerintah dalam hal penanganan pekerja anak. 5. Adanya tindakan akresif dari aparat pemerintah dalam penanganan dan pembersiahan anak jalanan di kota Medan. 6. dan beberapa faktor lain yang menunjukkan kurangnya konsentrasi pemerintah dalam penaganan dan perlindungan pekerja anak di kota Medan khususnya Sumatera Utara pada umumnya. Secara keseluruhan dapat disimpulkan kendala-kendala yang dihadapi dalam perwujudan perlindungan hukum terhadap pekerja anak, yaitu: 1. Walaupun beberapa aturan hukum nasional maupun internasional telah dilahirkan dalam penanganan dan perlindungan pekerja anak di Indonesia namun dalam kenyataan implementasinya masih terjadi kesalahan- kesalahan dan kecurangan-kecurangan dari aparatut pelaksana hukum ataupun dari pihak perusahaan; 2. Kondisi latar belakang keluarga yang mendorong seorang anak untuk bekerja tanpa memperhatikan kembali jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan; 3. Minimnya perhatian keluarga terhadap kondisi pekerjaan yang dilakukan oleh si anak karena orangtua tidak lagi mementingkan hal tersebut melainkan lebih memikirkan jumlah upah yang akan didapatkan oleh si anak, sehingga prosedur yang harusnya dilewati oleh perusahaan untuk mempekerjakan seorang anak tidak lagi diperhatikan, misalnya tentang adanya izin dari orangtua. Sekarang ini pada prakteknya ada ataupun tidak ada izin, anak-anak ini tetap bekerja. 4. Kurangnya sanksi tegas dari pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan anak-anak dibawah umur; 5. Rendahnya partisipasi dan apresiasi dari segi nilai budaya hukum masyarakat dalam merespon kebutuhan dasar anak dalam upaya kelanjutan generasi; 6. Lemahnya peran institusi budaya lokal yang merupakan salah satu penyebab dominan. C.Upaya yang dilakukan Pusaka Indonesia untuk Menekan angka Pekerja Anak yang berkonflik dengan hukum Salah satu target dalam proses advokasi pekerja anak adalah melahirkan anak-anak yang matang dan mandiri sadar dengan tinggkah laku yang baik sehingga pekerja anak yang tadinya masih harus didampingi akan mampu melanjutkan perjuangan pendampingan pada tingkat komunitasnya, khususnya dalam pemahaman tentang akibat,proses dan penanganan hukum ketika mereka berkonflikdengan hukum, sehingga secara perlahan diantara pekerja anak dampingan tersebut akan lahir generasi yang mempunyai kemampuan dan kekuatan dalam penguatan dan pembinaan komunitas pekerja anak tentang pemahaman hukum. Seperti halnya dalam penanganan kasus anak jalanan yang berkonflik dengan hukum, tanpa pendampingan anak-anak jalanan akan mampu melakukan tindakan segera untuk membantu kepentingan hak-haknya ketika berkonflik dengan hukum. Untuk mempersiapkan kelompok anak yang sadar hukum, perlu dilakukan pembenahan bagi anak maupun pendamping yang ingin melakukan pendampingan hukum bagi pekerja anak yang berkonflik dengan hukum. Langkah ini sebagai upaya membangun partisipasi anak secara langsung dalam upaya penguatan dan perlindungan komunitas anak-anak yang berada di jalanan. Pada tingkat shelter, pendampingan pekerja anak tidak selamanya berada disisi anak-anak tersebut, sehingga persiapan peer edukater dalam tingkat shelter sangat dibutuhkan. Adapun upaya-upaya yang dilakukan Pusaka Indonesia untuk mencegah pekerja anak berkonflik dengan hukum adalah sebagai berikut: 1. Penguatan dan penyuluhan pada hukum pada tingkat shelter atau rumah singgah. Pada umunya anak-anak rentan berkonflik dengan hukum baik sebagai korban maupun sebagai pelaku. Salah satunya adalah pekerja anak yang berada dijalanan. Denga kehidupan dunia yang bebas dijalanan mengakibatkan merka lebih rentan berkonflik dengan hukum bila diandingkan dengan anak-anak lain pada umumnya. Tidak hanya pada anak jalanan, seperti halnya anak sekolahan, anak didik di Lapas Anak juga rentan untuk berkonflik dengan hukum walaupun tidak separah dengan anak-anak yang berada dijalanan. Oleh karena itu, memberikan penyuluhan dan penyadaran bagi kelompok pekerja anak terseut tentang hukum adalah merupakan hal yang penting untuk dapat mencegah dan melindungi pekerja anak berkonflik dengan hukum. Sehingga ketika pekerja anak berkonflik dengan hukum baik sebagai korban maupun pelaku, mereka sudah mengetahui langkah-langkah awal untuk dapat menolong diri mereka sendiri dengan segera. Advokasi penanganan dan perlindungan hukum bagi pekerja anak mencakup beberapa aktivitas dan peran dari beberapa unsur yang ada. Advokasi yang dilakukan tidak hanya pada kebijakan hukum, pemerintah dan masyarakat saja, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah menggali partisipasi anak dalam upaya pengembangan dan perlindungan hukum bagi pekerja anak. Salah satu upaya yang dilakukan dalam melibatkan anak secara langsung untuk pengutan dan upaya melindungi mereka adalah dengan melakukan penyuluhan pada tingkat shelter atau rumah singgah. 2. Penguatan pendampingan anak tentang penanganan hukum bagi pekerja anakyang berkonflik dengan hukum Sebagai orang yang mendampingi pekerja anak, pendamping juga selayaknya mengetahui proses atau prosedur ketika pekerja anak dampingannya berkonflik dengan hukum. Kita melihat dari pengalaman advokasi selama ini masih banyak pendamping pekerja anak yang belum mengetahui proses-proses tersebut. Ketika pekerja anak dampingannya berkonflik dengan hukum baik sebagi korban maupun pelaku sering tidak melakukan upaya-upaya yang dapat membantu pekerja anak menghadapi proses tersebut dengan segera seperti, menghubungi penasihat hukum, mencari dan mengamankan barang bukti, membuat kronologis dan upaya-upaya lain yang dapat mempercepat pekerja anak memperoleh bantuan. Oleh karena itu, pendampingan juga harus diberikan penguatan-penguatan tentang prosedur hukum penanganan pekerja anak yang berkonflik dengan hukum. Selain dari pada itu dengan pengetahuan proses-proses dan akibat berkonflik dengan hukum, pendamping dapat lebih mudah untuk memberikan arahan-arahan dan penyuluhan-penyuluhan bagi pekerja anak dampingannya agar terhindar dari persoalan hukum.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN