mengurai losis minyak, karena jika kandungan kadar kotoran pada minyak sawit mentah yang terdapat pada bak fat pit terlalu tinggi, saat akan di kembalikan ke
stasuin klarifikasi akan merusak minyak sawit mentah CPO dan meningkatkan losis minyak karena sebagian CPO akan terikut dengan kotoran yang akan di buang.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk lebih mendalami dan menulis karya ilmiah ini dengan judul “Pengaruh Waktu Penimbunan Minyak Sawit Mentah
CPO pada Bak Penampungan Fat Pit Terhadap Kadar Kotoran Minyak Sawit Mentah CPO di PTPN IV Kebun Adolina Perbaungan”.
1.2 Permasalahan
Apakah kadar kotoran yang terkandung dalam CPO pada bak fat pit dengan variasi waktu pengendapan 1 – 5 hari masih memenuhi standart mutu yang telah ditetapkan
oleh PKS PTPN IV Kebun Adolina Perbaungan.
1.3 Tujuan
- untuk mengetahui waktu optimum penimbunan CPO pada bak fat pit
- untuk mengetahui kenaikan kadar kotoran CPO pada bak fat pit dengan variasi
perbedaan waktu timbun -
Untuk mengetahui penyebab terjadinya kenaikan kadar kotoran pada bak fat pit
Priyasin Hardian : Pengaruh Waktu Penimbunan Minyak Sawit Mentah CPO Pada Bak Penampungan Fat Fit Terhadap Kadar Kotoran Minyak Sawit Mentah CPO Di Pabrik Kelapa Sawit PTPN. IV Kebun Adolin, 2010.
1.4 Manfaat
- Untuk meliat secara langsung penerapan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah
terhadap variabel – variabel yang berkaitan denan proses produksi dalam skala besar.
- Untuk mengetahui kadar kotoran pada setiap variasi waktu timbun antara 1 – 5
hari dari minyak kelapa sawit yang terdapat dalam bak fat pit. -
Untuk masukan bagi pabrik dalam penekanan kadar kotoran CPO.
Priyasin Hardian : Pengaruh Waktu Penimbunan Minyak Sawit Mentah CPO Pada Bak Penampungan Fat Fit Terhadap Kadar Kotoran Minyak Sawit Mentah CPO Di Pabrik Kelapa Sawit PTPN. IV Kebun Adolin, 2010.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Kelapa Sawit
Kelapa sawit Elaeis Guineensis Jacq merupakan tumbuhan tropis yang diperkirakan berasal dari Nigeria afrika Barat karena pertama kali ditemukan di
hutan belantara negara tersebut. Kelapa sawit pertama masuk ke Indonesia pada tahun 1848, di bawah dari Mautitius dan Amsterdam oleh seorang warga Belanda. Bibit
kelapa sawit yang berasal dari kedua tempat tersebut masing – masing berjumlah dua batang dan pada tahun itu juga ditanam di kebun raya Bogor. Hingga saat ini, dua dari
empat pohon tersebut masih hidup dan diyakini sebagai nenek moyang kelapa sawit yang ada di Asia Tenggara. Sebagai keturunan kelapa sawit dari kebun raya Bogor
tersebut telah diintroduksi ke Deli Serdang Sumatera Utara hingga dinamakan varietas Deli Dura.
Perkebunan kelapa sawit komersial pertama di Indonesia mulai diusahakan pada tahun 1911 di Aceh dan Sumatera Utara oleh Adrien Hallet, seorang kebangsaan
Belgia. Luas kebun kelapa sawit terus bertambah, dari 1.272 Ha pada tahun 1916 menjadi 92.307 Ha pada tahun 1983.
Sebagai areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera pada mulanya dimiliki oleh masyarakat secara perorangan, namun dalam perkembangannya, kepemilikan
perkebunan ini digantikan oleh perusahaan-perusahaan asing dari Eropa. Pada tahun 1957, pemerintah republik Indonesia menasionalisaikan mengambil alih seluruh
perkebunan milik asing menjadi perusahaan milik negara. Perkebunan kelapa sawit di
Priyasin Hardian : Pengaruh Waktu Penimbunan Minyak Sawit Mentah CPO Pada Bak Penampungan Fat Fit Terhadap Kadar Kotoran Minyak Sawit Mentah CPO Di Pabrik Kelapa Sawit PTPN. IV Kebun Adolin, 2010.
Indonesia terus mengalami perkembangan, meskipun dalam perjalannya mengalami pasang surut.
2.2 Varietas Tanaman Kelapa Sawit