Lembaga Swadaya Masyarakat bagi pekerja anak yang ada di Sumatera

18

BAB II PERAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DALAM MEMBERIKAN

ADVOKASI HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK

A. Lembaga Swadaya Masyarakat bagi pekerja anak yang ada di Sumatera

Utara Memperhatikan percaturan sosial dan politik di Indonesia pada akhir abad ke- 20 ini kiranya kita tidak dapat mengabaikan peranan yang dimainkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat LSM. Mulai bermunculan pada awal tahun 1970, kini LSM hadir dalam setiap bidang kehidupan dan dalam beberapa kasus menjadi penggerak utama perubahan di dalamnya. Peranan LSM tersebut adalah melakukan apa yang tidak dilakukan oleh pemerintah, yang selama ini menjadi pengendali perubahan dalam skala besar atau melakukan hal yang sama dengan pemerintah tetapi dengan cara yang berbeda. Dengan mempertimbangkan semangatnya yang hendak menciptakan perbedaan ini, serta keberhasilan relatif di tengah ketiadaan kekuatan lain yang berani berhadapan dengan pemerintah, wajar saja kiranya untuk menyebut LSM sebagai salah satu pendorong dinamika sosial dan politik masyarakat. Dalam hubungan dan situasi seperti inilah maka sebagian orang lebih suka menyebut lembaga-lembaga ini sebagai Organisasi Non-Pemerintah, atau Ornop, yang merupakan terjemahan lurus dari istilah Inggris Non-Governmental Organization NGO. Dalam situasi politik Indonesia di akhir abad ke-20 yang baru saja terbebas dari otoritarinisme ini, LSM boleh jadi tidak perlu lagi menjadi kekuatan penentang pemerintah, melainkan, sesuai dengan namanya sebagai penganjur keswadayaan, berperan sebagai pelopor masyarakat sipil yang masih jauh dari kuat. Namun demikian, terlepas dari apapun peranan mereka, yang jelas dalam periode sepuluh sampai limabelas tahun terakhir ini telah sangat banyak bermunculan LSM di Indonesia. LSM tidak hanya menawarkan jalan alternatif yang praktis untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat pembangunan sosial dan ekonomi, tetapi juga kegiatan yang bersifat penyadaran dan pembelaan kepentingan umum. Mereka semua berharap dapat memberdayakan masyarakat dalam berhadapan dengan kekuatan besar pemerintah dan bisnis swasta. Tetapi ada pula LSM yang bergerak dalam bidang-bidang yang sesungguhnya merupakan kepentingan semua orang, seperti lingkungan hidup dan hak konsumen. Secara umum dapat dikatakan bahwa kemunculan mereka didorong oleh dua hal, kebutuhan riil masyarakat untuk menyuarakan aspirasinya serta adanya dana bantuan masyarakat luar negeri yang disalurkan langsung kepada masyarakat. Istilah Lembaga Swadaya Masyarakat LSM berasal dari suatu seminar yang diselenggarakan Sekretariat Bina Desa SBD di Ungaran, Jawa Tengah 1978. Penulis berkonsultasi dengan Prof. Dr. Sayogyo minta pendapat beliau tentang istilah yang sebaiknya dipakai untuk menyebut berbagai kelompok, lembaga atau organisasi yang bermunculan pada waktu itu, yang sangat aktif dalam upaya-upaya pembangunan terutama diantara lapisan masyarakat bawah. Di kalangan Perserikatan Bangsa-bangsa PBB, kelompok, lembaga atau organisasi tersebut disebut Non Government Organization NGO yang kemudian dalam suatu konferensi 1976 Wahana Lingkungan Hidup WALHI diterjemahkan menjadi Organisasi Non Pemerintah disingkat ORNOP. Penulis merasa kurang sreg dengan istilah tersebut. Pertama, karena pengertian organisasi Non Pemerintah dapat mencakup berbagai organisasi yang luas asalkan bukan organisasi Pemerintah baik organisasi bisnis, kalangan pers, paguyuban seni, olah raga dan lain-lain, padahal dengan NGO yang dimaksud lebih khusus yaitu yang berhubungan langsung dengan pembangunan. Kedua, dalam sejarah pergerakan, kita mengenal istilah Non dan Co. Pada waktu pendudukan Belanda ada kelompok masyarakat yang bekerjasama dengan Belanda disebut golongan Co dan ada kelompok yang menolak kerjasama disebut golongan Non. Istilah NGO dapat diartikan atau dituduh sebagai kelompok masyarakat yang tidak mau bekerjasama dengan Pemerintah. Padahal untuk mencapai tujuan dari kelompok, lembaga atau organisasi tersebut, yaitu meningkatkan keswadayaan dan kemandirian masyarakat yang dilayani, sering perlu banyak bekerjasama dengan Pemerintah. Dalam mencari istilah Indonesia bagi NGO, penulis kemudian menemukan istilah yang sering dipakai oleh Kementrian Kerjasama International Jerman Barat yaitu Self Help Promoting Institute SHPI dan Self Help Organization SHO, masing-masing dimaksudkan sebagai lembaga yang didirikan dengan tujuan menolong yang lain, sedang yang kedua dimaksudkan untuk menolong diri sendiri. Penulis pikir istilah ini cocok untuk Indonesia. Dan atas saran Prof. Sayogyo kemudian diperkenalkan istilah Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat LPSM untuk SHPI dan Lembaga Swadaya Masyarakat LSM untuk SHO. Dalam Seminar kerjasama antara SBD dan WALHI di Gedung YTKI 1981 antara lain dimaksudkan memberi masukan pada Undang-undang Lingkungan Hidup yang sedang disusun DPR, untuk memudahkan pemahaman di masyarakat disepakati menggunakan satu istilah saja yaitu LSM. Istilah LSM lalu didefinisikan secara tegas dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Inmendagri No. 81990, yang ditujukan kepada gubernur di seluruh Indonesia tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat. Lampiran II dari Inmendagri menyebutkan bahwa LSM adalah organisasilembaga yang anggotanya adalah masyarakat warganegara Republik Indonesia yang secara sukarela atau kehendak sendiri berniat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasilembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya. Dalam Pilot Proyek Hubungan Bank dan Kelompok Swadaya Masyarakat PPHBK istilah LSM mencakup pengertian LPSM Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat dan KSM Kelompok Swadaya Masyarakat. PPHBK yang dikelola oleh Bank Indonesia dimaksudkan menghubungkan Bank formal dengan KSM non formal dalam bidang permodalan. Sejak diperkenalkan Bank Indonesia tahun 1988, skema HBK telah berjalan sangat baik, hingga September 2001, dilaksanakan di 23 propinsi, mencakup lebih dari 1000 kantor bank partisipan, 257 LPSM, 34.227 kelompok swadaya masyarakat dengan anggota sekitar 1.026.810 KK, menyalurkan kredit akumulasi Rp 331 milyar, memobilisasi tabungan beku akumulasi Rp 29,5 milyar, dan tingkat pengembalian kredit 97,3. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian LSM mencakup dua kategori yaitu KSM dan LPSM. Disamping itu ada kategori ketiga yang disebut LSM Jaringan, yaitu suatu bentuk kerjasama antara LSM dalam bidang kegiatan atau minat tertentu, misalnya : 1. Sekretariat Bina Desa SBD, berdiri 1974, merupakan forum dari LSM yang bekerja di kawasan pedesaan 2. Wahana Lingkungan Hidup WALHI, berdiri 1976, merupakan wadah kebersamaan LSM yang memusatkan perhatian pada upaya pelestarian lingkungan 3. Forum Indonesia untuk Keswadayaan Penduduk FISKA, berdiri 1983, merupakan forum LSM yang bergerak dibidang kependudukan 4. Forum Kerjasama Pengembangan Koperasi FORMASI, berdiri 1986, merupakan forum LSM yang bekerja mengembangkan koperasi 5. Forum Pengembangan Keswadayaan Participatory Development Forum- PDF, berdiri 1991, merupakan peningkatan dari Forum Kerjasama LSM -- PBB NGO - UN Cooperation Forum yang didirikan pada 1988. PDF menggabungkan berbagai LSM berinteraksi dengan Pemerintah, dunia usaha dan badan-badan Internasional dalam suatu forum untuk mengembangkan peran serta berbagai aktor dalam pembangunan. LSM tidak hanya muncul dalam dekade 70-an, ada pula yang telah berdiri pada dekade 50-an dan 60-an. Bahkan Budi Utomo dan Serikat Islam yang telah didirikan jauh lebih lama adalah LSM juga. Walaupun pada prinsipnya tujuan LSM dari berbagai jaman adalah sama yaitu mencapai tingkat kemandirian yang lebih tinggi dari masyarakat yang