Minimnya akses bantuan hukum bagi pekerja anak yang berkonflik dengan hukum

BAB IV KENDALA YANG DIHADAPI PUSAKA INDONESIA DALAM

MEWUJUDKAN ADVOKASI HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK

A. Minimnya akses bantuan hukum bagi pekerja anak yang berkonflik dengan hukum

Bantuan hukum atau Advokasi Hukum terkadang masih sering dianggap sebagai hal yang mahal dan sulit diaksesdi konsumsi oleh masyarakat miskin. Namun ternyata hal itu tidak seperti yang diduga, bahwa banyak lembaga-lembaga advokasi yang secara khusus mengabdikan dirinya untuk membantu orang-orang yang membutuhkan perlindungan khusus seperti halnya Pusaka Indonesia Medan, LBH Medan, LBG Apik Suumut, BBH Fakultas Hukum USU dan lainnya. Lembaga ini merupakan lembaga advokasi penanganan dan perlindungan hukum bagi masyarakat pencari keadilan dan lembaga advokasi anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Kemudian kurangnya sosialisasi dari lembaga advokasi ini yang menyebabkan masih banyak masyarakat yang belum mengetahui mekanisme dan prosedur dalam mendapatkan bantuan hukum tersebut. Hal ini yang sering menyebabkan orang tua anak khususnya pekerja anak yang berkonflik dengan hukum engan untuk melapor atau meminta bantuan hukum secara langsung ke lembaga- lembaga advokasi hukum ini. Kondisi awal wadah dan lembaga penanganan khusus dan pemberian bantuan hukum yang dilakukan bagi pekerja anak yang berkonflik dengan hukum masih sangat minim. Dari hasil investigasi data yang dilakukan oleh Pusaka Indonesia ke Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta pertengahan tahun 2005, dari 465 orang penghuni Lapas Anak tersebut, hanya sekitar 70 orang yang didampingi oleh Penasihat Hukum atau sekitar 15. 76 Sangat kita sadari baik dari Pusaka Indonesia sebagai Lembaga Advokasi dan Perlindungan hak-hak anak yang membutuhkan perlindungan khusus maupun lembaga pengacara lainnya masih kurang maksimal dalam memberikan perlindungan hukum bagi pekerja anak yang berkonflik dengan hukum. Secara prediktif dapat digambarkan dari tahum 2000 sapai dengan tahun 2004 dengan data diatas, disimpulkan bahwa hanya sekitar 7 kasus pekerj anak yang berkonflik dengan hukum dapat kita dampingi kepentingan hukumnya dalam proses peradilan. Dan tidak tertutup juga sering terjadi kasus-kasus pekerja anak yang berkonflik dengan hukum tidak didampingi oleh penasihat hukum. Dari hasil pengamatan Pusaka Indonesia ada beberapa factor yang menyebabkan pekerja anak kurang mendapatkan akses bantuan hukum seperti: 1. Kurangnya pertisipasi aparat hukum, baik , penyidik, penuntut umum maupun hakim untuk menghubungi lembag advokasi huikum anak atau kantor pengacara agar pekerja anak yang berkonflik dengan hukum segera mendapat bantuan hukum. 2. Kurangnya pemahaman pekerja anak dan orang tua anak tetang proses hukum, sehingga menimbulkan stigma “takut” apabila berhadapan dengan proses hukum apalagi dengan aparat hukum. 3. Pekerja anak atau orang tua anak tidak mengetahui adanya Lembaga Advokasi Hukum yang memberikan bantuan hukum. 4. Kurangnya partisipasi orang tua anak untuk mencari alternative pendampingan hukum bagi anaknya yang berkonflik dengan hukum. 5. Kurangnya informasi baik dari pendamping pekerja anak, media masa atau laporan langsung dari masyarakat ke Pusaka Indonesia atau lembaga pengacara lain ketika ada pekerja anak yang berkonflik dengan hukum.

B. Minimnya Perhatian Pemerintah dalam Persoalan Pekerja Anak yang Berkonflik Dengan Hukum