Popyram Asriyani : Budaya Lokal Sebagai Aset Pariwisata Di Gorontalo, 2009. USU Repository © 2009
tradisional Polopalo merupakan alat musik jenis idiofon atau golongan alat musik yang sumber bunyinya diproleh dari badannya sendiri M. Soeharto 1992 : 54, Dalam artian bahwa ketika
Polopalo tersebut di pukul atau sebaliknya memperoleh pukulan, bunyinya akan dihasilkan dari proses bergetarnya seluruh tubuh Polopalo tersebut.
4.1.3 Kerajinan Tangan
Di antaranya adalah kerajinan sulaman “Kerawang” dan anyaman “Upiya Karanji” atau Kopiah Keranjang yang terbuat dari bahan rotan Kopiah Keranjang ini belakangan makin
populer di Indonesia sejak dipakai oleh Presiden Abdurrahman Wahid.Yaitu karao atau kerawang dan kopia keranjang. Karao dan kopiah keranjang ini bisa dijadikan oleh-oleh selain
kue kerawang dan pia sejenis kue . Pia Ramayana dan Primadona terekenal dengan kelezatannya.Masih banyak jenis industri kecil lain yang terus dipacu
perkembangannya.Sulaman kerawang adalah salah satu contoh jenis industri kecil yang terus
berkembang di Bila dikaitkan dengan Pendapatan Asli Daerah PAD, sumbangan sektor industri masih terlalu kecil, yakni baru sebesar Rp 177,50 juta atau 6,57 persen dari total
penerimaan PAD tahun 2000 yang Rp 2,70 milyar. Sedangkan kontribusinya bagi kegiatan ekonomi Kota Gorontalo sebesar 6,88 persen atau senilai Rp 22,16 milyar.
4.1.4 Budaya Pasang Lampu “Tumbilo Tohe”
Tumbilotohe yang dalam arti bahasa gorontalo terdiri dari kata “tumbilo” berarti pasang dan kata “tohe” berarti lampu, yaitu acara menyalakan lampu atau malam pasang
lampu. Tradisi ini merupakan tanda bakal berakhirnya bulan suci Ramadhan, telah memberikan inspirasi kemenangan bagi warga Gorontalo. Pelaksanaan Tumbilotohe menjelang
magrib hingga pagi hari selama 3 malam terakhir sebelum menyambut kemenangan di hari Raya Idul Fitri. Di tengah nuansa kemenangan, langit gelap karena bulan tidak menunjukkan
sinarnya. Warga kemudian meyakini bahwa saat seperti itu merupakan waktu yang tepat untuk
Popyram Asriyani : Budaya Lokal Sebagai Aset Pariwisata Di Gorontalo, 2009. USU Repository © 2009
merefleksikan eksistensi diri sebagai manusia. Hal tersebut merupakan momentum paling indah untuk menyadarkan diri sebagai fitrah ciptaan Allah SWT.
Menurut sejarah kegiatan Tumbilotohe sudah berlangsung sejak abad XV sebagai penerangan diperoleh dari damar, getah pohon yang mampu menyala dalam waktu lama.
Damar kemudian dibungkus dengan janur dan diletakkan di atas kayu. Seiring dengan perkembangan zaman dan berkurangnya damar, penerangan dilakukan dengan minyak kelapa
padamala yang kemudian diganti dengan minyak tanah.Setelah menggunakan damar, minyak kelapa, kemudian minyak tanah, Tumbilotohe mengalami pergeseran. Hampir sebagian warga
mengganti penerangan dengan lampu kelap-kelip dalam berbagai warna. Akan tetapi, sebagian warga masih mempertahankan nilai tradisional, yaitu memakai lampu botol yang dipajang di
depan rumah pada sebuah kerangka kayu atau bambu.Saat malam tiba, “ritual” Tumbilotohe dimulai. Kota tampak terang benderang. Nyaris tidak ada sudut yang gelap. Keremangan
malam yang diterangi cahaya lampu-lampu botol di depan rumah- rumah penduduk tampak memesona.
4.1.5 BahasaSenjata Tradisional
Bahasa daerah sebenarnya ada banyak bahasa daerah di Gorontalo. Namun hanya tiga bahasa yaitu: bahasa Gorontalo, bahasa Suwawa dan bahasa Atinggola. Dalam proses lahirnya
bahasa yang ada khusus untuk bahasa daerah adalah bahasa Gorontalo. Saat ini bahasa Gorontalo telah dipengaruhi oleh bahasa Indonesia, sehingga kemurnian bahasa agak sulit
diperoleh di Gorontalo.Orang Gorontalo menggunakan bahasa Gorontalo, yang terbagi atas tiga dialek, dialek Gorontalo, dialek Bolango, dan dialek Suwawa. Saat ini yang paling
dominan adalah dialek Gorontalo. Sedangkan senjatanya adalah Senjata tradisional Yaitu
SabeleParang
4.1.6 Garis Keturunan