dilayani, tetapi mereka mempunyai motivasi kerja yang berbeda dari jaman ke jaman. LSM jaman penjajahan didirikan dengan motivasi membebaskan diri dari kungkungan penjaiahan dengan upaya pendidikan dan usaha di bidang ekonomi. Sementara LSM dalam jaman Orde Lama menghadapi situasi yang berbeda. Penjajahan oleh bangsa asing sudah tiada, diganti dengan arus berbangsa dan bernegara yang kita kenal dengan istilah politik komando atau politik nomor satu. Pada situasi semacam itu motivasi LSM memperjuangkan agar pembangunan mendapat tempat yang memadai yaitu melalui upaya-upaya peningkatan keswadayaan rakyat kecil, para petani dan nelayan di desa-desa dan lain sebagainya sambil memperjuangkan suatu kebijakan yang kondusif bagi upaya-upaya tersebut dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemudian karena situasi dan kondisi berbeda, berbeda pula motivasi kerja LSM di jaman Orde Baru. Pada orde pembangunan ini, LSM berusaha mempersiapkan masyarakat agar berkemampuan memanfaatkan berbagai peluang yang muncul dari proses pembangunan meningkatkan keswadayaan mereka sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan nasional. Selanjutnya dari berbagai pengalaman pelayanan kepada masyarakat disusun model-model pendekatan yang dapat direkomendasikan untuk perbaikan pendekatan pembangunan yang sedang berjalan. Lembaga Swadaya Masyarakat merupakan organisasi kemasyarakatan yang memberikan kepedulian terhadap pembangunan baik di tingkat nasional, kawasan internasional maupun pada tingkat lokal. LSM merupakan mitra pemerintah, yang kegiatannya dapat bergerak dalam bidang keagamaan, politik, ekonomi, sosial budaya atau yang lain. Lembaga Swadaya Masyarakat dan kelompok masyarakat yang perduli secara individual memang memberikan kontribusi yang tidak sedikit dalam penanganan masalah buruh anak. Harus kita akui bahwa LSM memang sudah senantiasa berjuang mulai dari sejak dahulu dan senantiasa terus berjuang dalam penegakan HAM. Fenomena LSM memang pada awalnya dipandang negatif oleh pemerintah yang dianggap mencampuri secara usil kebijakan-kebijakan pemerintah serta senantiasa melakukan kritik tanpa solusi. Sebagai lembaga non-pemerintah yang memiliki komitmen terhadap pemberdayaan kaum lemah dan tertindas, LSM telah memberikan suatu kontribusi yang sangat besar dalam mewujudkan suatu masyarakat yang berkeadilan sosial. Tanpa adanya dorongan advokasi, baik melalui lembaga-lembaga yuridis maupun lembaga non-yuridis dan berbagai fungsi mediasi yang dilakukan oleh berbagai LSM, kecil kemungkinan eksploitasi pekerja anak muncul menjadi isu nasional bahkan internasional. Meskipun, sementara kalangan beranggapan bahwa keberadaan LSM merupakan sesuatu yang kontra-produktif dan bahkan anasionalis karena menggunakan sumber daya internasional yang disinyalir mendapat dukungan politik dari pihak-pihak tertentu untuk menciptakan instabilitas di dalam negeri. LSM di dalam menangani masalah pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak mengusahakan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan seperti misalnya: 1. Menerbitkan buku-buku, poster yang dapat membangkitkan kesadaran hukum masyarakat terhadap hak-hak anak dan mencegah pelanggaran terhadap hak- haknya; 2. Mengusahakanmemperjuangkan kerjasama dengan Departemen-departemen ataupun instansi terkait dalam rangka mewujudkan peraturan perundang- undangan tentang pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak dan pengawasan dalam masyarakat; 3. Menyelenggarakan kursus-kursus kader penyuluhan hukum; 4. Menyelenggarkan forum-forum pertemuan dengan pengusaha agar lebih aktif berpartisipasi dalam pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak demi masa depan generasi penerus bangsa. 