Perlindungan Pekerja Anak dalam Proses Pemeriksaan Penyidikan

Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dengan ketentuan asas lex spesialis de rogat, lex general. Ketentuan dasar Hukum Acara Pidana Anak dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, meliputi asas-asas sebagai berikut: 1 Asas Belum Dewasa Asas belum dewasa menjadi syarat ketentuan untuk menentukan seseorang dapat diproses dalam peradilan anak. 2 Asas Keleluasaan Pemeriksaan Ketentuan asal keleluasaan pemeriksaan dimaksudkan, yaitu dengan memberikan keleluasaan bagi penyidik, penuntut umum, hakim mupun petugas lembaga pemasyarakatan dan atau petugas probationsocial worker untuk melakukan tindakan-tindakan atau upaya berjalannya penegakan hak-hak asasi anak, mempermudah system peradilan dan lain-lain. 3 Asas Pembimbing KemasyarakatanSocial Worker Kedudukan social worker yang diterjemahkan dengan arti pekerja social lebih diutamakan kepada system penerjemahan ketidakmampuan seorang anak menjadi lebih transparan dalam sebuah proses peradilan anak.

B. Perlindungan Pekerja Anak dalam Proses Pemeriksaan Penyidikan

Pada hakikatnya ketentuan KUHAP tentang penyidikan didefenisikan sebagai berikut, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan cara yang diatur dalam Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana. 22 22 Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, 1985, hlm. 161 Penyidik yang ditetapkan dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, harus dipandang sama sebagaimana layaknya status dan fungsi seorang penyidik yang ditetapkan oleh KUHP. Ditentukan penyidik adalah seorang anggota polisi yang ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kedudukan penyidik menurut pasal 1 butir 1, menyebutkan penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberikan weweanag khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Pernyataan KUHP ini memberikan tugas utama bagi penyidik yang harus dijalankan untuk menangani tindak pidana yang diterima dari bentuk-bentuk: a tertangkap tangan; b pengaduan; claporan; maka KUHP menentukan juga bahwa tindakan yang dilakukan seorang pinyidik sebagai berikut: 1. penagkapan; 2. penahanan; 3. mengadakan pemeriksaan ditempat kejadian; 4. melakukan penggeledahan; 5. pemeriksaan tersangka dan interogasi; 6. membuat Berita Acara Pemeriksaan BAP; 7. penyitaan; 8. penyimpangan perkara; 9. melimpahkan perkara; Secara garis besar tugas-tugas penyidik ini terdiri dari tugas menjalankan operasi lapangan dan tugas administrasi hukum. Untuk memahami Hkum Acara Pidana Anak yang ditentukan berdasarkan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan anak, kiranya perlu untuk dikemukakan, tugas penyidik yang berhubungan langsung, dengan sisi-sisi penegakan hak-hak Asasi Anak. Ketentuan tugas ini meliputi hal-hal berikut: 1. Penangkapan Ketentuan Hukum Acara Pidana yang menjadi sorotan esensial dari proses penyidikan adalah pengkapan terhadap pelaku tindak pidana kejahatan dan pelanggaran. Tugas pengkapan berbatasan dengan ketentuan hukum yang menegakkan hak-hak asasi pekerja anak, yang dapat menjadi tuntutan keadilan hukum terhadap petugas penegakan hukum dari pemerintah lembaga kepolisian. Tentu batas-batas toleransi terhadap tindakan-tindakan dan nuansa penagkapan pekarja anak yang melakukan tindak pidana menjadi sujektivitas hukum terhadap advokasi dan hukum perlindungan pekerja anak. Ketentuan dasar hukum perlindunga pekerja anak harus dapat mengetengahkan bentuk-bentuk tindakan dan upaya yang rasional dan berdimensi rasa keadilan hukum terhadap pekerja anak. Tindakan-tindakan yang