commit to user
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
h. Standar Teknis.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Selain itu akuntan publik juga harus berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik SPAP yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
IAI, dalam hal ini adalah standar auditing.
Auditor Big 4 sering dianggap dapat menyediakan audit dengan kualitas
tinggi. Kualitas audit yang lebih baik diasosiasikan dengan kurangnya kemungkinan adanya masalah pelaporan keuangan Dechow et al, 1996.
Auditor Empat Besar The Big Four Auditors adalah kelompok empat firma jasa profesional dan akuntansi internasional terbesar, yang menangani
mayoritas pekerjaan audit untuk perusahaan publik maupun perusahaan tertutup. Dalam teori lain, DeAngelo 1981 menunjukkan bahwa Big Four
auditor dengan mempertaruhkan reputasi, lebih bersemangat untuk memastikan bahwa laporan keuangan klien mereka benar-benar
mencerminkan transaksi yang mendasar. Kantor audit yang termasuk Big 4 adalah PricewaterhouseCoopers, Deloitte Touche Tohmatsu, Ernst Young
dan KPMG.
B. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Karakteristik Keuangan Perusahaan Terhadap Frekuensi
Rapat Komite Audit.
commit to user
Perusahaan besar mempunyai komplektisitas dan memiliki dispersi kepemilikan yang lebih besar dibanding dengan perusahaan kecil. Keadaan
ini dapat menciptakan potensi yang lebih besar terjadinya agency problem terkait pelaporan keuangan. Perusahaan besar yang menghadapi pengawasan
dan tuntutan yang lebih besar atau lebih banyak dari pemakai laporan keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut, perusahaan-perusahaan besar
membutuhkan pengawasan atau monitoring yang lebih luas dari proses pelaporan keuangan. Proses pengawasan yang dimaksud dapat dicapai
melalui audit eksternal Carcello dan Neal, 2002. Dengan mekanisme audit eksternal yang dilakukan oleh auditor independen, maka kewajaran laporan
keuangan perusahaan dapat dinyatakan dan auditor eksternal juga dapat menjadi penengah yang bebas dari kepentingan serta dapat memberi
assurance atas kewajaran laporan keuangan secara professional. Selain audit eksternal, proses pengawasan juga dapat dilakukan dengan
adanya monitoring internal yang lebih besar Raghunandan dan Rama, 2007. Pengawasan internal yang dimaksud dapat dilakukan oleh dewan
direksi, dewan komisaris maupun komite audit sesuai dengan kewenanganya. Oleh karena itu dimungkinkan terjadi hubungan yang positif
antara frekuensi rapat komite audit dan ukuran perusahaan. Di samping ukuran perusahaan, karakteristik keuangan perusahaan juga
dapat ditunjukkan dengan leverage Raghunandan dan Rama, 2007. Leverage merupakan perbandingan antara jumlah utang dengan jumlah
ekuitas perusahaan. Leverage mengambarkan besarnya risiko keuangan
commit to user
perusahaan akan kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajiban dengan ekuitas yang dimilikinya. Tingkat leverage yang tinggi pada sebuah
perusahaan menunjukkan masalah yang lebih besar dan pengawasan yang lebih besar oleh penyedia utang. Perusahaan-perusahaan dengan leverage
yang tinggi memerlukan pengawasan internal lebih dekat karena perusahaan tersebut cenderung untuk terlibat dalam manipulasi laba dan aset, sehingga
memberi kemungkinan untuk lebih sering terjadi rapat komite audit Raghunandan dan Rama, 2007. Sebaliknya, dalam pandangan teori
keagenan bahwa penyedia utang terus memantau perusahaan untuk memastikan persyaratan utang tidak dilanggar. Dengan demikian,
permintaan untuk pengawasan internal seperti rapat komite audit lebih besar menurun.
