Sejarah Singkat Gorontalo Menjadi Provinsi Sejarah Masyarakat

Popyram Asriyani : Budaya Lokal Sebagai Aset Pariwisata Di Gorontalo, 2009. USU Repository © 2009  Drs. Tursandi AlwiPejabat Gubernur 16 Februari 2001 12 September 2001 Dilantik oleh Mendagri dan Otonomi Daerah Surjadi Soedirdja  Fadel Muhammad 12 September 2001 17 Januari 2007 Pasangan Ir. Fadel Muhammad dan Ir. Gusnar Ismail MMadalah pasangan Gubernur-Wakil Gubernur periode 2001-2006.  Fadel Muhammad 17 Januari 2007 Sekarang Pasangan Ir. Fadel Muhammad dan Ir. Gusnar Ismail MMadalah pasangan Gubernur-Wakil Gubernur periode 2007-2012. Ini merupakan periode ke-2 pasangan ini.

3.2 Sejarah Singkat Gorontalo Menjadi Provinsi

Provinsi Gorontalo sebagai provinsi ke-32 di wilayah RI dengan ibu kota Gorontalo dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo yang disetujui dan disahkan oleh DPR RI pada tanggal 5 Desember 2000 bertepatan dengan tanggal 8 Ramadan 1421 Hijriah. Undang-undang tersebut ditandatagani oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada tanggal 22 Desember 2000 atau 25 Ramadan 1421 Hijriah. Dua bulan kemudian, tepatnya Jumat, tanggal 16 Februari 2001 22 Zulhijah 1421 Hijriah Mendagri dan Otonomi Daerah, Surjadi Soedirdja, Meresmikan Gorontalo sebagai provinsi ke- 32 di wilayah Republik Indonesia. Peresmian itu berlangsung di Lapangan Taruna Remaja Kota Gorontalo, ditandai dengan pelepasan 32 ekor burung merpati sebagai perlambang provinsi ke-32, pelepasan ratusan balon ke udara, penyerahan dana alokasi umum DAU Rp 45 miliar, dan penyerahan sumbangan bagi para korban banjir di Kota Gorontalo.

3.3 Sejarah Masyarakat

Nenek moyang mereka bernama Hulontalangi, artinya ‘pengembara yang turun dari langit’. Tokoh ini berdiam di Gunung Tilongkabila. Dia menikah dengan pendatang yang singgah dengan perahu ke tempat itu. Mereka inilah yang kemudian menurunkan orang Gorontalo. Sebutan Hulontalangi kemudian berubah menjadi Hulontalo dan akhirnya menjadi Popyram Asriyani : Budaya Lokal Sebagai Aset Pariwisata Di Gorontalo, 2009. USU Repository © 2009 Gorontalo pra Islam antara abad XIII-XV mengharuskan atas dirinya untuk menjunjung tinggi nilai harmoni. Harmoni dengan lingkungan hidup maupun dengan lingkungan abiotik pada semesta alam Ketika itu tidak ada guru, apalagi sekolah dan perpustakaan. Alamlah yang menjadi mahaguru tunggal, sumber inspirasi, sumber logika satu-satunya. Otodidaktik dan kemandirian pada gilirannya mengguncang kesadaran berfilsafat. Itulah sebabnya ilmu dan teori dalam periode ini lebih bernuansa filsafat. Air, misalnya, menjadi salah satu sumber terbentuknya kebudayaan dan adat-istiadat. Ungkapan taluhu sifati moopa sifat air selalu mencari tempat yang rendah dimaksudkan agar manusia bersifat rendah hati. Sifati taluhu mololohe deheto sifat air bergerak mengalir menuju samudra dimaksudkan agar setiap insan terus berusaha dengan tekun sampai tujuannya tercapai. Wonu moda’a taluhu, pombango moheyipo Jikalau banjir, pinggiran sungai pun pindahlah bermaksud; jikalau ada yang lebih tinggi ilmu pengetahuannya, maka seorang pemimpin hendaklah menyerahkan kepemimpinannya kepada orang itu.Filsafat air berkembang di Gorontalo karena lingkungan hidup mereka adalah lingkungan air.Maklum, danau, telaga dan sungai begitu banyak di daratan ini. Belum lagi hamparan samudra Teluk Tomini dan Laut Sulawesi. Selanjutnya, filsafat Gorontalo dihiasi pula dengan pemikiran tentang api, udara dan tanah. Manusia dianggap sempurna ketika ia mampu mendarahdagingkan sifat-sifat keempat anasir itu ke dalam dirinya. Itulah yang dianggap sebagai “kebenaran obyektif” di masa itu. Struktur masyarakat di daerah Gorontalo tersusun dari bawah ke atas yaitu : Linula, Lipu atau Kerajaan dan Pohalaa atau Serikat Kerajaan. Sebelum terbentuknya Linula, masyarakat suku bangsa Gorontalo terdiri dari keluarga batih yang disebut Ngalaa dan tinggal pada petak-petak lalaa dari sebuah rumah yang besar disebut Laihe. Dari Laihe inilah terbentuk sistem kepemimpinan yang dijabat oleh seorang anggota tertua, berwibawa dan kaya akan pengalaman dan pengetahuan. Oleh karena masyarakat makin lama makin bertambah dan berkembang dalam jumlah yang lebih besar maka laihelaihe lain terbentuk pula. Linula Popyram Asriyani : Budaya Lokal Sebagai Aset Pariwisata Di Gorontalo, 2009. USU Repository © 2009 masing-masing mempunyai seorang pemimpin yang disebut Olongia raja serta memegang kekuasaan atas nama dan tanggungjawab bersama. Jabatan Olongia sebagai pemimpin Linula tidak didasarkan atas penunjukan sewenang-wenang karena keturunan, melainkan atas pilihan dan persetujuan kelompokkelompok laihe yang disebut Lemboa.

BAB IV POTENSI BUDAYA SEBAGAI ASET PARIWISATA