layak dari proses pengkapan pekerja anak, telah dirumuskan oleh lembaga Prayuwana dengan rumusan-rumusan dasar seperti yang telah terjadi dalam delinkuensi pekerja anak pekerja anak yang melakukan kejahatan dan kindermoor pekerja anak sebagai saksi Koran diddsyaratkan penyidik yang ditugaskan untuk melakukan penangkapan pekerja anak adalah Polwan yang telah memenuhi syarat perundang-undangan. Alasan Prayuwana ini sangat sederhana, bahwa untuk memahami persoalan pekerja anak dalam kehidupan social dan psikologis sudah menjadi budaya, yang akan lebih dinamis anak-anak diurus oleh seorang ibu atau wanita. Ibu atau wanata dipandang sebagai subjek yang langsung secara kodrati lebih memahami masalah anak secara konprehensif. Dalam masah psikologis sainstis, seperti temperamental, emosionalitas dan lingkungan social maupun masalah pekerja anak dalam psikologis komtemporer, seperti watak, bakat dan lain-lain yang menjdi dasar eksistensi anak dalam lingkungan sosial. Wewenag pengkapan dan penahanan terhadap pekerja anak menurut Undang- undang Peradilan Anak menentukan bahwa kegiatan yang berhubungan dengan penangkapan dan penahanan mengikuti HukumAcara Pidana. Wewenang penangkapan harus memperhatikan asas hukum pidana yaitu asas praduga tak bersalah, untuk dihormati dan di junjung tinggi sesuai dengan harkat dan martabat pekerja anak sebagi kelompok yang tidak mampu atau belum mengetahui tentang masah hukum yang terjadi pada diri pekerja anak tersebut. Persoalan hukum yang timbul dari proses pengkapan yang dilakukan kepolisian sebagai penyidik dan kejaksaan sebagi penuntut umum dalam penggunaan upaya paksa dilakukan semata- mata harus memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a wewenang penangkapan; b perintah penangkapan. 23 Bentuk dasar penahanan KUHAP yang demikian ini, diperuntukkan bagi semua subjek hukum yang dipandang telah mampu untuk mempertanggungjawabkan perbuatan hukum. Persoalan baru akan muncul, yaitu bentuk penangkapan terhadap seorang pekerja anak atau seorang yang belum dewasa. Jika penagkapan dilakukan pada seorang anak maka akan timbul hak-hak pekerja anak yang dilindungi hukum sebagai akibat belum dewasa, akan menjadi factor pertimangan yang prinsip bagi seorang penyidik dan penuntut umum sebagai upaya membatasi tindakan upaya paksa. Ditentukan sebagai factor pertimbangan dikarenakan, pernyataan hukum telah dilindungi status anak atau orang yang belum dewasa sebagi unsur ex-officio dari penyidik dan penuntut umum. 23 Djoko Prakoso, Eksistensi Jaksa di Tengah Masyarakat, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hlm. 42-43 Kedudukan pekerja anak dalam proses pemeriksaan penyidikan terdapat nuansa yang menimbulkan hak-hak pekerja anak secara khusus. Hak-hak pekerja anak yang dimaksud untuk dapat mengesampingkan upaya paksa dan tindakan paksa dari proses pemeriksaan penyidik penangkapan dan penahanan terhadap pekerja anak sebagai berikut: 1. terhadap keluarga pekerja anak sebagi tersangka untuk wajib diberitahukan terlebih dahulu baik melalui surat maupun lisan sebelum proses penangkapan berakhir; 2. penangkapan terhadap pekerja anak tidak dibolehkan dengan menggunakan alat atau senjata sebagi upaya paksa atau wewenag paksa; 3. tersangka pekerja anak harus segera mendapat bantuan hukum secara wajib dan cuma-cuma ; 4. tersangka pekerja anak atau orang yang belum dewasa harus segera mendapat proses pemeriksaan; 5. hak untuk mendapat atau menuntut ganti rugi, sebagai akibat dari kesalahan pengkapan, penahanan atau hal-hal lain yang menghilangkan penderitaan fisik dan moril anak tersebut. Ketentuan-ketentuan Hukum