13 Di Sumatera Utara tercatat ada beberapa LSM yang perduli dengan keberadaan pekerja anak, yaitu: 1. Yayasan Pusaka Indonesia 2. LAAI Lembaga Advokasi Anak Indonesia 3. KKSP Kelompok Kerja Sosial Perkitaan 4. Yayasan Handal Mardika 5. Kelompok Pelita Sejahtera 6. PKPA Pusat Kajian dan Perlindungan Anak 7. PPAI Perserikatan Perlindungan Anak Indonesia 8. Save The Children 9. Anti-Slavery International ASI; 10. Lembaga Pengkajian Sosial Humana GIRLI; 11. The Indonesian Child Advocacy Institute LAAI; 12. Perkumpulan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak P4A; 13. International Programme on the Elimination of Child Labour IPEC - ILO ; dan 14. Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia. 14 Meskipun demikian, masih terdapat berbagai LSM yang tidak secara khusus memfokuskan pada perlindungan pekerja anak di Indonesia akan tetapi memasukkan hal tersebut sebagai salah satu programnya. LSM seperti ini antara lain: Yayasan Rumah Singgah, Suara Ibu Peduli SIP, dan Lembaga Perlindungan Anak. Dengan telah diratifikasinya konvensi tentang Hak-hak Anak, Indonesia terikat dalam suatu jaringan perlindungan anak dunia yang berada dibawah Perserikatan Bangsa Bangsa PBB. Konvensi tersebut kemudian akan dituangkan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Draft Undang Undang tersebut secara eksplisit memberikan suatu legitimasi keberadaan LSM sebagai salah satu infrastuktur Perlindungan Anak yang turut serta dalam kegiatan pembimbingan, pembinaan, advokasi, maupun pengumpulan data tentang permasalahan-permasalahan. 13 K Irsan, Peran Masyarakat dan Penegak hukum. Jurnal Konvensi Vol. III No. 1, Jakarta, 1999, hal. 18. Permasalahan pekerja anak sebenarnya hampir menyerupai sebuah gunung es. Kompleksitas pada dasar permasalahannya tidak tampak, sedangkan aktualisasi pada permukaan berupa tindakan-tindakan eksploitasi terhadap anak juga hanya muncul sedikit. Budaya masyarakat yang lebih cenderung bersifat patriarchi dan kemiskinan secara struktural menciptakan suatu iklim yang permisif terhadap pekerja anak di Indonesia. Terbatasnya studi dan perhatian terhadap kondisi pekerja anak di Indonesia memberikan suatu kontribusi terhadap terbelenggunya nasib pekerja anak. Dari waktu ke waktu, perlindungan terhadap pekerja anak di Indonesia tidak banyak mengalami perubahan. Perlindungan secara yuridis yang merupakan faktor penting terhadap keberadaan pekerja anak mengandung ambivalensi yang mengindikasikan kemenduaan sikap pemerintah terhadap masalah ini. Penerapan discretion clausule dalam berbagai aturan hukum tentang ketenagakerjaan, sering menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda bahkan memberikan suatu celah hukum terhadap eksploitasi pekerja anak. Hal inipun ternyata masih dijumpai pada Undang Undang Ketenagakerjaan yang baru, yaitu UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003. Keadaan sosial dan ekonomi masyarakat yang sebagian terbesar berada pada batas garis kemiskinan mendorong terjadinya enkulturasi bekerja membantu keluarga yang sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak secara sehat. Komitmen mungkin merupakan salah satu kata kunci untuk sementara ini yang dapat digunakan untuk mempertahankan momentum pemberdayaan dan advokasi terhadap pekerja anak, seperti yang telah dilakukan oleh LSM-LSM dalam usaha untuk menghilangkan praktek pekerja anak di Indonesia. Ditengah krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 dan belum ada tanda-tanda berakhir, perlu kiranya ditempuh berbagai alternatif program cepat dan tepat sasaran 14 http:www.LSM dan Perlindungan Terhadap Pekerja Anak, diakses tanggal 11 agustus. sebelum keadaan yang lebih buruk terjadi. Penjajagan dan pengembangan jaringan kerja sama baik nasional, regional, maupun internasional merupakan alternatif penting. Jaringan kerjasama ini diharapkan dapat membantu membe-rikan pemecahan terhadap permasalahan mendasar yang dihadapi oleh pekerja anak di Indonesia, yaitu: kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah.

B. Kehadiran Yayasan Pusaka Indonesia Sebagai Lembaga Swadaya