Manajemen perusahaan yang mengalami dan melaporkan kerugian cenderung untuk terlibat dalam manajemen laba Beasley, 1996; Dechow et
al., 1996; Abbott et al., 2003 yang menyebabkan terjadinya kebutuhan yang lebih besar terhadap pengawasan internal. Oleh karena itu, dapat dinyatakan
bahwa kerugaian yang dialami dan dilaporkan oleh perusahaan berhubungan positif dengan komite audit dan frekuensi rapat. Raghunandan dan Rama
2007 berpendapat bahwa perusahaan menekankan pertumbuhan mungkin melebihi infrastruktur dan pengendalian internal, sehingga menciptakan
lingkungan yang kondusif untuk penipuan Loebbecke et al., 1989 dan manajemen laba Beasley, 1996; Dechow et al., 1996. Oleh karena itu,
potensi perilaku oportunistik oleh manajemen dalam pertumbuhan
commit to user
perusahaan yang tinggi menunjukkan adanya hubungan negatif antara peluang pertumbuhan perusahaan dan frekuensi rapat komite audit.
Atas dasar uraian di atas maka hipotesis dalam penelitian dapat dirumuskan seperti berikut ini.
H
1a
= ukuran perusahaan berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit
H
1b
= leverage perusahaan berpengaruh terhadap frekuensi
rapat komite audit H
1c
= rugi yang dilaporkan perusahaan berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit
H
1d
= pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap
frekuensi rapat komite audit
2.
Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Frekuensi Rapat Komite Audit
Menurut pandangan teori agensi bahwa kepemilikan oleh manajemen dan direksi adalah pedang bermata dua yang mempengaruhi biaya agen
misalnya, Jensen dan Meckling, 1976; Shleifer dan Vishny, 1997. Secara khusus, kepemilikan oleh manajemen dan direksi mengurangi biaya agen
karena kepemilikan saham dalam perusahaan yang memotivasi manajemen dan direksi untuk berperilaku seperti pemegang saham. Oleh karena itu,
kepemilikan oleh manajemen dan direksi sebagian dapat menggantikan mekanisme pengawasan Fama dan French, 2001. Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa di pasar modal yang relatif kecil, kepemilikan
commit to user
manajemen dan direksi yang tinggi dapat mengakibatkan salah pelaporan keuangan dan pengambilalihan dari pemegang saham minoritas Fan dan
Wong, 2002 dan keadaan tersebut menunjukkan permintaan untuk pengawasan internal yang lebih besar. Oleh karena itu, dapat dinyatakan
bahwa terdapat hubungan antara kepemilikan manajemen dan frekuensi rapat komite audit.
Kouki dan Guizani 2009 menyatakan bahwa kepemilikan institusional yang besar merupakan cara untuk monitoring agent. Peningkatan
kepemilikan institusional dapat mengurangi agency cost atas debt dan insider ownership karena semakin besar kepemilikan institusional maka
akan dapat mengurangi terjadinya konflik antara kreditur dan manajer, dan akhirnya dapat menekan biaya keagenan. Graves dan Waddock 1994
menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara jumlah institusi yang memiliki saham dan kinerja sosial dan lingkungan perusahaan dan
dikuatkan oleh penelitian Mahoney dan Robert 2003 yang menemukan hubungan positif dan signifikan antara kinerja sosial perusahaan dan jumlah
kepemilikan institusional. Kircmaier dan Grant 2006 melakukan penelitian tentang struktur
kepemilikan perusahaan dengan kinerja perusahaan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial dan blockholder akan
berpengaruh terhadap tata kelola perusahaan yang akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Para pelaku pasar akan merespon peningkatan kinerja
tersebut melalui harga saham yang meningkat. Hasilnya menunjukkan
commit to user
bahwa struktur kepemilikan perusahaan berpengaruh terhadap kinerja dan nilai perusahaan.
Pemegang saham institusional memiliki inisiatif untuk memonitor secara ketat terhadap pihak manajemen dan memastikan perusahaan telah
menerapkan mekanisme pengelolaan perusahaan yang telah ditetapkan secara efektif Shleifer dan Vishny, 1997; Smith, 1996. Oleh karena itu
dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kepemilikan institusional dan frekuensi rapat komite audit.
Atas dasar uraian di atas, maka hipotesis penelitian dapat dinyatakan seperti berikut ini.
H
2a
= kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit
H
2b
= kepemilikan institusional
berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit
3. Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Frekuensi Rapat Komite Audit