Acara Pidana lain seperti penangkapan, yaitu upaya untuk melakukan tindakan pelumpuhan terhadappekerja anak yang melakukan tindak pidana kejahatan tidak dianjurkan untuk menggunakan alat yang dikategorikan sebagai pelumpuh atau alat pemaksa yang digunakan oleh rasio undang-undang militer. Kedudukan pekerja anak tergolong dalam sebagai kurang mampu atau belum dewasa, akan mempermudah proses sosialisasi pengkapan dan mempermudah interogasi dalam kepentingan pemeriksaan. Hak-hak anak yang menjadi sorotan utama dalam proses ini, sebagi berikut: 1. sebagai tersangka a. Hak-hak pekerja anak yang bersandar pada asas praduga tak bersalah; b. hak-hak pekerja anak yang diperoleh sebagai tindakan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan; c. hak untuk didampingi pengacara; d. hak untuk mendapat fasilitas. 2. sebagai saksi korban viktima a. hak pekerja anak dilayani karena penderitaan mental, fisik, dan rohani atau penyimpangan perilaku sosial; b. Hak untuk didahului di dalam proses pemeriksaan, penerimaan laporan, pengaduan dan tindakan lanjutan dari proses pemeriksaan; c. hak untuk dilindungi dari bentuk-bentuk ancaman kekerasan dari akibat laporan dan pengaduan yang diberikan. 2. Penahanan Masalah penahanan terhadap pekerja anak yang melakukan tindak pidana, memiliki klasifikasi yang khusus. Penahanan terhadap tersangka yang digolongkan dalam KUHAP dengan Tahanan Rumah Negara, Tahanan Rumh Keluarga, dan Tahanan Kota mendapat dispensasi dari ketentuan-ketentuan yang dirumuskan oleh Undang-undang Peradilan Anak, yaitu penahanan anak yang melakukan tindak pidana harus diletakkan ditempat khusus di lingkungan Rumah Tahanan Negara, atau cabang Rumah Tahanan. Perbedaan status tahanan pekerja anak yang melakukan tindak pidana dengan orang dewasa yang melakukan tindak pidana,dapat juga pada skala waktu penahanan pekerja anak di rumah tahanan pada waktu pemeriksaan. Penahanan tehadap seorang pekerja anak ditentukan dalam batas waktu 20 hari dengan masa penahanan masa perpanjangan 10 hari; dalam jangka waktu 30 hari penyidik sudah harus melimpahkan perkara pekerja anak tersebut ke Penuntut Umum. Berbagai persoalan yang dihadapi hukum tentang penahanan pada umumnya, memberikan arti kepada petugas penegak hukum untuk merumuskan secara transparan tentang masalah-masalah penahanan pekerja anak. Penahanan terhadap pekerja anak yang melakukan tindak pidana, juga berkenaan dengan batas waktu penahanan, ketentuan KUHAP telah merumuskan batas waktu penahanan yang sangat efektif untuk masa penahanan dalam pemeriksaan,penyidik, yaitu 20 hari dan perpanjangan lagi 20 hari. Hal ini berarti penahanan pekerja anak yang sesuai dengan Undang-undang Peradilan Anak hanya mengemukakan agar demi kepentingan hak-hak asasi anak dan perkembangan pendidikan anak maka pemeriksaan perkara tindak pidana anak ditetapkan uuntuk secepatnya dan diprioritaskan terlebih dahulu dari pemeriksaan lain dengan batas waktu penahanan paling lama 30 hari atau 1 satu bulan. Pekerja anak yang melakukan tindak pidana dan perbuatan yang dilarang oleh hukum, harus ditafsirkan sebagai ketidak mampuan akal pikiran, fisik adan atau moral dan mentalitas yang ada pada diri pekerja anak yang ditentukan pada nilai kodrat. Penahanan penyidik harus lebih diklasifikasikan kedudukan pekerja anakl yang terlibat tindak pidana. Untuk itu diperlukan penafsira untuk mengelompokkan perbuatan anak yang lebih trasparan dalam pengertian hukum. Kenyataan dimaksud untuk menghindari kesalahan pengkapan dan atau penahanan terhadap hak-hak pekerja anak.

C. Perlindungan pekerja anak dalam proses pemeriksaan penuntutan